Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
||||
|
||||
Menimbang |
||||
bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 10B ayat (5), Pasal 13 ayat (2) dan Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Impor Barang Pribadi Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas Dan Barang Kiriman;
|
||||
|
||||
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
|
|||
4.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
|
|||
5.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
|
|||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1996 tentang Penindakan Di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3626);
|
|||
7.
|
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
|
|||
|
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG IMPOR BARANG PRIBADI PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS DAN BARANG KIRIMAN.
|
||||
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Barang pribadi penumpang adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tidak termasuk barang yang dibawa awak sarana pengangkut atau pelintas batas.
|
|||
2.
|
Barang awak sarana pengangkut adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkutnya.
|
|||
3.
|
Barang kiriman adalah barang impor yang dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada penerima tertentu di dalam negeri.
|
|||
4.
|
Barang pelintas batas adalah barang yang dibawa oleh pelintas batas.
|
|||
5.
|
Pelintas batas adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.
|
|||
6.
|
Customs Declaration yang selanjutnya disingkat CD adalah pemberitahuan atas barang impor yang dibawa penumpang atau awak sarana pengangkut.
|
|||
7.
|
Pas Lintas Batas yang selanjutnya disingkat PLB adalah kartu yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi yang diberikan kepada pelintas batas.
|
|||
8.
|
Pos Pengawas Lintas Batas yang selanjutnya disingkat PPLB adalah tempat yang ditunjuk pada perbatasan wilayah negara untuk memberitahukan dan menyelesaikan kewajiban pabean terhadap barang pelintas batas.
|
|||
9.
|
Kartu Identitas Lintas Batas yang selanjutnya disingkat KILB adalah kartu yang dikeluarkan oleh kantor pabean yang membawahi Pos Pengawas Lintas Batas yang diberikan kepada pelintas batas setelah dipenuhi persyaratan tertentu.
|
|||
10.
|
Buku Pas Barang Lintas Batas yang selanjutnya disingkat BPBLB adalah buku yang dipakai oleh pejabat bea dan cukai untuk mencatat jumlah, jenis, dan nilai pabean atas barang yang dibawa oleh pelintas batas dari luar daerah pabean.
|
|||
11.
|
Jalur hijau adalah jalur pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
12.
|
Jalur merah adalah jalur pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
13.
|
Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah perusahaan yang memperoleh izin usaha jasa titipan dari instansi terkait serta memperoleh persetujuan untuk melaksanakan kegiatan kepabeanan dari Kepala kantor pabean.
|
|||
14.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
15.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
|||
16.
|
Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||
17.
|
Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||
|
|
|||
BAB II
PEMBEBASAN BEA MASUK DAN PERLAKUAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR
|
||||
Terhadap barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu diberikan:
|
||||
a.
|
pembebasan bea masuk; dan
|
|||
b.
|
tidak dipungut pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kesatu
Barang Pribadi Penumpang
|
||||
(1)
|
Barang pribadi penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan barang yang tiba bersama penumpang.
|
|||
(2)
|
Barang pribadi penumpang yang tiba sebelum atau setelah kedatangan penumpang dianggap sebagai barang yang tiba bersama penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
paling lama 60 (enam puluh) hari setelah kedatangan penumpang untuk penumpang yang menggunakan sarana pengangkut laut; atau
|
||
|
b.
|
paling lama 15 (lima belas) hari setelah penumpang tiba untuk penumpang yang menggunakan sarana pengangkut udara.
|
||
(3)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat dibuktikan kepemilikannya dengan menggunakan paspor dan boarding pass yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilewati, terhadap barang yang tidak tiba bersama penumpang tidak mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan dipungut pajak dalam rangka impor.
|
|||
|
|
|||
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Terhadap barang pribadi penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dengan nilai pabean paling banyak FOB USD250.00 (dua ratus lima puluh US dolar) per orang atau FOB USD1,000.00 (seribu US dolar) per keluarga untuk setiap perjalanan, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.
|
|||
(2)
|
Dalam hal barang pribadi penumpang melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka atas kelebihan tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
|
|||
|
|
|||
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Selain pembebasan bea masuk terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), terhadap barang pribadi penumpang yang merupakan barang kena cukai juga diberikan pembebasan cukai untuk setiap orang dewasa paling banyak:
|
|||
|
a.
|
200 (dua ratus) batang sigaret, 25 (dua puluh lima) batang cerutu, atau 100 (seratus) gram tembakau iris/hasil tembakau lainnya; dan
|
||
|
b.
|
1 (satu) liter minuman mengandung etil alkohol.
|
||
(2)
|
Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a lebih dari satu jenis, pembebasan cukai diberikan setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut.
|
|||
(3)
|
Atas kelebihan barang kena cukai dalam jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung dimusnahkan dengan atau tanpa disaksikan penumpang yang bersangkutan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Barang Awak Sarana Pengangkut
|
||||
(1)
|
Barang awak sarana pengangkut dengan nilai pabean tidak melebihi FOB USD50.00 (lima puluh US dolar) per orang untuk setiap kedatangan diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.
|
|||
(2)
|
Dalam hal barang awak sarana pengangkut melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka atas kelebihan tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
|
|||
|
|
|||
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Selain diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), terhadap barang awak sarana pengangkut yang merupakan barang kena cukai diberikan pembebasan cukai, dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
paling banyak 40 (empat puluh) batang sigaret, 10 (sepuluh) batang cerutu, atau 40 (empat puluh) gram tembakau iris/hasil tembakau lainnya; dan
|
||
|
b.
|
paling banyak 350 (tiga ratus lima puluh) mililiter minuman mengandung etil alkohol.
|
||
(2)
|
Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a lebih dari satu jenis, pembebasan cukai diberikan setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut.
|
|||
(3)
|
Dalam hal barang awak sarana pengangkut yang merupakan barang kena cukai melebihi jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas kelebihan barang tersebut langsung dimusnahkan dengan atau tanpa disaksikan awak sarana pengangkut yang bersangkutan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Barang Pelintas Batas
|
||||
(1)
|
Barang pelintas batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku, dengan ketentuan nilai pabean sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
Indonesia dengan Papua New Guinea paling banyak FOB USD300.00 (tiga ratus US dolar) per orang untuk jangka waktu satu bulan;
|
||
|
b.
|
Indonesia dengan Malaysia:
|
||
|
|
1)
|
paling banyak FOB MYR600.00 (enam ratus ringgit Malaysia) per orang untuk jangka waktu satu bulan, apabila melewati batas daratan;
|
|
|
|
2)
|
paling banyak FOB MYR600.00 (enam ratus ringgit Malaysia) setiap perahu untuk setiap trip, apabila melalui batas lautan (sea border);
|
|
|
c.
|
Indonesia dengan Filipina paling banyak FOB USD250.00 (dua ratus lima puluh US dolar) per orang untuk jangka waktu satu bulan.
|
||
|
d.
|
Indonesia dengan Timor Leste paling banyak FOB USD50.00 (lima puluh US dolar) per orang per hari.
|
||
(2)
|
Dalam hal barang pelintas batas melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka atas kelebihan barang tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keempat
Barang Kiriman
|
||||
(1)
|
Terhadap barang kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku, dengan nilai pabean paling banyak FOB USD50.00 (lima puluh US dolar) untuk setiap orang per kiriman.
|
|||
(2)
|
Dalam hal nilai pabean barang kiriman melebihi batas pembebasan bea masuk, barang kiriman dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan dasar nilai pabean penuh dikurangi dengan nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk.
|
|||
|
|
|||
BAB III
PEMBERITAHUAN, PEMERIKSAAN, DAN PENGELUARAN BARANG
|
||||
(1)
|
Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean.
|
|||
(2)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikeluarkan dengan persetujuan pejabat bea dan cukai.
|
|||
|
||||
Bagian Kesatu
Pemberitahuan dan Pengeluaran Barang Pribadi Penumpang Pasal 11 |
||||
(1)
|
Atas barang pribadi penumpang yang tiba bersama penumpang, wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai dengan menggunakan CD.
|
|||
(2)
|
CD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diisi dengan lengkap dan benar.
|
|||
(3)
|
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara lisan, pada tempat-tempat tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||
|
|
|||
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, penumpang dapat memilih mengeluarkan barang impor melalui:
|
|||
|
a.
|
jalur merah, dalam hal penumpang membawa barang impor:
|
||
|
|
1)
|
dengan nilai pabean melebihi batas pembebasan bea masuk yang diberikan dan/atau jumlah barang kena cukai melebihi ketentuan pembebasan cukai;
|
|
|
|
2)
|
berupa hewan, ikan, dan tumbuhan termasuk produk yang berasal dari hewan, ikan, dan tumbuhan;
|
|
|
|
3)
|
berupa narkotika, psikotropika, obat-obatan, senjata api, senjata angin, senjata tajam, amunisi, bahan peledak, benda/publikasi pornografi;
|
|
|
|
4)
|
berupa film sinematografi, pita video berisi rekaman, video laser disc atau piringan hitam; atau
|
|
|
|
5)
|
berupa uang dalam Rupiah atau dalam mata uang asing senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih.
|
|
|
b.
|
jalur hijau, dalam hal penumpang tidak membawa barang impor sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
||
(2)
|
Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pejabat bea dan cukai;
|
|||
|
a.
|
memberikan persetujuan pengeluaran barang, dalam hal penumpang melalui jalur hijau; atau
|
||
|
b.
|
melakukan pemeriksaan fisik, dalam hal penumpang melalui jalur merah.
|
||
(3)
|
Dalam hal terdapat kecurigaan, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan fisik atas barang penumpang yang melalui jalur hijau.
|
|||
|
|
|||
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Apabila dari hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, ditemukan:
|
|||
|
a.
|
kelebihan barang kena cukai dari jumlah yang ditentukan, terhadap kelebihan barang kena cukai tersebut langsung dimusnahkan dengan atau tanpa disaksikan penumpang yang bersangkutan.
|
||
|
b.
|
barang yang terkena larangan atau pembatasan impor, pejabat bea dan cukai melakukan penindakan sesuai ketentuan yang berlaku.
|
||
|
c.
|
barang pribadi penumpang dengan nilai pabean tidak melebihi batas pembebasan bea masuk, maka terhadap barang pribadi penumpang tersebut diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.
|
||
|
d.
|
barang pribadi penumpang dengan nilai pabean melebihi batas pembebasan bea masuk, maka atas kelebihan nilai pabean barang pribadi penumpang tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan dasar nilai pabean penuh dikurangi dengan nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk.
|
||
(2)
|
Pejabat bea dan cukai melakukan pencatatan terhadap hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tersebut pejabat bea dan cukai menetapkan nilai pabean dan tarif serta menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor pada lembar CD.
|
|||
(3)
|
Dalam hal dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan barang pribadi penumpang dengan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf d, pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang tersebut.
|
|||
|
|
|||
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Penumpang wajib membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan diberikan bukti pembayaran.
|
|||
(2)
|
Setelah menerima pembayaran, pejabat bea dan cukai harus membukukan data barang pribadi penumpang yang dikenakan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana tercantum dalam CD ke dalam buku catatan pabean.
|
|||
|
|
|||
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Persetujuan pengeluaran atas barang pribadi penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d diberikan oleh pejabat bea dan cukai setelah penumpang melunasi bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pengeluaran barang penumpang yang akan digunakan selama berada di daerah pabean dan dibawa kembali pada saat meninggalkan daerah pabean berlaku ketentuan mengenai impor sementara.
|
|||
(3)
|
Pengeluaran barang pribadi penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang:
|
|||
|
a.
|
terdaftar di dalam manifes, diselesaikan dengan Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT);
|
||
|
b.
|
terdaftar sebagai barang "Lost and Found", diselesaikan dengan CD.
|
||
|
|
|
||
Bagian Kedua
Pemberitahuan dan Pengeluaran Barang Awak Sarana Pengangkut
|
||||
(1)
|
Barang awak sarana pengangkut yang tiba dari luar daerah pabean, wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai dengan menggunakan CD.
|
|||
(2)
|
Awak sarana pengangkut harus mengisi CD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan lengkap dan benar serta menyampaikannya kepada pejabat bea dan cukai.
|
|||
(3)
|
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara lisan, pada tempat-tempat tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||
|
|
|||
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, awak sarana pengangkut dapat memilih mengeluarkan barang impor melalui:
|
|||
|
a.
|
jalur merah, dalam hal awak sarana pengangkut membawa barang impor:
|
||
|
|
1)
|
dengan nilai pabean melebihi batas pembebasan bea masuk yang diberikan dan/atau jumlah barang kena cukai melebihi ketentuan pembebasan cukai;
|
|
|
|
2)
|
berupa hewan, ikan, dan tumbuhan termasuk produk yang berasal dari hewan, ikan, dan tumbuhan;
|
|
|
|
3)
|
berupa narkotika, psikotropika, obat-obatan, senjata api, senjata angin, senjata tajam, amunisi, bahan peledak, benda/publikasi pornografi;
|
|
|
|
4)
|
berupa film sinematografi, pita video berisi rekaman, video laser disc atau piringan hitam; atau
|
|
|
|
5)
|
berupa uang dalam Rupiah atau dalam mata uang asing senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih.
|
|
|
b.
|
jalur hijau, dalam hal awak sarana pengangkut tidak membawa barang impor sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
||
(2)
|
Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, pejabat bea dan cukai:
|
|||
|
a.
|
memberikan persetujuan pengeluaran barang, untuk barang awak sarana pengangkut yang melalui jalur hijau; atau
|
||
|
b.
|
melakukan pemeriksaan fisik, untuk barang awak sarana pengangkut yang melalui jalur merah.
|
||
(3)
|
Dalam hal terdapat kecurigaan, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan fisik atas barang awak sarana pengangkut yang melalui jalur hijau.
|
|||
|
|
|||
Pasal 18 |
||||
(1)
|
Apabila dari hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, ditemukan:
|
|||
|
a.
|
kelebihan barang kena cukai dari jumlah yang ditentukan, terhadap kelebihan barang kena cukai tersebut langsung dimusnahkan dengan atau tanpa disaksikan awak sarana pengangkut yang bersangkutan;
|
||
|
b.
|
barang yang terkena larangan atau pembatasan impor, pejabat bea dan cukai melakukan penindakan sesuai ketentuan yang berlaku;
|
||
|
c.
|
barang awak sarana pengangkut dengan nilai pabean tidak melebihi batas pembebasan bea masuk, maka terhadap barang awak sarana pengangkut tersebut diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku;
|
||
|
d.
|
barang awak sarana pengangkut dengan nilai pabean melebihi batas pembebasan bea masuk, maka atas kelebihan nilai pabean barang awak sarana pengangkut tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan dasar nilai pabean penuh tanpa dikurangi dengan nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk.
|
||
(2)
|
Pejabat bea dan cukai melakukan pencatatan terhadap hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tersebut pejabat bea dan cukai menetapkan nilai pabean dan tarif serta menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor pada lembar CD.
|
|||
(3)
|
Dalam hal dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan barang awak sarana pengangkut dengan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf d, pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang tersebut.
|
|||
|
|
|||
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Awak sarana pengangkut wajib membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan diberikan bukti pembayaran.
|
|||
(2)
|
Setelah menerima pembayaran, pejabat bea dan cukai harus membukukan data barang awak sarana pengangkut yang dikenakan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana tercantum dalam CD ke dalam buku catatan pabean.
|
|||
|
|
|||
Pasal 20 |
||||
Pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang awak sarana pengangkut setelah awak sarana pengangkut melunasi bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) atau berdasarkan pemeriksaan fisik barang tersebut telah sesuai dengan batasan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17.
|
||||
|
||||
Bagian Ketiga
Pemberitahuan dan Pengeluaran Barang Pelintas Batas
|
||||
(1)
|
Setiap pelintas batas yang membawa barang wajib memiliki KILB.
|
|||
(2)
|
KILB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh kepala kantor pabean yang mengawasi PPLB atas permohonan pelintas batas.
|
|||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diajukan kepada kepala kantor pabean dengan dilampiri fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan fotokopi PLB yang ditandasahkan oleh pejabat imigrasi setempat.
|
|||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala kantor pabean memberikan KILB kepada pelintas batas tersebut dan dibuatkan BPBLB sesuai dengan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
|||
|
|
|||
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Pelintas batas yang tiba dari luar daerah pabean dengan membawa barang bawaan wajib menunjukkan KILB dan memberitahukan barang bawaannya kepada pejabat bea dan cukai di PPLB.
|
|||
(2)
|
Pelintas batas yang tidak dapat menunjukkan KILB tidak diberikan fasilitas berupa pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
|||
(3)
|
Setelah menerima KILB, pejabat bea dan cukai di PPLB:
|
|||
|
a.
|
melakukan pemeriksaan fisik dan menuangkan hasil pemeriksaan fisik tersebut ke dalam Nota Pemeriksaan sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini;
|
||
|
b.
|
melakukan penindakan sesuai ketentuan yang berlaku dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan bahwa barang tersebut terkena larangan atau pembatasan impor;
|
||
|
c.
|
menetapkan nilai pabean dan tarif barang yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
|
||
|
d.
|
menetapkan besarnya bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang harus dipungut dengan dasar nilai pabean penuh dikurangi dengan nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk, dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan kedapatan nilai pabean barang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan
|
||
|
e.
|
memberikan persetujuan pengeluaran barang, dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan kedapatan nilai pabean barang tidak melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
||
(4)
|
Pelintas batas wajib membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d di kantor pabean dan diberikan bukti pembayaran.
|
|||
(5)
|
Pejabat bea dan cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang setelah bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilunasi.
|
|||
(6)
|
Dalam hal ditemukan adanya penyalahgunaan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas barang pelintas batas, maka fasilitas tersebut dicabut.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keempat
Barang Kiriman
|
||||
(1)
|
Impor barang kiriman dilakukan melalui pos atau PJT.
|
|||
(2)
|
Terhadap barang kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean oleh pejabat bea dan cukai.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
(4)
|
Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara selektif.
|
|||
(5)
|
Dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemeriksaan fisik tersebut disaksikan oleh petugas pos atau petugas PJT.
|
|||
(6)
|
Barang kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan setelah dipenuhi kewajiban pabean dan mendapat persetujuan dari pejabat bea dan cukai.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kelima
Barang Kiriman Melalui Pos
|
||||
(1)
|
Pejabat bea dan cukai menetapkan tarif dan nilai pabean serta menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi atas barang kiriman melalui pos.
|
|||
(2)
|
Barang kiriman melalui pos yang telah ditetapkan tarif dan nilai pabeannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diserahkan kepada penerima barang kiriman melalui pos setelah bea masuk dan pajak dalam rangka impor dilunasi.
|
|||
|
|
|||
Pasal 25 |
||||
(1)
|
Penyelesaian impor barang kiriman melalui pos dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penanganan kantung pos, pelalubeaan serta pengawasannya.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keenam
Barang Kiriman Melalui Perusahaan Jasa Titipan
|
||||
(1)
|
PJT yang akan melaksanakan kegiatan impor barang kiriman harus mengajukan permohonan kepada Kepala kantor pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
|||
(2)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor pabean memberikan persetujuan sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
|||
(3)
|
PJT dapat melaksanakan kegiatan impor barang kiriman setelah menyerahkan mempertaruhkan jaminan tunai, jaminan bank, atau customs bond yang besarnya ditetapkan oleh kepala kantor pabean.
|
|||
(4)
|
Penetapan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan memperhatikan jumlah bea masuk dan pajak dalam rangka impor dalam periode penangguhan pembayaran tertentu atas barang kiriman yang diberitahukan oleh PJT.
|
|||
|
|
|||
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Barang kiriman melalui PJT harus memenuhi ketentuan paling berat 100 (seratus) kilogram untuk setiap House Airway Bill (AwB).
|
|||
(2)
|
Pengecualian dari ketentuan mengenai barang kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan terhadap:
|
|||
|
a.
|
barang kiriman untuk tujuan tempat penimbunan berikat; atau
|
||
|
b.
|
barang kiriman lainnya yang memperoleh izin dari Direktur Jenderal.
|
||
(3)
|
Atas barang kiriman melalui PJT yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor.
|
|||
|
|
|||
Pasal 28 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang kiriman melalui PJT dilaksanakan setelah diajukan Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT).
|
|||
(2)
|
PIBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan ke kantor pabean melalui media elektronik atau secara manual.
|
|||
(3)
|
Pejabat bea dan cukai menetapkan tarif dan nilai pabean serta menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang wajib dilunasi atas barang kiriman melalui PJT.
|
|||
(4)
|
Bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang wajib dilunasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterbitkannya persetujuan pengeluaran barang.
|
|||
|
|
|||
Pasal 29 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang kiriman melalui PJT untuk tujuan tempat penimbunan berikat berlaku ketentuan mengenai prosedur pemasukan barang ke tempat penimbunan berikat.
|
|||
(2)
|
Pengeluaran barang kiriman melalui PJT yang terkena ketentuan pembatasan impor, dapat disetujui setelah semua persyaratan impornya dipenuhi.
|
|||
|
|
|||
BAB IV
PENETAPAN TARIF BEA MASUK
|
||||
Pejabat bea dan cukai menetapkan tarif bea masuk atas impor barang pribadi penumpang, barang awak sarana pengangkut, barang pelintas batas dan barang kiriman.
|
||||
|
||||
Pasal 31 |
||||
(1)
|
Penetapan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 didasarkan pada tarif bea masuk dari jenis barang bersangkutan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 lebih dari 3 (tiga) jenis barang, pejabat bea dan cukai menetapkan hanya satu tarif bea masuk berdasarkan tarif barang tertinggi.
|
|||
|
|
|||
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
|
||||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:
|
||||
(1)
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 490/KMK.05/1996 tentang Tata laksana Impor Barang Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Kiriman Pos, Dan Kiriman Melalui Perusahaan Jasa Titipan;
|
|||
(2)
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 358/KMK.04/2001 tentang Pembebasan Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor Dan Cukai Atas Pemasukan Barang Penumpang Dari Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Sabang Ke Dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya,
|
|||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|||
Pasal 33 |
||||
Ketentuan teknis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
||||
|
||||
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
|
||||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2007 MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI INDRAWATI |