Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
||||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (9), Pasal 10A dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 dan ketentuan Pasal 27 ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus;
|
|||
b.
|
bahwa dalam rangka upaya penagihan dengan Surat Paksa di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, perlu dilakukan penyesuaian/penyempurnaan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus sebagaimana dimaksud pada huruf a;
|
|||
c.
|
bahwa sehubungan dengan adanya perubahan organisasi dan tata kerja instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, perlu dilakukan penyesuaian penunjukan pejabat pada Direktorat Jenderal Pajak yang diberikan kewenangan untuk melakukan penagihan pajak;
|
|||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus;
|
|||
|
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
|
|||
4.
|
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
|
|||
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
|
|||
6.
|
Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
|
|||
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus;
|
|||
|
|
|||
MEMUTUSKAN: | ||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS.
|
||||
|
||||
Pasal I |
||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, diubah sebagai berikut:
|
||||
1.
|
Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 2
|
||||
|
Dalam rangka pelaksanaan Penagihan Pajak, Menteri Keuangan menunjuk:
|
|||
|
a.
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya, termasuk Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, sebagai Pejabat untuk melaksanakan Penagihan Pajak yang meliputi Pajak Penghasilan serta Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
|
||
|
b.
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagai Pejabat untuk melaksanakan Penagihan Pajak yang meliputi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
|
||
|
c.
|
Dihapus;
|
||
|
d.
|
Dihapus;
|
||
2.
|
Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 4
|
||||
|
(1)
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a melaksanakan Penagihan Pajak dalam hal utang pajak sebagaimana tercantum dalam:
|
||
|
|
a.
|
Surat Tagihan Pajak (STP);
|
|
|
|
b.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
|
|
|
|
c.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); dan
|
|
|
|
d.
|
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
|
|
|
|
untuk Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dilunasi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
|
||
|
(2)
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b melaksanakan Penagihan Pajak dalam hal utang pajak sebagaimana tercantum dalam:
|
||
|
|
a.
|
Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
|
|
|
|
b.
|
Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), untuk Pajak Bumi dan Bangunan;
|
|
|
|
c.
|
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), serta Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
|
|
|
|
tidak dilunasi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
|
||
|
(2a)
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b juga melaksanakan Penagihan Pajak terhadap utang pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), yang diterbitkan kembali berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
||
|
(3)
|
Dihapus.
|
||
|
(4)
|
Dihapus.
|
||
3.
|
Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 5A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||
Pasal 5A | ||||
|
(1)
|
Tanggal jatuh tempo pelunasan:
|
||
|
|
a.
|
Surat Tagihan Pajak (STP),
|
|
|
|
b.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan
|
|
|
|
c.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
|
|
|
|
yang diterbitkan kembali berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sama dengan tanggal jatuh tempo pelunasan asli Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
||
|
(2)
|
Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) yang diterbitkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan asli dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
|
||
|
|
|
||
Pasal II |
||||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 April 2010 MENTERI KEUANGAN, ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 April 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd.
PATRIALIS AKBAR |
||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 189
|