Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
|
|||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
|
||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4500);
|
||
3.
|
Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK.
|
|||
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
|
||
2.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||
3.
|
Instansi Pemerintah adalah Departemen dan Lembaga Non Departemen.
|
||
4.
|
Pimpinan Instansi Pemerintah adalah Menteri Teknis atau Pimpinan Lembaga Non Departemen.
|
||
5.
|
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar PNBP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
6.
|
Instansi Pemeriksa adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang diminta oleh Menteri atau Pimpinan Instansi Pemerintah untuk memeriksa PNBP.
|
||
7.
|
Pemeriksa adalah pejabat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang mendapat tugas untuk memeriksa PNBP.
|
||
8.
|
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban PNBP berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.
|
||
|
|
||
BAB II
DASAR PEMERIKSAAN TERHADAP WAJIB BAYAR Pasal 2 |
|||
(1)
|
Atas permintaan Pimpinan Instansi Pemerintah, Instansi Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Bayar yang menghitung sendiri kewajibannya.
|
||
(2)
|
Permintaan Pimpinan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
||
|
a.
|
Hasil pemantauan Instansi Pemerintah terhadap Wajib Bayar yang bersangkutan;
|
|
|
b.
|
Laporan dari pihak ketiga; atau
|
|
|
c.
|
Permintaan Wajib Bayar atas kelebihan pembayaran PNBP.
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Menteri dapat melakukan koordinasi dengan Instansi Pemerintah dalam rangka pemeriksaan PNBP.
|
||
(2)
|
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Pimpinan Instansi Pemerintah tidak meminta Instansi Pemeriksa untuk memeriksa Wajib Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
||
(3)
|
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi antara lain klarifikasi data, objek pemeriksaan, subjek pemeriksaan, jangka waktu pemeriksaan dan pendanaan pemeriksaan PNBP.
|
||
(4)
|
Klarifikasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan klarifikasi atas laporan keuangan, laporan rencana kerja tahunan, laporan produksi dan penjualan.
|
||
(5)
|
Objek pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pemenuhan kewajiban PNBP oleh Wajib Bayar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(6)
|
Subjek pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Wajib Bayar yang telah menerima manfaat, seperti pemanfaatan sumber daya alam, dan penentuan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutangnya dipercayakan kepada Wajib Bayar yang bersangkutan untuk menghitung sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan sendiri (self assessment).
|
||
(7)
|
Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan periode tahun buku yang belum dilaksanakan pemeriksaan atas pemenuhan kewajiban PNBP.
|
||
(8)
|
Pendanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemeriksaan.
|
||
|
|
||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan, hasil koordinasi digunakan sebagai rekomendasi bagi Instansi Pemerintah untuk meminta Instansi Pemeriksa melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Bayar yang menghitung sendiri kewajibannya.
|
||
(2)
|
Hasil koordinasi yang perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila dari hasil koordinasi terdapat antara lain hal-hal sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Wajib Bayar tidak menyampaikan laporan yang berkaitan dengan PNBP yang terutang;
|
|
|
b.
|
Terdapat indikasi tidak dilakukannya perhitungan dan pembayaran PNBP sesuai ketentuan;
|
|
|
c.
|
Terdapat keraguan dalam perhitungan jumlah PNBP yang terutang;
|
|
|
d.
|
Tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang PNBP; dan
|
|
|
e.
|
Belum dilakukannya pemeriksaan oleh Instansi yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atas tahun buku tertentu.
|
|
|
|
|
|
BAB III
DASAR PEMERIKSAAN TERHADAP INSTANSI PEMERINTAH Pasal 5 |
|||
(1)
|
Atas permintaan Menteri, Instansi Pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Instansi Pemerintah.
|
||
(2)
|
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemeriksaan dalam rangka melaksanakan pengawasan intern dan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP serta melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
|
||
|
|
||
Pasal 6 |
|||
Permintaan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
|||
a.
|
Laporan dari pihak ketiga terhadap tidak dilaksanakannya peraturan perundang-undangan di bidang PNBP yang dilengkapi dengan dokumen pendukung yang memadai;
|
||
b.
|
Indikasi pungutan yang tidak diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
||
c.
|
Indikasi penyetoran PNBP yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
||
d.
|
Indikasi penggunaan langsung terhadap sebagian maupun seluruh PNBP; dan
|
||
e.
|
Usulan Instansi Pemeriksa disertai dengan pertimbangan yang memadai.
|
||
|
|
||
BAB IV
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN Bagian Kesatu
Pemeriksaan Terhadap Wajib Bayar Pasal 7 |
|||
(1)
|
Pemeriksaan terhadap Wajib Bayar bertujuan untuk:
|
||
|
a.
|
Menguji kepatuhan atas pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP; dan
|
|
|
b.
|
Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan PNBP.
|
|
(2)
|
Ruang Lingkup pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||
|
a.
|
Penyelenggaraan catatan akuntansi yang berkaitan dengan objek pemeriksaan PNBP;
|
|
|
b.
|
Laporan keuangan beserta dokumen pendukung yang berkaitan dengan objek pemeriksaan PNBP; dan
|
|
|
c.
|
Transaksi keuangan yang berkaitan dengan pembayaran dan penyetoran objek pemeriksaan PNBP.
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pemeriksaan Terhadap Instansi Pemerintah Pasal 8 |
|||
(1)
|
Pemeriksaan terhadap Instansi Pemerintah bertujuan untuk:
|
||
|
a.
|
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan PNBP;
|
|
|
b.
|
Menguji kepatuhan atas pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP; dan
|
|
|
c.
|
Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan PNBP.
|
|
(2)
|
Ruang Lingkup pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||
|
a.
|
Pengendalian dan pertanggungjawaban pemungutan dan penyetoran PNBP;
|
|
|
b.
|
Penyelenggaraan pencatatan akuntansi;
|
|
|
c.
|
Laporan rencana dan realisasi PNBP; dan
|
|
|
d.
|
Penggunaan sarana yang tersedia berkaitan dengan PNBP yang dikelola Instansi Pemerintah.
|
|
|
|
|
|
BAB V
JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN Pasal 9 |
|||
(1)
|
Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan Wajib Bayar atau Instansi Pemerintah adalah 2 (dua) bulan sejak diterimanya Surat tugas oleh Wajib Bayar atau Instansi Pemerintah sampai dengan temuan hasil pemeriksaan disampaikan secara tertulis oleh Instansi Pemeriksa kepada Wajib Bayar atau Instansi Pemerintah.
|
||
(2)
|
Dalam hal terdapat hambatan perolehan data dan/atau lingkup pemeriksaan bertambah luas, pelaksanaan pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan disertai perpanjangan surat tugas yang disampaikan oleh Instansi Pemeriksa kepada Wajib Bayar atau Instansi Pemerintah.
|
||
(3)
|
Apabila jangka waktu pemeriksaan melampaui 6 (enam) bulan Instansi Pemeriksa tidak dapat menerbitkan temuan hasil pemeriksaan karena hambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi Pemeriksa menyampaikan permasalahan kepada Instansi Pemerintah atau Menteri disertai dengan saran tindak lanjut.
|
||
|
|
||
BAB VI
PEMBAHASAN ATAS TEMUAN HASIL PEMERIKSAAN Pasal 10 |
|||
(1)
|
Wajib Bayar yang diperiksa wajib memberikan tanggapan tertulis atas temuan hasil pemeriksaan kepada Pemeriksa dengan tembusan kepada Pimpinan Instansi Pemerintah dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak temuan hasil pemeriksaan diterima.
|
||
(2)
|
Pimpinan Instansi Pemerintah yang diperiksa wajib memberikan tanggapan tertulis atas temuan hasil pemeriksaan kepada Pemeriksa dengan tembusan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak temuan hasil pemeriksaan diterima.
|
||
(3)
|
Dalam hal tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan tidak disampaikan sampai dengan batas jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Wajib Bayar atau Pimpinan Instansi Pemerintah yang diperiksa dianggap telah menyetujui temuan hasil pemeriksaan dan dijadikan sebagai dasar pembahasan.
|
||
|
|
||
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Setelah Wajib Bayar yang diperiksa memberi tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan atau tidak menyampaikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan, Pimpinan Instansi Pemerintah yang meminta Instansi Pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan PNBP menyelenggarakan pembahasan temuan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar yang diperiksa dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak tanggapan diterima atau batas waktu penyampaian tanggapan berakhir.
|
||
(2)
|
Pembahasan temuan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Instansi Pemerintah bersama Pemeriksa, Wajib Bayar, dan pejabat yang mewakili Menteri.
|
||
(3)
|
Dalam hal Wajib Bayar yang diperiksa tidak menghadiri pembahasan temuan hasil pemeriksaan tanpa memberitahukan alasan sebelumnya, Wajib Bayar yang diperiksa dianggap menyetujui seluruh temuan hasil pemeriksaan.
|
||
|
|
||
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Setelah Pimpinan Instansi Pemerintah yang diperiksa memberi tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan atau tidak menyampaikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan, Menteri menyelenggarakan pembahasan temuan hasil pemeriksaan terhadap Instansi Pemerintah yang diperiksa, dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak tanggapan diterima atau batas waktu penyampaian tanggapan berakhir.
|
||
(2)
|
Pembahasan temuan hasil pemeriksaan terhadap Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Menteri bersama Pemeriksa dan Instansi Pemerintah.
|
||
(3)
|
Dalam hal Instansi Pemerintah yang diperiksa tidak menghadiri pembahasan temuan hasil pemeriksaan tanpa memberitahukan alasan sebelumnya, Instansi Pemerintah yang diperiksa dianggap menyetujui seluruh temuan hasil pemeriksaan.
|
||
(4)
|
Pimpinan Instansi Pemerintah dan Menteri dapat menugaskan pejabat yang berwenang untuk menyelenggarakan pembahasan temuan hasil pemeriksaan.
|
||
|
|
||
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Hasil pembahasan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 merupakan dasar penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan.
|
||
(2)
|
Hasil pembahasan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara pembahasan yang ditandatangani oleh:
|
||
|
a.
|
Pejabat yang berwenang dari Menteri, Instansi Pemeriksa, Wajib Bayar dan Instansi Pemerintah, untuk pemeriksaan terhadap Wajib Bayar.
|
|
|
b.
|
Pejabat yang berwenang dari Menteri, Instansi Pemeriksa dan Instansi Pemerintah yang diperiksa, untuk pemeriksaan terhadap Instansi Pemerintah.
|
|
|
|
|
|
BAB VII
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN Pasal 14 |
|||
(1)
|
Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap Wajib Bayar disampaikan oleh Pimpinan Instansi Pemeriksa kepada Pimpinan Instansi Pemerintah dengan tembusan kepada Menteri.
|
||
(2)
|
Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah sebagai dasar penerbitan surat ketetapan jumlah PNBP yang terutang atau surat tagihan atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.
|
||
(3)
|
Apabila Laporan Hasil Pemeriksaan disusun berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan, jumlah PNBP yang terutang ditetapkan secara jabatan.
|
||
(4)
|
Ketentuan mengenai penetapan jumlah PNBP terutang secara jabatan, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
|
||
|
|
||
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap Instansi Pemerintah disampaikan oleh Pimpinan Instansi Pemeriksa kepada Menteri.
|
||
(2)
|
Menteri memberitahukan Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan guna penyelesaian lebih lanjut.
|
||
|
|
||
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan PNBP yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal Anggaran.
|
|||
|
|||
Pasal 17 |
|||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2009 MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 517
|