Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
|
|
|||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang, serta barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang dipergunakan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara;
|
|||
b.
|
bahwa untuk meningkatkan kemampuan militer Indonesia dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menghadapi ancaman dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta dalam rangka memperkenalkan produk industri pertahanan Indonesia kepada dunia internasional, akan diselenggarakan latihan militer bersama antara Indonesia dengan negara mitra pertahanan;
|
|||
c.
|
bahwa untuk memberikan fasilitas kepabeanan atas impor barang yang akan digunakan dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, serta untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pelayanan melalui penyederhanaan sistem dan prosedur dalam pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang berupa persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang, serta barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang dipergunakan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
|||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara;
|
|||
|
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1894) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1425);
|
|||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
|
|||
|
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 191/PMK.04/2016 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERSENJATAAN, AMUNISI, PERLENGKAPAN MILITER DAN KEPOLISIAN, TERMASUK SUKU CADANG, SERTA BARANG DAN BAHAN YANG DIPERGUNAKAN UNTUK MENGHASILKAN BARANG YANG DIPERGUNAKAN BAGI KEPERLUAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA.
|
||||
|
||||
Pasal I |
||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1894) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1425), diubah sebagai berikut:
|
||||
|
||||
1.
|
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||
|
|
|||
|
Pasal 3
|
|||
|
(1)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan barang yang:
|
||
|
|
a.
|
digunakan oleh:
|
|
|
|
|
1.
|
Lembaga Kepresidenan;
|
|
|
|
2.
|
Kementerian Pertahanan;
|
|
|
|
3.
|
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia;
|
|
|
|
4.
|
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
|
|
|
|
5.
|
Badan Intelijen Negara;
|
|
|
|
6.
|
Badan Siber dan Sandi Negara;
|
|
|
|
7.
|
Badan Narkotika Nasional; atau
|
|
|
|
8.
|
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; dan/atau
|
|
|
b.
|
digunakan dalam kegiatan militer sebagai bagian dari kerja sama militer, berupa latihan militer bersama atau pameran industri pertahanan.
|
|
|
(2)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara.
|
||
|
|
|
|
|
2.
|
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 5
|
|||
|
(1)
|
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, diimpor oleh kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a.
|
||
|
(2)
|
Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga, berdasarkan perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa dengan kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a.
|
||
|
(3)
|
Pelaksanaan impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dilakukan oleh industri tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai produsen barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara, berdasarkan perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa dengan:
|
||
|
|
a.
|
Kementerian Pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 2;
|
|
|
|
b.
|
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 3; dan/atau
|
|
|
|
c.
|
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 4.
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Di antara Pasal 7 dan Pasal 9 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 7 A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 7A
|
|||
|
(1)
|
Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang akan dipergunakan dalam kegiatan militer sebagai bagian dari kerja sama militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, permohonan pembebasan bea masuk diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
|
||
|
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus dilampiri dengan:
|
||
|
|
a.
|
perjanjian kerjasama militer dengan negara mitra pertahanan atau ijin prinsip dari Panglima Tentara Nasional Indonesia; dan
|
|
|
|
b.
|
rincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan pembebasan bea masuk beserta nilai pabeannya yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh pejabat paling rendah setingkat pimpinan tinggi madya dari kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a.
|
|
|
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh pejabat paling rendah setingkat pimpinan tinggi madya dari kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a.
|
||
|
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan dengan menggunakan format yang tercantum dalam Lampiran III huruf A Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara.
|
||
|
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk yang memuat rincian jumlah, jenis, dan nilai pabean dari barang yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukan pelabuhan tempat pembongkaran.
|
||
|
(6)
|
Atas impor barang yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diberikan fasilitas pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
(7)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||
|
(8)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran III Huruf B Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara.
|
||
|
|
|
|
|
4.
|
Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||
|
|
|||
|
Pasal 10A
|
|||
|
(1)
|
Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang fasilitas kepabeanan, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berdasarkan manajemen risiko.
|
||
|
(2)
|
Dalam hal kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menemukan adanya penyalahgunaan tujuan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk, direktur yang tugas dan fungsinya di bidang fasilitas kepabeanan menyampaikan pemberitahuan kepada direktur yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai untuk dilakukan audit kepabeanan dan/atau cukai.
|
||
|
|
|
|
|
5.
|
Diantara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 12A dan Pasal 12B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 12A
|
|||
|
(1)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 7A ayat (1), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 11, serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan, disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National single Window.
|
||
|
(2)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Sistem Indonesia National single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis disertai dengan:
|
||
|
|
a.
|
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak; dan
|
|
|
|
b.
|
hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk salinan digital.
|
|
|
(3)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6), Pasal 7 A ayat (5), Pasal 9 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2), atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9), Pasal 7 A ayat (7), Pasal 9 ayat (5), dan Pasal 12 ayat (4), dilakukan paling lama:
|
||
|
|
a.
|
5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik; atau
|
|
|
|
b.
|
3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 12B
|
|||
|
(1)
|
Dalam hal barang impor yang dipergunakan dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan telah diberikan fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak habis digunakan, barang impor tersebut dapat diselesaikan dengan cara:
|
||
|
|
a.
|
diekspor; atau
|
|
|
|
b.
|
dimusnahkan menggunakan metode dihancurkan, dibakar, diledakkan, atau metode lainnya untuk menghilangkan fungsi dari barang tersebut.
|
|
|
(2)
|
Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasal dari pengadaan dengan pihak ketiga yang mengalami pemutusan kontrak, penerima fasilitas pembebasan bea masuk harus melaporkan pemutusan kontrak tersebut kepada Kepala Kantor Pabean paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemutusan kontrak.
|
||
|
(3)
|
Dalam hal penerima fasilitas pembebasan bea masuk tidak melaporkan pemutusan kontrak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima fasilitas pembebasan bea masuk diberikan penundaan pelayanan pemberian pembebasan bea masuk sampai dengan diserahkannya laporan pemutusan kontrak tersebut.
|
||
|
(4)
|
Laporan pemutusan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
(5)
|
Atas laporan pemutusan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan atas Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang yang ditujukan untuk Pertahanan dan Keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dan Pasal 9 ayat (4).
|
||
|
(6)
|
Atas pencabutan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terhadap barang impor yang mengalami pemutusan kontrak terutang bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
|
||
|
(7)
|
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi tanggung jawab pihak ketiga.
|
||
|
(8)
|
Penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diselesaikan dengan cara:
|
||
|
|
a.
|
diekspor; atau
|
|
|
|
b.
|
dimusnahkan menggunakan metode dihancurkan, dibakar, diledakkan, atau metode lainnya untuk menghilangkan fungsi dari barang tersebut.
|
|
|
(9)
|
Penyelesaian kewajiban pabean dengan cara diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (8) huruf a dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bi dang ekspor.
|
||
|
(10)
|
Penyelesaian kewajiban pabean dengan cara dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (8) huruf b dilakukan dengan membuat berita acara pemusnahan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal II |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juli 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juli 2021
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
|
||||
|
||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 796
|