Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 60 TAHUN 2023
TENTANG
BATASAN RUMAH UMUM, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA RUMAH PEKERJA YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf j Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
|
||||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6833);
|
|||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BATASAN RUMAH UMUM, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA RUMAH PEKERJA YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 1 |
||||
(1)
|
Atas penyerahan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta rumah pekerja dapat dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.
|
|||
(2)
|
Pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai dilakukan dengan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas oleh pihak yang memperoleh barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui saluran elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||
(3)
|
Terhadap pihak yang memperoleh barang kena pajak berupa rumah umum yang telah terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah umum dari pemerintah, yang dibuktikan dengan nomor lolos pengujian tagihan pembayaran, dipersamakan dengan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Rumah umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi orang pribadi Warga Negara Indonesia yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perumahan dan kawasan permukiman.
|
|||
(2)
|
Rumah pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan bangunan yang dibiayai dan dibangun oleh pemberi kerja dan diperuntukkan bagi karyawannya sendiri Warga Negara Indonesia yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perumahan dan kawasan permukiman.
|
|||
(3)
|
Selain dibangun sendiri oleh pemberi kerja, rumah pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibangun oleh pemberi kerja dengan menggunakan jasa perusahaan jasa konstruksi.
|
|||
(4)
|
Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rumah pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya memiliki fungsi sebagai bangunan tempat tinggal yang layak huni, tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor.
|
|||
(5)
|
Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau rumah pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
luas bangunan minimal 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) sampai dengan 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
|
||
|
b.
|
luas tanah minimal 60 m2 (enam puluh meter persegi) sampai dengan 200 m2 (dua ratus meter persegi);
|
||
|
c.
|
harga jual tidak melebihi batasan harga jual, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
|
||
|
d.
|
merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak dimiliki.
|
||
(6)
|
Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan/atau badan yang mengelola tabungan perumahan rakyat.
|
|||
(7)
|
Harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c merupakan nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan karena penyerahan rumah umum atau rumah pekerja, tidak termasuk pajak pertambahan nilai.
|
|||
(8)
|
Harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c tidak termasuk biaya-biaya yang diminta pihak ketiga selain pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan rumah umum atau rumah pekerja diantaranya biaya transaksi jual beli dan biaya transaksi pembiayaan.
|
|||
(9)
|
Dalam hal rumah pekerja merupakan pemberian cuma cuma oleh pemberi kerja kepada karyawan, batasan dasar pengenaan pajak tidak melebihi batasan harga jual yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
|||
(10)
|
Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (9) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai nilai lain.
|
|||
(11)
|
Masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan masyarakat berpenghasilan rendah dengan besaran penghasilan paling banyak mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
|
|||
(12)
|
Karyawan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pemegang saham, direksi, komisaris, dan pengurus perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(13)
|
Untuk mendapatkan pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau rumah pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), masyarakat berpenghasilan rendah harus:
|
|||
|
a.
|
telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan 2 (dua) tahun pajak terakhir dan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai 3 (tiga) masa pajak terakhir yang menjadi kewajibannya bagi orang pribadi yang memiliki nomor pokok wajib pajak; dan
|
||
|
b.
|
tidak memiliki utang pajak.
|
||
(14)
|
Perolehan rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rumah pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara tunai maupun kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah.
|
|||
(15)
|
Pengaturan batasan harga jual rumah umum dan rumah pekerja mulai tahun 2024 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini berlaku untuk tahun tahun selanjutnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Besaran penghasilan paling banyak masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (11) merupakan penghasilan rata-rata dalam 1 (satu) bulan.
|
|||
(2)
|
Penghasilan rata-rata dalam 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk perolehan rumah umum atau rumah pekerja secara tunai dan kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah selain program kepemilikan rumah umum dari pemerintah dihitung berdasarkan jumlah penghasilan baik berupa penghasilan teratur dan tidak teratur dalam 1 (satu) tahun dibagi 12 (dua belas) dari:
|
|||
|
a.
|
penghasilan tahun sebelum dilakukan perolehan rumah umum atau rumah pekerja dalam hal sudah mempunyai penghasilan dari 1 Januari tahun sebelum dilakukannya perolehan; atau
|
||
|
b.
|
penghasilan yang disetahunkan atas penghasilan yang diterima:
|
||
|
|
1.
|
di tahun sebelum dilakukannya perolehan rumah umum atau rumah pekerja dalam hal tidak memiliki penghasilan sejak 1 Januari tahun sebelum dilakukannya perolehan; atau
|
|
|
|
2.
|
di tahun dilakukannya perolehan rumah umum atau rumah pekerja dalam hal baru memiliki penghasilan di tahun dilakukannya perolehan.
|
|
(3)
|
Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diterima atau diperoleh dari bagian tahun yang kurang dari 12 (dua belas) bulan, atas penghasilan dimaksud disetahunkan untuk menghitung penghasilan rata-rata sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(4)
|
Penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas perolehan:
|
|||
|
a.
|
rumah umum bagi:
|
||
|
|
1.
|
karyawan berupa penghasilan bruto sehubungan dengan pekerjaan;
|
|
|
|
2.
|
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto berupa penghasilan neto;
|
|
|
|
3.
|
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang menghitung penghasilan neto berdasarkan pembukuan berupa penghasilan neto;
|
|
|
|
4.
|
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang dikenai pajak penghasilan bersifat final atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu dan/atau pajak penghasilan bersifat final lainnya berupa perkiraan penghasilan neto yang dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto; dan/atau
|
|
|
|
5.
|
karyawan yang sekaligus melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas berupa penjumlahan penghasilan angka 1, angka 2, angka 3, dan/atau angka 4;
|
|
|
b.
|
rumah pekerja berupa penghasilan bruto karyawan dari pemberi kerja yang menyerahkan rumah pekerja.
|
||
(5)
|
Suami istri yang memilih atau tidak memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, berlaku perhitungan besarnya penghasilan yang berasal dari penjumlahan penghasilan suami dan istri.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Penghasilan rata-rata dalam 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk perolehan rumah umum secara kredit atau pembiayaan melalui program kepemilikan rumah umum dari pemerintah dihitung dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
|
|||
(2)
|
Program kepemilikan rumah umum dari pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemberian bantuan dan kemudahan pemerintah untuk kepemilikan rumah umum berupa subsidi bunga, subsidi uang muka, atau pembiayaan tabungan perumahan rakyat.
|
|||
(3)
|
Pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai untuk perolehan rumah umum melalui kredit atau pembiayaan melalui program kepemilikan rumah umum dari pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak telah terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah.
|
|||
(4)
|
Pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pembayaran maupun penyerahan yang dilakukan sebelum maupun sesudah pihak yang memperoleh barang kena pajak terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah.
|
|||
(5)
|
Dalam hal:
|
|||
|
a.
|
pihak yang memperoleh barang kena pajak belum terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dilakukannya akad kredit; atau
|
||
|
b.
|
pihak yang memperoleh barang kena pajak ditolak pendaftarannya sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah,
|
||
|
pajak pertambahan nilai terutang dan dipungut, dengan saat terutang sesuai ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(6)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) secara elektronik melalui saluran yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak paling lambat 1 (satu) bulan setelah:
|
|||
|
a.
|
berakhirnya batas waktu terdaftarnya pihak yang memperoleh barang kena pajak sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah setelah dilakukannya akad kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a; atau
|
||
|
b.
|
pihak yang memperoleh barang kena pajak dinyatakan tidak berhak atas pemberian fasilitas program kepemilikan rumah dari pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b.
|
||
(7)
|
Dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak tidak memiliki nomor pokok wajib pajak, pemberitahuan pemanfaatan fasilitas dilakukan oleh pengusaha kena pajak yang menyerahkan rumah umum melalui saluran elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Pembebasan dari pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah umum atau rumah pekerja kepada orang pribadi yang telah kawin hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) unit dalam 1 (satu) keluarga.
|
|||
(2)
|
Dalam hal suami dan/atau istri telah memanfaatkan pembebasan dari pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah umum atau rumah pekerja sebelum melakukan perkawinan, pembebasan pajak pertambahan nilai yang telah diperoleh tetap dapat dimanfaatkan.
|
|||
(3)
|
Orang pribadi yang tidak kawin yang:
|
|||
|
a.
|
berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun; dan/atau
|
||
|
b.
|
masih menjadi tanggungan keluarga,
|
||
|
tidak dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
|||
(4)
|
Rumah pertama yang dimiliki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf d merupakan unit hunian pertama yang akan dimiliki oleh:
|
|||
|
a.
|
suami dan/atau istri, dalam hal orang pribadi telah kawin;
|
||
|
b.
|
orang pribadi yang berusia sama dengan atau lebih dari 18 (delapan belas) tahun dan tidak lagi menjadi tanggungan keluarga, dalam hal orang pribadi tidak kawin.
|
||
(5)
|
Kepemilikan rumah pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf d merupakan kepemilikan pertama atas semua jenis hunian yang berfungsi sebagai tempat tinggal, termasuk rumah susun, rumah toko, rumah kantor dan jenis rumah lainnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Penyerahan pondok boro kepada koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah daerah, dan/atau pemerintah pusat, dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
|
|||
(2)
|
Koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah daerah dan/atau pemerintah pusat yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak tidak dapat memanfaatkan pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|||
(3)
|
Pondok boro yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang diperuntukkan bagi para buruh tetap atau para pekerja sektor informal berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperoleh.
|
|||
(4)
|
Bangunan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bangunan klasifikasi sederhana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bangunan gedung.
|
|||
|
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, pemerintah daerah dan/atau pemerintah pusat, dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
|
|||
(2)
|
Universitas atau sekolah, pemerintah daerah dan/atau pemerintah pusat yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak tidak dapat memanfaatkan pembebasan dari pengenaan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|||
(3)
|
Asrama mahasiswa dan pelajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau tidak bertingkat, yang diperuntukkan khusus untuk pemondokan pelajar atau mahasiswa, yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperoleh.
|
|||
(4)
|
Bangunan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bangunan klasifikasi sederhana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bangunan gedung.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Penyerahan rumah pekerja oleh pemberi kerja kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
|
|||
(2)
|
Atas penyerahan rumah pekerja oleh pemberi kerja yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak tidak dapat memanfaatkan pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah umum atau rumah pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pihak yang memperoleh rumah umum atau rumah pekerja secara tunai dan kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah selain program kepemilikan rumah umum dari pemerintah harus menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas disertai dokumen surat pernyataan atau keterangan bermeterai mengenai besarnya penghasilan rata-rata dalam 1 (satu) bulan atas perolehan:
|
|||
|
a.
|
rumah umum dari:
|
||
|
|
1)
|
pemberi kerja, dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak merupakan karyawan;
|
|
|
|
2)
|
pihak yang memperoleh barang kena pajak, dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak merupakan pihak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; atau
|
|
|
|
3)
|
pemberi kerja dan pihak yang memperoleh barang kena pajak, dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak merupakan karyawan dan melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
|
|
|
b.
|
rumah pekerja dari pemberi kerja yang menyerahkan rumah pekerja.
|
||
(2)
|
Untuk mendapatkan pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pihak yang memperoleh barang kena pajak berupa rumah umum melalui kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah umum melalui program kepemilikan rumah umum dari pemerintah harus memiliki nomor lolos pengujian tagihan pembayaran program kepemilikan rumah umum dari pemerintah sebagai bukti telah terdaftar sebagai penerima program kepemilikan rumah umum dari pemerintah.
|
|||
(3)
|
Nomor lolos pengujian tagihan pembayaran program kepemilikan rumah umum dari pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan nomor yang dikeluarkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat.
|
|||
(4)
|
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat menyampaikan data rumah umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) dan penerima manfaat program kepemilikan rumah umum dari pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) kepada Direktorat Jenderal Pajak pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|||
(5)
|
Ketentuan mengenai contoh format:
|
|||
|
a.
|
surat keterangan bermeterai dari pemberi kerja mengenai besarnya penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1);
|
||
|
b.
|
surat pernyataan bermeterai dari pihak yang memperoleh barang kena pajak mengenai besarnya penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2); atau
|
||
|
c.
|
surat keterangan bermeterai dari pemberi kerja mengenai besarnya penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan dan surat pernyataan bermeterai dari pihak yang memperoleh barang kena pajak mengenai besarnya penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3);
|
||
|
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan pondok boro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, koperasi buruh atau koperasi karyawan, atau pemerintah daerah atau pemerintah pusat harus menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai atas penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, universitas atau sekolah, atau pemerintah daerah atau pemerintah pusat, harus menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
(1)
|
Pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak oleh pihak yang memperoleh barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
|
|||
(2)
|
Atas pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan tanda terima secara elektronik kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) hari kerja sejak pemberitahuan disampaikan.
|
|||
(3)
|
Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangan untuk menerbitkan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala kantor pelayanan pajak.
|
|||
(4)
|
Pihak yang memperoleh barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 harus sudah memperoleh tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum:
|
|||
|
a.
|
dilakukannya penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1; atau
|
||
|
b.
|
saat diterimanya pembayaran oleh pengusaha kena pajak dalam hal pembayaran mendahului dilakukannya penyerahan.
|
||
(5)
|
Pihak yang memperoleh barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, menyampaikan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan.
|
|||
(6)
|
Pihak yang memperoleh rumah umum secara kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah melalui program kepemilikan rumah umum dari pemerintah menyampaikan nomor lolos pengujian tagihan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) kepada pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak berupa rumah umum.
|
|||
(7)
|
Contoh format tanda terima elektronik atas pemberitahuan pemanfaatan fasilitas secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Dalam hal saluran elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) tidak dapat diakses oleh:
|
|||
|
a.
|
pihak yang memperoleh rumah umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); atau
|
||
|
b.
|
karyawan yang memperoleh rumah pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
|
||
|
karena belum memiliki nomor pokok wajib pajak, pemberitahuan pemanfaatan fasilitas disampaikan oleh pengusaha kena pajak yang menyerahkan rumah umum atau rumah pekerja secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||
(2)
|
Atas pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan tanda terima secara elektronik kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) hari kerja sejak pemberitahuan disampaikan.
|
|||
(3)
|
Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangan untuk menerbitkan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala kantor pelayanan pajak.
|
|||
(4)
|
Pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 memberikan bukti penerimaan atas penyampaian pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pihak yang memperoleh barang kena pajak.
|
|||
(5)
|
Pengusaha kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah memiliki tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum:
|
|||
|
a.
|
dilakukannya penyerahan kepada pihak yang memperoleh barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1; atau
|
||
|
b.
|
saat diterimanya pembayaran oleh pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dalam hal pembayaran mendahului dilakukannya penyerahan.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta rumah pekerja wajib membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(2)
|
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi secara lengkap dan benar, serta paling sedikit memuat informasi:
|
|||
|
a.
|
identitas pihak yang memperoleh barang kena pajak berupa:
|
||
|
|
1.
|
nama pihak yang memperoleh barang kena pajak; dan
|
|
|
|
2.
|
nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak belum memiliki nomor pokok wajib pajak;
|
|
|
b.
|
nomor:
|
||
|
|
1.
|
lolos pengujian tagihan pembayaran pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dalam hal perolehan rumah umum melalui secara kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah subsidi program kepemilikan rumah umum dari pemerintah; atau
|
|
|
|
2.
|
tanda terima pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) atau Pasal 12 ayat (2) dalam hal perolehan rumah umum secara tunai dan kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah selain program kepemilikan rumah umum dari pemerintah, rumah pekerja, pondok boro, atau asrama mahasiswa dan pelajar,
|
|
|
|
pada pengisian kolom referensi faktur;
|
||
|
c.
|
kode identitas rumah pada pengisian kolom nama barang, dalam hal yang diserahkan berupa rumah umum; dan
|
||
|
d.
|
keterangan "program kepemilikan rumah umum dari pemerintah" pada kolom referensi faktur dalam hal belum memiliki nomor lolos pengujian tagihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1.
|
||
(3)
|
Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan keterangan:
|
|||
|
a.
|
"PPN DIBEBASKAN BERDASARKAN PP NOMOR 49 Tahun 2022 (rumah umum)" atas penyerahan rumah umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
|
||
|
b.
|
"PPN DIBEBASKAN BERDASARKAN PP NOMOR 49 Tahun 2022 (pondok boro)" atas penyerahan pondok boro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
|
||
|
c.
|
"PPN DIBEBASKAN BERDASARKAN PP NOMOR 49 Tahun 2022 (asrama mahasiswa dan pelajar)" atas penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; atau
|
||
|
d.
|
"PPN DIBEBASKAN BERDASARKAN PP NOMOR 49 Tahun 2022 (rumah pekerja)" atas penyerahan rumah pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||
(4)
|
Dalam hal keterangan "PPN DIBEBASKAN BERDASARKAN PP NOMOR 49 Tahun 2022" sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ada dalam aplikasi pembuatan faktur pajak, pengusaha kena pajak melakukan sinkronisasi aplikasi pembuatan faktur pajak.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Atas penyerahan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta rumah pekerja yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 dikenai pajak pertambahan nilai.
|
|||
(2)
|
Pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memungut pajak pertambahan nilai atas:
|
|||
|
a.
|
penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9;
|
||
|
b.
|
penyerahan barang kena pajak yang diserahkan kepada pihak yang memperoleh barang kena pajak yang memiliki nomor pokok wajib pajak tetapi tidak memiliki tanda terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4); dan
|
||
|
c.
|
penyerahan barang kena pajak yang diserahkan kepada pihak yang memperoleh barang kena pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak dan tidak memiliki tanda terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5).
|
||
(3)
|
Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang tidak memungut pajak pertambahan nilai atas penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundangan undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(4)
|
Pajak pertambahan nilai yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu sebesar keseluruhan pajak pertambahan nilai yang terutang pada saat penyerahan barang kena pajak yang memanfaatkan pembebasan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Dalam hal rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, dan rumah pekerja yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat perolehan tersebut:
|
|||
|
a.
|
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
|
||
|
b.
|
dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya,
|
||
|
pajak pertambahan nilai yang semula dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 menjadi terutang dan wajib dibayar oleh pihak yang memperoleh barang kena pajak.
|
|||
(2)
|
Penentuan saat terutang atas pajak pertambahan nilai yang semula dibebaskan menjadi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak penggunaan barang kena pajak tersebut tidak sesuai dengan tujuan semula dan/atau dipindahtangankan.
|
|||
(3)
|
Pajak pertambahan nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar paling lama 1 (satu) bulan sejak saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
(4)
|
Dalam hal pembayaran pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa bunga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(5)
|
Pajak pertambahan nilai yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||
Kewajiban pembayaran pajak pertambahan nilai yang semula dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dikecualikan dalam hal pemindahtanganan barang kena pajak dilakukan oleh pihak yang memberikan kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Kepala kantor pelayanan pajak dapat menagih pajak pertambahan nilai yang semula dibebaskan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, jika diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 seharusnya dikenai pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
|
|||
(2)
|
Kepala kantor pelayanan pajak menagih pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dalam hal:
|
|||
|
a.
|
penyerahan barang kena pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9;
|
||
|
b.
|
pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak tidak menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1);
|
||
|
c.
|
kepemilikan tanda terima penyampaian pemberitahuan pemanfaatan fasilitas tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) atau Pasal 12 ayat (5); dan/atau
|
||
|
d.
|
pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak tidak membuat faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
|
||
(3)
|
Kepala kantor pelayanan pajak menagih pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak yang memperoleh barang kena pajak dalam hal:
|
|||
|
a.
|
barang kena pajak tidak digunakan untuk tujuan semula dalam jangka waktu 4 (empat) tahun;
|
||
|
b.
|
barang kena pajak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun;
|
||
|
c.
|
pihak yang memperoleh barang kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 2 ayat (12), Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8; dan/atau
|
||
|
d.
|
Pemberitahuan pemanfaatan fasilitas tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12.
|
||
(4)
|
Dalam hal pihak yang memperoleh rumah umum atau rumah pekerja tidak memiliki nomor pokok wajib pajak, pajak pertambahan nilai ditagih oleh kepala kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pihak yang memperoleh rumah umum atau rumah pekerja.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||
(1)
|
Terhadap penyerahan barang kena pajak yang dilakukan pengusaha kena pajak sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Juli 2023, tanda terima atas penyampaian pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 harus sudah dimiliki oleh pengusaha kena pajak paling lambat tanggal 30 September 2023.
|
|||
(2)
|
Penyampaian pemberitahuan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan.
|
|||
(3)
|
Pajak pertambahan nilai yang terutang atas penyerahan yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini di periode sejak terbitnya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Juli 2023 tetap diberikan fasilitas pajak pertambahan nilai dibebaskan sepanjang tanda terima diperoleh paling lambat tanggal 30 September 2023.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Terhadap penyerahan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta perumahan lainnya yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.010/2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 588).
|
|||
(2)
|
Terhadap rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta perumahan lainnya yang diberikan fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.010/2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok, Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 588) namun digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula dan/atau dipindahtangankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.010/2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 588), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juni 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Juni 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 445 |