Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|
|
|
Menimbang |
|||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40B ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai;
|
|||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENELITIAN DUGAAN PELANGGARAN DI BIDANG CUKAI.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
|
|
|
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
|
||
2.
|
Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai yang selanjutnya disebut Penelitian Dugaan Pelanggaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai terhadap orang, tempat, barang, dan sarana pengangkut seperti meminta keterangan dari pihak-pihak terkait, memeriksa barang, memeriksa tempat/bangunan, memeriksa sarana pengangkut, memeriksa pembukuan dan pencatatan, dan/atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka mencari dan mengumpulkan bahan dan keterangan untuk menentukan terjadi atau tidaknya pelanggaran di bidang cukai baik administratif maupun pidana.
|
||
3.
|
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
|
||
4.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Cukai.
|
||
5.
|
Pelanggaran adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Cukai.
|
||
6.
|
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah satuan kerja unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan, dan fasilitasi, serta optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
7.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
8.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
9.
|
Direktur adalah Direktur pada DJBC yang melaksanakan tugas dan fungsi Penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai.
|
||
10.
|
Kantor Bea Cukai adalah Kantor Wilayah DJBC, Kantor Wilayah DJBC Khusus, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Dan Cukai di lingkungan DJBC yang melakukan Penelitian Dugaan Pelanggaran.
|
||
11.
|
Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Utama Bea Dan Cukai, atau Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Dan Cukai.
|
||
12.
|
Tim Peneliti adalah tim yang beranggotakan Pejabat Bea dan Cukai yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penindakan dan Penyidikan yang melakukan Penelitian Dugaan Pelanggaran berdasarkan surat perintah penelitian.
|
||
|
|
|
|
BAB II
PENYERAHAN DAN PENERIMAAN PERKARA SERTA PENELITIAN PENDAHULUAN Pasal 2 |
|||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan Penelitian Dugaan Pelanggaran.
|
||
(2)
|
Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pejabat Bea dan Cukai yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penindakan dan penyidikan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Penelitian Dugaan Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan terhadap perkara di bidang cukai yang penyerahannya berasal dari:
|
||
|
a.
|
internal DJBC;
|
|
|
b.
|
instansi lain; atau
|
|
|
c.
|
pihak lain selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dalam hal tertangkap tangan.
|
|
(2)
|
Penyerahan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan kelengkapan formal penyerahan perkara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) melaksanakan penerimaan perkara di bidang cukai beserta kelengkapan formal penyerahan perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
|
||
(2)
|
Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) melakukan penelitian pendahuluan terhadap kelengkapan formal penyerahan perkara.
|
||
(3)
|
Penelitian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lania 5 x 24 jam sejak penerimaan perkara di bidang cukai beserta kelengkapan formal penyerahan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(4)
|
Penelitian pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menentukan terjadi atau tidaknya dugaan Pelanggaran.
|
||
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Kelengkapan formal penyerahan perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) minimal memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
dalam hal penyerahan perkara berasal dari unit internal DJBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, melampirkan berkas penindakan atau hasil penelitian dan menyerahkan barang hasil penindakan atau dokumen terkait dugaan Pelanggaran;
|
|
|
b.
|
dalam hal penyerahan perkara berasal dari instansi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b melampirkan kelengkapan berupa:
|
|
|
|
1.
|
surat pelimpahan perkara;
|
|
|
2
|
berkas penyelidikan dan/atau Penyidikan dari instansi yang menyerahkan;
|
|
|
3.
|
barang kena cukai yang terkait dugaan Pelanggaran; dan
|
|
|
4.
|
dokumen dan/atau barang lain yang terkait dugaan Pelanggaran; atau
|
|
c.
|
dalam hal penyerahan perkara berasal dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c menyerahkan barang kena cukai dan/atau barang lain hasil tertangkap tangan.
|
|
(2)
|
Dalam hal sesuai hasil penelitian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), kelengkapan formal penyerahan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi dan/atau tidak ditemukan terjadinya dugaan Pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai penolakan penyerahan perkara disertai dengan alasan.
|
||
(3)
|
Dalam hal sesuai hasil penelitian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), kelengkapan formal penyerahan perkara terpenuhi dan ditemukan terjadinya dugaan Pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) melakukan Penelitian Dugaan Pelanggaran.
|
||
(4)
|
Penerimaan perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan penelitian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tata laksana pengawasan di bidang cukai.
|
||
|
|
|
|
BAB III
PENELITIAN DUGAAN PELANGGARAN Pasal 6 |
|||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan Penelitian Dugaan Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berdasarkan surat perintah penelitian.
|
||
(2)
|
Penelitian Dugaan Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilakukan oleh Tim Peneliti dengan keanggotaan yang melibatkan paling sedikit 1 (satu) orang penyidik.
|
||
(3)
|
Dalam hal diperlukan, penyidik dalam Tim Peneliti dapat berasal dari unit selain Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||
(4)
|
Surat perintah penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh:
|
||
|
a.
|
Direktur, dalam hal Penelitian Dugaan Pelanggaran dilakukan di kantor pusat DJBC; atau
|
|
|
b.
|
Kepala Kantor Bea Cukai, dalam hal Penelitian Dugaan Pelanggaran dilakukan di Kantor Bea Cukai.
|
|
(5)
|
Surat perintah penelitian dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
Dalam melakukan Penelitian Dugaan Pelanggaran, Tim Peneliti berwenang:
|
|||
a.
|
meminta keterangan kepada pihak terkait;
|
||
b.
|
memeriksa barang;
|
||
c.
|
memeriksa tempat/bangunan;
|
||
d.
|
memeriksa sarana pengangkut;
|
||
e.
|
memeriksa pembukuan dan pencatatan; dan/atau
|
||
f.
|
melakukan tindakan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Dalam rangka meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, Tim Peneliti menyampaikan surat permintaan keterangan kepada pihak terkait.
|
||
(2)
|
Surat permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 3 (tiga) hari sebelum permintaan keterangan dilaksanakan.
|
||
(3)
|
Hasil permintaan keterangan dituangkan dalam berita acara wawancara yang ditandatangani oleh anggota Tim Peneliti yang melakukan permintaan keterangan dan pihak yang dimintai keterangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Tim Peneliti melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b sampai dengan huruf e berdasarkan surat perintah.
|
||
(2)
|
Setelah melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Peneliti membuat berita acara.
|
||
(3)
|
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai pemeriksaan barang, tempat/bangunan, sarana pengangkut, dan pembukuan dan pencatatan.
|
||
(4)
|
Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B dan huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Tim Peneliti melakukan tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f berdasarkan surat perintah.
|
||
(2)
|
Setelah melakukan tindakan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Peneliti membuat berita acara.
|
||
(3)
|
Tindakan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
|
||
|
a.
|
pengamanan atau penyegelan terhadap barang, tempat dan bangunan, dan/atau sarana pengangkut;
|
|
|
b.
|
olah tempat kejadian perkara;
|
|
|
c.
|
rekonstruksi;
|
|
|
d.
|
forensik digital; dan/atau
|
|
|
e.
|
penelusuran harta kekayaan (asset tracing).
|
|
(4)
|
Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D sampai dengan huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||
Surat permintaan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan surat perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) diterbitkan oleh:
|
|||
a.
|
Direktur atau pejabat yang ditunjuk, dalam hal Penelitian Dugaan Pelanggaran dilaksanakan di kantor pusat DJBC; atau
|
||
b.
|
kepala Kantor Bea Cukai atau pejabat yang ditunjuk, dalam hal Penelitian Dugaan Pelanggaran dilaksanakan di Kantor Bea Cukai.
|
||
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Dalam pelaksanaan Penelitian Dugaan Pelanggaran, Tim Peneliti dapat melakukan gelar perkara untuk:
|
||
|
a.
|
menentukan sasaran Penelitian Dugaan Pelanggaran berupa:
|
|
|
|
1.
|
pasal dugaan pelanggaran;
|
|
|
2.
|
pihak yang diduga melakukan pelanggaran; dan
|
|
|
3.
|
bahan, keterangan, dan fakta hukum yang telah didapat; dan
|
|
b.
|
membuat rencana kerja Penelitian Dugaan Pelanggaran untuk menentukan:
|
|
|
|
1.
|
kegiatan Penelitian Dugaan Pelanggaran;
|
|
|
2.
|
sumber daya yang dilibatkan;
|
|
|
3.
|
mekanisme penelitian;
|
|
|
4.
|
waktu; dan
|
|
|
5.
|
mitigasi risiko yang kemungkinan terjadi.
|
(2)
|
Dalam hal gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan, Tim Peneliti melakukan gelar perkara pada akhir kegiatan Penelitian Dugaan Pelanggaran.
|
||
(3)
|
Gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam berita acara gelar perkara yang ditandatangani oleh peserta gelar perkara.
|
||
(4)
|
Berita acara gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Tim Peneliti melakukan analisis Penelitian Dugaan Pelanggaran untuk menentukan:
|
||
|
a.
|
uraian pelanggaran meliputi Jenis, tempat, dan waktu pelanggaran;
|
|
|
b.
|
kelengkapan barang hasil penindakan dan alat bukti;
|
|
|
c.
|
identitas pelanggar;
|
|
|
d.
|
pemenuhan unsur pelanggaran;
|
|
|
e.
|
keterkaitan keterangan saksi, dokumen dan barang hasil penindakan dengan pelanggar; dan
|
|
|
f.
|
pengungkapan motif atau unsur kesengajaan.
|
|
(2)
|
Berdasarkan analisis Penelitian Dugaan Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Peneliti membuat simpulan:
|
||
|
a.
|
bukan merupakan Pelanggaran;
|
|
|
b.
|
merupakan Pelanggaran administratif;
|
|
|
c.
|
ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana di bidang cukai;
|
|
|
d.
|
merupakan tindak pidana di bidang cukai dengan pelanggar tidak dikenal atau pemilik tidak diketahui;
|
|
|
e.
|
merupakan pelanggaran undang-undang lainnya yang bukan merupakan kewenangan Pejabat Bea dan Cukai; atau
|
|
|
f.
|
ditemukan indikasi belum terpenuhinya kewajiban cukai.
|
|
(3)
|
Berdasarkan simpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim Peneliti mengajukan usulan penyelesaian perkara kepada Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai berupa:
|
||
|
a.
|
pengembalian barang hasil penindakan, dalam hal perkara bukan merupakan Pelanggaran;
|
|
|
b.
|
pengenaan sanksi administratif berupa denda, pembekuan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, dan/atau pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dalam hal perkara merupakan Pelanggaran administratif di bidang cukai;
|
|
|
c.
|
dilakukan Penyidikan, dalam hal ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana di bidang cukai;
|
|
|
d.
|
tidak dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dalam hal:
|
|
|
|
1.
|
ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan/atau Pasal 58 Undang-Undang Cukai; dan
|
|
|
2.
|
pelanggar telah membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|
e.
|
penetapan barang sebagai barang dikuasai negara, dalam hal perkara merupakan tindak pidana di bidang cukai dari pelanggar tidak dikenal atau pemilik tidak diketahui;
|
|
|
f.
|
pelimpahan kepada instansi terkait, dalam hal perkara merupakan pelanggaran undang-undang lainnya yang bukan merupakan kewenangan Pejabat Bea dan Cukai; atau
|
|
|
g.
|
audit di bidang cukai, dalam hal ditemukan indikasi belum terpenuhinya kewajiban cukai.
|
|
(4)
|
Hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), simpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan usulan penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Lembar Hasil Penelitian (LHP).
|
||
(5)
|
Lembar Hasil Penelitian (LHP) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai contoh format dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai tata laksana pengawasan di bidang cukai.
|
||
|
|
|
|
BAB IV
PENYELESAIAN PERKARA BERUPA TIDAK DILAKUKAN PENYIDIKAN Pasal 14 |
|||
(1)
|
Dalam hal ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf d angka 1, Tim Peneliti memberitahukan kepada pelanggar bahwa yang bersangkutan dapat mengajukan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan dengan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf d angka 2 dilaksanakan dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
dalam hal barang kena cukai dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
|
|
|
b.
|
dalam hal barang kena cukai berupa minuman mengandung etil alkohol yang tidak dapat ditentukan negara asalnya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai minuman mengandung etil alkohol buatan dalam negeri sesuai dengan golongan yang berlaku saat dilakukan penegahan;
|
|
|
c.
|
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau selain tembakau iris yang dikemas bukan dalam kemasan untuk penjualan eceran dan cerutu yang tidak dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai terendah yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
|
|
|
d.
|
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau berupa tembakau iris yang dikemas bukan dalam kemasan untuk penjualan eceran, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai tertinggi yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
|
|
|
e.
|
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau berupa cerutu yang tidak dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai rata-rata cerutu buatan dalam negeri, yang berlaku pada saat dilakukan penegahan; atau
|
|
|
f.
|
dalam hal pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kedapatan asli dan belum digunakan, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai pada pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya.
|
|
(3)
|
Tim Peneliti menuangkan pemberitahuan dan besaran sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam berita acara wawancara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Dalam hal pelanggar mengajukan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), pelanggar menyetor dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan ke rekening penampungan dana titipan DJBC.
|
||
(2)
|
Atas penyetoran dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelanggar mengajukan surat permohonan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan kepada Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai dengan dilampiri:
|
||
|
a.
|
surat pernyataan pengakuan bersalah atas Pelanggaran yang dilakukan; dan
|
|
|
b.
|
bukti penyetoran dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
(3)
|
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak pelanggar menandatangani berita acara wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3).
|
||
(4)
|
Surat permohonan dan surat pernyataan pengakuan bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O dan huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
Dalam hal pelanggar tidak mengajukan surat permohonan paling lama dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak pelanggar menandatangani berita acara wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan surat perintah tugas Penyidikan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Pengelolaan rekening penampungan dana titipan DJBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai pengelolaan rekening milik satuan kerja lingkup kementerian negara/lembaga.
|
||
(2)
|
Kuasa pengguna anggaran/kepala satuan kerja dapat menunjuk pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi Penyidikan sebagai pengelola operasional rekening penampungan dana titipan DJBC.
|
||
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai memerintahkan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) untuk memastikan penyetoran dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda telah masuk ke rekening penampungan dana titipan DJBC.
|
||
(2)
|
Dalam hal jumlah penyetoran dana titipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) telah memenuhi jumlah sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) membuat tanda terima atas penyampaian bukti penyetoran dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukan:
|
||
|
a.
|
lembar ke-1 untuk pelanggar; dan
|
|
|
b.
|
lembar ke-2 sebagai arsip.
|
|
(3)
|
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) menyampaikan tanda terima lembar ke-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada pelanggar.
|
||
|
|
|
|
Pasal 19 |
|||
(1)
|
Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai memerintahkan kepada Tim Peneliti untuk melakukan penelitian.
|
||
(2)
|
Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Peneliti melakukan gelar perkara.
|
||
(3)
|
Tim Peneliti menyampaikan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai secara tertulis yang memuat:
|
||
|
a.
|
identitas pelanggar;
|
|
|
b.
|
dugaan tindak pidana di bidang cukai yang dilanggar;
|
|
|
c.
|
memastikan penyetoran dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) telah masuk ke rekening penampungan dana titipan DJBC;
|
|
|
d.
|
penyelesaian barang hasil penindakan baik berupa barang kena cukai maupun barang lain; dan
|
|
|
e.
|
simpulan dapat atau tidaknya dilakukan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan.
|
|
(4)
|
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Lembar Hasil Penelitian (LHP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).
|
||
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||
(1)
|
Dalam hal sesuai hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), penyetoran dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) tidak dipenuhi, Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai:
|
||
|
a.
|
menerbitkan dan menyampaikan surat penolakan kepada pelanggar disertai dengan alasan; dan
|
|
|
b.
|
menerbitkan surat perintah tugas Penyidikan.
|
|
(2)
|
Dalam hal sesuai hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), penyetoran dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) telah dipenuhi, Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai memerintahkan kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) untuk menyetorkan dana titipan untuk pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) atas nama pelanggar ke kas negara sebagai pendapatan denda administratif cukai.
|
||
(3)
|
Setelah dilakukan penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan keputusan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
|
||
(4)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada pelanggar paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal keputusan diterbitkan.
|
||
(5)
|
Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan keputusan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q dan huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||
Dalam hal diterbitkan surat penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai mengembalikan dana titipan yang telah disetor kepada pelanggar dengan membuat berita acara.
|
|||
|
|
|
|
BAB V
PENYELESAIAN BARANG KENA CUKAI DAN BARANG LAIN Pasal 22 |
|||
(1)
|
Barang kena cukai terkait keputusan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), ditetapkan menjadi barang milik negara.
|
||
(2)
|
Barang lain terkait keputusan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3),dapat ditetapkan menjadi barang milik negara.
|
||
(3)
|
Barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
||
|
a.
|
sarana pengangkut;
|
|
|
b.
|
peralatan komunikasi;
|
|
|
c.
|
media atau tempat penyimpanan;
|
|
|
d.
|
dokumen dan surat; dan
|
|
|
e.
|
benda lain yang tersangkut dugaan Pelanggaran.
|
|
(4)
|
Barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang akan ditetapkan oleh Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai menjadi barang milik negara harus memenuhi ketentuan:
|
||
|
a.
|
dapat dibuktikan bahwa barang lain tersebut merupakan milik pelanggar; dan
|
|
|
b.
|
telah dilakukan penegahan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
|
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
|||
(1)
|
Direktur atau kepala Kantor Bea Cukai menetapkan status barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) menjadi barang milik negara dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai barang milik negara.
|
||
(2)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal putusan penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3).
|
||
(3)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pelanggar paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal keputusan diterbitkan.
|
||
(4)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 24 |
|||
Pengelolaan barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri mengenai pengelolaan barang milik negara.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 25 |
|||
(1)
|
Barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) yang tidak ditetapkan menjadi barang milik negara dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu ditegah atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak.
|
||
(2)
|
Pengembalian barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara serah terima.
|
||
|
|
|
|
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap dugaan Pelanggaran atas Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 Undang-Undang Cukai yang terjadi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736) dan masih dalam tahap penelitian, proses penyelesaian perkara berupa tidak dilakukan Penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd. YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1456 |