Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
|||
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 10A ayat (9) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor;
|
|||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||
2.
|
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR
|
|||
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
|||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Kawasan pabean adalah kawasan dengan Batas-Batas tertentu di pelabuhan laut, Bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
2.
|
Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
||
3.
|
Pengawasan Pabean adalah pengawasan pembongkaran/penimbunan, pencacahan jumlah kemasan barang impor yang dibongkar/ditimbun, pengawalan, dan/atau penyegelan yang dilakukan oleh pejabat Bea dan Cukai.
|
||
4.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
||
5.
|
Pemberitahuan pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
6.
|
Pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang.
|
||
7.
|
Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
8.
|
Kepala kantor adalah kepala kantor pabean.
|
||
9.
|
Importir jalur prioritas adalah importir yang mempunyai reputasi sangat baik dan memenuhi persyaratan/kriteria yang ditentukan untuk mendapatkan pelayanan khusus di bidang impor, sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat.
|
||
|
|
||
BAB II
PEMBONGKARAN
|
|||
(1)
|
Pembongkaran barang impor dari sarana pengangkut yang datang dari luar daerah pabean wajib dilakukan:
|
||
|
a.
|
di kawasan pabean; atau
|
|
|
b.
|
di tempat lain setelah mendapat izin kepala kantor yang mengawasi tempat tersebut.
|
|
(2)
|
Dalam hal sarana pengangkut tidak dapat sandar langsung di dermaga, pembongkaran barang impor dari sarana pengangkut dapat dilakukan di luar pelabuhan (reede) ke sarana pengangkut laut lainnya, dan wajib dibawa ke kawasan pabean melalui jalur yang ditetapkan atau ke tempat lain setelah mendapat izin kepala kantor yang mengawasi tempat tersebut.
|
||
(3)
|
Pembongkaran barang impor di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan dalam hal:
|
||
|
a.
|
barang impor tersebut bersifat khusus sehingga tidak dapat dibongkar di kawasan pabean;
|
|
|
b.
|
pembongkaran terhadap barang impor tersebut tidak dapat dilakukan di kawasan pabean karena terdapat kendala teknis; atau
|
|
|
c.
|
terdapat kongesti yang dinyatakan secara tertulis oleh pengusaha pelabuhan.
|
|
(4)
|
Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah pengangkut menyerahkan pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya dan telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran.
|
||
(5)
|
Atas pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean dan dibuatkan laporan mengenai pembongkaran.
|
||
|
|
||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Untuk melakukan pembongkaran barang impor di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, pengangkut harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala kantor.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
|
||
(3)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala kantor dapat memberikan persetujuan atau penolakan.
|
||
|
|
||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat dilakukan langsung ke sarana pengangkut tanpa terlebih dahulu dilakukan penimbunan di TPS yang berada di area pelabuhan.
|
||
(2)
|
Pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
|
||
|
a.
|
barang yang diimpor oleh importir jalur prioritas atau importir yang mendapat fasilitas sejenis;
|
|
|
b.
|
barang impor yang mempunyai bentuk, sifat, dan karakteristik tertentu yang secara teknis tidak memungkinkan untuk ditimbun di TPS di area pelabuhan; atau
|
|
|
c.
|
barang impor yang mendapat fasilitas pemberitahuan pendahuluan dan telah mendapatkan persetujuan pengeluaran barang.
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
Pembongkaran barang impor berupa barang cair, dapat dilakukan melalui jalur pipa yang dihubungkan dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut darat atau tempat penimbunan.
|
|||
|
|||
Pasal 6 |
|||
Setelah selesai melakukan pembongkaran barang impor, pengangkut wajib:
|
|||
a.
|
menyampaikan daftar bongkar yang berisi jumlah kemasan, jenis kemasan, dan/atau jumlah barang curah yang telah dibongkar, kepada Pejabat Bea dan Cukai di kantor pabean pembongkaran dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak pembongkaran selesai.
|
||
b.
|
membuat berita acara serah terima barang yang ditimbun di TPS atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dengan pengusaha TPS atau orang yang bertanggung jawab atas tempat lain dimaksud, dan menyerahkan tembusan berita acara serah terima tersebut kepada pejabat Bea dan Cukai di kantor pabean.
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut dapat membongkar barang impor terlebih dahulu, dan wajib:
|
||
|
a.
|
segera melaporkan hal tersebut ke kantor pabean terdekat dan kantor pabean tujuan dengan menggunakan alat komunikasi yang tersedia;
|
|
|
b.
|
menyerahkan pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya ke kantor pabean terdekat dalam jangka waktu paling lama 72 (tujuh puluh dua) jam sesudah pembongkaran; dan
|
|
|
c.
|
segera melaporkan jumlah barang yang telah dibongkar.
|
|
(2)
|
Terhadap barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean dan dibuatkan laporan.
|
||
|
|
||
BAB III
PENIMBUNAN
|
|||
(1)
|
Penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilaksanakan di:
|
||
|
a.
|
TPS; atau
|
|
|
b.
|
Tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS setelah mendapat izin Kepala Kantor.
|
|
(2)
|
Penimbunan di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan dalam hal:
|
||
|
a.
|
sifat barang impor tersebut sedemikian rupa sehingga tidak dapat ditimbun di TPS;
|
|
|
b.
|
barang impor tersebut tidak dapat dilakukan penimbunan di TPS karena terdapat kendala teknis; atau
|
|
|
c.
|
terjadi kongesti yang dinyatakan secara tertulis oleh Pengusaha TPS.
|
|
(3)
|
Atas penimbunan barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean dan dibuatkan laporan penimbunan.
|
||
|
|
||
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Untuk melakukan penimbunan barang impor di tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, pengusaha tempat tersebut mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menyebutkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
|
||
(3)
|
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor memberikan persetujuan atau penolakan.
|
||
|
|
||
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Pengusaha tempat penimbunan sementara wajib menyampaikan daftar timbun yang berisi jumlah kemasan, jenis kemasan, dan/atau jumlah barang curah yang telah ditimbun kepada pejabat di kantor pabean yang mengawasi TPS tersebut dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam setelah selesai penimbunan.
|
||
(2)
|
Penimbunan barang impor dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama:
|
||
|
a.
|
tiga puluh hari sejak tanggal penimbunan di TPS yang berada di area pelabuhan (lini I);
|
|
|
b.
|
enam puluh hari sejak tanggal penimbunan di TPS yang berada di luar area pelabuhan (lini II); atau
|
|
|
c.
|
enam puluh hari sejak tanggal penimbunan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS yang telah mendapatkan izin Kepala Kantor.
|
|
(3)
|
Barang impor yang tidak dikeluarkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang bukan barang yang dilarang diimpor, dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
|
||
|
|
||
BAB IV
Tanggung Jawab atas Bea Masuk
|
|||
(1)
|
Pengangkut bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang atas barang yang dibongkar di kawasan pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b.
|
||
(2)
|
Pengusaha TPS bertanggung jawab atas bea masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di TPS dan orang yang bertanggung jawab atas tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b harus bertanggung jawab terhadap bea masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dimaksud.
|
||
|
|
||
BAB V
PENUTUP
|
|||
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan dan pengawasan terhadap pembongkaran dan penimbunan barang impor diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
|||
|
|||
Pasal 13 |
|||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Agustus 2007 MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI INDRAWATI |