Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sebagian sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
|
||||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dan mendukung pendalaman pasar bagi sektor keuangan serta mendorong pertumbuhan investasi di bidang real estat, perlu pengaturan mengenai perlakuan perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan skema Kontrak Investasi Kolektif tertentu;
|
|||
b.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pelaksanaan lebih lanjut ketentuan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
|
|||
c.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (4d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dinyatakan bahwa Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur ketentuan mengenai pengembalian pendahuluan kelebihan pajak kepada Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah;
|
|||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (4) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 serta Pasal 9 ayat (4d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Perpajakan bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang Menggunakan Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu Dalam Rangka Pendalaman Sektor Keuangan;
|
|||
|
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
|||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3580) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4914);
|
|||
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI WAJIB PAJAK DAN PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGGUNAKAN SKEMA KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF TERTENTU DALAM RANGKA PENDALAMAN SEKTOR KEUANGAN.
|
||||
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya.
|
|||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 yang selanjutnya disebut dengan PP 48 Tahun 1994 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan perubahannya.
|
|||
3.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
4.
|
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
|
|||
5.
|
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya.
|
|||
6.
|
Kontrak Investasi Kolektif yang selanjutnya disebut dengan KIK adalah Kontrak Investasi Kolektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pasar Modal.
|
|||
7.
|
Real Estat adalah tanah secara fisik dan bangunan yang ada di atasnya.
|
|||
8.
|
Perusahaan Real Estat adalah perusahaan yang kegiatan usaha utamanya di bidang Real Estat.
|
|||
9.
|
Aset yang Berkaitan dengan Real Estat adalah Efek Perusahaan Real Estat yang tercatat di Bursa Efek dan/atau diterbitkan oleh Perusahaan Real Estat.
|
|||
10.
|
Dana Investasi Real Estat yang selanjutnya disebut dengan DIRE adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan pada aset Real Estat, aset yang berkaitan dengan Real Estat, dan/atau kas dan setara kas.
|
|||
11.
|
Special Purpose Company yang selanjutnya disebut dengan SPC adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh DIRE berbentuk KIK paling kurang 99,9% (sembilan puluh sembilan koma sembilan perseratus) dari modal disetor yang dibentuk semata-mata untuk kepentingan yang DIRE berbentuk KIK.
|
|||
12.
|
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
|
|||
|
||||
BAB II
PAJAK PENGHASILAN
|
||||
(1)
|
Untuk kepentingan perlakuan Pajak Penghasilan, SPC dalam skema KIK tertentu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan KIK.
|
|||
(2)
|
Skema KIK tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu skema investasi dalam bentuk KIK dengan wadah DIRE dengan atau tanpa menggunakan SPC.
|
|||
(3)
|
Dividen yang diterima oleh KIK dari SPC dalam skema KIK tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak KIK.
|
|||
(4)
|
Dividen dari SPC kepada KIK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|||
|
||||
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan perlakuan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), pada saat penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan, KIK harus melampirkan dokumen sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
Fotokopi surat pemberitahuan efektifnya pernyataan pendaftaran DIRE berbentuk KIK yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan;
|
||
|
b.
|
Keterangan dari Otoritas Jasa Keuangan bahwa Wajib Pajak merupakan SPC dalam skema KIK tertentu; dan
|
||
|
c.
|
Surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa SPC dibentuk semata-mata untuk kepentingan DIRE berbentuk KIK.
|
||
(2)
|
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampirkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pada tahun pajak diperolehnya dividen oleh KIK dari SPC dalam skema KIK tertentu.
|
|||
|
|
|
||
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Pengalihan Real Estat dari pihak yang mengalihkan Real Estat kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu tidak termasuk dalam cakupan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) PP 48 Tahun 1994 yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|||
(2)
|
Penghasilan yang berasal dari pengalihan Real Estat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan objek Pajak Penghasilan berupa keuntungan atas pengalihan harta bagi pihak yang mengalihkan Real Estat.
|
|||
(3)
|
Perlakuan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
|
|||
(4)
|
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan Real Estat sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus menyampaikan secara tertulis pemberitahuan mengenai adanya pengalihan Real Estat kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|||
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan pengalihan Real Estat dari pihak yang mengalihkan Real Estat kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 1) apabila kepadanya telah diserahkan kelengkapan dokumen sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
fotokopi surat pemberitahuan efektifnya pernyataan pendaftaran DIRE berbentuk KIK yang diterbitkan dan telah dilegalisasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
|
||
|
b.
|
keterangan dari Otoritas Jasa Keuangan bahwa Wajib Pajak yang mengalihkan Real Estat bertransaksi dengan SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu;
|
||
|
c.
|
surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa Wajib Pajak mengalihkan Real Estat kepada SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu; dan
|
||
|
d.
|
fotokopi pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) yang dilampiri dengan fotokopi bukti penerimaan surat dari kantor pelayanan pajak atas pemberitahuan secara tertulis dimaksud.
|
||
(2)
|
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah notaris, pejabat pembuat akta tanah, camat, pejabat lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bebas.
|
|||
|
|
|
||
BAB III
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
|
||||
(1)
|
SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) ayat (2) merupakan Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.
|
|||
(2)
|
SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
|
|
|
||
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak harus menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan kelengkapan dokumen sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
fotokopi surat pemberitahuan efektifnya pernyataan pendaftaran DIRE berbentuk KIK yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan;
|
||
|
b.
|
keterangan dari Otoritas Jasa Keuangan bahwa Wajib Pajak merupakan SPC dalam skema KIK tertentu; dan
|
||
|
c.
|
surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa SPC atau KIK dibentuk semata-mata untuk kepentingan DIRE berbentuk KIK.
|
||
(3)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap menerbitkan:
|
|||
|
a.
|
keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah; atau
|
||
|
b.
|
surat pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses karena tidak melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
(4)
|
Apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir, Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau surat pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan; dan
|
||
|
b.
|
Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
||
(5)
|
Surat keputusan penetapan atau surat pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah dilakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1).
|
|||
(6)
|
Keputusan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku untuk 12 (dua belas) masa pajak sejak masa pajak Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.
|
|||
|
|
|
||
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Apabila jangka waktu penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah berakhir, Pengusaha Kena Pajak dapat menyampaikan permohonan kembali untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2).
|
|||
|
|
|
||
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah dinyatakan tidak berlaku dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Pengusaha Kena Pajak dilakukan pemeriksaan, bukti permulaan atau penyidikan; atau
|
||
|
b.
|
Pengusaha Kena Pajak dilakukan pemeriksaan dan ternyata dari hal pemeriksaan diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak menjalankan skema KIK tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||
(2)
|
Penetapan Pengusaha Kena Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sejak:
|
|||
|
a.
|
Diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan, dalam hal dilakukan pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf a; atau
|
||
|
b.
|
Ditandatanganinya berita acara hasil pemeriksaan, dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
|
||
(3)
|
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat pemberitahuan pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
(1)
|
Untuk diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai kepada Direktur Jenderal Pajak sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah dari Direktur Jenderal Pajak; dan
|
||
|
b.
|
terdapat pengkreditan pajak masukan berupa Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Real Estat.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) masa pajak dengan menggunakan:
|
|||
|
a.
|
surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai; atau
|
||
|
b.
|
surat permohonan tersendiri.
|
||
(3)
|
Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap:
|
|||
|
a.
|
kebenaran bahwa Pengusaha Kena Pajak merupakan SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu yang telah mendapatkan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah;
|
||
|
b.
|
adanya pengkreditan pajak masukan berupa Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Real Estat;
|
||
|
c.
|
kelengkapan surat pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai dan lampiran-lampirannya;
|
||
|
d.
|
kebenaran penulisan dan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai; dan
|
||
|
e.
|
kebenaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
||
(4)
|
Setelah melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap.
|
|||
(5)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, permohonan pengembalian kelebihan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai yang diajukan dianggap dikabulkan dan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak harus diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir.
|
|||
(6)
|
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diterbitkan apabila berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa:
|
|||
|
a.
|
Pengusaha Kena Pajak bukan merupakan SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu yang telah mendapatkan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah;
|
||
|
b.
|
tidak adanya pengkreditan pajak masukan berupa Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Real Estat;
|
||
|
c.
|
Lampiran dalam surat pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai tidak lengkap;
|
||
|
d.
|
tidak terdapat kelebihan Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
|
||
|
e.
|
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak tidak benar.
|
||
(7)
|
Dalam hal Pendahuluan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pajak tidak diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), berlaku ketentuan bahwa:
|
|||
|
a.
|
kepada Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah diberikan pemberitahuan secara tertulis dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
|
||
|
b.
|
permohonan pengembalian kelebihan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai diproses berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
||
|
|
|
||
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
|
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 November 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 November 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
WIDODO EKATJAHJANA |
||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1692 |