Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2024
TENTANG
TATA CARA PEMBEBASAN CUKAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pembebasan cukai telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai;
|
||||
b.
|
bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan di bidang cukai melalui penyederhanaan proses bisnis serta akomodasi pertumbuhan atau perkembangan dunia usaha, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai, perlu untuk diganti;
|
||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembebasan Cukai;
|
||||
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
|||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
|
||||
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN CUKAI.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Pembebasan Cukai adalah fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang.
|
||||
2.
|
Periode Pembebasan adalah jangka waktu pemberian Pembebasan Cukai sesuai dengan penetapan pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
3.
|
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
|
||||
4.
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
||||
5.
|
Pengguna Barang Kena Cukai yang Mendapatkan Pembebasan Cukai yang selanjutnya disebut Pengguna adalah Orang yang telah mendapatkan Nomor Pokok Pengguna Pembebasan.
|
||||
6.
|
Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik.
|
||||
7.
|
Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
|
||||
8.
|
Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah Orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan.
|
||||
9.
|
Importir adalah Orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam Daerah Pabean.
|
||||
10.
|
Batasan Pembebasan Cukai adalah batasan jumlah barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai.
|
||||
11.
|
Batasan Penggunaan adalah batasan jumlah barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang dapat digunakan oleh Pengguna.
|
||||
12.
|
Nomor Pokok Pengguna Pembebasan yang selanjutnya disingkat NPPP adalah nomor yang diberikan kepada Pengguna sebagai identitas dan sarana administrasi untuk melaksanakan ketentuan Pembebasan Cukai.
|
||||
13.
|
Pendaftaran Pembebasan Cukai yang selanjutnya disebut Pendaftaran adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Orang untuk ditetapkan sebagai Pengguna dan diberikan NPPP sehingga dapat menggunakan barang kena cukai sesuai dengan ketentuan Pembebasan Cukai.
|
||||
14.
|
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan di bidang cukai.
|
||||
15.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
|
||||
16.
|
Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang akan diolah menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai guna yang lebih tinggi.
|
||||
17.
|
Bahan Penolong adalah barang dan/atau bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam rangkaian kegiatan pengolahan atau kegiatan penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi.
|
||||
18.
|
Barang Hasil Akhir yang Bukan Merupakan Barang Kena Cukai yang selanjutnya disebut BHA Bukan BKC adalah barang setengahjadi atau barangjadi yang tidak termasuk barang kena cukai yang dalam proses pembuatannya menggunakan barang kena cukai sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong.
|
||||
19.
|
Etil Alkohol Murni adalah etil alkohol yang tidak didenaturasi, etil alkohol yang tidak dicampur dengan bahan pencampur tertentu, atau etil alkohol yang tidak dirusak dengan bahan perusak tertentu.
|
||||
20.
|
Etil Alkohol Campur adalah etil alkohol yang didenaturasi atau yang ditambahkan bahan pencampur tertentu sehingga menjadi tidak baik/tidak layak untuk diminum, namun masih baik digunakan dalam rangka Pembebasan Cukai.
|
||||
21.
|
Proses Produksi Terpadu adalah suatu rangkaian proses produksi yang dilakukan di Pabrik etil alkohol, mulai dari pembuatan etil alkohol sebagai Bahan Baku sampai dengan pembuatan BHA Bukan BKC.
|
||||
22.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang mengenai kepabeanan.
|
||||
23.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
24.
|
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
|
||||
25.
|
Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menegur atau memperingatkan penanggung bea masuk dan/atau cukai untuk melunasi utang bea masuk dan/atau cukai, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan/atau pajak penghasilan (PPh) yang tercantum dalam surat penetapan yang tidak dibayar pada waktunya.
|
||||
26.
|
Surat Teguran di Bidang Cukai yang selanjutnya disebut STCK-2 adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menegur atau memperingatkan penanggung cukai untuk melunasi utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga.
|
||||
27.
|
Pengangsuran adalah pembayaran utang secara bertahap.
|
||||
28.
|
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Khusus yang membawahi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
29.
|
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan undang-undang mengenai kepabeanan dan undang-undang mengenai cukai.
|
||||
30.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||||
31.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
32.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan undang-undang mengenai kepabeanan dan undang-undang mengenai cukai.
|
||||
33.
|
Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara, lembaga pemerintah, lembaga pemerintah nonkementerian, dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
|
||||
34.
|
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
|
||||
35.
|
Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
|
||||
36.
|
Organisasi Nonpemerintah adalah lembaga swadaya masyarakat yang melaksanakan kegiatan yang bersifat nirlaba dan berkedudukan di Indonesia.
|
||||
37.
|
Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
|
||||
38.
|
Badan Usaha adalah badan atau lembaga berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha dan salah satu kegiatannya melakukan penelitian atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
39.
|
Hari Kerja adalah hari kegiatan operasional dan/atau layanan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB II
RUANG LINGKUP PEMBEBASAN CUKAI
Bagian Kesatu Jenis Pembebasan Cukai
Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai:
|
||||
|
a.
|
yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC;
|
|||
|
b.
|
yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC melalui Proses Produksi Terpadu;
|
|||
|
c.
|
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
|
|||
|
d.
|
untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
|
|||
|
e.
|
untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia;
|
|||
|
f.
|
yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan;
|
|||
|
g.
|
yang dipergunakan untuk tujuan sosial berupa keperluan:
|
|||
|
|
1.
|
di bidang pelayanan kesehatan;
|
||
|
|
2.
|
bantuan bencana; dan/atau
|
||
|
|
3.
|
peribadatan umum; dan
|
||
|
h.
|
yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat.
|
|||
(2)
|
Pembebasan Cukai dapat juga diberikan atas barang kena cukai tertentu yaitu:
|
||||
|
a.
|
etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum; dan
|
|||
|
b.
|
minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean.
|
|||
(3)
|
Dalam hal barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b digunakan untuk kebutuhan sanitasi, pembersihan mesin produksi, dan/atau kegiatan lainnya yang tidak berkaitan langsung dengan pembuatan BHA Bukan BKC, tidak diberikan Pembebasan Cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||||
(1)
|
Jenis barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri atas:
|
||||
|
a.
|
etil alkohol, untuk Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf g angka 1 dan angka 2, dan huruf h;
|
|||
|
b.
|
hasil tembakau, untuk Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf h; dan
|
|||
|
c.
|
minuman yang mengandung etil alkohol, untuk Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, huruf g angka 3, dan huruf h.
|
|||
(2)
|
Etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
||||
|
a.
|
Etil Alkohol Murni; dan
|
|||
|
b.
|
Etil Alkohol Campur.
|
|||
(3)
|
Barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai:
|
||||
|
a.
|
untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf c dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, dapat berasal dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau impor;
|
|||
|
b.
|
untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan Pasal 2 ayat (2) huruf a, dapat berasal dari Pabrik;
|
|||
|
c.
|
untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g angka 1 dan angka 2 dapat berasal dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, impor, atau impor barang kiriman hadiah/hibah; dan
|
|||
|
d.
|
untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g angka 3, dapat berasal dari Pabrik atau impor barang kiriman hadiah/hibah.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b yang pembuatannya menggunakan Bahan Baku atau Bahan Penolong berupa Etil Alkohol Murni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, merupakan BHA Bukan BKC berupa:
|
||||
|
a.
|
obat-obatan;
|
|||
|
b.
|
produk pangan; dan/atau
|
|||
|
c.
|
BHA Bukan BKC lainnya berdasarkan spesifikasi teknisnya yang dalam proses pembuatannya tidak boleh atau tidak dapat menggunakan Etil Alkohol Campur.
|
|||
(2)
|
BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b yang pembuatannya menggunakan Bahan Baku atau Bahan Penolong berupa Etil Alkohol Campur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, minimal harus memiliki komposisi:
|
||||
|
a.
|
Etil Alkohol Campur; dan
|
|||
|
b.
|
bahan lainnya selain air dan/atau bahan pencampur tertentu yang digunakan dalam Etil Alkohol Campur sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tahapan untuk Menggunakan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b dapat digunakan dengan ketentuan Orang yang akan menggunakan barang kena cukai dimaksud:
|
||||
|
a.
|
telah mendapatkan NPPP;
|
|||
|
b.
|
telah mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; dan
|
|||
|
c.
|
terdaftar dalam penetapan pemberian Pembebasan Cukai.
|
|||
(2)
|
Etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dapat digunakan setelah Orang mendapatkan NPPP dan terdaftar dalam penetapan pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
(3)
|
Barang kena cukai yang digunakan untuk:
|
||||
|
a.
|
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c yang berasal dari impor; dan
|
|||
|
b.
|
tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g yang berasal dari impor barang kiriman hadiah/hibah,
|
|||
|
dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
(4)
|
Ketentuan mengenai Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk:
|
||||
|
a.
|
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berasal dari impor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan
|
|||
|
b.
|
tujuan sosial yang berasal dari impor barang kiriman hadiah/hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan dan pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan bencana alam.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Tahapan untuk Mendapatkan Pembebasan Cukai
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
Untuk dapat diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf g dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
(2)
|
Untuk dapat diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan Pasal 2 ayat (2) huruf a, Pengusaha Pabrik harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
(3)
|
Ketentuan mengenai penetapan Pembebasan Cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang digunakan untuk:
|
||||
|
a.
|
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c yang berasal dari impor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan
|
|||
|
b.
|
tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g yang berasal dari impor barang kiriman hadiah/hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan dan pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan bencana alam.
|
|||
|
|
|
|
|
|
BAB III
PENDAFTARAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Pendaftaran, Permohonan Pendaftaran, Pemeriksaan Lokasi, dan Pemaparan Proses Bisnis
Paragraf 1
Persyaratan Pendaftaran
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Orang yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai harus melakukan Pendaftaran untuk mendapatkan NPPP.
|
||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan harus melakukan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Orang yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai memiliki izin Tempat Penimbunan Berikat.
|
||||
(3)
|
Izin Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberlakukan sebagai NPPP.
|
||||
(4)
|
Dalam hal Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan huruf g dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, Orang yang dapat melakukan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
|
||||
|
a.
|
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu:
|
|||
|
|
1.
|
Perguruan Tinggi;
|
||
|
|
2.
|
Kementerian/Lembaga; dan/atau
|
||
|
|
3.
|
Badan Usaha;
|
||
|
b.
|
tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan, yaitu rumah sakit;
|
|||
|
c.
|
tujuan sosial berupa keperluan bantuan bencana, yaitu Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, Organisasi Nonpemerintah, instansi pendidikan, instansi pelayanan kesehatan masyarakat, atau badan usaha;
|
|||
|
d.
|
tujuan sosial berupa keperluan peribadatan umum, yaitu badan/lembaga keagamaan atau badan/lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum; atau
|
|||
|
e.
|
minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean, yaitu pengusaha pengangkutan atau pengusaha jasa boga yang ditunjuk oleh pengusaha pengangkutan.
|
|||
(5)
|
Dalam hal barang kena cukai untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a digunakan oleh Badan Usaha untuk:
|
||||
|
a.
|
proses produksi berupa riset dan pengembangan yang bertujuan untuk menciptakan suatu produk/jasa baru; atau
|
|||
|
b.
|
keperluan lainnya yang tidak berhubungan dengan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
|
|||
|
tidak diberikan Pembebasan Cukai.
|
||||
(6)
|
Dalam hal barang kena cukai untuk tujuan sosial berupa keperluan bantuan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c digunakan oleh badan usaha untuk:
|
||||
|
a.
|
proses produksi berupa riset dan pengembangan yang bertujuan untuk menciptakan suatu produk/jasa baru; atau
|
|||
|
b.
|
keperluan lainnya yang tidak berhubungan dengan tujuan sosial,
|
|||
|
tidak diberikan Pembebasan Cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||||
(1)
|
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan:
|
||||
|
a.
|
fisik; dan
|
|||
|
b.
|
administratif.
|
|||
(2)
|
Persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
|
||||
|
a.
|
memiliki tempat khusus untuk menimbun barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai di dalam tempat atau lokasi usahanya/kegiatannya; dan
|
|||
|
b.
|
memenuhi persyaratan pemisahan secara fisik dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan cukai, khusus untuk barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang digunakan dalam Proses Produksi Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b.
|
|||
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan memiliki tempat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dalam hal 1 (satu) Orang atau lebih yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berupa etil alkohol sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong:
|
||||
|
a.
|
menimbun etil alkohol; dan
|
|||
|
b.
|
membuat BHA Bukan BKC berupa bahan bakar nabati,
|
|||
|
di dalam 1 (satu) tempat atau lokasi usaha yang telah mendapat izin atau rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
|
||||
(4)
|
Pengusaha yang mengelola tempat penimbunan barang kena cukai yang digunakan oleh 1 (satu) Orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus:
|
||||
|
a.
|
melakukan pencatatan atas penerimaan, penggunaan, pengeluaran, dan persediaan etil alkohol dengan Pembebasan Cukai untuk setiap Orang yang menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; dan
|
|||
|
b.
|
mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer yang dapat dimonitor dan diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
(5)
|
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk:
|
||||
|
a.
|
jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b minimal berupa:
|
|||
|
|
1.
|
NPWP;
|
||
|
|
2.
|
hasil konfirmasi status wajib pajak dengan status valid;
|
||
|
|
3.
|
dokumen kuesioner mengenai sistem pengendalian internal dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
||
|
|
4.
|
bukti kepemilikan atau bukti penguasaan yang berlaku atas tempat atau lokasi usaha yang akan digunakan untuk kegiatan produksi dan penyimpanan barang dan bahan serta hasil produksi;
|
||
|
|
5.
|
gambar denah lokasi, bangunan, dan/atau tempat usaha terkait tempat penimbunan barang kena cukai, tempat melakukan kegiatan produksi, dan tempat penimbunan BHA Bukan BKC;
|
||
|
|
6.
|
perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan komersial dengan jenis usaha industri manufaktur atau industri pengolahan dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya membidangi perizinan berusaha;
|
||
|
|
7.
|
daftar BHA Bukan BKC yang minimal memuat informasi jenis BHA Bukan BKC, komposisi Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong, dan data kapasitas produksi sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
||
|
|
8.
|
uraian tentang alur proses produksi dan penggunaan barang kena cukai dalam pembuatan BHA Bukan BKC;
|
||
|
|
9.
|
contoh BHA Bukan BKC;
|
||
|
|
10.
|
izin atau rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, khusus untuk penggunaan tempat atau lokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
|
||
|
|
11.
|
surat pernyataan mengenai alasan dan penjelasan teknis penggunaan Etil Alkohol Murni khusus untuk BHA Bukan BKC yang membutuhkan Etil Alkohol Murni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
||
|
b.
|
jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c minimal berupa:
|
|||
|
|
1.
|
NPWP;
|
||
|
|
2.
|
gambar denah lokasi dan/atau bangunan terkait tempat penimbunan barang kena cukai;
|
||
|
|
3.
|
dokumen yang memuat uraian kegiatan yang dilakukan, tujuan penggunaan barang kena cukai, dan manfaat kegiatan yang dilakukan dalam memajukan ilmu pengetahuan; dan
|
||
|
|
4.
|
surat pernyataan mengenai alasan dan penjelasan penggunaan Etil Alkohol Murni, khusus untuk kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang membutuhkan Etil Alkohol Mumi;
|
||
|
c.
|
jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan untuk tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g minimal berupa:
|
|||
|
|
1.
|
NPWP;
|
||
|
|
2.
|
surat pernyataan mengenai uraian keperluan penggunaan barang kena cukai;
|
||
|
|
3.
|
surat pernyataan yang menyatakan bahwa barang kena cukai tidak untuk diperjualbelikan;
|
||
|
|
4.
|
gambar denah lokasi dan/atau bangunan terkait tempat penimbunan barang kena cukai, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan; dan
|
||
|
|
5.
|
surat pernyataan mengenai alasan dan penjelasan penggunaan Etil Alkohol Murni, khusus untuk tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan dan bantuan bencana yang membutuhkan Etil Alkohol Murni;
|
||
|
d.
|
jenis Pembebasan Cukai berupa etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a minimal berupa:
|
|||
|
|
1.
|
NPWP;
|
||
|
|
2.
|
hasil konfirmasi status wajib pajak dengan status valid;
|
||
|
|
3.
|
perizinan berusaha yang berlaku dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya membidangi perizinan berusaha;
|
||
|
|
4.
|
gambar denah lokasi, bangunan, dan/atau tempat usaha; dan
|
||
|
|
5.
|
rencana distribusi dan penjualan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum; dan
|
||
|
e.
|
jenis Pembebasan Cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau asal Pabrik atau impor yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b minimal berupa:
|
|||
|
|
1.
|
NPWP;
|
||
|
|
2.
|
hasil konfirmasi status wajib pajak dengan status valid;
|
||
|
|
3.
|
perizinan berusaha yang berlaku dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya membidangi perizinan berusaha yang dimiliki oleh Orang selaku pengusaha pengangkutan atau pengusaha jasa boga yang ditunjuk oleh pengusaha pengangkutan; dan
|
||
|
|
4.
|
gambar denah lokasi, bangunan, dan/atau tempat usaha terkait tempat penimbunan barang kena cukai.
|
||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Permohonan Pendaftaran
Pasal 9 |
|||||
(1)
|
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan dengan mengajukan permohonan dilengkapi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) kepada kepala Kantor.
|
||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan untuk:
|
||||
|
a.
|
1 (satu) atau lebih tempat/lokasi usaha yang berada di bawah wilayah pengawasan Kantor yang sama;
|
|||
|
b.
|
1 (satu) jenis barang kena cukai; dan
|
|||
|
c.
|
1 (satu) jenis Pembebasan Cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Pemeriksaan Lokasi
Pasal 10 |
|||||
(1)
|
Kepala Kantor atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
||||
|
a.
|
melakukan pemeriksaan lokasi; dan
|
|||
|
b.
|
menerbitkan berita acara pemeriksaan,
|
|||
|
setelah permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diterima secara lengkap dan benar, paling lambat 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan.
|
||||
(2)
|
Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara fisik.
|
||||
(3)
|
Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui media elektronik berdasarkan pertimbangan kepala Kantor.
|
||||
(4)
|
Permohonan Pendaftaran atas jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan untuk tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g dapat tidak dilakukan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan kepala Kantor.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Pemaparan Proses Bisnis
Pasal 11 |
|||||
(1)
|
Orang yang mengajukan permohonan Pendaftaran untuk dapat menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b, harus memaparkan proses bisnis kepada kepala Kantor.
|
||||
(2)
|
Pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh jajaran direksi atau kuasanya paling cepat pada Hari Kerja berikutnya atau paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal penerbitan berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
|
||||
(3)
|
Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor memberikan penolakan atas permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penelitian dan Pemberian NPPP
Paragraf 1
Penelitian
Pasal 12 |
|||||
(1)
|
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||
|
a.
|
kriteria BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b;
|
|||
|
b.
|
pemenuhan persyaratan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8;
|
|||
|
c.
|
permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
|
|||
|
d.
|
hasil pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, khusus untuk permohonan Pendaftaran yang dilakukan pemeriksaan lokasi; dan
|
|||
|
e.
|
hasil pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, khusus untuk permohonan Pendaftaran yang dilakukan pemaparan proses bisnis.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut atas penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||||
(1)
|
Penelitian terhadap kriteria BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a yang merupakan BHA Bukan BKC lainnya berdasarkan spesifikasi teknisnya yang dalam proses pembuatannya tidak boleh atau tidak dapat menggunakan Etil Alkohol Campur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dilakukan berdasarkan pertimbangan kepala Kantor.
|
||||
(2)
|
Pertimbangan kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
|
a.
|
BHA Bukan BKC sejenis yang dihasilkan oleh industri lain;
|
|||
|
b.
|
sifat dan karakteristik BHA Bukan BKC yang dihasilkan;
|
|||
|
c.
|
kualitas BHA Bukan BKC yang dihasilkan;
|
|||
|
d.
|
standardisasi dari pasar; dan/atau
|
|||
|
e.
|
permintaan pasar.
|
|||
(3)
|
Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor dapat menambahkan pertimbangan berdasarkan:
|
||||
|
a.
|
informasi dari unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan;
|
|||
|
b.
|
hasil kajian dari kepala Kantor Wilayah dan/atau kepala Kantor;
|
|||
|
c.
|
hasil kajian dari instansi/lembaga di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
|
|||
|
d.
|
keterangan, rekomendasi, dan/atau informasi dari instansi/lembaga di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Pemberian NPPP
Pasal 14 |
|||||
(1)
|
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, dalam hal permohonan:
|
||||
|
a.
|
disetujui, kepala Kantor menerbitkan NPPP dan menyampaikan surat persetujuan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
|
|||
|
b.
|
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
|
|||
(2)
|
Penerbitan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) Hari Kerja terhitung setelah:
|
||||
|
a.
|
tanggal selesai dilaksanakannya pemaparan proses bisnis; atau
|
|||
|
b.
|
tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan, dalam hal tidak dilakukan pemaparan proses bisnis.
|
|||
(3)
|
Dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan lokasi dan pemaparan proses bisnis, penerbitan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
|
||||
(4)
|
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Orang harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja.
|
||||
(5)
|
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima.
|
||||
(6)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
|
||||
(7)
|
Penomoran NPPP terdiri atas NPWP, kode Kantor, dan kode jenis Pembebasan Cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||||
(1)
|
Dalam hal terdapat perubahan data dalam NPPP, Pengguna harus mengajukan permohonan perubahan kepada kepala Kantor dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dilengkapi dengan dokumen perubahan.
|
||||
(2)
|
Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa perubahan terhadap:
|
||||
|
a.
|
nama dan/atau bentuk Orang;
|
|||
|
b.
|
nama dan/atau NPWP pemilik;
|
|||
|
c.
|
data penanggung jawab;
|
|||
|
d.
|
NPWP Pengguna;
|
|||
|
e.
|
lokasi atau tempat usaha;
|
|||
|
f.
|
jenis etil alkohol dan/atau jenis Etil Alkohol Campur;
|
|||
|
g.
|
tujuan penggunaan berupa:
|
|||
|
|
1.
|
BHA Bukan BKC;
|
||
|
|
2.
|
kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; atau
|
||
|
|
3.
|
tujuan sosial;
|
||
|
h.
|
jenis barang kena cukai; dan/atau
|
|||
|
i.
|
jenis Pembebasan Cukai.
|
|||
(3)
|
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap permohonan perubahan dan dokumen perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d.
|
||||
(4)
|
Ketentuan mengenai pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan ketentuan mengenai pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e sampai dengan huruf i.
|
||||
(5)
|
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||
|
a.
|
permohonan perubahan dan dokumen perubahan;
|
|||
|
b.
|
kriteria BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, khusus untuk perubahan data berupa BHA Bukan BKC;
|
|||
|
c.
|
pemenuhan ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) khusus untuk perubahan data BHA Bukan BKC berupa bahan bakar nabati; dan
|
|||
|
d.
|
hasil pemeriksaan lokasi dan pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
|
|||
|
atas permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e sampai dengan huruf i.
|
||||
(6)
|
Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut atas penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5).
|
||||
(7)
|
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan/atau ayat (6), dalam hal permohonan:
|
||||
|
a.
|
disetujui, kepala Kantor menerbitkan NPPP dan menyampaikan surat persetujuan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
|
|||
|
b.
|
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan,
|
|||
|
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
|
||||
(8)
|
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja.
|
||||
(9)
|
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima.
|
||||
(10)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB IV
PENETAPAN PENGGUNAAN BARANG KENA CUKAI DENGAN PEMBEBASAN CUKAI
Bagian Kesatu
Persyaratan Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 16 |
|||||
(1)
|
Pengguna yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b harus mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b.
|
||||
(2)
|
Penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang memenuhi persyaratan:
|
||||
|
a.
|
substantif; dan
|
|||
|
b.
|
administratif.
|
|||
(3)
|
Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa Pengguna:
|
||||
|
a.
|
tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan atau mendapatkan Pengangsuran;
|
|||
|
b.
|
tidak mendapatkan Surat Teguran dan/atau STCK-2 selama kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir; dan
|
|||
|
c.
|
memiliki konfirmasi status wajib pajak dengan status valid, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b dan Pasal 2 ayat (2) huruf b.
|
|||
(4)
|
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b minimal berupa:
|
||||
|
a.
|
NPPP;
|
|||
|
b.
|
surat permintaan pemasokan barang kena cukai, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
|||
|
c.
|
rencana kebutuhan barang kena cukai;
|
|||
|
d.
|
perhitungan Batasan Penggunaan, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
|
|||
|
e.
|
surat rekomendasi, khusus untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan huruf g.
|
|||
(5)
|
Rencana kebutuhan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c minimal memuat:
|
||||
|
a.
|
untuk barang kena cukai yang digunakan dalam pembuatan BHA Bukan BKC:
|
|||
|
|
1.
|
jenis, jumlah, dan satuan BHA Bukan BKC yang akan diproduksi setiap bulan;
|
||
|
|
2.
|
jumlah barang kena cukai yang dibutuhkan untuk setiap unit/satuan barang;
|
||
|
|
3.
|
jenis, jumlah, dan satuan barang kena cukai yang dibutuhkan untuk memproduksi BHA Bukan BKC setiap bulan; dan
|
||
|
|
4.
|
uraian jenis barang kena cukai yang dibutuhkan;
|
||
|
b.
|
untuk barang kena cukai yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan atau tujuan sosial:
|
|||
|
|
1.
|
tujuan penggunaan barang kena cukai;
|
||
|
|
2.
|
jenis, jumlah, dan satuan barang kena cukai yang dibutuhkan; dan
|
||
|
|
3.
|
uraian jenis barang kena cukai yang dibutuhkan; dan
|
||
|
c.
|
untuk barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau untuk dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean:
|
|||
|
|
1.
|
rute perjalanan;
|
||
|
|
2.
|
nama sarana pengangkut; dan
|
||
|
|
3.
|
jenis, jumlah, dan satuan barang kena cukai yang dibutuhkan setiap bulan.
|
||
|
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
|||||
(1)
|
Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf e minimal memuat:
|
||||
|
a.
|
identitas Pengguna;
|
|||
|
b.
|
rincian jenis dan jumlah barang kena cukai yang direkomendasikan;
|
|||
|
c.
|
uraian kegiatan yang dilakukan dan/atau tujuan penggunaan barang kena cukai; dan
|
|||
|
d.
|
uraian mengenai manfaat kegiatan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khusus untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
|
|||
(2)
|
Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, berasal dari:
|
||||
|
a.
|
pimpinan Perguruan Tinggi atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh pimpinan Perguruan Tinggi, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi negeri;
|
|||
|
b.
|
kepala lembaga layanan Pendidikan Tinggi, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi swasta;
|
|||
|
c.
|
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari kementerian/lembaga yang membina Perguruan Tinggi kedinasan, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi kedinasan;
|
|||
|
d.
|
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama, dalam hal permohonan diajukan oleh Kementerian/Lembaga; atau
|
|||
|
e.
|
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian atau kementerian/lembaga yang membina Badan Usaha terkait, dalam hal permohonan diajukan oleh Badan Usaha.
|
|||
(3)
|
Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan sosial, berasal dari:
|
||||
|
a.
|
pimpinan rumah sakit, dalam hal permohonan diajukan untuk tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan;
|
|||
|
b.
|
pimpinan instansi teknis terkait yang menangani bencana, dalam hal permohonan diajukan untuk tujuan sosial berupa keperluan bantuan bencana; atau
|
|||
|
c.
|
pimpinan instansi teknis terkait yang menangani urusan keagamaan atau keperluan di bidang ibadah untuk umum, dalam hal permohonan diajukan untuk tujuan sosial berupa keperluan peribadatan umum.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Permohonan Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 18 |
|||||
(1)
|
Pengguna harus mengajukan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) kepada Menteri melalui kepala Kantor untuk mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).
|
||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan untuk:
|
||||
|
a.
|
1 (satu) atau lebih Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir;
|
|||
|
b.
|
1 (satu) atau lebih tempat/lokasi usaha; dan
|
|||
|
c.
|
1 (satu) jenis Pembebasan Cukai.
|
|||
(4)
|
Permohonan penggunaan untuk Periode Pembebasan berikutnya dapat diajukan paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berakhir.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Batasan Penggunaan
Pasal 19 |
|||||
(1)
|
Barang kena cukai:
|
||||
|
a.
|
yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b;
|
|||
|
b.
|
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c;
|
|||
|
c.
|
yang dipergunakan untuk tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g; dan
|
|||
|
d.
|
berupa minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b,
|
|||
|
diberikan Batasan Penggunaan.
|
||||
(2)
|
Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan:
|
||||
|
a.
|
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah barang kena cukai yang dibutuhkan untuk memproduksi BHA Bukan BKC, dalam hal:
|
|||
|
|
1.
|
Pengguna belum pernah mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai;
|
||
|
|
2.
|
Pengguna tidak mengajukan permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai lebih dari 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal berakhirnya penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang terakhir;
|
||
|
|
3.
|
adanya penambahan jenis etil alkohol dan/atau Etil Alkohol Campur;
|
||
|
|
4.
|
adanya penambahan tempat atau lokasi usaha; dan/atau
|
||
|
|
5.
|
adanya penambahan Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir;
|
||
|
b.
|
sebesar 110% (seratus sepuluh persen) dari rata-rata penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai per bulan dikali jumlah bulan yang akan diberikan Pembebasan Cukai paling banyak 12 (dua belas) bulan, dalam hal untuk Periode Pembebasan berikutnya atau penambahan Batasan Penggunaan;
|
|||
|
c.
|
sebesar 30% (tiga puluh persen) dari penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebelumnya, dalam hal tidak terdapat realisasi penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dari Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir pada Periode Pembebasan sebelumnya; atau
|
|||
|
d.
|
sebesar jumlah barang kena cukai yang dibutuhkan untuk memproduksi BHA Bukan BKC, dalam hal Pengguna menghasilkan BHA Bukan BKC berupa bahan bakar nabati atau yang menjadi program pemerintah.
|
|||
(3)
|
Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diberikan sebesar jumlah barang kena cukai yang direkomendasikan dalam surat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf e.
|
||||
(4)
|
Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan:
|
||||
|
a.
|
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dibutuhkan, dalam hal:
|
|||
|
|
1.
|
Pengguna belum pernah mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai;
|
||
|
|
2.
|
Pengguna tidak mengajukan permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai lebih dari 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal berakhirnya penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang terakhir;
|
||
|
|
3.
|
adanya penambahan tempat atau lokasi usaha; dan/atau
|
||
|
|
4.
|
adanya penambahan Pengusaha Pabrik atau Importir;
|
||
|
b.
|
sebesar 110% (seratus sepuluh persen) dari rata-rata penggunaan minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau dengan Pembebasan Cukai per bulan dikali jumlah bulan yang akan diberikan Pembebasan Cukai paling banyak 12 (dua belas) bulan, dalam hal untuk Periode Pembebasan berikutnya atau penambahan Batasan Penggunaan; atau
|
|||
|
c.
|
sebesar 30% (tiga puluh persen) dari penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebelumnya, dalam hal tidak terdapat realisasi penggunaan minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau dengan Pembebasan Cukai dari Pengusaha Pabrik atau Importir pada Periode Pembebasan sebelumnya.
|
|||
(5)
|
Dasar yang digunakan untuk menghitung rata-rata penggunaan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (4) huruf b berupa laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada Periode Pembebasan yang terakhir.
|
||||
(6)
|
Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dibulatkan ke atas menjadi 1 (satu) satuan.
|
||||
(7)
|
Perhitungan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dilakukan sesuai contoh perhitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Penetapan Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 20 |
|||||
(1)
|
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||
|
a.
|
pemenuhan persyaratan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17;
|
|||
|
b.
|
permohonan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; dan
|
|||
|
c.
|
perhitungan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor dapat:
|
||||
|
a.
|
meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan; dan/atau
|
|||
|
b.
|
melakukan pemeriksaan lokasi dan menerbitkan berita acara pemeriksaan,
|
|||
|
dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
(3)
|
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), dalam hal permohonan:
|
||||
|
a.
|
disetujui, kepala Kantor atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
|
|||
|
b.
|
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan,
|
|||
|
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
|
||||
(4)
|
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja.
|
||||
(5)
|
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima.
|
||||
(6)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
|
||||
(7)
|
Persetujuan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dalam 1 (satu) tahun berjalan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||||
(1)
|
Pengguna yang telah mendapatkan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a, dapat mengajukan permohonan:
|
||||
|
a.
|
penambahan Batasan Penggunaan; dan/atau
|
|||
|
b.
|
perubahan data, dapat berupa:
|
|||
|
|
1.
|
data NPPP; dan/atau
|
||
|
|
2.
|
data Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir,
|
||
|
|
dengan dilengkapi dokumen perubahan kepada kepala Kantor.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Permohonan penambahan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dengan ketentuan realisasi penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada Periode Pembebasan tahun berjalan telah mencapai minimal 60% (enam puluh persen) dari Batasan Penggunaan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai.
|
||||
(4)
|
Ketentuan mengenai persyaratan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan ketentuan mengenai Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan penambahan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
|
||||
(5)
|
Berdasarkan permohonan penambahan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||
|
a.
|
pemenuhan persyaratan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17;
|
|||
|
b.
|
perhitungan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19; dan
|
|||
|
c.
|
ketentuan realisasi penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada Periode Pembebasan tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
|||
(6)
|
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||
|
a.
|
permohonan perubahan data dan dokumen perubahan; dan
|
|||
|
b.
|
persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3),
|
|||
|
atas permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
|
||||
(7)
|
Kepala Kantor dapat:
|
||||
|
a.
|
meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan; dan/atau
|
|||
|
b.
|
melakukan pemeriksaan lokasi dan menerbitkan berita acara pemeriksaan,
|
|||
|
dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).
|
||||
(8)
|
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), dan/atau ayat (7), dalam hal permohonan:
|
||||
|
a.
|
disetujui, kepala Kantor atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai perubahan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
|
|||
|
b.
|
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan,
|
|||
|
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
|
||||
(9)
|
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja.
|
||||
(10)
|
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima.
|
||||
(11)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||||
(1)
|
Pengguna yang menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak sesuai peruntukan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 21 ayat (8) huruf a, dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
(2)
|
Pengguna yang menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada saat:
|
||||
|
a.
|
tidak memiliki Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; dan/atau
|
|||
|
b.
|
tidak terdaftar dalam penetapan pemberian Pembebasan Cukai,
|
|||
|
dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB V
PEMBERIAN PEMBEBASAN CUKAI YANG DILAKUKAN DENGAN PENETAPAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Pemberian Pembebasan Cukai
Pasal 23 |
|||||
(1)
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang akan mendapatkan Pembebasan Cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf g angka 1 dan angka 2 dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
(2)
|
Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang akan mendapatkan Pembebasan Cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
(3)
|
Pengusaha Pabrik yang akan mendapatkan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf g angka 3 dan Pasal 2 ayat (2) huruf a, harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
(4)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diberikan sepanjang memenuhi persyaratan:
|
||||
|
a.
|
substantif;
|
|||
|
b.
|
fisik; dan
|
|||
|
c.
|
administratif.
|
|||
(5)
|
Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berupa:
|
||||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan Cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan atau mendapatkan Pengangsuran;
|
|||
|
b.
|
selama kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir tidak mendapatkan Surat Teguran atau STCK-2; dan
|
|||
|
c.
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir memiliki konfirmasi status wajib pajak dengan status valid.
|
|||
(6)
|
Persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
dalam hal Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir mencampur etil alkohol dengan bahan pencampur tertentu, harus melakukan pemisahan wadah/tangki dan ruangan untuk menyimpan etil alkohol yang belum dicampur dan etil alkohol yang telah dicampur dengan bahan pencampur tertentu; atau
|
|||
|
b.
|
dalam hal Pengusaha Pabrik menghasilkan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum, harus melakukan pemisahan wadah/tangki dan ruangan untuk menyimpan etil alkohol yang belum dirusak dan etil alkohol yang telah dirusak dengan bahan perusak tertentu.
|
|||
(7)
|
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c untuk:
|
||||
|
a.
|
jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b minimal berupa:
|
|||
|
|
1.
|
surat permintaan pemasokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf b; dan
|
||
|
|
2.
|
Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; atau
|
||
|
b.
|
jenis Pembebasan Cukai berupa etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a minimal berupa:
|
|||
|
|
1.
|
NPPP;
|
||
|
|
2.
|
surat permintaan pemasokan etil alkohol yang dirusak dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
||
|
|
3.
|
hasil perhitungan Batasan Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
|
||
|
|
4.
|
rencana kebutuhan etil alkohol yang akan dirusak minimal memuat jumlah pemesanan etil alkohol yang dirusak, jumlah etil alkohol yang dibutuhkan untuk dirusak, kadar etil alkohol yang akan dirusak, dan jumlah bahan perusak tertentu.
|
||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Permohonan Pembebasan Cukai
Pasal 24 |
|||||
(1)
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus mengajukan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7) kepada Menteri melalui kepala Kantor untuk mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
|
||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Batasan Pembebasan Cukai
Pasal 25 |
|||||
(1)
|
Barang kena cukai:
|
||||
|
a.
|
yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b;
|
|||
|
b.
|
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c;
|
|||
|
c.
|
yang dipergunakan untuk tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g:
|
|||
|
d.
|
berupa etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan
|
|||
|
e.
|
berupa minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b,
|
|||
|
diberikan Batasan Pembebasan Cukai.
|
||||
(2)
|
Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, diberikan sebesar Batasan Penggunaan dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai.
|
||||
(3)
|
Batasan Pembebasan Cukai untuk etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diberikan dengan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah etil alkohol yang dibutuhkan untuk dirusak sehingga tidak baik untuk diminum, dalam hal:
|
|||
|
|
1.
|
Pengusaha Pabrik belum pernah mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai untuk Pengguna yang akan menggunakan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum yang mendapatkan Pembebasan Cukai dimaksud;
|
||
|
|
2.
|
adanya penambahan tempat atau lokasi usaha Pengusaha Pabrik atau Pengguna; atau
|
||
|
|
3.
|
Pengusaha Pabrik tidak mengajukan permohonan Pembebasan Cukai atas etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum lebih dari 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penetapan pemberian Pembebasan Cukai yang terakhir;
|
||
|
b.
|
sebesar 110% (seratus sepuluh persen) dari rata-rata penggunaan etil alkohol per bulan dikali jumlah bulan yang akan diberikan Pembebasan Cukai paling banyak 12 (dua belas) bulan, dalam hal untuk Periode Pembebasan berikutnya atau penambahan Batasan Pembebasan Cukai; atau
|
|||
|
c.
|
sebesar 30% (tiga puluh persen) dari penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebelumnya, dalam hal tidak terdapat realisasi penggunaan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum pada Periode Pembebasan sebelumnya.
|
|||
(4)
|
Dasar yang digunakan untuk menghitung rata-rata penggunaan etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berupa laporan penggunaan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum.
|
||||
(5)
|
Batasan Pembebasan Cukai untuk etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibulatkan ke atas menjadi 1 (satu) satuan.
|
||||
(6)
|
Perhitungan Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) dilakukan sesuai contoh perhitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Penetapan Pemberian Pembebasan Cukai
Pasal 26 |
|||||
(1)
|
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||
|
a.
|
pemenuhan persyaratan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
|
|||
|
b.
|
permohonan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dan
|
|||
|
c.
|
perhitungan Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
(3)
|
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), dalam hal permohonan:
|
||||
|
a.
|
disetujui, kepala Kantor atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
|
|||
|
b.
|
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan,
|
|||
|
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
|
||||
(4)
|
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja.
|
||||
(5)
|
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima.
|
||||
(6)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
|
||||
(7)
|
Persetujuan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dalam 1 (satu) tahun berjalan.
|
||||
(8)
|
Masa berlaku Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak melebihi masa berlaku Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
|||||
(1)
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang telah mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, dapat mengajukan permohonan:
|
||||
|
a.
|
penambahan Batasan Pembebasan Cukai; dan/atau
|
|||
|
b.
|
perubahan data, dapat berupa:
|
|||
|
|
1.
|
data Pengguna; dan/atau
|
||
|
|
2.
|
data Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir,
|
||
|
|
dengan dilengkapi dokumen perubahan kepada Menteri melalui kepala Kantor.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Ketentuan mengenai persyaratan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan ketentuan mengenai Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan penambahan Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
|
||||
(4)
|
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||
|
a.
|
persyaratan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan
|
|||
|
b.
|
perhitungan Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
|
|||
|
atas permohonan penambahan Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
|
||||
(5)
|
Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||
|
a.
|
permohonan perubahan data dan dokumen perubahan; dan
|
|||
|
b.
|
persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5),
|
|||
|
atas permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
|
||||
(6)
|
Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diperlukan informasi lebih lanjut, kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan.
|
||||
(7)
|
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan/atau ayat (6), dalam hal permohonan:
|
||||
|
a.
|
disetujui, kepala Kantor atas nama Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai perubahan pemberian Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
|
|||
|
b.
|
ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan disertai alasan,
|
|||
|
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
|
||||
(8)
|
Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja.
|
||||
(9)
|
Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima.
|
||||
(10)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pengeluaran dan Pemesanan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 28 |
|||||
(1)
|
Pengeluaran barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai:
|
||||
|
a.
|
yang berasal dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau impor ke tempat atau lokasi usaha Pengguna, untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b;
|
|||
|
b.
|
yang digunakan dalam Proses Produksi Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b yang berasal dari tempat atau tangki penimbunan Pabrik; atau
|
|||
|
c.
|
berupa etil alkohol yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a yang berasal dari Pabrik ke tempat atau lokasi usaha Pengguna,
|
|||
|
dilakukan sepanjang telah memiliki Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
(2)
|
Pengeluaran etil alkohol yang dirusak sehingga menjadi tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus dilakukan oleh Pengusaha Pabrik paling lama 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan perusakan untuk diangkut ke tempat atau lokasi usaha Pengguna.
|
||||
(3)
|
Pengeluaran barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan dokumen cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai.
|
||||
(4)
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang mengeluarkan, memindahtangankan, dan/atau menjual barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang tidak sesuai peruntukan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai, dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 29 |
|||||
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang melakukan pengeluaran barang kena cukai:
|
|||||
a.
|
melebihi Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; dan/atau
|
||||
b.
|
diluar Periode Pembebasan,
|
||||
dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
|||||
(1)
|
Pengguna harus membuat surat pemesanan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(2)
|
Surat pemesanan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir sebelum pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
|
||||
(3)
|
Surat pemesanan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dokumen sumber pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
|
||||
(4)
|
Surat pemesanan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pengguna dengan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
Pengguna memiliki Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai;
|
|||
|
b.
|
Pengguna terdaftar dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; dan
|
|||
|
c.
|
jumlah barang kena cukai yang diminta tidak melebihi Batasan Pembebasan Cukai dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pencampuran Etil Alkohol yang Mendapatkan Pembebasan Cukai
Pasal 31 |
|||||
(1)
|
Barang kena cukai berupa etil alkohol yang mendapatkan Pembebasan Cukai harus dilakukan pencampuran sebelum pengeluaran dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
|
||||
(2)
|
Pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penambahan etil alkohol dengan bahan pencampur tertentu untuk menghasilkan Etil Alkohol Campur.
|
||||
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan harus dilakukan pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang digunakan berupa Etil Alkohol Mumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a.
|
||||
(4)
|
Pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi:
|
||||
|
a.
|
Pabrik atau Tempat Penyimpanan, untuk etil alkohol yang dibuat di Indonesia; atau
|
|||
|
b.
|
Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan Sementara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, untuk etil alkohol asal impor.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Perusakan Etil Alkohol yang Mendapatkan Pembebasan Cukai
Pasal 32 |
|||||
(1)
|
Etil alkohol yang mendapatkan Pembebasan Cukai untuk dirusak sehingga tidak baik untuk diminum harus dilakukan perusakan sebelum pengeluaran dari Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
|
||||
(2)
|
Perusakan etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penambahan etil alkohol dengan bahan perusak tertentu untuk menghasilkan etil alkohol yang dirusak sehingga menjadi tidak baik untuk diminum.
|
||||
(3)
|
Perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh Pengusaha Pabrik dan dilaksanakan di Pabrik.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pengujian secara Laboratoris
Pasal 33 |
|||||
(1)
|
Kepala Kantor dapat melakukan pengujian secara laboratoris untuk menguji kesesuaian jenis dan jumlah bahan pencampur tertentu serta jenis dan jumlah bahan perusak tertentu.
|
||||
(2)
|
Pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
(3)
|
Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor dapat melakukan pengujian laboratoris di laboratorium lain.
|
||||
(4)
|
Hasil pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat diberikan toleransi kekurangan (analytical tolerance) jumlah bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB VI
PEMBERIAN PEMBEBASAN CUKAI YANG DILAKUKAN TANPA PENETAPAN
Bagian Kesatu
Pembebasan Cukai atas Barang Kena Cukai untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing
Pasal 34 |
|||||
(1)
|
Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d.
|
||||
(2)
|
Barang kena cukai yang diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari toko bebas bea atau impor.
|
||||
(3)
|
Ketentuan mengenai Pembebasan Cukai atas barang kena cukai untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pembebasan Cukai atas Barang Kena Cukai untuk Keperluan Tenaga Ahli Bangsa Asing
Pasal 35 |
|||||
(1)
|
Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e.
|
||||
(2)
|
Keperluan tenaga ahli bangsa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk keperluan untuk badan internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||||
(3)
|
Barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Batasan Pembebasan Cukai dengan jumlah paling banyak untuk setiap orang dewasa setiap bulan:
|
||||
|
a.
|
untuk minuman yang mengandung etil alkohol, diberikan paling banyak 10 (sepuluh) liter; dan/atau
|
|||
|
b.
|
untuk hasil tembakau berupa:
|
|||
|
|
1.
|
sigaret, diberikan paling banyak 300 (tiga ratus) batang;
|
||
|
|
2.
|
cerutu, diberikan paling banyak 100 (seratus) batang;
|
||
|
|
3.
|
tembakau iris, diberikan paling banyak 500 (lima ratus) gram;
|
||
|
|
4.
|
hasil pengolahan tembakau lainnya, diberikan paling banyak 500 (lima ratus) gram atau paling banyak setara dengan 500 (lima ratus) gram;
|
||
|
|
5.
|
rokok elektrik padat, diberikan paling banyak 200 (dua ratus) batang atau 60 (enam puluh) kapsul;
|
||
|
|
6.
|
rokok elektrik cair sistem terbuka, diberikan paling banyak 30 (tiga puluh) mililiter; atau
|
||
|
|
7.
|
rokok elektrik cair sistem tertutup, diberikan paling banyak 18 (delapan belas) mililiter.
|
||
(4)
|
Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas lebih dari 1 (satu) jenis hasil tembakau, Pembebasan Cukai diberikan sesuai perbandingan secara proporsional sepanjang masih dalam Batasan Pembebasan Cukai setiap jenis hasil tembakau sebagaimana contoh perhitungan yang tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(5)
|
Barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diperoleh dari toko bebas bea atau impor.
|
||||
(6)
|
Ketentuan mengenai Pembebasan Cukai atas barang kena cukai untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pembebasan Cukai atas Barang Kena Cukai yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, atau Kiriman dari Luar Negeri Dalam Jumlah yang Ditentukan
Pasal 36 |
|||||
(1)
|
Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f.
|
||||
(2)
|
Pembebasan Cukai atas barang kena cukai yang dibawa oleh penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk setiap orang dewasa dengan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
untuk minuman yang mengandung etil alkohol, diberikan paling banyak 1 (satu) liter; dan/atau
|
|||
|
b.
|
untuk hasil tembakau berupa:
|
|||
|
|
1.
|
sigaret, diberikan paling banyak 200 (dua ratus) batang;
|
||
|
|
2.
|
cerutu, diberikan paling banyak 25 (dua puluh lima) batang;
|
||
|
|
3.
|
tembakau iris, diberikan paling banyak 100 (seratus) gram;
|
||
|
|
4.
|
hasil pengolahan tembakau lainnya, diberikan paling banyak 100 (seratus) gram atau paling banyak setara dengan 100 (seratus) gram;
|
||
|
|
5.
|
rokok elektrik padat, diberikan paling banyak 140 (seratus empat puluh) batang atau 40 (empat puluh) kapsul;
|
||
|
|
6.
|
rokok elektrik cair sistem terbuka, diberikan paling banyak 30 (tiga puluh) mililiter; atau
|
||
|
|
7.
|
rokok elektrik cair sistem tertutup, diberikan paling banyak 12 (dua belas) mililiter.
|
||
(3)
|
Pembebasan Cukai atas barang kena cukai yang dibawa oleh awak sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk setiap awak sarana pengangkut dengan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
untuk minuman yang mengandung etil alkohol, diberikan paling banyak 350 (tiga ratus lima puluh) mililiter; dan/atau
|
|||
|
b.
|
untuk hasil tembakau berupa:
|
|||
|
|
1.
|
sigaret, diberikan paling banyak 40 (empat puluh) batang;
|
||
|
|
2.
|
cerutu, diberikan paling banyak 10 (sepuluh) batang;
|
||
|
|
3.
|
tembakau iris, diberikan paling banyak 40 (empat puluh) gram;
|
||
|
|
4.
|
hasil pengolahan tembakau lainnya, diberikan paling banyak 40 (empat puluh) gram atau paling banyak setara dengan 40 (empat puluh) gram;
|
||
|
|
5.
|
rokok elektrik padat, diberikan paling banyak 20 (dua puluh) batang atau 5 (lima) kapsul;
|
||
|
|
6.
|
rokok elektrik cair sistem terbuka, diberikan paling banyak 15 (lima belas) mililiter; atau
|
||
|
|
7.
|
rokok elektrik cair sistem tertutup, diberikan paling banyak 6 (enam) mililiter.
|
||
(4)
|
Pembebasan Cukai atas barang kena cukai yang merupakan barang kiriman dari luar negeri untuk setiap penerima barang per kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
untuk minuman yang mengandung etil alkobol, diberikan paling banyak 350 (tiga ratus lima puluh) mililiter; dan/atau
|
|||
|
b.
|
untuk hasil tembakau berupa:
|
|||
|
|
1.
|
sigaret, diberikan paling banyak 40 (empat puluh) batang;
|
||
|
|
2.
|
cerutu, diberikan paling banyak 5 (lima) batang;
|
||
|
|
3.
|
tembakau iris, diberikan paling banyak 40 (empat puluh) gram;
|
||
|
|
4.
|
hasil pengolahan tembakau lainnya, diberikan paling banyak 40 (empat puluh) gram atau paling banyak setara dengan 40 (empat puluh) gram;
|
||
|
|
5.
|
rokok elektrik padat, diberikan paling banyak 20 (dua puluh) batang atau 5 (lima) kapsul;
|
||
|
|
6.
|
rokok elektrik cair sistem terbuka, diberikan paling banyak 15 (lima belas) mililiter; atau
|
||
|
|
7.
|
rokok elektrik cair sistem tertutup, diberikan paling banyak 6 (enam) mililiter.
|
||
(5)
|
Dikecualikan dari ketentuan Batasan Pembebasan Cukai atas barang kiriman dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, dalam hal hasil tembakau yang diimpor oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau digunakan untuk keperluan riset/penelitian dan pengembangan produk.
|
||||
(6)
|
Jenis dan jumlah barang kiriman dari luar negeri yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan Batasan Pembebasan Cukai sesuai dengan persetujuan kepala Kantor.
|
||||
(7)
|
Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf b, dan ayat (6) terdiri atas lebih dari 1 (satu) jenis hasil tembakau, Pembebasan Cukai diberikan sesuai perbandingan secara proporsional sepanjang masih dalam Batasan Pembebasan Cukai setiap jenis hasil tembakau sebagaimana contoh perhitungan yang tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(8)
|
Dalam hal jumlah barang kena cukai yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri melebihi Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (7), atas kelebihan barang kena cukai:
|
||||
|
a.
|
yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut, dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan; atau
|
|||
|
b.
|
yang merupakan barang kiriman dari luar negeri, dimusnahkan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan disaksikan oleh penyelenggara pos.
|
|||
(9)
|
Ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pembebasan Cukai atas Barang Kena Cukai yang Dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat
Pasal 37 |
|||||
(1)
|
Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai yang berasal dari:
|
||||
|
a.
|
Pabrik;
|
|||
|
b.
|
Tempat Penyimpanan; atau
|
|||
|
c.
|
impor,
|
|||
|
yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf h.
|
||||
(2)
|
Pemasukan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai ke Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai.
|
||||
(3)
|
Dalam hal pengusaha Tempat Penimbunan Berikat akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat untuk:
|
||||
|
a.
|
Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC;
|
|||
|
b.
|
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan/atau
|
|||
|
c.
|
tujuan sosial,
|
|||
|
harus mendapatkan NPPP, penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, dan terdaftar dalam penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
|
||||
(4)
|
Selain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelaksanaan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 38 |
|||||
(1)
|
Ketentuan penjualan dan/atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai:
|
||||
|
a.
|
untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d;
|
|||
|
b.
|
untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e;
|
|||
|
c.
|
yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f; dan
|
|||
|
d.
|
berupa minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b,
|
|||
|
di Tempat Penimbunan Berikat, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||||
(2)
|
Dalam hal pengusaha Tempat Penimbunan Berikat melakukan kegiatan penjualan dan/atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha Tempat Penimbunan Berikat tersebut dikenai sanksi atas penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pencatatan dan Pelaporan untuk Pengguna
Pasal 39 |
|||||
(1)
|
Pengguna yang menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b harus melakukan pencatatan atas persediaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai minimal:
|
||||
|
a.
|
penerimaan barang kena cukai;
|
|||
|
b.
|
penggunaan barang kena cukai; dan
|
|||
|
c.
|
BHA Bukan BKC yang diproduksi.
|
|||
(2)
|
Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan:
|
||||
|
a.
|
buku persediaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
|
|||
|
b.
|
dokumen pencatatan atau pembukuan perusahaan yang dapat menggambarkan buku persediaan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 40 |
|||||
Pengguna harus menyampaikan laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai setiap bulan atas penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai:
|
|||||
a.
|
sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC berdasarkan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39; dan
|
||||
b.
|
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan/atau tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan oleh rumah sakit,
|
||||
paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada kepala Kantor dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf U yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri lnl.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pencatatan dan Pelaporan untuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan Importir
Pasal 41 |
|||||
(1)
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir, harus:
|
||||
|
a.
|
menyampaikan laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai setiap bulan kepada kepala Kantor, paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
|||
|
b.
|
menyelenggarakan pencatatan/buku persediaan atas pelaksanaan pencampuran etil alkohol, khusus untuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang melakukan pencampuran etil alkohol; dan
|
|||
|
c.
|
menyelenggarakan pencatatan/buku persediaan atas pelaksanaan perusakan etil alkohol, khusus untuk Pengusaha Pabrik yang melakukan perusakan etil alkohol.
|
|||
(2)
|
Penyampaian laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan dalam hal:
|
||||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dalam Proses Produksi Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b; atau
|
|||
|
b.
|
Importir sekaligus sebagai Pengguna.
|
|||
(3)
|
Pengusaha Pabrik harus menyampaikan laporan penggunaan atas etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a setiap bulan kepada kepala Kantor, paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf W yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pelaporan saat Hari Libur
Pasal 42 |
|||||
(1)
|
Dalam hal tanggal 10 bulan berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 bertepatan dengan:
|
||||
|
a.
|
hari libur nasional;
|
|||
|
b.
|
hari yang diliburkan berdasarkan kebijakan pemerintah; dan/atau
|
|||
|
c.
|
hari libur tertentu yang dinyatakan oleh Pengguna, batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 dilakukan pada Hari Kerja berikutnya.
|
|||
(2)
|
Pengguna yang menyatakan hari libur tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus menyampaikan surat pernyataan kepada kepala Kantor sebelum atau pada saat hari libur tersebut.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Perbaikan Pelaporan
Pasal 43 |
|||||
(1)
|
Laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat dilakukan perbaikan berdasarkan permohonan Pengguna kepada kepala Kantor disertai dengan bukti dan/atau alasan perbaikan data.
|
||||
(2)
|
Laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a dapat dilakukan perbaikan berdasarkan permohonan Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir kepada kepala Kantor disertai dengan bukti dan/atau alasan perbaikan data.
|
||||
(3)
|
Laporan penggunaan atas etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3), dapat dilakukan perbaikan berdasarkan permohonan Pengusaha Pabrik kepada kepala Kantor disertai dengan bukti dan/atau alasan perbaikan data.
|
||||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) disetujui oleh kepala Kantor, Pejabat Bea dan Cukai melakukan perbaikan data.
|
||||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) ditolak, kepala Kantor menyampaikan pemberitahuan penolakan disertai alasan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB VIII
TANGGUNG JAWAB DAN PENGOLAHAN KEMBALI (RECOVERY) ETIL ALKOHOL
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab
Pasal 44 |
|||||
(1)
|
Pengguna bertanggung jawab atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada atau seharusnya berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna.
|
||||
(2)
|
Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada atau seharusnya berada di Tempat Penimbunan Berikat.
|
||||
(3)
|
Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada atau seharusnya berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna, dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 45 |
|||||
(1)
|
Barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berupa etil alkohol yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2), diberikan toleransi kekurangan karena penguapan, penyusutan, ketidakakuratan alat ukur atau alat timbang, dan/atau sebab lainnya paling banyak 0,5% (nol koma lima persen) dari jumlah barang kena cukai yang seharusnya berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat.
|
||||
(2)
|
Dalam hal perbedaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih dari 0,5% (nol koma lima persen) dari volume atau berat yang seharusnya, atas selisih kelebihan perbedaan volume atau berat barang kena cukai dari toleransi sebesar 0,5% (nol koma lima persen) tersebut, dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pengolahan Kembali (Recovery) Etil Alkohol
Pasal 46 |
|||||
(1)
|
Kegiatan pengolahan kembali (recovery) etil alkohol dapat dilakukan terhadap Etil Alkohol Murni yang telah digunakan untuk penggunaan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g angka 1 dan angka 2 dengan cara penyulingan (distillation), rektifikasi, pemurnian (purification), dan/atau cara lainnya dengan ketentuan harus:
|
||||
|
a.
|
dilakukan di tempat Pengguna berada; dan
|
|||
|
b.
|
digunakan kembali oleh Pengguna yang melakukan kegiatan pengolahan kembali untuk kegiatan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai.
|
|||
(2)
|
Kegiatan pengolahan kembali (recovery) etil alkohol dilarang terhadap Etil Alkohol Campur atau etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 21 ayat (8) huruf a dan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 27 ayat (7) huruf a, untuk memisahkan bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya, dengan cara penyulingan (distillation), rektifikasi, pemurnian (purification), dan/atau cara lainnya.
|
||||
(3)
|
Pengguna atau setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
(4)
|
Etil Alkohol Campur atau etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum yang dilakukan pengolahan kembali (recovery), untuk memisahkan bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu yang telah ditetapkan, baik sebagian maupun seluruhnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB IX
PENYELESAIAN BARANG KENA CUKAI YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN CUKAI
Pasal 47 |
|||||
(1)
|
Barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah dimasukkan ke tempat atau lokasi usaha Pengguna dapat dikembalikan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat usaha Importir.
|
||||
(2)
|
Dalam hal Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai telah berakhir dan Pengguna tidak mengajukan permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai serta masih terdapat saldo barang kena cukai di tempat atau lokasi usaha Pengguna, Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan pemberitahuan tertulis dari Pengguna melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna.
|
||||
(3)
|
Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam berita acara pencacahan.
|
||||
(4)
|
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berita acara pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), saldo barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna harus diselesaikan dengan cara:
|
||||
|
a.
|
dimasukkan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat usaha Importir; atau
|
|||
|
b.
|
ditagih cukainya kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir.
|
|||
(5)
|
Dalam hal jumlah barang kena cukai pada Periode Pembebasan berikutnya yang telah diberikan Batasan Pembebasan Cukai lebih rendah dari jumlah barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna, atas selisih perbedaan jumlah barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna harus diselesaikan dengan cara:
|
||||
|
a.
|
dimasukkan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat usaha Importir; atau
|
|||
|
b.
|
ditagih cukainya kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir,
|
|||
|
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berlakunya Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai.
|
||||
(6)
|
Dalam hal penyelesaian atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak dilakukan sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5), kepala Kantor melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 48 |
|||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah melakukan monitoring dan evaluasi atas pemenuhan persyaratan dan pelaksanaan ketentuan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan/atau Importir yang mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Pengguna yang mendapatkan NPPP, Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, dan/atau terdaftar dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai,
|
|||
|
sesuai lingkup wilayah kerja masing-masing.
|
||||
(2)
|
Kepala Kantor dapat melakukan monitoring dan evaluasi atas pemenuhan persyaratan dan pelaksanaan ketentuan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan/atau Importir yang mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Pengguna yang mendapatkan NPPP, Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, dan/atau terdaftar dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai,
|
|||
|
berdasarkan manajemen risiko sesuai lingkup wilayah kerja masing-masing.
|
||||
(3)
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan pemberian Pembebasan Cukai berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
(4)
|
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
penyesuaian penilaian profil risiko Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir;
|
|||
|
b.
|
pencabutan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, NPPP, dan/atau Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai;
|
|||
|
c.
|
penagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga apabila tidak memenuhi ketentuan Pembebasan Cukai sesuai dengan Peraturan Menteri ini;
|
|||
|
d.
|
penurunan Batasan Penggunaan dan/atau Batasan Pembebasan Cukai berdasarkan manajemen risiko diantaranya penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai riil dan kebutuhan riil untuk komersial;
|
|||
|
e.
|
asistensi, pembinaan, dan/atau apresiasi terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna;
|
|||
|
f.
|
konfirmasi terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir, dan/atau Pengguna, untuk dilakukan penyesuaian atau perbaikan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
|
|||
|
g.
|
penerbitan rekomendasi:
|
|||
|
|
1.
|
pencabutan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, NPPP, dan/atau Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai;
|
||
|
|
2.
|
penelitian kepada unit pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
||
|
|
3.
|
untuk dilakukan audit kepabeanan dan/atau cukai;
|
||
|
|
4.
|
untuk dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
|
||
|
|
5.
|
lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
|
|
BAB XI
PENYESUAIAN PENILAIAN PROFIL RISIKO DAN PENCABUTAN
Bagian Kesatu
Penyesuaian Penilaian Profil Risiko
Pasal 49 |
|||||
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang:
|
|||||
a.
|
tidak lagi memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
|
||||
b.
|
tidak memenuhi ketentuan pencampuran atau tata cara pencampuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31;
|
||||
c.
|
tidak memenuhi ketentuan perusakan atau tata cara perusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32; dan/atau
|
||||
d.
|
tidak melaksanakan ketentuan pencatatan dan/atau pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,
|
||||
dilakukan penyesuaian penilaian profil risiko.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pencabutan Keputusan Menteri mengenai Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 50 |
|||||
(1)
|
Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 21 ayat (8) huruf a dapat dicabut, dalam hal:
|
||||
|
a.
|
Pengguna mengajukan permohonan pencabutan;
|
|||
|
b.
|
Pengguna tidak menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut;
|
|||
|
c.
|
direkomendasikan untuk dicabut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi dan/atau audit kepabeanan dan cukai karena tidak memenuhi ketentuan Pembebasan Cukai;
|
|||
|
d.
|
Pengguna tidak memenuhi kriteria BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
|
|||
|
e.
|
Pengguna tidak lagi memenuhi persyaratan untuk mendapatkan NPPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
|
|||
|
f.
|
Pengguna tidak lagi memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16;
|
|||
|
g.
|
Pengguna mendapatkan Surat Teguran atau STCK-2;
|
|||
|
h.
|
ditemukan data pada NPPP, Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai, Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan ketentuan Pembebasan Cukai, tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya;
|
|||
|
i.
|
Pengguna menggunakan barang kena cukai melebihi Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai;
|
|||
|
j.
|
Pengguna tidak memenuhi ketentuan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39;
|
|||
|
k.
|
Pengguna tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40;
|
|||
|
l.
|
Pengguna diduga melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan dengan bukti permulaan yang cukup berdasarkan rekomendasi penyidik;
|
|||
|
m.
|
Pengguna terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan/atau
|
|||
|
n.
|
Pengguna dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
|
|||
(2)
|
Berdasarkan alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna paling lama 7 (tujuh) Hari Kerja sejak tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||||
(4)
|
Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b.
|
||||
(5)
|
Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam berita acara pencacahan.
|
||||
(6)
|
Setelah kepala Kantor atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
||||
|
a.
|
Pengguna harus melaporkan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah digunakan pada bulan berjalan namun belum disampaikan laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40; dan
|
|||
|
b.
|
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berita acara pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terhadap saldo barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna harus diselesaikan dengan cara:
|
|||
|
|
1.
|
dimasukkan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat usaha Importir; atau
|
||
|
|
2.
|
ditagih cukainya kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir.
|
||
(7)
|
Dalam hal penyelesaian atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak dilakukan sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, kepala Kantor melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 51 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dicabut selain karena alasan permohonan dan tidak terdapat penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pengguna dapat mengajukan kembali permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dengan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
telah diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|||
|
b.
|
setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pencabutan, khusus untuk alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf h sampai dengan huruf 1.
|
|||
(2)
|
Ketentuan mengenai penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 21 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan kembali permohonan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pencabutan NPPP
Pasal 52 |
|||||
(1)
|
NPPP dapat dicabut dalam hal:
|
||||
|
a.
|
Pengguna mengajukan permohonan pencabutan pada saat tidak memiliki Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Pengguna tidak memiliki Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dicabut dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf m dan huruf n, NPPP dicabut.
|
||||
(3)
|
Berdasarkan alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kepala Kantor menerbitkan surat pencabutan NPPP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Y yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(4)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna paling lama 7 (tujuh) Hari Kerja sejak tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||||
(5)
|
Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b.
|
||||
(6)
|
Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam berita acara pencacahan.
|
||||
(7)
|
Setelah kepala Kantor menerbitkan surat pencabutan NPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
||||
|
a.
|
Pengguna harus melaporkan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah digunakan pada bulan berjalan namun belum disampaikan laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40; dan
|
|||
|
b.
|
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berita acara pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), terhadap saldo barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna harus diselesaikan dengan cara:
|
|||
|
|
1.
|
dimasukkan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat usaha Importir; atau
|
||
|
|
2.
|
ditagih cukainya kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir.
|
||
(8)
|
Dalam hal penyelesaian atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak dilakukan sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, kepala Kantor melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(9)
|
Dalam hal NPPP dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Orang dapat mengajukan kembali permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
|
||||
(10)
|
Dalam hal NPPP dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Orang dapat mengajukan kembali permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 setelah jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat pencabutan NPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
||||
(11)
|
Ketentuan mengenai Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan kembali permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10).
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pencabutan Keputusan Menteri mengenai Pemberian Pembebasan Cukai
Pasal 53 |
|||||
(1)
|
Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 27 ayat (7) huruf a dapat dicabut dalam hal:
|
||||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir mengajukan permohonan pencabutan;
|
|||
|
b.
|
NPPBKC dicabut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perizinan di bidang Cukai; dan/atau
|
|||
|
c.
|
Pengusaha Pabrik tidak memenuhi ketentuan jangka waktu pengeluaran etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
|
|||
(2)
|
Berdasarkan alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Z yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna paling lama 7 (tujuh) Hari Kerja sejak tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||||
(4)
|
Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b.
|
||||
(5)
|
Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam berita acara pencacahan.
|
||||
(6)
|
Dalam hal dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b:
|
|||
|
|
1.
|
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai harus melaporkan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah dikeluarkan atau diserahkan ke Pengguna pada bulan berjalan namun belum disampaikan laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a; dan
|
||
|
|
2.
|
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berita acara pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terhadap saldo barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna harus diselesaikan dengan cara:
|
||
|
|
|
a)
|
dimasukkan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat usaha Importir; atau
|
|
|
|
|
b)
|
ditagih cukainya kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir; atau
|
|
|
b.
|
jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, Pengusaha Pabrik harus melaporkan etil alkohol yang telah digunakan untuk dirusak sehingga tidak baik untuk diminum pada bulan berjalan namun belum disampaikan laporan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2).
|
|||
(7)
|
Dalam hal penyelesaian atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak dilakukan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 2, kepala Kantor melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(8)
|
Dalam hal Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai dicabut dengan alasan selain karena permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir dapat mengajukan kembali permohonan Pembebasan Cukai atas jenis Pembebasan Cukai yang sama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pencabutan.
|
||||
(9)
|
Ketentuan mengenai persyaratan pemberian Pembebasan Cukai, permohonan Pembebasan Cukai, Batasan Pembebasan Cukai, dan penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 27 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan kembali permohonan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB XII
MEKANISME SECARA ELEKTRONIK
Pasal 54 |
|||||
(1)
|
Pelaksanaan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 15;
|
|||
|
b.
|
penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 21;
|
|||
|
c.
|
penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 27;
|
|||
|
d.
|
pengeluaran barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
|
|||
|
e.
|
pemesanan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30;
|
|||
|
f.
|
laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40;
|
|||
|
g.
|
laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a;
|
|||
|
h.
|
laporan penggunaan atas etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2);
|
|||
|
i.
|
perbaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43;
|
|||
|
j.
|
penyesuaian penilaian profil risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49;
|
|||
|
k.
|
pencabutan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;
|
|||
|
l.
|
pencabutan NPPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52; dan/atau
|
|||
|
m.
|
pencabutan Keputusan Menteri mengenai mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53,
|
|||
|
dilakukan secara elektronik melalui sistem aplikasi di bidang cukai.
|
||||
(2)
|
Dalam hal:
|
||||
|
a.
|
belum tersedianya sarana pada sistem aplikasi di bidang cukai;
|
|||
|
b.
|
sistem aplikasi di bidang cukai belum dapat diterapkan; dan/atau
|
|||
|
c.
|
sistem aplikasi di bidang cukai mengalami gangguan, pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk salinan digital.
|
|||
|
|
|
|
|
|
BAB XIII
PENETAPAN PETUNJUK TEKNIS
Pasal 55 |
|||||
Petunjuk teknis mengenai:
|
|||||
a.
|
pemberlakuan izin Tempat Penimbunan Berikat sebagai NPPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3);
|
||||
b.
|
pelaksanaan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 15;
|
||||
c.
|
pelaksanaan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 21;
|
||||
d.
|
pelaksanaan penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 27;
|
||||
e.
|
pelaksanaan pemesanan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30;
|
||||
f.
|
pelaksanaan pencampuran etil alkohol yang mendapatkan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31;
|
||||
g.
|
pelaksanaan perusakan etil alkohol yang mendapatkan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32;
|
||||
h.
|
jenis, jumlah, dan formulasi bahan pencampur tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 23, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 46;
|
||||
i.
|
jenis, jumlah, dan formulasi bahan perusak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 46;
|
||||
j.
|
pelaksanaan pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33;
|
||||
k.
|
batasan toleransi kekurangan (analytical tolerance) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4);
|
||||
l.
|
pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48;
|
||||
m.
|
pelaksanaan pencabutan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;
|
||||
n.
|
pelaksanaan pencabutan NPPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52; dan
|
||||
o.
|
pelaksanaan pencabutan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53,
|
||||
dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56 |
|||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||||
a.
|
Pengguna yang telah memiliki NPPP sebelum berlakunya Peraturan Menteri 1n1, mengajukan permohonan Pendaftaran dengan melampirkan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) dan diterbitkan NPPP baru tanpa dilakukan pemeriksaan lokasi dan pemaparan proses bisnis;
|
||||
b.
|
permohonan Pembebasan Cukai yang diajukan untuk tahun 2024 dengan NPPP lama, dilakukan dan diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai;
|
||||
c.
|
penetapan pemberian Pembebasan Cukai yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai, tetap berlaku sampai dengan masa berlaku penetapan pemberian Pembebasan Cukai berakhir; dan
|
||||
d.
|
penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dan penetapan pemberian Pembebasan Cukai dengan NPPP baru, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri ini dan mulai berlaku tahun 2025.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 57 |
|||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||||
a.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 263);
|
||||
b.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 237); ·
|
||||
c.
|
Pasal 31 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.04/2017 tentang Tidak Dipungut Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 651);
|
||||
d.
|
Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1900);
|
||||
e.
|
Pasal 14 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.04/2017 tentang Toko Bebas Bea (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1901);
|
||||
f.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1500); dan
|
||||
g.
|
Pasal 30 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 740) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 823),
|
||||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 58 |
|||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 772
|