Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 227/PMK.04/2014
TENTANG
OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
||
Menimbang |
||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.04/2010 tentang Perlakuan Kepabeanan Terhadap Authorized Economic Operator;
|
|
b.
|
bahwa untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan serta dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan serta memperluas partisipasi Operator Ekonomi dalam implementasi Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator), perlu mengatur kembali ketentuan mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator);
|
|
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator);
|
|
|
||
Mengingat |
||
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR).
|
||
|
||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
|
2.
|
Operator Ekonomi adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan barang secara internasional dalam fungsi rantai pasokan global.
|
|
3.
|
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
|
|
4.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
5.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|
6.
|
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
|
|
7.
|
Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
|
|
8.
|
Importir adalah Orang yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
|
|
9.
|
Eksportir adalah Orang yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
|
|
10.
|
Pengangkut adalah Orang, kuasanya, atau yang bertanggungjawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang.
|
|
11.
|
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama Importir atau Eksportir.
|
|
12.
|
Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
|
13.
|
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapat penangguhan bea masuk.
|
|
14.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|
15.
|
Konsolidator adalah badan usaha yang melaksanakan pengumpulan (konsolidasi) Barang Ekspor sebelum dimasukkan ke Kawasan Pabean untuk dimuat ke sarana pengangkut.
|
|
16.
|
Peninjauan Lapangan adalah serangkaian kegiatan kunjungan ke lokasi (on site visit) Operator Ekonomi dalam rangka menguji atas permohonan untuk memperoleh pengakuan sebagai AEO atau dalam rangka monitoring dan evaluasi.
|
|
17.
|
Sistem Pengendalian Internal yang selanjutnya disingkat SPI adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/aktivitas bisnis Operator Ekonomi, pergerakan dokumen pemberitahuan, proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan penerapan peraturan kepabeanan dan/atau cukai.
|
|
18.
|
Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) adalah kesepakatan antara dua atau lebih administrasi kepabeanan yang menjelaskan situasi kondisi di mana program-program AEO diakui dan diterima oleh pihak-pihak administrasi kepabeanan yang melakukan kesepakatan.
|
|
19.
|
Manajer pelayanan Operator Ekonomi yang selanjutnya disebut Client Manager adalah Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk khusus untuk melakukan tugas memberikan pelayanan komunikasi, konsultasi, bimbingan, dan monitoring terhadap program AEO.
|
|
20.
|
Audit Internal adalah audit yang dilakukan oleh pihak internal AEO secara mandiri (self audit), dalam rangka menjaga kualitas pemenuhan kondisi dan persyaratan yang ditentukan.
|
|
|
||
BAB II
KONDISI DAN PERSYARATAN SEBAGAI AEO Pasal 2 |
||
(1)
|
Untuk memperoleh pengakuan sebagai AEO, Operator Ekonomi harus memenuhi kondisi dan persyaratan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan dan/atau cukai;
|
|
b.
|
mempunyai sistem pengelolaan data perdagangan;
|
|
c.
|
mempunyai kemampuan keuangan;
|
|
d.
|
mempunyai sistem konsultasi, kerja sama, dan komunikasi;
|
|
e.
|
mempunyai sistem pendidikan, pelatihan, dan kepedulian;
|
|
f.
|
mempunyai sistem pertukaran informasi, akses, dan kerahasiaan;
|
|
g.
|
mempunyai sistem keamanan kargo;
|
|
h.
|
mempunyai sistem keamanan pergerakan barang;
|
|
i.
|
mempunyai sistem keamanan lokasi;
|
|
j.
|
mempunyai sistem keamanan pegawai;
|
|
k.
|
mempunyai sistem keamanan mitra dagang;
|
|
l.
|
mempunyai sistem manajemen krisis dan pemulihan insiden; dan
|
|
m.
|
mempunyai sistem perencanaan dan pelaksanaan pemantauan, pengukuran, analisis, dan peningkatan sistem sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l.
|
(2)
|
Operator Ekonomi yang dapat memperoleh pengakuan sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
|
|
a.
|
Importir;
|
|
b.
|
Eksportir;
|
|
c.
|
PPJK;
|
|
d.
|
Pengangkut;
|
|
e.
|
pengusaha Tempat Penimbunan Sementara;
|
|
f.
|
pengusaha Tempat Penimbunan Berikat; dan/atau
|
|
g.
|
pihak lainnya yang terkait dengan pergerakan barang dalam fungsi rantai pasokan global, antara lain Konsolidator dan penyelenggara pos.
|
(3)
|
Rincian kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
|
||
Pasal 3 |
||
(1)
|
Operator Ekonomi yang telah memperoleh pengakuan sebagai AEO diberikan perlakuan kepabeanan tertentu.
|
|
(2)
|
Perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
|
|
a.
|
penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik yang minimal;
|
|
b.
|
prioritas untuk mendapatkan penyederhanaan prosedur kepabeanan;
|
|
c.
|
pelayanan khusus dalam hal terjadi gangguan terhadap pergerakan pasokan logistik serta ancaman yang meningkat;
|
|
d.
|
kemudahan pemberitahuan pendahuluan (pre-notification);
|
|
e.
|
dapat menggunakan jaminan perusahaan (corporate guarantee) untuk menjamin seluruh kegiatan di bidang kepabeanan;
|
|
f.
|
kemudahan pembayaran atas penyelesaian kewajiban kepabeanan dalam bentuk berkala;
|
|
g.
|
kemudahan pembongkaran dan/atau pemuatan langsung dari atau ke sarana pengangkut yang datang dari atau akan berangkat ke luar daerah pabean ke atau dari sarana pengangkut darat tanpa dilakukan penimbunan;
|
|
h.
|
prioritas untuk diikutsertakan dalam program-program baru yang dirintis oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
|
i.
|
mendapat layanan khusus dalam bentuk layanan yang diberikan Client Manager; dan/atau
|
|
j.
|
mendapatkan layanan penyelesaian kepabeanan di luar jam kerja Kantor Pabean.
|
(3)
|
Selain Perlakuan kepabeanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Operator Ekonomi yang telah memperoleh pengakuan sebagai AEO juga mendapat:
|
|
|
a.
|
kemudahan-kemudahan yang disepakati bersama dengan administrasi kepabeanan negara lain dalam Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement); dan
|
|
b.
|
kemudahan-kemudahan hasil nota kesepahaman bersama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan instansi pemerintah terkait.
|
|
||
BAB III
PENGAJUAN PERMOHONAN UNTUK MEMPEROLEH PENGAKUAN SEBAGAI AEO Pasal 4 |
||
(1)
|
Untuk dapat memperoleh pengakuan sebagai AEO, Operator Ekonomi mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO.
|
|
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:
|
|
|
a.
|
daftar pertanyaan mengenai informasi umum tentang Operator Ekonomi dan formulir isian penilaian mandiri kualitatif (self assessment) yang telah diisi lengkap;
|
|
b.
|
surat pernyataan kesediaan untuk menjadi AEO; dan
|
|
c.
|
dokumen penilaian mandiri kuantitatif (maturity model).
|
(3)
|
Daftar pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilengkapi dokumen pendukung berupa:
|
|
|
a.
|
struktur organisasi dari Operator Ekonomi;
|
|
b.
|
standar prosedur operasional (standard operating procedure) tentang kegiatan Operator Ekonomi yang mencerminkan SPI;
|
|
c.
|
tata letak kantor/pabrik/gudang; dan
|
|
d.
|
akta pendirian perusahaan dan/atau akta perubahan terakhir.
|
(4)
|
Untuk dapat memberikan gambaran positif perusahaan, Operator Ekonomi dapat menyampaikan dokumen lain yang terkait manajemen kepatuhan dan/atau keamanan yaitu:
|
|
|
a.
|
fotokopi laporan auditor independen periode 2 (dua) tahun terakhir;
|
|
b.
|
daftar dan kontrak dengan pihak ketiga yang terkait dengan rantai pasokan logistik antara lain perusahaan jasa subkontrak, perusahaan jasa pergudangan, perusahaan jasa pengangkutan (trucking), dan/atau PPJK;
|
|
c.
|
surat keputusan penetapan fasilitas kepabeanan yang dimiliki;
|
|
d.
|
sertifikat/pengakuan AEO dari negara lain; dan/atau
|
|
e.
|
dokumen lainnya seperti profil Operator Ekonomi (company profile), sertifikat dari organisasi internasional untuk standardisasi, koda internasional keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan (International Ship and Port Facility Security Code), dan/atau pemenuhan penyelesaian kewajiban di bidang perpajakan.
|
(5)
|
Daftar pertanyaan dan formulir isian penilaian mandiri kualitatif (self assessment) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
(6)
|
Dokumen penilaian mandiri kuantitatif (maturity model) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||
(1)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pejabat Bea dan Cukai melakukan:
|
|
|
a.
|
penelitian persyaratan administrasi; dan
|
|
b.
|
Peninjauan Lapangan.
|
(2)
|
Penelitian persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan meneliti kelengkapan berkas permohonan dan menguji kesesuaian informasi yang terdapat dalam lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
|
|
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan permohonan layak untuk diproses lebih lanjut, Pejabat Bea dan Cukai melakukan Peninjauan Lapangan.
|
|
|
||
Pasal 6 |
||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan Peninjauan Lapangan berdasarkan surat tugas.
|
|
(2)
|
Operator Ekonomi harus menyiapkan data maupun informasi yang dibutuhkan oleh Pejabat Bea dan Cukai selama Peninjauan Lapangan.
|
|
(3)
|
Setelah melakukan Peninjauan Lapangan, Pejabat Bea dan Cukai membuat laporan Peninjauan Lapangan untuk disampaikan kepada Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO dengan tembusan kepada Operator Ekonomi.
|
|
(4)
|
Laporan Peninjauan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi kesimpulan dan/atau saran perbaikan.
|
|
(5)
|
Dalam hal laporan Peninjauan Lapangan berisi saran perbaikan, Operator Ekonomi menindaklanjuti dengan melakukan perbaikan.
|
|
(6)
|
Dalam melakukan perbaikan, Operator Ekonomi dapat mengajukan permintaan bimbingan dan pendampingan kepada Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO.
|
|
(7)
|
Terhadap saran perbaikan yang telah ditindaklanjuti, Operator Ekonomi mengajukan permintaan Peninjauan Lapangan kembali kepada Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO.
|
|
(8)
|
Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan Peninjauan Lapangan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) membuat laporan Peninjauan Lapangan kembali kepada Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO dengan tembusan kepada Operator Ekonomi.
|
|
|
||
Pasal 7 |
||
(1)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak ditindaklanjuti dengan Peninjauan Lapangan dalam hal:
|
|
|
a.
|
Operator Ekonomi menyampaikan surat pembatalan permohonan pengakuan sebagai AEO; atau
|
|
b.
|
hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) menunjukkan permohonan Operator Ekonomi tidak layak untuk diproses lebih lanjut.
|
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak ditindaklanjuti dengan proses sertifikasi dalam hal:
|
|
|
a.
|
Operator Ekonomi menyampaikan surat pembatalan permohonan pengakuan sebagai AEO; atau
|
|
b.
|
Operator Ekonomi tidak menyampaikan permintaan Peninjauan Lapangan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan Peninjauan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4).
|
(3)
|
Terhadap permohonan yang tidak ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO menyampaikan pemberitahuan dengan menyebutkan alasannya.
|
|
|
||
Pasal 8 |
||
(1)
|
Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO memberikan persetujuan atas permohonan menjadi AEO dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya laporan Peninjauan Lapangan atau laporan Peninjauan Lapangan kembali yang berisi kesimpulan.
|
|
(2)
|
Atas persetujuan permohonan menjadi AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal tentang pengakuan Operator Ekonomi sebagai AEO.
|
|
(3)
|
Atas penerbitan keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan sertifikat pengakuan Operator Ekonomi sebagai AEO.
|
|
(4)
|
Format Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
(5)
|
Format sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
|
||
Pasal 9 |
||
(1)
|
Pengakuan Operator Ekonomi sebagai AEO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
|
|
(2)
|
Pengakuan Operator Ekonomi sebagai AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperbaharui setiap 5 (lima) tahun sekali.
|
|
|
||
BAB IV
TANGGUNG JAWAB AEO
|
||
AEO bertanggung jawab untuk:
|
||
a.
|
mempertahankan dan/atau meningkatkan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
|
|
b.
|
melakukan Audit Internal secara periodik sekali dalam 1 (satu) tahun, berupa penilaian atas pemenuhan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
|
|
c.
|
menyampaikan laporan hasil Audit Internal kepada Client Manager;
|
|
d.
|
menyampaikan laporan lainnya dalam hal terdapat perubahan-perubahan signifikan yang dapat mempengaruhi kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Client Manager;
|
|
e.
|
melakukan komunikasi secara intensif dengan Client Manager dalam rangka mempertahankan dan/atau meningkatkan kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
|
|
f.
|
mengembangkan dan menjaga nilai-nilai etika dan akuntabilitas dalam praktik perdagangan; dan
|
|
g.
|
menunjuk manajer yang menangani kegiatan AEO.
|
|
|
||
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
|
||
Terhadap AEO dilakukan monitoring dan evaluasi.
|
||
|
|
|
Pasal 12 |
||
(1)
|
Unit yang menangani AEO atau Client Manager melakukan monitoring untuk menjaga kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetap terpenuhi.
|
|
(2)
|
Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|
|
a.
|
penelitian atas laporan hasil Audit Internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b;
|
|
b.
|
penelitian atas laporan perubahan-perubahan signifikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d;
|
|
c.
|
pengumpulan informasi yang bersumber dari pihak internal maupun eksternal, seperti instansi pemerintah lainnya, media massa, dan asosiasi;
|
|
d.
|
Peninjauan Lapangan sewaktu-waktu; dan/atau
|
|
e.
|
komunikasi, konsultasi dan koordinasi dengan manajer yang menangani AEO pada Operator Ekonomi.
|
|
||
Pasal 13 |
||
(1)
|
Dalam hal hasil monitoring menunjukkan penurunan kualitas kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan evaluasi terhadap AEO oleh unit yang menangani AEO.
|
|
(2)
|
Selama proses evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlakuan kepabeanan tertentu tetap berlaku kepada AEO.
|
|
|
||
BAB VI
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN PENGAKUAN OPERATOR EKONOMI SEBAGAI AEO
|
||
(1)
|
Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO melakukan pembekuan pengakuan Operator Ekonomi sebagai AEO paling lama 12 (dua belas) bulan dalam hal:
|
|
|
a.
|
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) menyimpulkan AEO tidak lagi memenuhi kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
|
|
b.
|
adanya putusan pengadilan yang menetapkan AEO telah terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai;
|
|
c.
|
AEO tidak melakukan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; dan/atau
|
|
d.
|
terdapat suatu kondisi di mana barang yang terkait rantai pasokan global dapat menyebabkan kegentingan yang membahayakan keamanan, kesehatan masyarakat dan/atau lingkungan.
|
(2)
|
Selama proses pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlakuan kepabeanan tertentu tidak diberikan terhadap AEO.
|
|
(3)
|
Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dalam hal AEO:
|
|
|
a.
|
telah memenuhi kembali kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi;
|
|
b.
|
telah melakukan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; dan/atau
|
|
c.
|
telah mengatasi atau menyelesaikan kondisi kegentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
|
(4)
|
Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
(5)
|
Pencabutan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
|
||
Pasal 15 |
||
(1)
|
Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk untuk menangani AEO melakukan pencabutan pengakuan Operator Ekonomi sebagai AEO dalam hal:
|
|
|
a.
|
adanya permohonan pencabutan dari AEO;
|
|
b.
|
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan secara terus-menerus tidak melakukan kegiatan kepabeanan;
|
|
c.
|
telah dilakukan 3 (tiga) kali pembekuan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir;
|
|
d.
|
setelah jangka waktu pembekuan, tidak memenuhi kondisi dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan tidak memenuhi tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
|
|
e.
|
adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap bahwa terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan; atau
|
|
f.
|
dinyatakan pailit oleh pengadilan.
|
(2)
|
Operator Ekonomi yang pengakuan sebagai AEO telah dicabut dapat mengajukan permohonan kembali sebagai AEO paling cepat 2 (dua) tahun setelah tanggal pencabutan.
|
|
(3)
|
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan keputusan Direktur Jenderal sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
|
|
|
BAB VII
KESEPAKATAN PENGAKUAN TIMBAL BALIK (MUTUAL RECOGNITION ARRANGEMENT) Pasal 16 |
||
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan Kesepakatan Pengakuan Timbal Balik (Mutual Recognition Arrangement) dengan administrasi kepabeanan negara lain dalam rangka pelaksanaan program AEO.
|
||
|
||
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
|
||
(1)
|
Kegiatan dalam rangka pemberian pengakuan sebagai AEO, monitoring dan evaluasi terhadap AEO, pembekuan pengakuan sebagai AEO, dan pencabutan pengakuan sebagai AEO dilaksanakan oleh unit yang menangani AEO.
|
|
(2)
|
Dalam hal belum ada unit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim implementasi AEO.
|
|
(3)
|
Tim implementasi AEO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|
|
||
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
|
||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Operator Ekonomi yang telah mengajukan permohonan menjadi AEO dan telah dilakukan penelitian persyaratan administrasi dan Peninjauan Lapangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.04/2010 tentang Perlakuan Kepabeanan Terhadap Authorized Economic Operator terhadap hasil penelitiannya tetap dilanjutkan prosesnya berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
|
||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
||
a.
|
tata cara penelitian persyaratan administrasi, Peninjauan Lapangan dan proses sertifikasi atas permohonan yang diajukan oleh Operator Ekonomi;
|
|
b.
|
pelaksanaan perlakuan kepabeanan tertentu yang diberikan kepada AEO;
|
|
c.
|
tata cara monitoring dan evaluasi oleh unit yang menangani AEO; dan
|
|
d.
|
tata cara pembekuan dan pencabutan pengakuan sebagai AEO,
|
|
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.
|
||
|
||
Pasal 20 |
||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.04/2010 tentang Perlakuan Kepabeanan Terhadap Authorized Economic Operator, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||
|
||
Pasal 21 |
||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||
|
||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Desember 2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Desember 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1922
|