Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
|||||
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan yang mengatur mengenai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;
|
||||
b.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 diatur bahwa berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
|
||||
c.
|
bahwa dalam ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 1994 diatur bahwa terhadap ketentuan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
|
||||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan;
|
||||
|
|
||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
|
||||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
|
||||
4.
|
Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
|
||||
|
|||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
|
|||||
|
|||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
|
||||
2.
|
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan SKKP PBB adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah kelebihan pembayaran PBB.
|
||||
3.
|
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat dengan SPb adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah pembayaran PBB sama dengan jumlah PBB terutang.
|
||||
4.
|
Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah PBB yang terutang atau jumlah kekurangan pembayaran pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
|
||||
5.
|
Perusahaan Jasa Ekspedisi atau Jasa Kurir yang selanjutnya disebut Perusahaan Jasa adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu.
|
||||
|
|||||
BAB II
PENGAJUAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PBB
Pasal 2 |
|||||
Kelebihan pembayaran PBB terjadi dalam hal:
|
|||||
a.
|
PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang; atau
|
||||
b.
|
dilakukan pembayaran PBB yang tidak seharusnya terutang.
|
||||
|
|||||
Pasal 3 |
|||||
(1)
|
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat objek pajak terdaftar.
|
||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
|
||||
|
a.
|
permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya pengembalian yang dimohon disertai alasan yang jelas;
|
|||
|
b.
|
permohonan dilampiri fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Tagihan Pajak PBB (STP PBB), atau SKP PBB, dan bukti pembayaran PBB yang sah; dan
|
|||
|
c.
|
surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
|
1)
|
surat permohonan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus, untuk:
|
||
|
|
|
a.
|
Wajib Pajak badan; atau
|
|
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak orang pribadi dengan kelebihan pembayaran PBB menurut Wajib Pajak lebih banyak dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
|
|
|
|
2)
|
surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan kelebihan pembayaran PBB menurut Wajib Pajak paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
|
||
|
|
3)
|
Permohonan pengembalian yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan.
|
||
|
|||||
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian terhadap permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan pengembalian Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
|
||||
|
a.
|
SKKP PBB apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari jumlah PBB terutang;
|
|||
|
b.
|
SPb apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB terutang;
|
|||
|
c.
|
SKP PBB apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB terutang.
|
|||
(2)
|
Tanggal diterimanya surat permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
||||
|
a.
|
tanggal terima surat permohonan pengembalian, dalam hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau petugas yang ditunjuk; atau
|
|||
|
b.
|
tanggal tanda pengiriman surat permohonan pengembalian, dalam hal disampaikan melalui pos atau Perusahaan Jasa dengan bukti pengiriman surat.
|
|||
(3)
|
Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama tidak memberikan keputusan, permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan SKKP PBB diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
|
||||
|
|||||
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 5 |
|||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran PBB diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||
|
|||||
Pasal 6 |
|||||
Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diundangkan.
|
|||||
|
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011 MENTERI KEUANGAN, AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 36
|