Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 240/PMK.06/2012

     
    TENTANG
     
    TATA CARA PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET EKS KEPABEANAN DAN CUKAI
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang

    a.
    Bahwa aset eks kepabeanan dan cukai merupakan barang milik negara yang berasal dari perolehan lainnya yang sah yang pengelolaannya perlu dilakukan secara tertib dan akuntabel dengan tetap menjunjung tinggi tata kelola yang baik (good governance);
    b.
    Bahwa barang milik negara yang berasal dari aset eks kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum diatur secara komprehensif dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
    c.
    Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Eks Kepabeanan Dan Cukai;
     

    Mengingat

    1.
    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    2.
    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
    3.
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
    4.
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
    5.
    Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);
    6.
    Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);
    7.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
    8.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara;
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET EKS KEPABEANAN DAN CUKAI.
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM

     
    Bagian Kesatu
    Pengertian

     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
    1.
    Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.
    2.
    Kantor Pusat adalah Kantor Pusat pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengelolaan barang milik negara yang berasal dari aset eks kepabeanan dan cukai.
    3.
    Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
    4.
    Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
    5.
    Kantor Bea dan Cukai adalah kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan pengurusan barang yang menjadi milik negara.
    6.
    Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara.
    7.
    Barang yang Menjadi Milik Negara, yang selanjutnya disingkat dengan BMN, adalah:
     
    a.
    Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan;
     
    b.
    Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunan pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunan pabean;
     
    c.
    Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh pejabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal;
     
    d.
    Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di tempat penimbunan pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunan pabean;
     
    e.
    Barang yang dikuasai negara yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor;
     
    f.
    Barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk negara;
     
    g.
    Barang kena cukai dan barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal yang dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui;
     
    h.
    Barang kena cukai yang pemiliknya tidak diketahui, dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan serta yang wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diselesaikan oleh yang bersangkutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak dikuasai negara, dan apabila dalam jangka waktu dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai, maka barang tersebut menjadi barang milik negara.
    8.
    Lelang adalah penjualan BMN yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.
    9.
    Pemusnahan adalah kegiatan untuk menghilangkan wujud awal dan sifat hakiki suatu BMN.
    10.
    Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar buku catatan pabean barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
    11.
    Hibah adalah pengalihan kepemilikan BMN dari Pengelola Barang kepada pemerintah daerah untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi atau kepada pihak lain untuk kepentingan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan tanpa memperoleh penggantian.
    12.
    Penetapan Status Penggunaan adalah Keputusan Pengelola Barang yang memberi kewenangan mengelola BMN kepada Pengguna Barang untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga.
    13.
    Penilaian adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh Penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek pada saat tertentu dalam rangka pengelolaan BMN.
    14.
    Nilai Pasar, selanjutnya sesuai ilmu akuntansi disebut Nilai Wajar, adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli, hasil penukaran, atau penyewaan suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berniat menjual atau antara penyewa yang berniat menyewa dan pihak yang berminat untuk menyewakan dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dalam waktu cukup, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui kegunaan properti tersebut bertindak hati-hati, dan tanpa paksaan.
    15.
    Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
     
    Bagian Kedua
    Ruang Lingkup

     

    Pasal 2

    (1)
    Ruang lingkup Peraturan Menteri Keuangan ini adalah BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7.
    (2)
    BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk barang rampasan negara yang dieksekusi oleh Kejaksaan.
     
    BAB II
    WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
     
    Bagian Kesatu
    Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelola Barang

     

    Pasal 3

    Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang melakukan pengelolaan BMN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
     

    Pasal 4

    (1)
    Dalam melaksanakan pengelolaan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Menteri Keuangan memiliki wewenang dan tanggung jawab yang meliputi:
     
    a.
    Memerintahkan Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan untuk melakukan pemeriksaan fisik BMN yang berada dalam wilayah kerjanya, dengan memperhatikan efektivitas dan efisiensinya;
     
    b.
    Memberikan persetujuan peruntukan BMN berupa penjualan secara Lelang, Hibah, Penghapusan, Pemusnahan, atau Penetapan Status Penggunaan;
     
    c.
    Melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.
    (2)
    Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
       

    Pasal 5

    (1)
    Kewenangan dan tanggung jawab Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) sebagian dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan.
    (2)
    Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewenangan dan tanggung jawab untuk menandatangani atau menetapkan atas nama Menteri Keuangan, surat atau Keputusan Menteri Keuangan dalam rangka persetujuan peruntukan BMN berupa penjualan secara Lelang, Hibah, Penghapusan, Pemusnahan, atau Penetapan Status Penggunaan.
    (3)
    Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    BMN dengan perkiraan nilai di atas Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah;
     
    b.
    BMN Dengan perkiraan nilai sampai dengan Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pelayanan.
    (4)
    Perkiraan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan perkiraan nilai untuk setiap permohonan peruntukan BMN.
     
    Bagian Kedua
    Wewenang dan Tanggung Jawab Direktur Jenderal Bea dan Cukai

     

    Pasal 6

    (1)
    Direktur Jenderal Bea dan Cukai melakukan pengurusan BMN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai dengan memperhatikan keselarasannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.
    (2)
    Dalam pelaksanaan pengurusan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menunjuk pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
       

    Pasal 7

    Dalam pengurusan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk memiliki wewenang dan tanggung jawab yang meliputi:
    a.
    Menerbitkan keputusan mengenai penetapan BMN;
    b.
    Melaksanakan penyimpanan BMN secara baik di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP;
    c.
    Melaksanakan pencatatan BMN yang berasal dari kepabeanan ke dalam buku catatan pabean BMN dan pencatatan BMN yang berasal dari cukai ke dalam buku BMN;
    d.
    Membuat perkiraan nilai BMN;
    e.
    Melaporkan data BMN kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal;
    f.
    Melakukan pengamanan terhadap BMN yang berada dalam penguasaannya;
    g.
    Mengusulkan permohonan peruntukan BMN; dan
    h.
    Melakukan penyelesaian sesuai penetapan peruntukan BMN.
       

    Pasal 8

    (1)
    Dalam hal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat membuat perkiraan nilai BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d karena tidak ada dokumen pendukung, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat membentuk tim.
    (2)
    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan penilai internal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan pihak lain yang terkait.
     
    BAB III
    TATA CARA PENGELOLAAN

     

    Pasal 9

    Kepala Kantor Bea dan Cukai mengajukan usulan peruntukan BMN dengan ketentuan sebagai berikut:
    a.
    Permohonan dengan perkiraan nilai sampai dengan Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan;
    b.
    Permohonan dengan perkiraan nilai di atas Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp300.000.0000,00 (tiga ratus juta rupiah) diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah;
    c.
    Permohonan dengan perkiraan nilai di atas Rp300.000.0000,00 (tiga ratus juta rupiah) diajukan kepada Direktur Jenderal.
       

    Pasal 10

    Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi:
    a.
    Direktorat Penindakan dan Penyidikan;
    b.
    Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
    c.
    Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; atau
    d.
    Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC).
       

    Pasal 11

    Jenis permohonan peruntukan BMN terdiri dari:
    a.
    Permohonan untuk dilakukan penjualan secara Lelang;
    b.
    Permohonan untuk dilakukan Penetapan Status Penggunaan;
    c.
    Permohonan untuk dilakukan Hibah;
    d.
    Permohonan untuk dilakukan Pemusnahan; atau
    e.
    Permohonan untuk dilakukan Penghapusan.
       

    Pasal 12

    (1)
    Usulan peruntukan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
     
    a.
    Keputusan mengenai penetapan BMN; dan
     
    b.
    Berita Acara Pencacahan Barang.
    (2)
    Dalam hal BMN diusulkan untuk dilakukan Penetapan Status Penggunaan, harus disertakan pula dokumen persyaratan berupa surat kesediaan dari kementerian/lembaga yang diusulkan sebagai Pengguna Barang, yang ditandatangani oleh sekretaris jenderal/sekretaris lembaga dari kementerian/lembaga bersangkutan.
    (3)
    Dalam hal BMN diusulkan untuk dilakukan Hibah, harus disertakan pula dokumen persyaratan berupa surat kesediaan dari:
     
    a.
    Pemerintah daerah;
     
    b.
    Lembaga sosial;
     
    c.
    Lembaga budaya;
     
    d.
    Lembaga keagamaan; atau
     
    e.
    Lembaga kemanusiaan,
     
    yang akan menerima Hibah, yang ditandatangani oleh sekretaris daerah/ketua pengurus lembaga dari pemerintah daerah/lembaga bersangkutan.
       

    Pasal 13

    Persetujuan usulan peruntukan BMN dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut:
    a.
    Usulan penjualan secara Lelang dapat disetujui apabila:
     
    1.
    Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara; dan
     
    2.
    Tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
    b.
    Usulan Penetapan Status Penggunaan dapat disetujui apabila:
     
    1.
    Diperlukan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga; atau
     
    2.
    Diperlukan untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan.
    c.
    Usulan Hibah dapat disetujui apabila:
     
    1.
    Diperlukan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah;
     
    2.
    Diperlukan untuk kepentingan sosial, kebudayaan, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah; atau
     
    3.
    Tidak mengganggu Kesehatan, Keamanan, Keselamatan, Lingkungan dan Moral Bangsa (K3LM).
    d.
    Usulan Pemusnahan dapat disetujui apabila:
     
    1.
    Busuk;
     
    2.
    Kadaluwarsa;
     
    3.
    Dilarang diekspor atau diimpor;
     
    4.
    Tidak mempunyai nilai ekonomis; atau
     
    5.
    Berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dimusnahkan.
    e.
    Usulan Penghapusan dapat disetujui apabila:
     
    1.
    Terjadi penyusutan; atau
     
    2.
    Hilang.
         

    Pasal 14

    (1)
    Kepala Kantor Pelayanan/Kepala Kantor Wilayah/Direktur Jenderal melakukan verifikasi administratif terhadap dokumen usulan peruntukan BMN.
    (2)
    Apabila diperlukan, Kepala Kantor Pelayanan/Kepala Kantor Wilayah/Direktur Jenderal dapat melakukan pemeriksaan fisik atas BMN yang diajukan usulan peruntukannya oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai secara selektif.
    (3)
    Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hasil pemeriksaan fisik, jika dilakukan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usulan peruntukan BMN telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, Direktur Jenderal menerbitkan surat atau keputusan persetujuan peruntukan BMN.
    (4)
    Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hasil pemeriksaan fisik, jika dilakukan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), usulan peruntukan BMN belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, Direktur Jenderal meminta Kepala Kantor Bea dan Cukai untuk memenuhi persyaratan tersebut.
       

    Pasal 15

    (1)
    Dalam rangka Lelang BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, dilakukan Penilaian.
    (2)
    Penilaian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendapatkan Nilai Wajar.
    (3)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai menetapkan Nilai Limit Lelang.
    (4)
    Penetapan Nilai Limit Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada Nilai Wajar yang telah mempertimbangkan faktor biaya.
    (5)
    Faktor biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan melalui perhitungan secara at cost dari Nilai Wajar, meliputi:
     
    a.
    Sewa gudang di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) untuk paling lama 2 (dua) bulan;
     
    b.
    Sewa gudang di TPP;
     
    c.
    Biaya pencacahan dan penimbunan di TPP;
     
    d.
    Biaya pengangkutan dari TPS ke TPP; dan
     
    e.
    Biaya lain yang dipergunakan untuk keperluan Lelang BMN.
    (6)
    Harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta Lelang yang telah disahkan sebagai pemenang Lelang oleh Pejabat Lelang merupakan harga Lelang.
    (7)
    Pemenang Lelang, selain membayar harga Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (6), harus membayar pula biaya-biaya yang meliputi:
     
    a.
    Sewa gudang di TPS untuk paling lama 2 (dua) bulan;
     
    b.
    Sewa gudang di TPP;
     
    c.
    Biaya pencacahan dan penimbunan di TPP;
     
    d.
    Biaya pengangkutan dari TPS ke TPP; dan
     
    e.
    Biaya lain yang dipergunakan untuk keperluan Lelang BMN.
    (8)
    Penerimaan negara yang berasal dari Lelang BMN sesuai harga Lelang BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disetor seluruhnya ke kas Negara.
       

    Pasal 16

    (1)
    Apabila pada pelelangan pertama tidak laku, dilakukan pelelangan kedua.
    (2)
    Nilai Wajar BMN dalam pelelangan kedua menggunakan nilai yang sama pada saat pelelangan pertama.
    (3)
    Dalam hal pelelangan kedua tidak laku, dapat diusulkan untuk dilakukan pelelangan ketiga atau diusulkan peruntukan lainnya.
    (4)
    Dalam hal diusulkan pelelangan ketiga, dilakukan Penilaian kembali atas BMN.
    (5)
    Persetujuan pelelangan ketiga ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan yang memiliki wilayah kerja pada lokasi BMN tersebut berada.
       

    Pasal 17

    Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (4) dilakukan oleh penilai internal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau penilai eksternal.
     

    Pasal 18

    Monitoring tindak lanjut persetujuan peruntukan BMN yang telah diterbitkan dilakukan secara berkala setiap semester oleh:
    a.
    Kantor Pelayanan, dalam hal persetujuan diterbitkan oleh Kantor Pelayanan;
    b.
    Kantor Wilayah, dalam hal persetujuan diterbitkan oleh Kantor Wilayah;
    c.
    Kantor Pusat, dalam hal persetujuan diterbitkan oleh Kantor Pusat.
     
    BAB IV
    PENATAUSAHAAN

     

    Pasal 19

    Direktorat Jenderal/Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan melakukan penatausahaan BMN yang meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan.
     

    Pasal 20

    (1)
    Kantor Pelayanan melakukan pencatatan BMN berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
    (2)
    Pencatatan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan setiap semester kepada Kantor Wilayah.
    (3)
    Sebelum dilakukan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kantor Pelayanan melakukan rekonsiliasi data BMN dengan Kantor Bea dan Cukai setiap semester.
       

    Pasal 21

    (1)
    Kantor Wilayah melakukan pencatatan BMN berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, dan Kantor Pelayanan.
    (2)
    Pencatatan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan setiap semester kepada Kantor Pusat.
    (3)
    Sebelum dilakukan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kantor Wilayah melakukan rekonsiliasi data BMN dengan Kantor Bea dan Cukai setiap semester.
       

    Pasal 22

    (1)
    Kantor Pusat melakukan pencatatan BMN berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kantor Wilayah dan Direktorat Penindakan dan Penyidikan.
    (2)
    Pencatatan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan setiap semester kepada Direktur Jenderal.
    (3)
    Sebelum dilakukan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kantor Pusat melakukan rekonsiliasi data BMN dengan Direktorat Penindakan dan Penyidikan setiap semester.
    (4)
    Laporan pencatatan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat.
     
    BAB V
    PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

     

    Pasal 23

    Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.
     
    BAB VI
    KETENTUAN LAIN-LAIN

     

    Pasal 24

    Proses penyelesaian peruntukan BMN yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan barang milik negara.
     
    BAB VII
    KETENTUAN PERALIHAN

     

    Pasal 25

    (1)
    Usulan peruntukan BMN yang telah diajukan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku dan belum mendapatkan persetujuan, tetap dilanjutkan proses penyelesaian persetujuannya berdasarkan Peraturan Menteri ini.
    (2)
    Persetujuan atas usulan peruntukan BMN yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap sah dan berlaku berdasarkan Peraturan Menteri ini.
     
    BAB VIII
    KETENTUAN PENUTUP

     

    Pasal 26

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 26 Desember 2012
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    AGUS D.W. MARTOWARDOJO
     
    Diundangkan di Jakarta
    Pada tanggal 26 Desember 2012
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    AMIR SYAMSUDIN
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1339

    Peraturan Menteri Keuangan 240/PMK.06/2012 - Perpajakan DDTC