Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|
|
|
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai registrasi kepabeanan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.04/2014 tentang Registrasi Kepabeanan dan ketentuan mengenai pengusaha pengurusan Jasa kepabeanan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2007 tentang Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan;
|
||
b.
|
bahwa dalam rangka untuk lebih meningkatkan pelayanan, pengawasan, dan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan di bidang kepabeanan, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai registrasi kepabeanan dan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Registrasi Kepabeanan;
|
||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
|
||
2.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
3.
|
Keterangan Status Wajib Pajak adalah informasi yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak terkait validitas Nomor Pokok Wajib Pajak dan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak.
|
||
4.
|
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
|
||
5.
|
Eksportir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
|
||
6.
|
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa Importir atau Eksportir.
|
||
7.
|
Pengangkut adalah orang perseorangan atau badan hukum, kuasanya, atau pihak yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut, yang mengangkut barang dan/atau orang yang mempunyai kewajiban menyampaikan pemberitahuan pabean atas barang dan/atau orang yang diangkutnya.
|
||
8.
|
Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara adalah badan usaha yang mengusahakan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
||
9.
|
Perusahaan Jasa Titipan yang selanjutnya disingkat PJT adalah Penyelenggara Pos yang memperoleh izin usaha dari instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pos.
|
||
10.
|
Ahli Kepabeanan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kepabeanan dan memiliki Sertifikat Ahli Kepabeanan yang dikeluarkan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan.
|
||
11.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
|
||
12.
|
Pengguna Jasa adalah Importir, Eksportir, PPJK, Pengangkut, Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, PJT, dan pengguna jasa kepabeanan lainnya yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
13.
|
Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada Pengguna Jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
|
||
14.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan adalah Pengguna Jasa yang telah mendapatkan Akses Kepabeanan.
|
||
15.
|
Registrasi Kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Pengguna Jasa ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan Akses Kepabeanan.
|
||
16.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
17.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
18.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tu gas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
|
|
|
|
BAB II
PERMOHONAN REGISTRASI KEPABEANAN
|
|||
(1)
|
Pengguna Jasa yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean harus melakukan Registrasi Kepabeanan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diberikan Akses Kepabeanan.
|
||
(2)
|
Dalam hal Pengguna Jasa belum mempunyai NPWP, Pengguna Jasa harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP ke Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(3)
|
Untuk Pengguna Jasa yang bertindak sebagai PPJK, selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Jasa juga harus memiliki Ahli Kepabeanan.
|
||
(4)
|
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk Pengguna Jasa yang:
|
||
|
a.
|
memasukkan atau mengeluarkan barang ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; atau
|
|
|
b.
|
mengangkut orang ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Ketentuan mengenai kewajiban untuk melakukan Registrasi Kepabeanan dikecualikan terhadap Pengguna Jasa yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean impor yang berkaitan dengan:
|
||
|
a.
|
barang perwakilan negara asing dan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
|
|
|
b.
|
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman;
|
|
|
c.
|
barang pindahan;
|
|
|
d.
|
hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
|
|
|
e.
|
barang untuk keperluan pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
|
|
|
f.
|
barang impor sementara;
|
|
|
g.
|
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
|
|
|
h.
|
barang untuk keperluan promosi;
|
|
|
i.
|
obat-obatan dan peralatan kesehatan yang menggunakan anggaran pemerintah;
|
|
|
j.
|
barang ekspor yang diimpor kembali untuk keperluan perbaikan, pameran, atau yang ditolak oleh pembeli di luar daerah pabean dalam jumlah paling banyak sama dengan jumlah pada saat ekspor sesuai dengan dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
|
|
|
k.
|
barang contoh yang tidak diperdagangkan; dan/atau
|
|
|
l.
|
barang yang mendapatkan persetujuan impor tanpa Angka Pengenal Importir.
|
|
(2)
|
Ketentuan mengenai kewajiban untuk melakukan Registrasi Kepabeanan dikecualikan terhadap Pengguna Jasa yang melakukan pemenuhan kewajiban pabean ekspor yang berkaitan dengan:
|
||
|
a.
|
barang perwakilan negara asing dan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
|
|
|
b.
|
barang pindahan;
|
|
|
c.
|
barang untuk keperluan ibadah umum, sosial, pendidikan, ke budayaan, atau olahraga;
|
|
|
d.
|
barang cindera mata;
|
|
|
e.
|
barang contoh;
|
|
|
f.
|
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
|
|
|
g.
|
barang ekspor yang dilakukan oleh orang perseorangan yang tidak untuk diperdagangkan;
|
|
|
h.
|
barang ekspor yang akan diimpor kembali untuk keperluan perbaikan atau pameran; dan/atau
|
|
|
i.
|
barang impor yang diekspor kembali (re-ekspor).
|
|
(3)
|
Ketentuan mengenai kewajiban untuk melakukan Registrasi Kepabeanan dalam rangka pemenuhan kewajiban pabean berupa pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut dan/atau pemberitahuan mengenai barang yang diangkutnya, dikecualikan terhadap:
|
||
|
a.
|
Pengangkut luar negeri yang tidak memiliki izin pengangkutan berjadwal (charter/sewa);
|
|
|
b.
|
Pengangkut darat; dan/atau
|
|
|
c.
|
Pengguna Jasa yang mengimpor atau mengekspor sendiri sarana pengangkutnya.
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.
|
||
(2)
|
Permohonan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui media elektronik melalui:
|
||
|
a.
|
Portal Indonesia National Single Window; atau
|
|
|
b.
|
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Pengajuan permohonan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dapat dilakukan setelah Pengguna Jasa memperoleh Keterangan Status Wajib Pajak dengan status valid.
|
||
(2)
|
Pengguna Jasa yang mengajukan permohonan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengisi formulir isian dan melampirkan salinan dokumen pendukung melalui media elektronik sesuai dengan jenis Registrasi Kepabeanan yang diajukan.
|
||
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal:
|
||
|
a.
|
data terkait dengan Pengguna Jasa telah terdapat pada sistem administrasi di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
|
|
|
b.
|
data dan/atau dokumen terkait dengan Pengguna Jasa, telah terdapat pada instansi terkait yang melakukan kesepakatan pertukaran data dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap kelengkapan permohonan Registrasi Kepabeanan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya terhitung sejak permohonan diterima.
|
||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian se bagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan:
|
||
|
a.
|
lampiran permohonan lengkap, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan bukti penerimaan permohonan Registrasi Kepabeanan;
|
|
|
b.
|
lampiran permohonan tidak lengkap, permohonan Registrasi Kepabeanan tidak dapat diproses dan Pejabat Bea dan Cukai memberitahukan kepada Pengguna Jasa disertai dengan alasannya.
|
|
(3)
|
Terhadap permohonan Registrasi Kepabeanan yang tidak dapat diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pengguna Jasa dapat mengajukan kembali permohonan untuk melakukan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
|
||
|
|
|
|
BAB III
PENELITIAN PERMOHONAN
|
|||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian administrasi terhadap permohonan Registrasi Kepabeanan yang telah mendapatkan bukti penerimaan permohonan Registrasi Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a.
|
||
(2)
|
Penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk meneliti kesesuaian data yang berkaitan dengan jenis Registrasi Kepabeanan yang diajukan oleh Pengguna Jasa
|
||
(3)
|
Penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan antara data dalam formulir isian dengan:
|
||
|
a.
|
dokumen dan/atau data pendukung yang dilampirkan oleh Pengguna Jasa; dan/atau
|
|
|
b.
|
data dan/atau dokumen terkait dengan Pengguna Jasa, dalam hal telah terdapat pada instansi terkait yang melakukan kesepakatan pertukaran data dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
|
|
|
|
BAB IV
KEPUTUSAN REGISTRASI KEPABEANAN
|
|||
(1)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan Registrasi Kepabeanan disetujui, Direktur Jenderal menerbitkan surat pemberitahuan mengenai persetujuan pemberian Akses Kepabeanan yang disampaikan kepada Pengguna Jasa melalui media elektronik dan/atau jasa pengiriman surat.
|
||
(3)
|
Dalam hal permohonan Registrasi Kepabeanan ditolak, Direktur Jenderal menerbitkan surat pemberitahuan mengenai penolakan permohonan Registrasi Kepabeanan dengan disertai alasan penolakan melalui media elektronik.
|
||
(4)
|
Pengguna Jasa dapat mengajukan kembali permohonan yang sebelumnya ditolak dengan melakukan perbaikan sesuai dengan alasan penolakan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
Setelah mendapat persetujuan Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), NPWP dari Pengguna Jasa Kepabeanan:
|
|||
a.
|
digunakan sebagai identitas dalam pemenuhan hak dan kewajiban di bidang kepabeanan; dan
|
||
b.
|
merupakan nomor identitas dalam rangka akses kepabeanan.
|
||
|
|
|
|
BAB V
PERUBAHAN DATA
|
|||
(1)
|
Pengguna Jasa Kepabeanan wajib memberitahukan perubahan data yang terkait dengan eksistensi Pengguna Jasa Kepabeanan dan/atau susunan penanggung jawab.
|
||
(2)
|
Pengguna Jasa Kepabeanan yang bertindak sebagai PPJK wajib memberitahukan perubahan data yang terkait dengan Ahli Kepabeanan.
|
||
(3)
|
Pengguna Jasa Kepabeanan dapat memberitahukan perubahan data selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
|
||
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||
Perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai perubahan data Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) disampaikan melalui media elektronik kepada Direktur Jenderal melalui:
|
||
|
a.
|
Portal Indonesia National Single Window; atau
|
|
|
b.
|
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
(2)
|
Terhadap pemberitahuan perubahan data yang disampaikan, Pengguna Jasa Kepabeanan harus melampirkan dokumen terkait data yang berubah.
|
||
(3)
|
Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan pemberitahuan hasil perubahan data kepada Pengguna Jasa Kepabeanan melalui media elektronik dan/atau jasa pengiriman surat dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya terhitung sejak pemberitahuan diterima secara lengkap.
|
||
(4)
|
Berdasarkan hasil penelitian data, penelitian dokumen, dan/atau penelitian lapangan, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan perubahan data · Pengguna Jasa Kepabeanan selain data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
|
||
|
|
|
|
BAB VI
PEMBLOKIRAN DAN PENCABUTAN
|
|||
Akses Kepabeanan yang diberikan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dapat diblokir atau dicabut untuk seluruh atau sebagian kegiatan kepabeanan oleh Direktur Jenderal.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Pemblokiran untuk seluruh kegiatan kepabeanan dilakukan dalam hal:
|
||
|
a.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan tidak memberitahukan perubahan data terkait dengan eksistensi dan/atau susunan penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
|
|
|
b.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan tidak aktif melakukan kegiatan kepabeanan selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut;
|
|
|
c.
|
berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pajak, Pengguna Jasa Kepabeanan tidak memenuhi kewajiban perpajakan berupa:
|
|
|
|
1.
|
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan selama 2 (dua) tahun terakhir; dan/atau
|
|
|
2.
|
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 3 (tiga) masa pajak terakhir dalam hal Pengguna Jasa Kepabeanan mempunyai status sebagai Pengusaha Kena Pajak;
|
|
d.
|
berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pajak, Pengguna Jasa Kepabeanan tidak memberitahukan data pemilik barang yang sebenarnya pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor dan/atau impor; dan/atau
|
|
|
e.
|
berdasarkan rekomendasi dari unit internal dan/atau instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
|
(2)
|
Pemblokiran untuk sebagian kegiatan kepabeanan dilakukan dalam hal:
|
||
|
a.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan yang bertindak sebagai PPJK tidak memberitahukan perubahan data yang terkait Ahli Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);
|
|
|
b.
|
berdasarkan rekomendasi dari unit internal dan/atau instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
|
(3)
|
Pemblokiran Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberitahukan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||
Pengguna Jasa Kepabeanan yang sedang dalam proses penelitian oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pemindahan Wajib Pajak yang disebabkan karena pindah alamat, dikecualikan dari ketentuan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Pembukaan blokir Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan oleh Direktur Jenderal dalam hal:
|
||
|
a.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan telah memberitahukan perubahan data terkait dengan eksistensi dan/atau susunan penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), dan atas perubahan data tersebut telah disetujui;
|
|
|
b.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan yang bertindak sebagai PPJK, telah memberitahukan perubahan data terkait Ahli Kepabeanan dan atas perubahan data tersebut telah disetujui oleh Direktur Jenderal;
|
|
|
c.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan telah aktif melakukan kegiatan kepabeanan;
|
|
|
d.
|
berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pajak, Pengguna Jasa Kepabeanan telah memenuhi kewajiban perpajakan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dan/atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
|
|
|
e.
|
berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pajak, Pengguna Jasa Kepabeanan telah memberitahukan data pemilik barang yang sebenarnya pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor dan/atau impor; dan/atau
|
|
|
f.
|
berdasarkan rekomendasi dari unit internal dan/atau instansi terkait.
|
|
(2)
|
Untuk memperoleh pembukaan blokir Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf f, Pengguna Jasa Kepabeanan harus mengajukan permohonan pembukaan blokir Akses Kepabeanan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan:
|
||
|
a.
|
dokumen pendukung yang menyatakan bahwa Pengguna Jasa Kepabeanan akan melakukan kegiatan kepabeanan; atau
|
|
|
b.
|
rekomendasi dari unit internal dan/atau instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dicabut dalam hal:
|
||
|
a.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan tidak mendapatkan persetujuan perubahan data dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a;
|
|
|
b.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan belum mengajukan permohonan pembukaan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) huruf b dan huruf e dan ayat (2) huruf b;
|
|
|
c.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan yang bertindak sebagai PPJK tidak memiliki Ahli Kepabeanan;
|
|
|
d.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemblokiran;
|
|
|
e.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan tidak memberitahukan data pemilik barang yang sebenarnya pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor/impor kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemblokiran;
|
|
|
f.
|
berdasarkan rekomendasi dari unit kerja dan/atau instansi terkait sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan/atau
|
|
|
g.
|
Pengguna Jasa Kepabeanan mengajukan permohonan pencabutan.
|
|
(2)
|
Dalam hal pemblokiran dilakukan untuk sebagian kegiatan kepabeanan, pencabutan Akses Kepabeanan hanya dilakukan terhadap jenis kegiatan kepabeanan yang diblokir.
|
||
(3)
|
Pencabutan Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada Pengguna Jasa Kepabeanan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Pemblokiran Akses Kepabeanan terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pencabutan Akses Kepabeanan terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, tidak menggugurkan tanggung jawab Pengguna Jasa Kepabeanan terhadap pungutan negara dalam rangka impor atau ekspor yang masih terutang.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan yang bertindak sebagai PPJK apabila Importir atau Eksportir yang memberikan kuasa kepada PPJK tidak ditemukan.
|
||
|
Segala isi dan bentuk perjanjian antara PPJK dan Importir atau Eksportir tidak mengurangi tanggung jawab PPJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
|
||
|
|
|
|
BAB VII
KETENTUAN KHUSUS PPJK
|
|||
(1)
|
Sebelum melakukan kegiatan kepabeanan, Pengguna Jasa Kepabeanan yang bertindak sebagai PPJK wajib menyerahkan Jaminan kepada Kantor Pabean yang mengawasi.
|
||
(2)
|
Direktur Jenderal menetapkan besar Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan manajemen risiko.
|
||
(3)
|
Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
||
|
a.
|
uang tunai;
|
|
|
b.
|
jaminan bank; dan/atau
|
|
|
c.
|
jaminan dari perusahaan asuransi.
|
|
|
|
|
|
BAB VIII
INTEGRASI DATA
|
|||
(1)
|
Data Pengguna Jasa Kepabeanan terdiri dari:
|
||
|
a.
|
data identitas yang diperoleh dari data Wajib Pajak; dan
|
|
|
b.
|
data Pengguna Jasa Kepabeanan selain yang dimaksud pada huruf a, seperti data keuangan atau data yang berkaitan dengan jenis kegiatan Pengguna Jasa Kepabeanan.
|
|
(2)
|
Data Pengguna Jasa Kepabeanan dapat dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak untuk kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Pengelola Portal Indonesia National Single Window, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertanggung jawab atas keamanan dan kerahasiaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak menjamin ketersediaan, kemutakhiran, dan integritas data Pengguna Jasa Kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||
Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri ini, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Kepala Pengelola Portal Indonesia National Single Window, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dapat menetapkan petunjuk pelaksanaan penyediaan, pemutakhiran, validasi, dan pemanfaatan data Pengguna Jasa Kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
|
|||
(1)
|
Untuk kepentingan monitoring dan evaluasi, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan penelitian terhadap Pengguna Jasa Kepabeanan
|
||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penelitian lapangan.
|
||
|
|
|
|
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
|
|||
(1)
|
Pengguna Jasa yang bertindak sebagai Importir dan belum mendapatkan Akses Kepabeanan, dapat dilayani pemenuhan kewajiban pabeannya hanya untuk 1 (satu) kali Pemberitahuan Pabean Impor setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
|
||
(2)
|
Pengguna Jasa yang bertindak sebagai Eksportir dan/atau Pengangkut yang belum mendapatkan Akses Kepabeanan, dapat dilayani pemenuhan kewajiban pabeannya selama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal bukti penenmaan permohonan Registrasi Kepabeanan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a.
|
||
(3)
|
Dalam hal terjadi gangguan pada Portal Indonesia National Single Window dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lebih dari 24 (dua puluh empat) jam, permohonan Registrasi Kepabeanan dapat disampaikan melalui hardcopy atau melalui surat elektronik (email) kepada Direktur Jenderal.
|
||
|
|
|
|
Pasal 25 |
|||
Terhadap formulir isian Registrasi Kepabeanan, diberikan penilaian sesuai dengan standar penilaian sebagaimana ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||
|
|
|
|
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
|
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||
a.
|
terhadap permohonan registrasi kepabeanan dan pemberitahuan perubahan data yang disampaikan oleh Pengguna Jasa sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini serta belum mendapatkan keputusan, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
|
||
b.
|
terhadap permohonan Nomor Pokok PPJK dan pemberitahuan perubahan data PPJK yang disampaikan oleh Pengguna Jasa sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini serta belum mendapatkan keputusan, prosesnya tidak dilanjutkan;
|
||
c.
|
terhadap Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.04/2011 tentang Registrasi Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.04/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.04/2014 tentang Registrasi Kepabeanan, diperlakukan sama seperti penggunaan NPWP sebagai identitas dalam pemberitahuan mengenai persetujuan pemberian Akses Kepabeanan.
|
||
|
|
|
|
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
|
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
|||
a.
|
tata cara pengajuan dan pengisian permohonan Registrasi Kepabeanan;
|
||
b.
|
bentuk formulir isian;
|
||
c.
|
tata cara penelitian administrasi;
|
||
d.
|
tata cara perubahan data;
|
||
e.
|
tata cara monitoring dan evaluasi; dan/atau
|
||
f.
|
tata cara penerimaan permohonan Registrasi Kepabeanan dalam hal terjadi gangguan pada Portal Indonesia National Single Window dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
|
||
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 28 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||
a.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2007 tentang Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan; dan
|
||
b.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.04/2014 tentang Registrasi Kepabeanan,
|
||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 29 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 November 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 November 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA |
|||
|
|
|
|
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1791
|