Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 74 TAHUN 2024
TENTANG
PEMBENTUKAN CADANGAN PIUTANG TAK TERTAGIH YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan dalam penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih bagi usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang untuk keperluan perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya;
|
|||||||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;
|
|||||||
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||||||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 231);
|
|||||||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||||||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
|
|||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBENTUKAN CADANGAN PIUTANG TAK TERTAGIH YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.
|
||||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||
1.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||||||
2.
|
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
|
|||||||
3.
|
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
|
|||||||
4.
|
Bank adalah bank sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perbankan dan perbankan syariah.
|
|||||||
5.
|
Kredit adalah penyediaan uang, dana, atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam atau pembiayaan antara satu pihak dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam atau penerima pembiayaan untuk melunasi utang atau mengembalikan uang, dana, atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan, bagi hasil, dan/atau kelebihan pembayaran lainnya, termasuk cerukan berupa saldo negatif pada rekening giro nasabah Bank yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari, sewa pembiayaan, pembiayaan konsumen, dan anjak piutang.
|
|||||||
6.
|
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara satu pihak dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, margin, atau bagi hasil, yang meliputi transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam, dan transaksi sewa-menyewa jasa sesuai dengan prinsip syariah.
|
|||||||
7.
|
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
|
|||||||
8.
|
Sewa Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang oleh perusahaan untuk digunakan debitur selama jangka waktu tertentu, yang mengalihkan secara substansial manfaat dan risiko atas barang yang dibiayai.
|
|||||||
9.
|
Pembiayaan Konsumen adalah kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa yang dibeli oleh debitur dari penyedia barang dan/atau jasa dengan pembayaran secara angsuran.
|
|||||||
10.
|
Anjak Piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
|
|||||||
11.
|
Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi simpan pinjam sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perkoperasian.
|
|||||||
12.
|
Penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha jasa pembiayaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan penguatan sektor keuangan.
|
|||||||
13.
|
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perusahaan pembiayaan.
|
|||||||
14.
|
Perusahaan Modal Ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha modal ventura sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perusahaan modal ventura.
|
|||||||
15.
|
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan pembiayaan pada proyek infrastruktur dan/atau pelaksanaan kegiatan atau fasilitas lainnya dalam rangka mendukung pembiayaan infrastruktur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perusahaan pembiayaan infrastruktur.
|
|||||||
16.
|
Perusahaan Pergadaian adalah perusahaan yang melakukan usaha pergadaian sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian.
|
|||||||
17.
|
Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan mikro sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga keuangan mikro.
|
|||||||
18.
|
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai otoritas jasa keuangan.
|
|||||||
19.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB II
PEMBEBANAN PEMBENTUKAN CADANGAN PIUTANG TAK TERTAGIH
Pasal 2 |
||||||||
(1)
|
Wajib Pajak dapat membebankan penghapusan piutang tak tertagih melalui:
|
|||||||
|
a.
|
penghapusan piutang tak tertagih pada saat piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih; atau
|
||||||
|
b.
|
pembentukan cadangan, yaitu pembebanan atas penghapusan piutang tak tertagih melalui penyisihan yang dibentuk sejak awal pengakuan piutang,
|
||||||
|
pada pembukuan yang dilakukan secara taat asas.
|
|||||||
(2)
|
Penghapusan piutang tak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
|
|||||||
(3)
|
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak, pembentukan cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya digunakan untuk Wajib Pajak usaha Bank dan badan usaha lain yang menyalurkan Kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan Pembiayaan Konsumen, dan perusahaan Anjak Piutang.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||||||
(1)
|
Wajib Pajak usaha Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) meliputi Bank Umum dan Bank Perekonomian Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha menyalurkan Kredit dan/atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
|
|||||||
(2)
|
Wajib Pajak sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) merupakan perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha Sewa Pembiayaan, baik secara konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah.
|
|||||||
(3)
|
Wajib Pajak perusahaan Pembiayaan Konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) merupakan perusahaan yang melaksanakan kegiatan Pembiayaan Konsumen, baik secara konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah.
|
|||||||
(4)
|
Wajib Pajak perusahaan Anjak Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) merupakan perusahaan yang melaksanakan kegiatan pembiayaan Anjak Piutang, baik secara konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah.
|
|||||||
(5)
|
Wajib Pajak badan usaha lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) merupakan badan usaha selain Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan selain perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) yang melaksanakan kegiatan usaha menyalurkan Kredit dan/atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Koperasi Simpan Pinjam yang telah terdaftar dan/atau memiliki izin pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah;
|
||||||
|
b.
|
PT Perusahaan Pengelola Aset;
|
||||||
|
c.
|
Penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan, meliputi:
|
||||||
|
|
1.
|
Perusahaan Pembiayaan;
|
|||||
|
|
2.
|
Perusahaan Modal Ventura;
|
|||||
|
|
3.
|
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur; dan
|
|||||
|
|
4.
|
Perusahaan Pergadaian;
|
|||||
|
d.
|
Lembaga Keuangan Mikro;
|
||||||
|
e.
|
PT Permodalan Nasional Madani;
|
||||||
|
f.
|
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero);
|
||||||
|
g.
|
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; dan
|
||||||
|
h.
|
PT Sarana Multigriya Finansial (Persero).
|
||||||
(6)
|
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) huruf c sampai dengan huruf h merupakan perusahaan yang telah terdaftar dan/atau memperoleh izin pada Otoritas Jasa Keuangan, serta dinyatakan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||||||
(1)
|
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 boleh mengurangkan pembentukan cadangan piutang tak tertagih dari penghasilan bruto yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia sepanjang tidak melebihi batasan tertentu.
|
|||||||
(2)
|
Pembentukan cadangan piutang tak tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya yang diperoleh dari nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih awal.
|
|||||||
(3)
|
Cadangan piutang tak tertagih awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal Tahun Pajak setelah memperhitungkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih selama Tahun Pajak berjalan sebagai pengurang.
|
|||||||
(4)
|
Batasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan pada penghitungan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||||||
(5)
|
Nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan nilai yang lebih kecil antara:
|
|||||||
|
a.
|
nilai yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia; atau
|
||||||
|
b.
|
nilai batasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
||||||
(6)
|
Batasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(7)
|
Batasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan dan dapat dilakukan penyesuaian setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|||||||
(8)
|
Nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal Tahun Pajak berikutnya.
|
|||||||
(9)
|
Dalam hal hasil penghitungan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bernilai lebih kecil dari nol, nilai tersebut diakui sebagai penghasilan pada Tahun Pajak berjalan.
|
|||||||
(10)
|
Contoh penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||||||
(1)
|
Nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dibentuk dan dihitung atas setiap kelompok kualitas piutang.
|
|||||||
(2)
|
Kelompok kualitas piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
kelompok kualitas piutang berdasarkan tahapan (staging); atau
|
||||||
|
b.
|
kelompok kualitas piutang lainnya.
|
||||||
(3)
|
Kelompok kualitas piutang berdasarkan tahapan (staging) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
piutang dalam tahap baik;
|
||||||
|
b.
|
piutang dalam tahap kurang baik; dan
|
||||||
|
c.
|
piutang dalam tahap buruk.
|
||||||
(4)
|
Kelompok kualitas piutang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b menggunakan kelompok kualitas piutang berdasarkan kolektibilitas.
|
|||||||
(5)
|
Kelompok kualitas piutang berdasarkan kolektibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
piutang dalam kolektibilitas lancar;
|
||||||
|
b.
|
piutang dalam kolektibilitas dalam perhatian khusus;
|
||||||
|
c.
|
piutang dalam kolektibilitas kurang lancar;
|
||||||
|
d.
|
piutang dalam kolektibilitas diragukan; dan
|
||||||
|
e.
|
piutang dalam kolektibilitas macet.
|
||||||
(6)
|
Piutang yang menjadi dasar penghitungan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
|
|||||||
|
a.
|
nilai tercatat piutang Kredit dan/atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah pada laporan keuangan akhir Tahun Pajak berjalan, untuk piutang yang dikelompokkan berdasarkan tahapan (staging) sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
|
||||||
|
b.
|
nilai tercatat piutang Kredit dan/atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah pada laporan keuangan akhir Tahun Pajak berjalan setelah dikurangi nilai agunan, untuk piutang yang dikelompokkan berdasarkan kolektibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
|
||||||
(7)
|
Dikecualikan dari ketentuan pengurangan nilai agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, piutang yang menjadi dasar penghitungan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
|
|||||||
|
a.
|
nilai tercatat piutang Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dalam kolektibilitas lancar, untuk Bank Umum, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero); dan
|
||||||
|
b.
|
nilai tercatat piutang Kredit dan/atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dalam kolektibilitas lancar, untuk Bank Perekonomian Rakyat, Koperasi Simpan Pinjam, Lembaga Keuangan Mikro, dan Perusahaan Pergadaian.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||||||
(1)
|
Besarnya nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang nilai tercatat piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf b ditetapkan sebesar:
|
|||||||
|
a.
|
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
|
||||||
|
b.
|
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya.
|
||||||
(2)
|
Nilai agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan nilai agunan berdasarkan penilaian Wajib Pajak.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Wajib Pajak yang diwajibkan menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan, nilai agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b menggunakan nilai agunan dalam laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
(4)
|
Jenis agunan likuid dan agunan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||||||
(1)
|
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diperhitungkan sebagai pengurang nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) merupakan piutang Kredit dan/atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir yang telah dihapuskan oleh Wajib Pajak.
|
|||||||
(2)
|
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan pembebanan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang mengenai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||||||
(1)
|
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus menyampaikan dokumen berupa:
|
|||||||
|
a.
|
daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih; dan
|
||||||
|
b.
|
salinan bukti pemenuhan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih,
|
||||||
|
yang menjadi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan.
|
|||||||
(2)
|
Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut tidak diperhitungkan sebagai pengurang nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
|
|||||||
(4)
|
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang tidak diperhitungkan sebagai pengurang nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menambah nilai tercatat piutang yang menjadi dasar penghitungan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||||||
Penerimaan kembali selama Tahun Pajak berjalan atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih merupakan penghasilan pada Tahun Pajak berjalan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 10 |
||||||||
(1)
|
Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang telah ada dan belum mengalami perubahan nomenklatur menjadi Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan penguatan sektor keuangan, dapat mengurangkan pembentukan cadangan piutang tak tertagih dari penghasilan bruto sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(2)
|
Penghitungan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih untuk Tahun Pajak 2024 sebagai berikut:
|
|||||||
|
a.
|
nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal Tahun Pajak 2024 merupakan cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak 2023, yang dihitung sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
|
||||||
|
b.
|
nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak 2024 dihitung sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; dan
|
||||||
|
c.
|
dalam hal terdapat selisih antara nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal Tahun Pajak 2024 sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan cadangan piutang tak tertagih pada akhir Tahun Pajak 2023 yang dihitung sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
|
|
1.
|
untuk selisih lebih, diakui sebagai biaya yang dibebankan paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) Tahun Pajak, yaitu pada Tahun Pajak 2024 dan/atau Tahun Pajak 2025; dan
|
|||||
|
|
2.
|
untuk selisih kurang, diakui sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2024.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11 |
||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan Pasal 1 huruf a dan Pasal 2 sampai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1307), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||||||
Ketentuan penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku sejak Tahun Pajak 2024.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Oktober 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2024 PLT. DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 764 |