Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, untuk pelaksanaan penghapusan penagihan utang yang tidak dapat ditagih berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
|
||||
b.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berlaku pula bagi Undang-Undang perpajakan lainnya, kecuali apabila ditentukan lain;
|
||||
c.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yang dimaksud dengan pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut Undang-Undang dan peraturan daerah;
|
||||
d.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, hak penagihan atas utang berdasarkan Undang-Undang ini kadaluwarsa setelah 10 (sepuluh) tahun sejak timbulnya kewajiban membayar;
|
||||
e.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, hak menagih utang berdasarkan Undang-Undang ini menjadi kadaluwarsa setelah 10 (sepuluh) tahun sejak timbulnya kewajiban membayar;
|
||||
f.
|
bahwa dalam rangka penyelenggaraan tata usaha piutang kepabeanan dan cukai yang baik, perlu diatur ketentuan mengenai penghapusan piutang bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga, yang antara lain disebabkan oleh kadaluwarsa penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan huruf e;
|
||||
g.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghapusan Dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Bea Masuk Dan/Atau Cukai;
|
||||
|
|
||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
|
||||
|
|
||||
MEMUTUSKAN: | |||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN DAN PENETAPAN BESARNYA PENGHAPUSAN PIUTANG BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.
|
|||||
|
|||||
Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai adalah bea masuk dan/atau cukai yang terutang, kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
|
||||
2.
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
||||
3.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||||
4.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
|
|
||||
Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Dalam rangka penatausahaan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai dapat dilakukan penghapusan.
|
||||
(2)
|
Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang dapat dilakukan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tercantum dalam:
|
||||
|
a.
|
Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP);
|
|||
|
b.
|
Surat Penetapan Pabean (SPP);
|
|||
|
c.
|
Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA);
|
|||
|
d.
|
Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP);
|
|||
|
e.
|
Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak Dalam Rangka Impor (SKPBM);
|
|||
|
f.
|
Surat Tagihan Cukai (STCK-1);
|
|||
|
g.
|
Surat Pemberitahuan Pengenaan Biaya Pengganti (SPPBP);
|
|||
|
h.
|
Surat Pemberitahuan Penetapan Sanksi Administrasi (SPPSA).
|
|||
|
i.
|
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah bea masuk dan/atau cukai yang masih harus dibayar bertambah, termasuk sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 3 |
|||||
Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tidak dapat ditagih lagi karena:
|
|||||
a.
|
Orang yang merupakan orang pribadi selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan;
|
||||
b.
|
Orang yang merupakan orang pribadi selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, tidak dapat ditemukan;
|
||||
c.
|
Orang yang merupakan badan hukum selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, telah bubar, dilikuidasi, pailit, atau tidak dapat ditemukan;
|
||||
d.
|
Hak untuk melakukan penagihan bea masuk dan/atau cukai sudah kadaluwarsa;
|
||||
e.
|
Dokumen sebagai dasar penagihan bea masuk dan/atau cukai tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai; atau
|
||||
f.
|
Hak negara untuk melakukan penagihan bea masuk dan/atau cukai tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri.
|
||||
|
|
||||
Pasal 4 |
|||||
Untuk memastikan keadaan Orang yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai atau Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tidak dapat ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, wajib dilakukan penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan oleh Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
|
|||||
|
|||||
Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai menyusun daftar usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai.
|
||||
(2)
|
Daftar usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
|
||||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai jika usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai disampaikan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai;
|
|||
|
b.
|
Direktur Jenderal jika usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai disampaikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(3)
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan daftar usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang telah dilakukan penelitian kepada Direktur Jenderal.
|
||||
(4)
|
Direktur Jenderal mengusulkan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang telah dilakukan penelitian kepada Menteri.
|
||||
|
|
||||
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
Penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh tim penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang dibentuk oleh:
|
||||
|
a.
|
Kepala Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai;
|
|||
|
b.
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
|
|||
|
c.
|
Direktur Jenderal.
|
|||
(2)
|
Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
|
||||
(3)
|
Tim penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas 1 (satu) orang yang mewakili dari setiap unit di bawah Kepala Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktur Jenderal.
|
||||
(4)
|
Dalam hal tim penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai dibentuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, jurusita bea dan cukai diikutsertakan sebagai anggota tim penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai.
|
||||
|
|
||||
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Berdasarkan usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai.
|
||||
(2)
|
Keputusan Menteri mengenai penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai untuk menghapuskan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
||||
Pasal 8 |
|||||
Berdasarkan Keputusan Menteri mengenai penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Direktur Jenderal melakukan:
|
|||||
a.
|
Penetapan mengenai rincian atas besarnya penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai; dan
|
||||
b.
|
Hapus tagih dan hapus buku atas Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
|
||||
|
|||||
Pasal 9 |
|||||
Terhadap usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), sebelum diterbitkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Menteri dapat menugaskan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk melakukan reviu atas usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||||
|
|||||
Pasal 10 |
|||||
Ketentuan mengenai petunjuk teknis dan tindak lanjut penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai serta penetapan bentuk lampiran Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
|
|||||
|
|||||
Pasal 11 |
|||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||
|
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2012 MENTERI KEUANGAN, ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd.
AMIR SYAMSUDIN |
|||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 499 |