Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan atau penyempurnaan
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||||||
|
|
||||||||
Menimbang |
|||||||||
a.
|
bahwa untuk meningkatkan produksi panas bumi nasional, perlu memberikan pembebasan bea masuk dan/atau tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi;
|
||||||||
b.
|
bahwa pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan kegiatan penyelenggaraan panas bumi telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.010/2005 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi Berdasarkan Kontrak Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi;
|
||||||||
c.
|
bahwa untuk lebih mendukung dan meningkatkan pelayanan, tertib administrasi, menjamin kepastian hukum, perlu menyempurnakan ketentuan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk penyelenggaraan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam huruf b;
|
||||||||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Tidak Dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas Impor Barang untuk Kegiatan Penyelenggaraan Panas Bumi;
|
||||||||
|
|
||||||||
Mengingat |
|||||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
||||||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
||||||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||||||
|
|
||||||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||||||
Menetapkan |
|||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU TIDAK DIPUNGUT PAJAK DALAM RANGKA IMPOR ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN PENYELENGGARAAN PANAS BUMI.
|
|||||||||
|
|||||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||||
1.
|
Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi yang selanjutnya disingkat PSPE adalah penugasan yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang panas bumi untuk melaksanakan kegiatan survei pendahuluan dan eksplorasi.
|
||||||||
2.
|
Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan panas bumi.
|
||||||||
3.
|
Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan pada wilayah kerja panas bumi tertentu yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan dan penunjangnya, serta operasi produksi panas bumi.
|
||||||||
4.
|
Pemanfaatan Tidak Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi dengan melalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik.
|
||||||||
5.
|
Badan Usaha adalah badan hukum yang berusaha di bidang panas bumi yang berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, atau perseroan terbatas dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||||||||
6.
|
Kontraktor Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract Contractor) yang selanjutnya disebut KKOB adalah kontraktor yang menandatangani kontrak operasi bersama dengan PT Pertamina (Persero).
|
||||||||
7.
|
Penyedia Barang (Vendor) adalah perusahaan yang ditunjuk oleh KKOB atau Badan Usaha sebagai penyedia barang impor untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi.
|
||||||||
8.
|
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.
|
||||||||
9.
|
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disebut Sistem INSW adalah Sistem Elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
|
||||||||
10.
|
Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, penjualan, tukar-menukar, hibah, atau penghapusan dari aset KKOB atau Badan Usaha.
|
||||||||
11.
|
Pemusnahan adalah kegiatan menghilangkan wujud dan bentuk asal suatu barang menjadi suatu unsur atau senyawa yang tidak dapat dibentuk menjadi barang asal.
|
||||||||
12.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||||||||
13.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||||
14.
|
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah merupakan Instansi Vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||||
15.
|
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan Utama merupakan Instansi Vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||||
16.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||||||
|
|
||||||||
BAB II
PERLAKUAN KEPABEANAN DAN PERPAJAKAN
Bagian Kesatu
Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan/atau Tidak Dipungut Pajak Dalam Rangka Impor
Pasal 2 |
|||||||||
(1)
|
Atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi dapat diberikan pembebasan bea masuk.
|
||||||||
(2)
|
Kegiatan penyelenggaraan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemanfaatan tidak langsung, yang meliputi:
|
||||||||
|
a.
|
PSPE;
|
|||||||
|
b.
|
Eksplorasi;
|
|||||||
|
c.
|
Eksploitasi; dan/atau
|
|||||||
|
d.
|
pemanfaatan.
|
|||||||
(3)
|
Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
|
||||||||
|
a.
|
bea masuk antidumping;
|
|||||||
|
b.
|
bea masuk imbalan;
|
|||||||
|
c.
|
bea masuk tindakan pengamanan; dan/atau
|
|||||||
|
d.
|
bea masuk pembalasan.
|
|||||||
(4)
|
Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
|
a.
|
barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri;
|
|||||||
|
b.
|
barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
|
|||||||
|
c.
|
barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
|
|||||||
(5)
|
Terhadap barang impor yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan perlakuan perpajakan berupa:
|
||||||||
|
a.
|
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan/atau
|
|||||||
|
b.
|
dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor Barang Kena Pajak tertentu yang digunakan dalam rangka penyelenggaraan panas bumi,
|
|||||||
|
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 3 |
|||||||||
(1)
|
Pembebasan bea masuk untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat diberikan kepada:
|
||||||||
|
a.
|
KKOB; atau
|
|||||||
|
b.
|
Badan Usaha.
|
|||||||
(2)
|
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
|
||||||||
|
a.
|
pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi;
|
|||||||
|
b.
|
pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi;
|
|||||||
|
c.
|
pemegang izin panas bumi; atau
|
|||||||
|
d.
|
pelaku PSPE.
|
|||||||
(3)
|
Pelaksanaan impor barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan oleh:
|
||||||||
|
a.
|
KKOB;
|
|||||||
|
b.
|
Badan Usaha; atau
|
|||||||
|
c.
|
Penyedia Barang (Vendor).
|
|||||||
|
|
||||||||
Bagian Kedua
Tata Cara Pengajuan Permohonan Untuk Mendapatkan Pembebasan Bea Masuk
Pasal 4 |
|||||||||
(1)
|
Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), KKOB atau Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW.
|
||||||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
||||||||
|
a.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
|
|||||||
|
b.
|
kontrak operasi bersama atau kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, izin pengusahaan sumber daya panas bumi, izin panas bumi, atau surat ketetapan penugasan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang panas bumi; dan
|
|||||||
|
c.
|
rencana impor barang (RIB).
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan melampirkan:
|
||||||||
|
a.
|
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b;
|
|||||||
|
b.
|
contoh atau spesimen tanda tangan pimpinan/manajer atau para pejabat KKOB atau Badan Usaha yang diberikan wewenang untuk menandatangani Rencana Impor Barang (RIB); dan
|
|||||||
|
c.
|
asli Rencana Impor Barang (RIB) yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk.
|
|||||||
(5)
|
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, serta ayat (4) huruf b dapat dalam bentuk softcopy berupa hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik.
|
||||||||
(6)
|
rencana impor barang (RIB) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf c, merupakan dokumen yang telah disetujui oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang panas bumi dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4).
|
||||||||
(7)
|
Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, pengajuan permohonan dilakukan secara manual dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) huruf b dan huruf c disampaikan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).
|
||||||||
(8)
|
Dalam hal wilayah kerja panas bumi dari KKOB atau Badan Usaha terdiri atas lebih dari 1 (satu) wilayah kerja panas bumi, permohonan disampaikan kepada masing-masing Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja panas bumi sebagaimana tercantum dalam masing-masing rencana impor barang (RIB).
|
||||||||
(9)
|
Dalam hal proses impor akan dilakukan oleh Penyedia Barang (Vendor), permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan nama Penyedia Barang (Vendor) yang akan melakukan impor dan melampirkan bukti kontrak pengadaan barang antara KKOB atau Badan Usaha dengan Penyedia Barang (Vendor).
|
||||||||
(10)
|
Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (9) telah tersedia dalam Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KKOB atau Badan Usaha tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
(11)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 5 |
|||||||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai.
|
||||||||
(2)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Bidang pada Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan atas nama Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian.
|
||||||||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi.
|
||||||||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||||||||
(5)
|
Dalam hal tempat pemasukan barang impor keperluan KKOB atau Badan Usaha terdiri atas lebih dari 1 (satu) tempat pemasukan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menyampaikan salinan Keputusan Menteri Keuangan dimaksud kepada:
|
||||||||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama; dan/atau
|
|||||||
|
b.
|
Kepala Kantor Pabean,
|
|||||||
|
tempat pemasukan.
|
||||||||
(6)
|
Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai.
|
||||||||
(7)
|
Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B, Lampiran huruf C, dan Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
Bagian Ketiga
Jangka Waktu
Pasal 6 |
|||||||||
(1)
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berlaku untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan.
|
||||||||
(2)
|
Dalam hal masa berlaku Kontrak Operasi Bersama atau Izin kurang dari 12 (dua belas) bulan, Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berlaku sampai dengan akhir masa kontrak atau izin.
|
||||||||
|
|
||||||||
BAB III
PEMASUKAN BARANG IMPOR
Bagian Kesatu
Impor Barang Fasilitas
Pasal 7 |
|||||||||
(1)
|
Pemasukan barang impor untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan melalui:
|
||||||||
|
a.
|
kawasan pabean di pelabuhan pemasukan yang telah ditunjuk;
|
|||||||
|
b.
|
pusat logistik berikat, kawasan berikat, atau gudang berikat; atau
|
|||||||
|
c.
|
kawasan lain yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
(2)
|
Tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang impor melalui pusat logistik berikat, kawasan berikat, atau gudang berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan kawasan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 8 |
|||||||||
(1)
|
KKOB, Badan Usaha, dan/atau Penyedia Barang (Vendor) harus mencantumkan kode fasilitas pertambangan pada saat mengajukan pemberitahuan pabean impor atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
|
||||||||
(2)
|
Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan apabila terdapat kesesuaian antara uraian dan satuan barang serta Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan pemasukan pada pemberitahuan pabean impor, dengan uraian dan satuan barang serta Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan pemasukan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
|
||||||||
(3)
|
Terhadap impor barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan pemotongan kuota secara elektronik.
|
||||||||
(4)
|
Pemotongan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan proses atau kegiatan mengurangkan jumlah atas jenis barang impor yang telah diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dengan realisasi impornya di Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
|
||||||||
(5)
|
Dalam hal pemotongan kuota tidak dapat dilakukan secara elektronik, pejabat bea dan cukai melakukan penelitian dan pemotongan kuota secara manual.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 9 |
|||||||||
(1)
|
Dalam hal terdapat:
|
||||||||
|
a.
|
selisih lebih antara jumlah keseluruhan barang yang diimpor dengan jumlah yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
|
|||||||
|
b.
|
perbedaan uraian dan satuan barang antara uraian dan satuan barang yang diimpor dengan uraian dan satuan barang yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); dan/atau
|
|||||||
|
c.
|
perbedaan Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan pemasukan, antara pemberitahuan pabean impor dengan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3),
|
|||||||
|
atas selisih lebih, perbedaan uraian dan satuan barang, serta perbedaan Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan pemasukan tersebut, tidak dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
|
||||||||
(2)
|
Pembebasan bea masuk yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tidak berlaku apabila barang tersebut tidak diperuntukkan dalam rangka kegiatan penyelenggaraan panas bumi.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 10 |
|||||||||
Terhadap barang impor yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), berlaku ketentuan larangan dan/atau pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai larangan dan/atau pembatasan.
|
|||||||||
|
|||||||||
BAB IV
PERUBAHAN TERHADAP KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN MENGENAI PEMBEBASAN BEA MASUK
Pasal 11 |
|||||||||
(1)
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dapat dilakukan perubahan sebelum realisasi impor.
|
||||||||
(2)
|
Realisasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni pada saat barang impor diajukan pemberitahuan pabean impor dan mendapatkan nomor pendaftaran.
|
||||||||
(3)
|
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan sepanjang mengenai:
|
||||||||
|
a.
|
perubahan Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan tempat pemasukan barang impor; dan/atau
|
|||||||
|
b.
|
perubahan yang dikarenakan kekhilafan yang nyata dan bersifat manusiawi, berupa:
|
|||||||
|
|
1.
|
kesalahan hitung; dan/atau
|
||||||
|
|
2.
|
kesalahan penulisan data.
|
||||||
(4)
|
Untuk dapat melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), KKOB atau Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
|
||||||||
(5)
|
Permohonan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW.
|
||||||||
(6)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilampiri dengan:
|
||||||||
|
a.
|
salinan dokumen dan/atau data pendukung yang menyatakan tentang perubahan Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan tempat pemasukan, berupa Bill Of Lading (B/L), Airway Bill (AWB), atau dokumen lain yang dapat membuktikan tentang perubahan pelabuhan tempat pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; dan/atau
|
|||||||
|
b.
|
dokumen pendukung sebagai bukti adanya kesalahan, dalam hal permohonan perubahan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilakukan karena adanya kekhilafan yang nyata dan bersifat manusiawi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
|
|||||||
(7)
|
Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||||
(8)
|
Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 12 |
|||||||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (4) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai.
|
||||||||
(2)
|
Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Bidang pada Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan atas nama Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian.
|
||||||||
(3)
|
Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi.
|
||||||||
(4)
|
Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Surat Pemberitahuan Penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||||||||
(5)
|
Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai.
|
||||||||
(6)
|
Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf E, Lampiran huruf F, dan Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
BAB V
PEMINDAHTANGANAN
Bagian Kesatu
Jangka Waktu Pemindahtanganan
Pasal 13 |
|||||||||
(1)
|
Atas barang impor yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat dilakukan Pemindahtanganan.
|
||||||||
(2)
|
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
|
||||||||
(3)
|
Ketentuan mengenai jangka waktu Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal:
|
||||||||
|
a.
|
terjadi keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
|
|||||||
|
b.
|
barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diekspor kembali;
|
|||||||
|
c.
|
KKOB atau Badan Usaha diputuskan pailit/bangkrut oleh Pengadilan Niaga; atau
|
|||||||
|
d.
|
dipindahtangankan kepada pihak lain yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1).
|
|||||||
|
|
||||||||
Bagian Kedua
Permohonan Izin Pemindahtanganan
Pasal 14 |
|||||||||
(1)
|
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri.
|
||||||||
(2)
|
Untuk dapat memperoleh izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KKOB atau Badan Usaha menyampaikan permohonan izin Pemindahtanganan dengan menyebutkan alasan dan tujuan pemindahtanganan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW.
|
||||||||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
|
||||||||
|
a.
|
surat rekomendasi dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang panas bumi;
|
|||||||
|
b.
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
|
|||||||
|
c.
|
pemberitahuan pabean impor pemasukan barang yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;
|
|||||||
|
d.
|
daftar barang yang akan dipindahtangankan;
|
|||||||
|
e.
|
surat keterangan dari pihak yang berwenang dan bukti-bukti pendukung, dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure);
|
|||||||
|
f.
|
foto barang yang akan dipindahtangankan;
|
|||||||
|
g.
|
Putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan KKOB atau Badan Usaha pailit/bangkrut, dalam hal KKOB atau Badan Usaha pailit/bangkrut; dan
|
|||||||
|
h.
|
surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh pimpinan KKOB atau Badan Usaha yang menyatakan bahwa barang yang akan dipindahtangankan:
|
|||||||
|
|
1.
|
tidak diagunkan/dijaminkan kepada pihak lain;
|
||||||
|
|
2.
|
tidak dalam sengketa dengan pihak lain; dan/atau
|
||||||
|
|
3.
|
masih dalam penguasaan Badan Usaha atau KKOB.
|
||||||
(5)
|
Daftar barang yang akan dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
||||||||
|
a.
|
uraian barang;
|
|||||||
|
b.
|
spesifikasi teknis barang;
|
|||||||
|
c.
|
jumlah dan satuan barang;
|
|||||||
|
d.
|
nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi dan nomor urut barang yang akan dipindahtangankan dalam lampiran Keputusan Menteri Keuangan tersebut;
|
|||||||
|
e.
|
Kantor Pabean tempat pemasukan barang;
|
|||||||
|
f.
|
nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor pemasukan barang; dan
|
|||||||
|
g.
|
tanda tangan pimpinan KKOB atau Badan Usaha.
|
|||||||
(6)
|
Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||||
(7)
|
Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk dokumen salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).
|
||||||||
(8)
|
Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia dalam Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KKOB atau Badan Usaha tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 15 |
|||||||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
|
||||||||
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan pada Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi, menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian.
|
||||||||
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan:
|
||||||||
|
a.
|
sesuai, ditindaklanjuti sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
1.
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemindahtanganan barang impor untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi dengan tanpa disertai kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang; atau
|
||||||
|
|
2.
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemindahtanganan barang impor untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi dengan disertai kewajiban membayar bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang, dalam hal Pemindahtanganan disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor; atau
|
||||||
|
b.
|
tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri membuat surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
|||||||
(4)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) Jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai.
|
||||||||
(5)
|
Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemindahtanganan diterima secara lengkap dan sesuai.
|
||||||||
(6)
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 60 (enam puluh) hari sejak diterbitkannya keputusan tersebut.
|
||||||||
(7)
|
Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H, Lampiran huruf I, Lampiran huruf J, dan Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 16 |
|||||||||
(1)
|
Atas Pemindahtanganan barang impor yang mendapat pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
|
||||||||
(2)
|
KKOB atau Badan Usaha yang telah melakukan Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Pemindahtanganan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
(3)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemindahtanganan.
|
||||||||
(4)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
Bagian Ketiga
Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor
Pasal 17 |
|||||||||
(1)
|
Terhadap Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) terutang bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
|
||||||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||||
|
a.
|
jika Pemindahtanganan dilakukan:
|
|||||||
|
|
1.
|
setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, untuk pembebasan bea masuk; dan/atau
|
||||||
|
|
2.
|
setelah 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, untuk tidak dipungut pajak dalam rangka impor.
|
||||||
|
b.
|
terj adi keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
|
|||||||
|
c.
|
diekspor kembali; atau
|
|||||||
|
d.
|
dipindahtangankan kepada pihak lain yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
|
|||||||
|
|
|
|||||||
Bagian Keempat
Pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor
Pasal 18 |
|||||||||
(1)
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a angka 2, merupakan dokumen dasar dalam pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
|
||||||||
(2)
|
Pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean berdasarkan pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan.
|
||||||||
(3)
|
Penyelesaian kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
|
|
||||||||
Bagian Kelima
Penyelesaian Pemindahtanganan
Pasal 19 |
|||||||||
(1)
|
KKOB atau Badan Usaha yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a dan akan melaksanakan Pemindahtanganan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
(2)
|
Terhadap Pemindahtanganan yang disertai dengan kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan bukti pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor serta bukti-bukti lain untuk pelaksanaan Pemindahtanganan.
|
||||||||
(3)
|
Sebelum pelaksanaan Pemindahtanganan, pejabat bea dan cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dipindahtangankan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik.
|
||||||||
(4)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan:
|
||||||||
|
a.
|
sesuai, Pemindahtanganan dapat dilaksanakan dan pejabat bea dan cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuat berita acara Pemindahtanganan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
b.
|
tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean memberitahukan kepada KKOB atau Badan Usaha bahwa barang yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilakukan Pemindahtanganan.
|
|||||||
|
|
||||||||
Bagian Keenam
Pemindahtanganan Barang Milik Negara
Pasal 20 |
|||||||||
Tata laksana Pemindahtanganan barang impor untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi yang mendapat pembebasan bea masuk yang berstatus Barang Milik Negara, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Barang Milik Negara.
|
|||||||||
|
|||||||||
BAB VI
PEMUSNAHAN
Bagian Kesatu
Permohonan Izin Pemusnahan
Pasal 21 |
|||||||||
Atas barang impor yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat dilakukan Pemusnahan.
|
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 22 |
|||||||||
(1)
|
Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan setelah mendapatkan izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri.
|
||||||||
(2)
|
Untuk dapat memperoleh izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KKOB atau Badan Usaha menyampaikan permohonan izin Pemusnahan dengan menyebutkan alasan Pemusnahan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW.
|
||||||||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
|
||||||||
|
a.
|
surat rekomendasi dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang panas bumi;
|
|||||||
|
b.
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
|
|||||||
|
c.
|
pemberitahuan pabean impor pemasukan barang yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;
|
|||||||
|
d.
|
daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan; dan
|
|||||||
|
e.
|
foto barang yang akan dilakukan Pemusnahan.
|
|||||||
(5)
|
Daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
||||||||
|
a.
|
uraian barang;
|
|||||||
|
b.
|
spesifikasi teknis barang;
|
|||||||
|
c.
|
jumlah dan satuan barang;
|
|||||||
|
d.
|
nomor Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan nomor urut barang yang akan dilakukan Pemusnahan dalam lampiran Keputusan Menteri Keuangan;
|
|||||||
|
e.
|
Kantor Pabean tempat pemasukan barang;
|
|||||||
|
f.
|
nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor pemasukan barang; dan
|
|||||||
|
g.
|
tanda tangan pimpinan KKOB atau Badan Usaha.
|
|||||||
(6)
|
Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||||
(7)
|
Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).
|
||||||||
(8)
|
Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia dalam Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KKOB atau Badan Usaha tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 23 |
|||||||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).
|
||||||||
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan pada Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi, menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian.
|
||||||||
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan:
|
||||||||
|
a.
|
sesuai, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemusnahan atas barang impor untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi yang mendapat pembebasan bea masuk;
|
|||||||
|
b.
|
tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri membuat surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
|||||||
(4)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) Jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai.
|
||||||||
(5)
|
Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemusnahan diterima secara lengkap dan sesuai.
|
||||||||
(6)
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 60 (enam puluh) hari sejak diterbitkannya keputusan tersebut.
|
||||||||
(7)
|
Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H, Lampiran huruf N, dan Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
Pasal 24 |
|||||||||
(1)
|
Atas Pemusnahan barang impor yang mendapat pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
|
||||||||
(2)
|
KKOB atau Badan Usaha yang telah melakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Pemusnahan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
(3)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemusnahan.
|
||||||||
(4)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
Bagian Kedua
Pelaksanaan Pemusnahan
Pasal 25 |
|||||||||
(1)
|
KKOB atau Badan Usaha yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a dan akan melaksanakan Pemusnahan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi.
|
||||||||
(2)
|
Sebelum pelaksanaan Pemusnahan, pejabat bea dan cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dimusnahkan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik.
|
||||||||
(3)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan:
|
||||||||
|
a.
|
sesuai, Pemusnahan dapat dilaksanakan dan pejabat bea dan cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat berita acara Pemusnahan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
|||||||
|
b.
|
tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean memberitahukan kepada KKOB atau Badan Usaha bahwa barang yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilakukan Pemusnahan.
|
|||||||
|
|
||||||||
Bagian Ketiga
Perlakuan Terhadap Barang Impor yang Mendapatkan Pembebasan Bea Masuk yang Masih Bernilai Ekonomis Setelah Dilakukan Pemusnahan
Pasal 26 |
|||||||||
(1)
|
Terhadap Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
|
||||||||
(2)
|
Pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, jika setelah dilakukan pemusnahan barang tersebut masih mempunyai nilai ekonomis dan dilakukan penjualan.
|
||||||||
(3)
|
Atas penjualan barang yang masih mempunyai nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
|
a.
|
untuk bea masuk, dihitung berdasarkan harga transaksi penjualan dengan dikenakan:
|
|||||||
|
|
1.
|
pembebanan sebesar 5% (lima persen), jika pembebasan bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih; atau
|
||||||
|
|
2.
|
pembebanan sesuai Jenis barang, jika pembebanan bea masuknya di bawah 5% (lima persen); dan
|
||||||
|
b.
|
untuk pajak dalam rangka impor, dihitung berdasarkan harga transaksi penjualan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
|
|||||||
(4)
|
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf a yang menjadi dokumen dasar pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang.
|
||||||||
(5)
|
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan di Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pelaksanaan pemusnahan.
|
||||||||
(6)
|
Barang yang masih mempunyai nilai ekonomis dan dilakukan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
|
a.
|
untuk pembebasan bea masuk, Pemusnahan dilakukan dalam jangka waktu setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor; dan/atau
|
|||||||
|
b.
|
untuk tidak dipungut pajak dalam rangka impor, Pemusnahan dilakukan dalam jangka waktu setelah 4 (empat) tahun terhitung pemberitahuan pabean impor.
|
|||||||
|
|
||||||||
BAB VII
KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Kewajiban Penyampaian Laporan Realisasi
Pasal 27 |
|||||||||
(1)
|
KKOB atau Badan Usaha wajib menyampaikan laporan realisasi impor atas barang yang diberikan pembebasan bea masuk kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
|
||||||||
(2)
|
Laporan realisasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas barang yang sudah maupun belum sampai di wilayah kerja panas bumi disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
|
||||||||
(3)
|
Dalam hal KKOB atau Badan Usaha tidak menyampaikan laporan realisasi impor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KKOB atau Badan Usaha dikenakan sanksi berupa penundaan pelayanan atas pengaJuan permohonan pembebasan bea masuk sampai dengan diserahkannya laporan realisasi impor tersebut.
|
||||||||
(4)
|
Laporan realisasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
Bagian Kedua
Kewajiban Pembukuan
Pasal 28 |
|||||||||
KKOB, Badan Usaha, dan/atau Penyedia barang (Vendor) wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
|
|||||||||
|
|||||||||
Bagian Ketiga
Penyampaian Surat, Keputusan, dan Laporan Realisasi Impor
Pasal 29 |
|||||||||
(1)
|
Penyampaian:
|
||||||||
|
a.
|
surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2);
|
|||||||
|
b.
|
salinan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), Pasal 15 ayat (3) huruf a dan Pasal 23 ayat (3) huruf a;
|
|||||||
|
c.
|
perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3);
|
|||||||
|
d.
|
surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Pasal 12 ayat (4), Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 23 ayat (3) huruf b;
|
|||||||
|
e.
|
laporan realisasi impor sebagaimana tersebut dalam Pasal 27 ayat (1);
|
|||||||
|
f.
|
laporan realisasi Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2); dan
|
|||||||
|
g.
|
laporan realisasi Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2),
|
|||||||
|
disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||||
(2)
|
Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, penyampaian surat, salinan keputusan, atau laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).
|
||||||||
|
|
||||||||
BAB VIII
PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Penelitian Terhadap Laporan Realisasi Impor dengan Hasil Pemotongan Kuota
Pasal 30 |
|||||||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) melakukan penelitian atas:
|
||||||||
|
a.
|
laporan realisasi impor; dan
|
|||||||
|
b.
|
hasil pemotongan kuota.
|
|||||||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik.
|
||||||||
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan pembebasan bea masuk yang telah diberikan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan.
|
||||||||
|
|
||||||||
Bagian Kedua
Audit
Pasal 31 |
|||||||||
(1)
|
Terhadap KKOB atau Badan Usaha yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Penyedia Barang (Vendor) yang melakukan kegiatan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c, dapat dilakukan audit.
|
||||||||
(2)
|
Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||||||
(3)
|
Dalam pelaksanaan kegiatan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KKOB, Badan Usaha, dan/atau Penyedia Barang (Vendor) wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan.
|
||||||||
(4)
|
Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai audit.
|
||||||||
|
|
||||||||
Bagian Ketiga
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 32 |
|||||||||
(1)
|
Agar pemberian pembebasan bea masuk lebih tepat sasaran, serta dalam rangka penyempurnaan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan harmonisasi kebijakan di bidang fasilitas pertambangan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi.
|
||||||||
(2)
|
Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada:
|
||||||||
|
a.
|
Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi;
|
|||||||
|
b.
|
Badan Usaha;
|
|||||||
|
c.
|
KKOB; dan/atau
|
|||||||
|
d.
|
Penyedia Barang (Vendor).
|
|||||||
(3)
|
Untuk keperluan evaluasi dalam pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan monitoring dan evaluasi.
|
||||||||
(4)
|
Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap:
|
||||||||
|
a.
|
Badan Usaha;
|
|||||||
|
b.
|
KKOB; dan/atau
|
|||||||
|
c.
|
Penyedia Barang (Vendor).
|
|||||||
(5)
|
Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan atas pembebasan bea masuk yang telah diberikan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan/atau Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan.
|
||||||||
(6)
|
Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), KKOB, Badan Usaha, dan/atau Penyedia Barang (Vendor) wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan.
|
||||||||
|
|
||||||||
BAB IX
SANKSI
Pasal 33 |
|||||||||
(1)
|
Dalam hal Pemindahtanganan dan/atau Pemusnahan tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) dan/atau Pasal 26 ayat (5), KKOB atau Badan Usaha wajib membayar:
|
||||||||
|
a.
|
bea masuk yang terutang;
|
|||||||
|
b.
|
pajak dalam rangka impor; dan/atau
|
|||||||
|
c.
|
sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan.
|
|||||||
(2)
|
Pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menggunakan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean berdasarkan pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan.
|
||||||||
(3)
|
Pengenaan kewajiban pembayaran pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||||
(4)
|
Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, KKOB atau Badan Usaha didapati tidak menyampaikan:
|
||||||||
|
a.
|
laporan realisasi Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2); atau
|
|||||||
|
b.
|
laporan realisasi Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2),
|
|||||||
|
terhadap KKOB atau Badan Usaha dimaksud dikenakan sanksi.
|
||||||||
(5)
|
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
|
||||||||
|
a.
|
penundaan pelayanan pemberian pembebasan bea masuk; dan/atau
|
|||||||
|
b.
|
pemblokiran kegiatan kepabeanan berdasarkan manajemen risiko,
|
|||||||
|
dikenakan sampai dengan diserahkannya laporan realisasi Pemindahtanganan dan/atau Pemusnahan.
|
||||||||
|
|
||||||||
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 34 |
|||||||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), Pasal 5 ayat (4), Pasal 12 ayat (3), dan Pasal 12 ayat (4), dan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (3):
|
||||||||
|
a.
|
wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan;
|
|||||||
|
b.
|
bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
|
|||||||
|
c.
|
tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, atau Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau berhalangan tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.
|
||||||||
(3)
|
Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.
|
||||||||
|
|
||||||||
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35 |
|||||||||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
|
|||||||||
a.
|
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.010/2005 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut atas Impor Barang untuk Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi Berdasarkan Kontrak Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, dinyatakan masih berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku Keputusan Menteri dimaksud;
|
||||||||
b.
|
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi, dinyatakan masih berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku Keputusan Menteri dimaksud;
|
||||||||
c.
|
dalam hal pemotongan kuota impor belum dapat dilakukan secara elektronik, pemotongan kuota impor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana pemotongan kuota barang impor yang mendapatkan pembebasan bea masuk;
|
||||||||
d.
|
dalam hal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas Pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, laporan realisasi impor dari KKOB atau Badan Usaha dan laporan pemotongan kuota dari Kantor Pabean harus disampaikan kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan; dan
|
||||||||
e.
|
Pemindahtanganan atau pemusnahan atas barang impor yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.010/2005 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut atas Impor Barang untuk Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi Berdasarkan Kontrak Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi atau Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi dapat dilakukan pemindahtanganan atau pemusnahan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||||||||
|
|
||||||||
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36 |
|||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
|
|||||||||
a.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.010/2005 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi Berdasarkan Kontrak Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi; dan
|
||||||||
b.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi,
|
||||||||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||||||
|
|||||||||
Pasal 37 |
|||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||||||
|
|||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||||
|
|||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2019
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1718
|