Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||
|
||||||||
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan telah diatur dalam Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
|
|||||||
b.
|
bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, terhadap ketentuan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
|
|||||||
c.
|
bahwa untuk memberikan pedoman pelaksanaan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak terkait penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, perlu diatur ketentuan mengenai tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
|
|||||||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
|
|||||||
|
|
|||||||
Mengingat |
||||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
|
|||||||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
|
|||||||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
|
|||||||
|
|
|||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 1 |
||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||
1.
|
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
|
|||||||
2.
|
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB.
|
|||||||
3.
|
Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar PBB.
|
|||||||
4.
|
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB terutang kepada Wajib Pajak.
|
|||||||
5.
|
Surat Ketetapan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah PBB yang terutang.
|
|||||||
6.
|
Surat Tagihan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat STP PBB adalah surat tagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 12 Undang-Undang PBB.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 2 |
||||||||
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan STP PBB dalam hal terdapat PBB terutang dalam SPPT atau SKP PBB yang tidak atau kurang dibayar setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 3 |
||||||||
(1)
|
STP PBB memuat PBB yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayar.
|
|||||||
(2)
|
Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 4 |
||||||||
STP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diterbitkan dengan ketentuan:
|
||||||||
a.
|
STP PBB diterbitkan:
|
|||||||
|
1.
|
setelah saat jatuh tempo SPPT atau SKP PBB terlewati; dan/atau
|
||||||
|
2.
|
setelah terjadi pelunasan pembayaran atas pokok PBB terutang.
|
||||||
b.
|
STP PBB sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) memuat PBB terutang yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat jatuh tempo SPPT atau SKP PBB sampai dengan tanggal diterbitkannya STP PBB.
|
|||||||
c.
|
STP PBB sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) memuat denda administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan dari PBB terutang yang tidak atau kurang dibayar yang dihitung dari:
|
|||||||
|
1.
|
saat jatuh tempo SPPT atau SKP PBB sampai dengan tanggal pelunasan pembayaran atas pokok PBB terutang, dalam hal belum pernah diterbitkan STP PBB sebagaimana dimaksud pada huruf b; atau
|
||||||
|
2.
|
saat jatuh tempo STP PBB sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan tanggal pelunasan pembayaran atas pokok PBB terutang,
|
||||||
|
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 5 |
||||||||
Berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan SPPT atau SKP PBB, Surat Keputusan Pengurangan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan PBB Yang Tidak Benar, Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, Surat Keputusan Keberatan PBB, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali diketahui terdapat PBB yang masih harus dibayar, STP PBB diterbitkan dengan ketentuan:
|
||||||||
a.
|
Dalam hal STP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b belum diterbitkan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan STP PBB yang mencakup PBB yang masih harus dibayar berdasarkan:
|
|||||||
|
1.
|
Surat Keputusan Pembetulan SPPT atau SKP PBB;
|
||||||
|
2.
|
Surat Keputusan Pengurangan PBB;
|
||||||
|
3.
|
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan PBB Yang Tidak Benar;
|
||||||
|
4.
|
Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi PBB;
|
||||||
|
5.
|
Surat Keputusan Keberatan PBB;
|
||||||
|
6.
|
Putusan Banding; atau
|
||||||
|
7.
|
Putusan Peninjauan Kembali,
|
||||||
|
ditambah dengan denda administrasi yang dihitung dari saat jatuh tempo SPPT atau SKP PBB sampai dengan tanggal penerbitan STP PBB;
|
|||||||
b.
|
Dalam hal STP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b sudah diterbitkan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pembetulan STP PBB secara jabatan;
|
|||||||
c.
|
Pembetulan STP PBB secara jabatan sebagaimana dimaksud pada huruf b yaitu pembetulan atas pokok PBB terutang berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan SPPT atau SKP PBB, Surat Keputusan Pengurangan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan PBB Yang Tidak Benar, Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, Surat Keputusan Keberatan PBB, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali;
|
|||||||
d.
|
STP PBB yang telah dilakukan pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada huruf c menjadi dasar penagihan.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 6 |
||||||||
STP PBB diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah saat berakhirnya tahun pajak.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 7 |
||||||||
(1)
|
Jumlah PBB yang terutang dalam STP PBB harus dilunasi paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP PBB oleh Wajib Pajak.
|
|||||||
(2)
|
Tanggal diterimanya STP PBB oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
|||||||
|
a.
|
tanggal tanda terima, dalam hal STP PBB disampaikan secara langsung; atau
|
||||||
|
b.
|
tanggal bukti pengiriman, dalam hal STP PBB dikirim melalui pos atau jasa pengiriman lainnya.
|
||||||
|
||||||||
Pasal 8 |
||||||||
Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP PBB yang tidak dibayar pada waktunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat ditagih dengan Surat Paksa.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 9 |
||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
||||||||
a.
|
ketentuan mengenai penerbitan kembali SPPT atau SKP PBB berdasarkan Surat Keputusan Keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (6); dan
|
|||||||
b.
|
ketentuan mengenai tidak dapat diajukannya keberatan terhadap SPPT atau SKP PBB yang diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (7),
|
|||||||
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 10 |
||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||||
|
||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Mei 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 747
|