Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2024
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERALATAN DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENCEGAH PENCEMARAN LINGKUNGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Peralatan dan Bahan yang Digunakan untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan;
|
||
b.
|
bahwa untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, menyederhanakan proses bisnis dalam kegiatan importasi peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan, memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan kepabeanan bagi badan usaha, serta untuk lebih meningkatkan pelayanan kepabeanan atas impor peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan, sehingga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Peralatan dan Bahan yang Digunakan untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan perlu diganti;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Peralatan dan Bahan yang Digunakan untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan;
|
||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERALATAN DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MENCEGAH PENCEMARAN LINGKUNGAN.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Peralatan adalah instalasi, mesin dan permesinan, serta perlengkapan dan bagiannya yang semata-mata digunakan untuk pemantauan, pemrosesan, dan/atau pemanfaatan limbah agar pada saat pembuangan tidak mencemari dan merusak lingkungan dalam rangka mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan.
|
||
2.
|
Bahan adalah semua bahan fisika, bahan biologi dan/atau bahan kimia habis pakai yang semata-mata digunakan untuk pemantauan, pemrosesan, dan/atau pemanfaatan limbah agar pada saat pembuangan tidak mencemari dan merusak lingkungan dalam rangka mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan.
|
||
3.
|
Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan hukum yang didirikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang:
|
||
|
a.
|
proses produksinya menimbulkan limbah, seperti manufaktur;
|
|
|
b.
|
kegiatan usahanya menimbulkan limbah, seperti rumah sakit atau laboratorium; atau
|
|
|
c.
|
khusus mengusahakan pengolahan limbah.
|
|
4.
|
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.
|
||
5.
|
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
|
||
6.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
7.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
8.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
|
|
|
|
BAB II
PEMBEBASAN BEA MASUK
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Pembebasan bea masuk dapat diberikan terhadap:
|
||
|
a.
|
impor Peralatan dan/atau Bahan dari luar daerah pabean; dan
|
|
|
b.
|
impor Peralatan dan/atau Bahan melalui pusat logistik berikat.
|
|
(2)
|
Pembebasan bea masuk juga dapat diberikan atas pengeluaran Peralatan dan/atau Bahan asal luar daerah pabean dari:
|
||
|
a.
|
gudang berikat;
|
|
|
b.
|
kawasan berikat;
|
|
|
c.
|
tempat penyelenggaraan pameran berikat;
|
|
|
d.
|
tempat lelang berikat;
|
|
|
e.
|
kawasan bebas; atau
|
|
|
f.
|
kawasan ekonomi khusus.
|
|
(3)
|
Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
|
||
|
a.
|
Badan Usaha; atau
|
|
|
b.
|
pihak ketiga, dalam hal Badan Usaha tidak dapat melakukan importasi langsung yang dibuktikan dengan perjanjian atau kontrak kerja sama pengadaan Peralatan dan/atau Bahan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
Impor Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pengeluaran Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
barang impor belum diproduksi di dalam negeri;
|
||
b.
|
barang impor sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
|
||
c.
|
barang impor sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan,
|
||
berdasarkan daftar barang yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
|
|||
|
|
|
|
BAB III
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas impor Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan pembebasan bea masuk atas pengeluaran Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Badan Usaha atau pihak ketiga mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
|
||
|
a.
|
identitas Badan Usaha atau pihak ketiga;
|
|
|
b.
|
rincian jenis, jumlah, perkiraan harga, fungsi dan kegunaan Peralatan dan/atau Bahan yang dimintakan pembebasan bea masuk; dan
|
|
|
c.
|
pelabuhan pemasukan.
|
|
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk dari pejabat paling rendah setingkat pimpinan tinggi pratama kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
|
|
|
b.
|
invoice atau dokumen yang dipersamakan dengan invoice yang dikeluarkan/diterbitkan oleh penjual/supplier;
|
|
|
c.
|
brosur/katalog Peralatan dan/atau Bahan; dan
|
|
|
d.
|
salinan cetak (hardcopy) surat perjanjian atau kontrak kerja sama pengadaan Peralatan dan/atau Bahan, dalam hal importasi Peralatan dan/atau Bahan untuk mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan dilaksanakan oleh pihak ketiga.
|
|
(4)
|
Rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, minimal memuat:
|
||
|
a.
|
identitas Badan Usaha;
|
|
|
b.
|
rincian jenis, jumlah, perkiraan nilai pabeannya, dan fungsi serta kegunaan Peralatan dan/atau Bahan;
|
|
|
c.
|
pelabuhan pemasukan;
|
|
|
d.
|
uraian mengenai kegiatan mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan yang dilakukan; dan
|
|
|
e.
|
informasi mengenai Peralatan dan/atau Bahan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dalam rangka pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk.
|
||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan permohonan telah memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Peralatan dan/atau Bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan.
|
||
(4)
|
Jangka waktu pengimporan atau pengeluaran Peralatan dan/atau Bahan yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri.
|
||
(5)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan permohonan tidak memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||
(6)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(7)
|
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), dapat dilakukan perubahan dalam hal:
|
||
|
a.
|
terjadi kesalahan tulis atau kesalahan ketik; dan/atau
|
|
|
b.
|
terdapat perubahan data dari yang bersangkutan.
|
|
(2)
|
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
pemberitahuan pabean Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) belum mendapatkan nomor pendaftaran pada Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean; dan
|
|
|
b.
|
masih dalam jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).
|
|
(3)
|
Untuk dapat melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha atau pihak ketiga mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan dilakukan perubahan.
|
||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan dokumen pendukung alasan perubahan.
|
||
(5)
|
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam rangka pemenuhan persyaratan untuk dapat melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
|
||
(6)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(7)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menunjukkan permohonan telah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan perubahan, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
|
||
(8)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menunjukkan permohonan tidak memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan perubahan, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||
(9)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(10)
|
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (3) serta pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (4) disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
|
||
(2)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara manual disertai dengan:
|
||
|
a.
|
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy); dan
|
|
|
b.
|
pindaian dari dokumen asli dalam bentuk salinan digital (softcopy) yang disimpan dalam media penyimpan data elektronik.
|
|
(3)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (7) atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dan Pasal 6 ayat (8), diberikan paling lambat:
|
||
|
a.
|
5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (5), dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
|
|
|
b.
|
1 (satu) hari kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (5), dalam hal permohonan diajukan disampaikan secara manual.
|
|
|
|
|
|
BAB IV
PEMBERITAHUAN PABEAN
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Impor Peralatan dan/atau Bahan yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dilaksanakan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor barang untuk dipakai dan pusat logistik berikat.
|
||
(2)
|
Pengeluaran Peralatan dan/atau Bahan yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dilaksanakan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai gudang berikat, kawasan berikat, tempat penyelenggaraan pameran berikat, tempat lelang berikat, kawasan bebas, atau kawasan ekonomi khusus.
|
||
(3)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) serta kode fasilitas pembebasan bea masuk yang diberikan.
|
||
|
|
|
|
BAB V
LARANGAN ATAU PEMBATASAN
Pasal 9 |
|||
Peralatan dan/atau Bahan yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), wajib memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai larangan dan/atau pembatasan.
|
|||
|
|
|
|
BAB VI
PEMANFAATAN DAN PELAPORAN PERALATAN DAN/ATAU BAHAN
Bagian Kesatu
Pemanfaatan Peralatan dan/atau Bahan
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Badan Usaha wajib memanfaatkan Peralatan dan/atau Bahan yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk.
|
||
(2)
|
Dalam hal Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) digunakan tidak sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk, Badan Usaha membayar bea masuk yang terutang dan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administrasi di bidang kepabeanan.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pelaporan Peralatan dan/atau Bahan
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Badan Usaha wajib menyampaikan laporan pemanfaatan Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau ayat (2) kepada Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean.
|
||
(2)
|
Laporan pemanfaatan Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
|
||
(3)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, laporan pemanfaatan Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual dengan menyampaikan laporan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).
|
||
(4)
|
Laporan pemanfaatan Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan setiap tahun paling lambat pada bulan Januari tahun berikutnya selama 5 (lima) tahun pertama terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
|
||
(5)
|
Dalam hal Badan Usaha tidak menyampaikan laporan pemanfaatan Peralatan dan/atau Bahan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Badan Usaha dikenakan penundaan pelayanan pemberian pembebasan bea masuk berikutnya sampai dengan diserahkannya laporan pemanfaatan Peralatan dan/atau Bahan tersebut kepada Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean.
|
||
(6)
|
Laporan pemanfaatan Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
BAB VII
PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN
Pasal 12 |
|||
Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dapat diselesaikan kewajiban kepabeanannya melalui:
|
|||
a.
|
pemindahtanganan;
|
||
b.
|
ekspor kembali; atau
|
||
c.
|
pemusnahan.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Pemindahtanganan Peralatan
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Pemindahtanganan Peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a dapat dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
|
||
(2)
|
Dalam hal pemindahtanganan Peralatan dilakukan karena terjadi keadaan kahar (force majeure), dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(3)
|
Pemindahtanganan Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah mendapatkan izin pemindahtanganan dari Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas nama Menteri.
|
||
(4)
|
Badan Usaha dikecualikan dari kewajiban memiliki izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal pemindahtanganan Peralatan dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
|
||
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Dalam hal pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Badan Usaha wajib membayar bea masuk yang terutang.
|
||
(2)
|
Pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean pada saat pemasukan.
|
||
(3)
|
Dalam hal pemindahtanganan Peralatan dilakukan sebelum 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan dilakukan tanpa disertai izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), Badan Usaha wajib membayar:
|
||
|
a.
|
bea masuk yang terutang; dan
|
|
|
b.
|
sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|
(4)
|
Badan Usaha dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), dalam hal:
|
||
|
a.
|
pemindahtanganan Peralatan dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;
|
|
|
b.
|
pemindahtanganan Peralatan dilakukan karena keadaan darurat (force majeure); dan/atau
|
|
|
c.
|
pemindahtanganan Peralatan dilakukan kepada penerima pembebasan bea masuk atas impor Peralatan atau penerima pembebasan bea masuk atas pengeluaran Peralatan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan.
|
|
(5)
|
Pengecualian dari kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b tidak berlaku dalam hal Peralatan masih mempunyai nilai ekonomis.
|
||
(6)
|
Kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dihitung berdasarkan harga penyerahan dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
dalam hal tarif bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih, dikenakan tarif 5% (lima persen); atau
|
|
|
b.
|
dalam hal tarif bea masuknya di bawah 5% (lima persen), dikenakan tarif sesuai jenis barang.
|
|
(7)
|
Pemenuhan kewajiban kepabeanan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri mengenai pemberian izin pemindahtanganan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Untuk mendapatkan izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean dan minimal dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
salinan perizinan berusaha;
|
|
|
b.
|
daftar Peralatan yang akan dipindahtangankan, yang minimal memuat informasi mengenai jumlah, jenis, satuan, nomor pemberitahuan pabean impor, dan nomor urut Peralatan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang pembebasan bea masuk;
|
|
|
c.
|
foto atau bukti pendukung lainnya terkait Peralatan yang akan dipindahtangankan;
|
|
|
d.
|
perkiraan nilai ekonomis atas Peralatan dalam hal terjadi keadaan darurat (force majeure);
|
|
|
e.
|
Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk Peralatan atas nama penerima pemindahtanganan, dalam hal Peralatan dipindahtangankan kepada Badan Usaha yang mendapatkan pembebasan bea masuk dalam rangka mencegah pencemaran lingkungan; dan
|
|
|
f.
|
rekomendasi dari instansi terkait dalam hal terjadi keadaan darurat (force majeure).
|
|
(2)
|
Penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan permohonan telah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan pemindahtanganan, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemberian izin pemindahtanganan.
|
||
(4)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.
|
||
(5)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan permohonan tidak memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan pemindahtanganan, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||
(6)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
|
||
(7)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara manual disertai dengan:
|
||
|
a.
|
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy); dan
|
|
|
b.
|
hasil pindaian dari dokumen asli dalam bentuk salinan digital (softcopy) yang disimpan dalam media penyimpan data elektronik.
|
|
(8)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan paling lambat:
|
||
|
a.
|
5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal permohonan diajukan secara elektronik; atau
|
|
|
b.
|
1 (satu) hari kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal permohonan diajukan secara manual.
|
|
(9)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(10)
|
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Badan Usaha yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), mengajukan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean pada saat akan melaksanakan kegiatan pemindahtanganan.
|
||
(2)
|
Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean melaksanakan pemeriksaan fisik terhadap Peralatan yang akan dipindahtangankan.
|
||
(3)
|
Hasil pemeriksaan fisik dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan fisik dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(4)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sesuai, pemindahtanganan dapat dilaksanakan dan Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat berita acara pemindahtanganan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(5)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sesuai, atas Peralatan yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilaksanakan pemindahtanganan.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Ekspor Kembali
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Ekspor kembali Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
ekspor kembali dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean ekspor; dan
|
|
|
b.
|
dilakukan pemeriksaan fisik,
|
|
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor.
|
||
(2)
|
Pelaksanaan ekspor kembali Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas nama Menteri.
|
||
(3)
|
Untuk mendapatkan izin ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean dan minimal dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
salinan perizinan berusaha;
|
|
|
b.
|
daftar Peralatan dan/atau Bahan yang akan diekspor kembali, yang minimal memuat informasi mengenai jumlah, jenis, satuan, nomor pemberitahuan pabean impor, dan nomor urut Peralatan dan/atau Bahan dalam Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk; dan
|
|
|
c.
|
foto atau bukti pendukung lainnya terkait barang Peralatan dan/atau Bahan yang akan diekspor kembali.
|
|
(4)
|
Penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(5)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan permohonan telah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan ekspor kembali, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemberian izin ekspor kembali.
|
||
(6)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.
|
||
(7)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan permohonan tidak memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan ekspor kembali, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||
(8)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
|
||
(9)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan secara manual disertai dengan:
|
||
|
a.
|
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy); dan
|
|
|
b.
|
hasil pindaian dari dokumen asli dalam bentuk salinan digital (softcopy) yang disimpan dalam media penyimpan data elektronik.
|
|
(10)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diberikan paling lambat:
|
||
|
a.
|
5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
|
|
|
b.
|
1 (satu) hari kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam hal permohonan disampaikan secara manual.
|
|
(11)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(12)
|
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Ekspor kembali Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang.
|
||
(2)
|
Dalam hal ekspor kembali dilakukan tanpa disertai izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Badan Usaha wajib membayar:
|
||
|
a.
|
bea masuk yang terutang; dan
|
|
|
b.
|
sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pemusnahan
Pasal 19 |
|||
(1)
|
Pemusnahan Peralatan dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas nama Menteri.
|
||
(2)
|
Untuk mendapatkan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean dan minimal dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
salinan perizinan berusaha;
|
|
|
b.
|
daftar Peralatan dan/atau Bahan yang akan dimusnahkan, yang minimal memuat informasi mengenai jumlah, jenis, satuan, nomor pemberitahuan pabean impor, dan nomor urut Peralatan dan/atau Bahan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang pembebasan bea masuk;
|
|
|
c.
|
foto atau bukti pendukung lainnya terkait Peralatan dan/atau Bahan yang akan dimusnahkan; dan
|
|
|
d.
|
perkiraan nilai ekonomis atas Peralatan dan/atau Bahan yang akan dimusnahkan.
|
|
(3)
|
Penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(4)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan permohonan telah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan pemusnahan, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemberian izin pemusnahan.
|
||
(5)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.
|
||
(6)
|
Dalam hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan permohonan tidak memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan pemusnahan, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||
(7)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
|
||
(8)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual disertai dengan:
|
||
|
a.
|
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy); dan
|
|
|
b.
|
hasil pindaian dari dokumen asli dalam bentuk salinan digital (softcopy) yang disimpan dalam media penyimpan data elektronik.
|
|
(9)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), diberikan paling lambat:
|
||
|
a.
|
5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
|
|
|
b.
|
1 (satu) hari kerja terhitung setelah permohonan dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal permohonan disampaikan secara manual.
|
|
(10)
|
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(11)
|
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||
(1)
|
Badan Usaha yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), mengajukan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean pada saat akan melaksanakan kegiatan pemusnahan.
|
||
(2)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan fisik terhadap Peralatan dan/atau Bahan yang akan dilakukan pemusnahan.
|
||
(3)
|
Hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan fisik dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(4)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sesuai, pemusnahan Peralatan dan/atau Bahan dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha dengan disaksikan oleh:
|
||
|
a.
|
perwakilan Badan Usaha;
|
|
|
b.
|
Pejabat Bea dan Cukai; dan
|
|
|
c.
|
perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai pemberi rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk,
|
|
|
serta dituangkan dalam berita acara pemusnahan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(5)
|
Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara merusak Peralatan dan/atau Bahan sehingga tidak dapat difungsikan kembali.
|
||
(6)
|
Segala biaya yang timbul atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh Badan Usaha.
|
||
(7)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak sesuai, atas Peralatan dan/atau Bahan yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilaksanakan pemusnahan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||
(1)
|
Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang.
|
||
(2)
|
Dalam hal pemusnahan dilakukan tanpa disertai izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Badan Usaha wajib membayar:
|
||
|
a.
|
bea masuk yang terutang; dan
|
|
|
b.
|
sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Peralatan dan/atau Bahan yang telah dilakukan pemusnahan masih mempunyai nilai ekonomis.
|
||
(4)
|
Kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan harga penyerahan dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
dalam hal tarif bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih, dikenakan tarif 5% (lima persen); atau
|
|
|
b.
|
dalam hal tarif bea masuknya di bawah 5% (lima persen), dikenakan tarif sesuai jenis barang.
|
|
(5)
|
Pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan di Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean.
|
||
|
|
|
|
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 22 |
|||
(1)
|
Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pabean dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Badan Usaha atau pihak ketiga atas impor Peralatan dan/atau Bahan, baik secara mandiri atau bersama-sama sesuai dengan tugas dan fungsinya.
|
||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan atas pemberian pembebasan bea masuk:
|
||
|
a.
|
direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
|
|
|
b.
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
|
|
|
c.
|
Kepala Kantor Pabean,
|
|
|
dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang audit kepabeanan dan cukai atau penelitian lainnya oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan.
|
||
|
|
|
|
BAB VIII
AUDIT
Pasal 23 |
|||
(1)
|
Audit dapat dilakukan terhadap Badan Usaha dan/atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
|
||
(2)
|
Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai.
|
||
(3)
|
Dalam pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha dan/atau pihak ketiga wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan.
|
||
(4)
|
Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai audit.
|
||
(5)
|
Dalam pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), unit di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai dapat melibatkan unit terkait di Kementerian Keuangan dan/atau kementerian/lembaga teknis terkait.
|
||
|
|
|
|
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 24 |
|||
Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk pelaksanaan dalam pemberian pelayanan pembebasan bea masuk atas impor Peralatan dan/atau Bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan dan penyelesaian kewajiban pabean atas impor Peralatan dan/atau Bahan.
|
|||
|
|
|
|
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||
a.
|
permohonan pembebasan bea masuk atas impor Peralatan dan/atau Bahan yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; dan
|
||
b.
|
pengimporan Peralatan dan/atau Bahan berdasarkan Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor Peralatan dan/atau Bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Peralatan dan/atau Bahan yang Digunakan untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan, dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Peralatan dan Bahan yang Digunakan untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 27 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Mei 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juli 2024
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 375
|