Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 69 TAHUN 2024
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.010/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan bagi industri pionir perlu dilakukan penyesuaian terhadap pemberian dan pengajuan fasilitas bagi industri pionir;
|
|||||||
b.
|
bahwa untuk menerapkan kebijakan pajak minimum global yang akan berdampak pada pemberian fasilitas pajak penghasilan badan, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan;
|
|||||||
c.
|
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan belum mengakomodir pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, sehingga perlu dilakukan perubahan;
|
|||||||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
|
|||||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
|
|||||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||||||
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6361);
|
|||||||
6.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||||||
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
|
|||||||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1088);
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menetapkan |
||||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.010/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal I |
||||||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1088), diubah sebagai berikut:
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Ketentuan angka 1 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 1
|
|||||||
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
|
1.
|
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
|
||||||
|
2.
|
Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
|
||||||
|
3.
|
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
|
||||||
|
4.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
|
||||||
|
5.
|
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
|
||||||
|
6.
|
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Ketentuan ayat (1), ayat (4), dan ayat (6) Pasal 3 diubah, dan ayat (5) Pasal 3 dihapus, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:
|
||||||
|
|
a.
|
merupakan Industri Pionir;
|
|||||
|
|
b.
|
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
|
|||||
|
|
c.
|
melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan:
|
|||||
|
|
|
1.
|
keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
||||
|
|
|
2.
|
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
|
||||
|
|
|
3.
|
pemberitahuan mengenai pemberian pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya berdasarkan Pasal 29A Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan;
|
||||
|
|
|
4.
|
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan pada Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus; dan
|
||||
|
|
|
5.
|
keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara;
|
||||
|
|
d.
|
mempunyai nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
|
|||||
|
|
e.
|
memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; dan
|
|||||
|
|
f.
|
berkomitmen untuk mulai merealisasikan rencana penanaman modal paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya keputusan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
|||||
|
(2)
|
Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
|
||||||
|
|
a.
|
industri logam dasar hulu:
|
|||||
|
|
|
1.
|
besi baja; atau
|
||||
|
|
|
2.
|
bukan besi baja,
|
||||
|
|
|
tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|||||
|
|
b.
|
industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|||||
|
|
c.
|
industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam, dan/atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|||||
|
|
d.
|
industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|||||
|
|
e.
|
industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|||||
|
|
f.
|
industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|||||
|
|
g.
|
industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi;
|
|||||
|
|
h.
|
industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika;
|
|||||
|
|
i.
|
industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;
|
|||||
|
|
j.
|
industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur;
|
|||||
|
|
k.
|
industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;
|
|||||
|
|
l.
|
industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;
|
|||||
|
|
m.
|
industri pembuatan komponen utama kapal;
|
|||||
|
|
n.
|
industri pembuatan komponen utama kereta api;
|
|||||
|
|
o.
|
industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara;
|
|||||
|
|
p.
|
industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya;
|
|||||
|
|
q.
|
infrastruktur ekonomi; atau
|
|||||
|
|
r.
|
ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.
|
|||||
|
(3)
|
Rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing-masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sahamnya dimiliki secara langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya, selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dalam negeri lainnya tersebut harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
|
||||||
|
(5)
|
Dihapus.
|
||||||
|
(6)
|
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Ketentuan ayat (5) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4
|
|||||||
|
(1)
|
Penentuan kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukan secara daring melalui sistem OSS.
|
||||||
|
(2)
|
Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal baru memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan jika Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
|
||||||
|
(3)
|
Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal baru tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan jika Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
|
||||||
|
(4)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melanjutkan permohonan secara daring melalui sistem OSS.
|
||||||
|
(5)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengunggah dokumen berupa salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal.
|
||||||
|
(6)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah diterima secara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri Keuangan sebagai usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan, dan sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sedang dalam proses.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Ketentuan ayat (6) dan ayat (7) Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang tidak tercantum sebagai Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
||||||
|
(2)
|
Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan jika memenuhi:
|
||||||
|
|
a.
|
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f;
|
|||||
|
|
b.
|
skor kriteria kuantitatif Industri Pionir mencapai paling sedikit 80 (delapan puluh); dan
|
|||||
|
|
c.
|
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).
|
|||||
|
(3)
|
Skor kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan hasil kajian Industri Pionir yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
|
||||||
|
(4)
|
Kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
(5)
|
Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang tidak tercantum sebagai Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melanjutkan permohonan secara daring melalui sistem OSS.
|
||||||
|
(6)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
|
||||||
|
|
a.
|
salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal;
|
|||||
|
|
b.
|
salinan digital kajian pemenuhan kriteria Industri Pionir; dan
|
|||||
|
|
c.
|
salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
(7)
|
Salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c diperlakukan sebagai pernyataan komitmen kesanggupan pemenuhan kriteria Industri Pionir oleh Wajib Pajak.
|
||||||
|
(8)
|
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melakukan penilaian atas penghitungan skor pemenuhan kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.
|
||||||
|
(9)
|
Dalam hal hasil penilaian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) memperoleh skor paling sedikit 80 (delapan puluh), penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan memenuhi kriteria Industri Pionir.
|
||||||
|
(10)
|
Permohonan penanaman modal Wajib Pajak yang telah dinyatakan memenuhi kriteria Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diproses oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagai usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
||||||
|
(11)
|
Kelanjutan proses permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diberitahukan melalui sistem OSS kepada Wajib Pajak.
|
||||||
|
(12)
|
Dalam hal hasil penilaian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak mencapai skor 80 (delapan puluh), penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan tidak memenuhi kriteria Industri Pionir.
|
||||||
|
(13)
|
Penanaman modal Wajib Pajak yang dinyatakan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (12), diberitahukan melalui sistem OSS kepada Wajib Pajak bahwa permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria Industri Pionir.
|
||||||
|
(14)
|
Penilaian kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan penilaian kembali setelah pemeriksaan lapangan yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan realisasi penanaman modal Wajib Pajak.
|
||||||
|
(15)
|
Kriteria kuantitatif Industri Pionir yang dapat dilakukan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (14), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Pasal 7 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Ketentuan ayat (5) Pasal 12 diubah, dan ditambahkan 2 (dua) ayat yaitu ayat (6) dan ayat (7), sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 12
|
|||||||
|
(1)
|
Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sejak tahun pajak:
|
||||||
|
|
a.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial; atau
|
|||||
|
|
b.
|
saat seluruh rencana penanaman modal baru telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
|||||
|
(2)
|
Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Wajib Pajak.
|
||||||
|
(3)
|
Permohonan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disampaikan setelah Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
||||||
|
(4)
|
Permohonan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, disampaikan setelah berakhirnya tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
||||||
|
(5)
|
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Wajib Pajak secara daring melalui sistem OSS dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
|
||||||
|
|
a.
|
daftar realisasi penanaman modal berupa aktiva tetap beserta gambar tata letak; dan
|
|||||
|
|
b.
|
dokumen yang berkaitan dengan:
|
|||||
|
|
|
1.
|
transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa dari Kegiatan Usaha Utama ke pasaran pertama kali, dapat berupa faktur pajak atau bukti tagihan; atau
|
||||
|
|
|
2.
|
hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama pertama kali digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut, dapat berupa laporan pemakaian sendiri.
|
||||
|
(6)
|
Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5), Wajib Pajak juga harus memiliki surat keterangan fiskal secara otomasi.
|
||||||
|
(7)
|
Tata cara untuk memperoleh surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pemberian surat keterangan fiskal.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 15A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15A
|
|||||||
|
(1)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan keputusan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan termasuk ke dalam lingkup Wajib Pajak tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengenaan pajak minimum global terhadap grup perusahaan multinasional di Indonesia, Wajib Pajak dimaksud dikenai pajak tambahan minimum domestik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||
|
(2)
|
Pengenaan pajak tambahan minimum domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan termasuk terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Ketentuan Pasal 16 ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (7), sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16
|
|||||||
|
(1)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan wajib menyampaikan laporan setiap 1 (satu) tahun kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
|
||||||
|
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||
|
|
a.
|
laporan realisasi penanaman modal sejak diterima Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan Saat Mulai Berproduksi Komersial atau sampai dengan saat seluruh rencana penanaman modalnya telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan
|
|||||
|
|
b.
|
laporan realisasi produksi sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir atau sejak tahun pajak penetapan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
|||||
|
(3)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
(4)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
|
||||||
|
(5)
|
Dalam hal Wajib Pajak:
|
||||||
|
|
a.
|
tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf C; atau
|
|||||
|
|
b.
|
tidak memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f,
|
|||||
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat teguran kepada Wajib Pajak. | ||||||||
|
(6)
|
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak:
|
||||||
|
|
a.
|
tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan/atau
|
|||||
|
|
b.
|
tidak memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f,
|
|||||
Wajib Pajak dapat diusulkan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. | ||||||||
|
(7)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara daring melalui sistem OSS.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 21
|
|||||||
|
Pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini diberikan atas usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dan Pasal 5 ayat (10) yang disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2025.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10.
|
Di antara Pasal 30 dan Pasal 31 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 30A dalam BAB XV, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 30A
|
|||||||
|
Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, Pasal 6 ayat (2) huruf b, Pasal 8 ayat (2) huruf b angka 2, dan Pasal 11 ayat (3) huruf e angka 2 harus dimaknai sebagai perizinan berusaha sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal II |
||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Oktober 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 2024 PLT. DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 668 |