Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||
Menimbang |
||||||
a.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
|
|||||
b.
|
bahwa sesuai ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement/TIEA), dan Perjanjian Multilateral tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters) diatur bahwa Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara atau yurisdiksi mitranya diharuskan melakukan pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan;
|
|||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information);
|
|||||
Mengingat |
||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
|||||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
|
|||||
4.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
|
|||||
|
|
|||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||
Menetapkan |
||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION).
|
||||||
|
||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
||||||
1.
|
Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
|
|||||
2.
|
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement), atau Perjanjian Multilateral tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters).
|
|||||
3.
|
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
|
|||||
4.
|
Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement) yang selanjutnya disebut TIEA adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra untuk memberikan bantuan administratif perpajakan melalui pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan.
|
|||||
5.
|
Perjanjian Multilateral tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters) yang selanjutnya disebut Perjanjian Multilateral adalah perjanjian multilateral atau konvensi antara Pemerintah Indonesia dengan beberapa pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra untuk memberikan bantuan administratif satu sama lain dalam bidang perpajakan antara lain melalui pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan.
|
|||||
6.
|
Otoritas Pajak Negara Mitra atau Otoritas Pajak Yurisdiksi Mitra yang selanjutnya disebut sebagai Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah otoritas perpajakan pada Negara Mitra atau otoritas perpajakan pada Yurisdiksi Mitra yang berwenang melaksanakan ketentuan dalam P3B, TIEA, atau Perjanjian Multilateral.
|
|||||
7.
|
Data dan/atau Informasi yang selanjutnya disebut Informasi adalah kumpulan angka, huruf, kata, dan/atau citra, yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku, atau catatan serta keterangan tertulis, yang dapat memberikan petunjuk mengenai penghasilan dan/atau kekayaan/harta orang pribadi atau badan, termasuk kegiatan usaha atau pekerjaan bebas orang pribadi atau badan.
|
|||||
8.
|
Pertukaran Informasi atau Exchange of Information (EOI) yang selanjutnya disebut Pertukaran Informasi adalah pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan sebagai pelaksanaan P3B, TIEA atau Perjanjian Multilateral, untuk mencegah penghindaran pajak (tax avoidance), pengelakan pajak (tax evasion), dan/atau penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak.
|
|||||
|
|
|||||
BAB II
RUANG LINGKUP Pasal 2 |
||||||
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan Pertukaran Informasi dengan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(2)
|
Pertukaran Informasi dengan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Peraturan Perpajakan II, yang bertindak sebagai pejabat yang berwenang atau competent authority di Indonesia.
|
|||||
(3)
|
Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam:
|
|||||
|
a.
|
P3B;
|
||||
|
b.
|
TIEA; atau
|
||||
|
c.
|
Perjanjian Multilateral.
|
||||
(4)
|
Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku terhadap P3B, TIEA, atau Perjanjian Multilateral yang berlaku efektif sebelum, sejak, atau setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 3 |
||||||
(1)
|
Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
|
|||||
|
a.
|
Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan;
|
||||
|
b.
|
Pertukaran Informasi secara spontan;
|
||||
|
c.
|
Pertukaran Informasi secara otomatis.
|
||||
(2)
|
Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bersifat resiprokal dan dilakukan dalam bentuk Pertukaran Informasi ke dalam negeri maupun Pertukaran Informasi ke luar negeri.
|
|||||
(3)
|
Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan tax examination abroad atau simultaneous tax examinations.
|
|||||
|
|
|||||
BAB III
PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERMINTAAN Bagian Kesatu Pertukaran Informasi Berdasarkan Permintaan kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra Pasal 4 |
||||||
(1)
|
Unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membutuhkan Informasi menyampaikan usulan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II untuk melakukan permintaan Informasi kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(2)
|
Usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan Wajib Pajak melakukan transaksi untuk menghindari pengenaan pajak, melakukan pengelakan pajak atau semata-mata hanya untuk memanfaatkan fasilitas P3B, dan Wajib Pajak:
|
|||||
|
a.
|
Sedang dilakukan analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan dan pengaduan yang diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak, verifikasi, pemeriksaan, penagihan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap kewajiban perpajakan yang terkait dengan transaksi internasional; atau
|
||||
|
b.
|
Sedang dalam proses pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, keberatan, banding, peninjauan kembali, dan/atau prosedur persetujuan bersama (Mutual Agreement Procedure) terhadap kewajiban perpajakan yang terkait dengan transaksi internasional.
|
||||
(3)
|
Permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak mengupayakan untuk mencari Informasi di dalam negeri dan Informasi dimaksud tidak ditemukan.
|
|||||
(4)
|
Usulan permintaan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, setelah Direktur Peraturan Perpajakan II melakukan penelitian atas pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
|
|||||
(5)
|
Usulan permintaan Informasi yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak ditindaklanjuti oleh Direktur Peraturan Perpajakan II, dalam hal terdapat kondisi sebagai berikut:
|
|||||
|
a.
|
Informasi yang diminta tersedia di dalam negeri;
|
||||
|
b.
|
Informasi yang diminta bersifat spekulatif dan tidak memiliki hubungan yang jelas dengan dasar permintaan Informasi (fishing expedition);
|
||||
|
c.
|
Informasi yang diminta tidak didasari atas kecurigaan (allegation) yang memadai;
|
||||
|
d.
|
Informasi yang diminta dapat mengakibatkan terungkapnya rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian; dan/atau
|
||||
|
e.
|
Informasi yang diminta berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara atau kepentingan nasional.
|
||||
|
||||||
Bagian Kedua
Pertukaran Informasi Berdasarkan Permintaan dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra Pasal 5 |
||||||
(1)
|
Direktur Peraturan Perpajakan II menerima permintaan Informasi dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(2)
|
Direktur Peraturan Perpajakan II melakukan penelitian terhadap permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||||
(3)
|
Penelitian terhadap permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menguji pemenuhan ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
|
a.
|
Ditandatanganinya permintaan Informasi oleh pejabat yang berwenang atau competent authority di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
|
||||
|
b.
|
Terdapat dugaan bahwa atas transaksi yang dimintakan Pertukaran Informasi dilaksanakan untuk menghindari pengenaan pajak, melakukan pengelakan pajak atau semata-mata hanya untuk memanfaatkan fasilitas P3B di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dan/atau di Indonesia; dan
|
||||
|
c.
|
Dipenuhinya ketentuan sebagaimana tercantum dalam P3B, TIEA, atau Perjanjian Multilateral.
|
||||
(4)
|
Dalam hal permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra belum jelas, Direktur Peraturan Perpajakan II dapat meminta penjelasan tambahan kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang bersangkutan.
|
|||||
(5)
|
Permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tidak dapat dipenuhi dalam hal:
|
|||||
|
a.
|
Perlu dilakukan tindakan administratif yang bertentangan dengan praktik administrasi atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
||||
|
b.
|
Dalam kondisi serupa, Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tidak menyediakan informasi yang diminta pada saat Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tersebut berkedudukan sebagai negara yang diminta Informasi; dan/atau
|
||||
|
c.
|
Informasi yang diminta berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional.
|
||||
(6)
|
Dalam hal permintaan Informasi dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak diperlukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, dan/atau tidak terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan/atau huruf c, permintaan Informasi tersebut ditindaklanjuti sebagai berikut:
|
|||||
|
a.
|
Untuk Informasi yang sudah tersedia, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan Informasi tersebut kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
|
||||
|
b.
|
Untuk Informasi yang belum tersedia, Direktur Peraturan Perpajakan II meminta Informasi dimaksud kepada unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||
(7)
|
Dalam hal unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak telah menyampaikan Informasi yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan Informasi dimaksud kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
|
|
|||||
BAB IV
PERTUKARAN INFORMASI SECARA SPONTAN Bagian Kesatu Pertukaran Informasi Secara Spontan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra Pasal 6 |
||||||
(1)
|
Pertukaran Informasi secara spontan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dilakukan sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang terkait dengan transaksi internasional.
|
|||||
(2)
|
Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa didahului permintaan Informasi dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(3)
|
Hasil pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang terkait dengan transaksi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
|||||
|
a.
|
Terdapat indikasi hilangnya potensi pajak yang signifikan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
|
||||
|
b.
|
Terdapat pembayaran kepada Wajib Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang diduga tidak dilaporkan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
|
||||
|
c.
|
Terdapat pengurangan atau pembebasan pajak di Indonesia yang diterima oleh Wajib Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang dapat menambah kewajiban perpajakan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra; dan/atau
|
||||
|
d.
|
Terdapat transaksi antara Wajib Pajak Indonesia dengan Wajib Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra melalui satu atau lebih negara lain, sedemikian rupa sehingga mengakibatkan berkurangnya nilai pajak yang terutang dari Wajib Pajak dimaksud di Indonesia dan/atau di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
||||
(4)
|
Unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak, harus memberikan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Peraturan Perpajakan II.
|
|||||
(5)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Direktur Peraturan Perpajakan II, Informasi yang diberikan oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Peraturan Perpajakan II:
|
|||||
|
a.
|
Tidak menyampaikan Informasi dimaksud kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra; dan
|
||||
|
b.
|
Menyampaikan pemberitahuan kepada unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
||||
(6)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Direktur Peraturan Perpajakan II, Informasi yang diberikan oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan Informasi dimaksud kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
|
|
|||||
Bagian Kedua
Pertukaran Informasi Secara Spontan dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra Pasal 7 |
||||||
(1)
|
Direktur Peraturan Perpajakan II menerima Informasi dalam rangka Pertukaran Informasi secara spontan dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(2)
|
Direktur Peraturan Perpajakan II melakukan penelitian mengenai kelengkapan dan validitas Informasi yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Informasi lengkap dan valid, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan Informasi dimaksud kepada unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang dapat memanfaatkan Informasi dimaksud.
|
|||||
|
|
|||||
BAB V
PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS Bagian Kesatu Pertukaran Informasi Secara Otomatis kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra Pasal 8 |
||||||
(1)
|
Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi secara otomatis, unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mengelola dan mengadministrasikan informasi perpajakan secara sistematik dan periodik, memberikan informasi perpajakan tertentu kepada Direktur Peraturan Perpajakan II.
|
|||||
(2)
|
Informasi perpajakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
|||||
|
a.
|
Perubahan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dari satu negara ke negara lain;
|
||||
|
b.
|
Kepemilikan atau penghasilan dari harta;
|
||||
|
c.
|
Dividen;
|
||||
|
d.
|
Bunga;
|
||||
|
e.
|
Royalti;
|
||||
|
f.
|
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta;
|
||||
|
g.
|
Gaji, upah, dan remunerasi;
|
||||
|
h.
|
Penghasilan direktur dan penghasilan lainnya yang sejenis;
|
||||
|
i.
|
Penghasilan yang diperoleh para seniman dan olahragawan, pensiun, dan penghasilan lainnya yang sejenis;
|
||||
|
j.
|
Penghasilan dari gaji, upah, dan remunerasi yang berkaitan dengan jabatan dalam pemerintahan;
|
||||
|
k.
|
Hal-hal lain yang berkaitan dengan pajak tidak langsung; dan
|
||||
|
l.
|
Komisi dan pembayaran lainnya yang sejenis.
|
||||
(3)
|
Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan informasi perpajakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
|
|
|||||
Bagian Kedua
Pertukaran Informasi Secara Otomatis dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra Pasal 9 |
||||||
(1)
|
Direktur Peraturan Perpajakan II menerima Informasi dalam rangka Pertukaran Informasi secara otomatis dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(2)
|
Direktur Peraturan Perpajakan II melakukan penelitian mengenai kelengkapan dan validitas Informasi yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Informasi lengkap dan valid, Direktur Peraturan Perpajakan II meneruskan Informasi dimaksud kepada unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang dapat memanfaatkan Informasi dimaksud.
|
|||||
|
|
|||||
BAB VI
TAX EXAMINATION ABROAD Bagian Kesatu Pelaksanaan Tax Examination Abroad di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra Pasal 10 |
||||||
(1)
|
Permintaan tax examination abroad di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dapat diajukan dalam hal Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7, dan Pasal 9 sedang atau telah dilaksanakan, namun berdasarkan penelitian Direktorat Jenderal Pajak:
|
|||||
|
a.
|
Informasi tersebut kurang memadai;
|
||||
|
b.
|
Diperlukan Informasi tambahan; dan/atau
|
||||
|
c.
|
Diperlukan percepatan perolehan Informasi.
|
||||
(2)
|
Tax examination abroad di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk pendampingan atau bentuk lain yang disetujui oleh Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
|
|
|||||
Bagian Kedua
Pelaksanaan Tax Examination Abroad yang Diajukan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra Pasal 11 |
||||||
(1)
|
Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dapat mengajukan permintaan tax examination abroad kepada Direktur Peraturan Perpajakan II, dengan dilampiri surat pernyataan mengenai kesediaan melakukan tax examination abroad secara resiprokal.
|
|||||
(2)
|
Permintaan tax examination abroad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan dalam hal Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sedang atau telah dilaksanakan, namun berdasarkan pertimbangan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra:
|
|||||
|
a.
|
Informasi tersebut kurang memadai;
|
||||
|
b.
|
Diperlukan Informasi tambahan; dan/atau
|
||||
|
c.
|
Diperlukan percepatan perolehan Informasi.
|
||||
(3)
|
Direktur Peraturan Perpajakan II bersama dengan unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak terkait melakukan penelitian terhadap permintaan tax examination abroad sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||||
(4)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Peraturan Perpajakan II menentukan permintaan tax examination abroad disetujui atau ditolak.
|
|||||
(5)
|
Terhadap permintaan tax examination abroad yang disetujui, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan pemberitahuan kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra mengenai persetujuan pelaksanaan tax examination abroad dimaksud.
|
|||||
(6)
|
Terhadap permintaan tax examination abroad yang ditolak, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan tersebut kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
|||||
(7)
|
Pelaksanaan tax examination abroad yang disetujui dilakukan melalui pemeriksaan untuk tujuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 12 |
||||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka menindaklanjuti permintaan tax examination abroad sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7) dilakukan dengan melibatkan wakil dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(2)
|
Keterlibatan wakil dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan status sebagai pendamping tim pemeriksa pajak.
|
|||||
(3)
|
Dalam mendampingi tim pemeriksa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melalui tim pemeriksa pajak, wakil dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dapat:
|
|||||
|
a.
|
Meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang terkait dengan Informasi yang dimintakan;
|
||||
|
b.
|
Mengunduh data yang dikelola secara elektronik yang terkait dengan Informasi yang dimintakan;
|
||||
|
c.
|
Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau
|
||||
|
d.
|
Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan.
|
||||
(4)
|
Pelaksanaan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
|
|
|||||
BAB VII
SIMULTANEOUS TAX EXAMINATIONS Pasal 13 |
||||||
(1)
|
Simultaneous tax examinations dapat dilakukan berdasarkan permintaan dari Direktorat Jenderal Pajak dan/atau satu atau lebih Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(2)
|
Simultaneous tax examinations sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan sepanjang terdapat kondisi sebagai berikut:
|
|||||
|
a.
|
Terdapat hubungan mengenai masalah perpajakan antara Wajib Pajak yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia dengan Wajib Pajak yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
|
||||
|
b.
|
Terdapat kepentingan bersama antara Direktorat Jenderal Pajak dengan satu atau lebih Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra terkait dengan masalah perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
|
||||
|
c.
|
Terdapat dugaan bahwa transaksi dilaksanakan untuk menghindari pengenaan pajak atau melakukan pengelakan pajak; dan
|
||||
|
d.
|
Direktorat Jenderal Pajak dan satu atau lebih Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra berpendapat bahwa proses Pertukaran Informasi atas masalah perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang dilaksanakan secara tertulis tidak cukup memadai, efektif, dan efisien.
|
||||
(3)
|
Simultaneous tax examinations sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal Pajak dengan satu atau lebih Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|||||
(4)
|
Berdasarkan kesepakatan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), simultaneous tax examinations dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan satu atau lebih Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra melalui pemeriksaan di masing-masing negara atau yurisdiksinya secara bersamaan.
|
|||||
(5)
|
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan dalam rangka simultaneous tax examinations sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
|
|
|||||
BAB VIII
PERMINTAAN INFORMASI KEPADA WAJIB PAJAK ATAU PIHAK LAIN Pasal 14 |
||||||
(1)
|
Dalam rangka Pertukaran Informasi dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, Direktur Jenderal Pajak berdasarkan Undang-Undang dapat meminta Informasi kepada Wajib Pajak atau pihak lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan yang dipertukarkan.
|
|||||
(2)
|
Wajib Pajak atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi permintaan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, melalui permintaan secara tertulis dari:
|
|||||
|
a.
|
Direktur Jenderal Pajak; atau
|
||||
|
b.
|
Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia dalam hal Informasi yang diminta terikat kerahasiaan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.
|
||||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak atau pihak lain tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), Wajib Pajak atau pihak lain dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang.
|
|||||
|
|
|||||
BAB IX
KERAHASIAAN INFORMASI Pasal 15 |
||||||
(1)
|
Setiap Informasi yang dipertukarkan wajib diperlakukan secara rahasia sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang.
|
|||||
(2)
|
Ketentuan tentang kerahasiaan atas Informasi yang dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diberlakukan bagi wakil Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang melakukan tax examination abroad di Indonesia.
|
|||||
|
|
|||||
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 16 |
||||||
(1)
|
Tata cara Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||
(2)
|
Tata cara Pertukaran Informasi secara spontan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||
(3)
|
Tata cara Pertukaran Informasi secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||
(4)
|
Tata cara pelaksanaan tax examination abroad sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
|
|||||
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 |
||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||
|
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||
|
||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
MUHAMAD CHATIB BASRI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 404
|