Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||
Menimbang |
||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pemungutan bea keluar telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar;
|
|||||
b.
|
bahwa dalam rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan pemungutan bea keluar, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai pemungutan bea keluar sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar;
|
|||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebut huruf a dan huruf b serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar;
|
|||||
|
|
|||||
Mengingat |
||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886);
|
|||||
3.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar;
|
|||||
|
|
|||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||
Menetapkan |
||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR.
|
||||||
|
||||||
Pasal I |
||||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar, diubah sebagai berikut:
|
||||||
1.
|
Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 1
|
||||||
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
|
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
||||
|
2.
|
Bea Keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.
|
||||
|
3.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||
|
4.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||||
|
5.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
|
6.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||
|
7.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||
|
8.
|
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.
|
||||
|
9.
|
Eksportir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan ekspor.
|
||||
|
10.
|
Harga Ekspor adalah harga yang digunakan untuk penghitungan Bea Keluar yang ditetapkan oleh Menteri.
|
||||
|
11.
|
Tarif Bea Keluar adalah klasifikasi barang dan pembebanan Bea Keluar yang ditetapkan oleh Menteri.
|
||||
|
12.
|
Nilai Tukar Mata Uang adalah harga mata uang rupiah terhadap mata uang asing untuk penghitungan dan pembayaran Bea Keluar yang ditetapkan oleh Menteri.
|
||||
|
13.
|
Nilai Pabean Ekspor adalah nilai barang ekspor yang dihitung berdasarkan rumus:
Harga Ekspor x Nilai Tukar Mata Uang x Jumlah Satuan Barang. |
||||
|
14.
|
Barang Ekspor adalah barang yang telah diajukan pemberitahuan pabean untuk diekspor dan telah mendapatkan nomor pendaftaran.
|
||||
|
15.
|
Tanggal Perkiraan Ekspor adalah tanggal perkiraan selesainya pemuatan Barang Ekspor ke sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean atau sarana pengangkut yang akan berangkat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean ekspor.
|
||||
|
16.
|
Barang Ekspor Dengan Karakteristik Tertentu adalah Barang Ekspor yang jumlah dan/atau spesifikasinya baru dapat diketahui setelah pemberitahuan pabean ekspor disampaikan ke Kantor Pabean.
|
||||
|
17.
|
Barang Pribadi Penumpang adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tidak termasuk barang yang dibawa awak sarana pengangkut atau pelintas batas.
|
||||
|
18.
|
Barang Awak Sarana Pengangkut adalah barang yang dibawa oleh setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan berangkat bersama sarana pengangkut.
|
||||
|
19.
|
Pelintas Batas adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.
|
||||
|
20.
|
Barang Pelintas Batas adalah barang yang dibawa oleh Pelintas Batas.
|
||||
|
21.
|
Barang Kiriman adalah Barang Ekspor yang dikirim oleh pengirim tertentu di dalam negeri kepada penerima tertentu di luar negeri, melalui pos atau perusahaan jasa titipan.
|
||||
|
22.
|
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat dengan PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa Eksportir.
|
||||
2.
|
Judul BAB II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
BAB Il
PENGENAAN, PENGECUALIAN, DAN PERHITUNGAN BEA KELUAR |
||||||
3.
|
Ketentuan Pasal 2 ayat (2) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 2
|
||||||
|
1)
|
Terhadap Barang Ekspor dapat dikenakan Bea Keluar.
|
||||
|
2)
|
Barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan untuk dikenakan Bea Keluar dapat dikecualikan dari pengenaan Bea Keluar, dalam hal Barang Ekspor tersebut merupakan:
|
||||
|
|
a.
|
barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
|
|||
|
|
b.
|
barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam;
|
|||
|
|
c.
|
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
|
|||
|
|
d.
|
barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
|
|||
|
|
e.
|
barang pindahan;
|
|||
|
|
f.
|
barang Pribadi Penumpang, Barang Awak Sarana Pengangkut, Barang Pelintas Batas, dan Barang Kiriman sampai batas nilai pabean ekspor dan/atau jumlah tertentu;
|
|||
|
|
g.
|
barang asal impor yang kemudian diekspor kembali;
|
|||
|
|
h.
|
barang ekspor yang akan diimpor kembali.
|
|||
|
|
|
|
|||
4.
|
Diantara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2A yang berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 2A
|
||||||
|
(1)
|
Pengecualian pengenaan Bea Keluar terhadap barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c diberikan terhadap Barang Ekspor yang diekspor oleh perguruan tinggi, lembaga atau badan penelitian dan pengembangan.
|
||||
|
(2)
|
Pengecualian pengenaan Bea Keluar terhadap barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
|
|
a.
|
semata-mata diperuntukkan bagi pengenalan hasil produksi atau produk baru;
|
|||
|
|
b.
|
tidak untuk diolah lebih lanjut kecuali untuk penelitian dan/atau pengembangan kualitas; dan
|
|||
|
|
c.
|
harus dalam jumlah yang wajar.
|
|||
|
(3)
|
Ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku untuk jenis barang berupa bijih (raw material atau ore) mineral dan/atau batuan atau produk pertambangan hasil pengolahan dan/atau pemurnian.
|
||||
|
(4)
|
Pengecualian pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Pribadi Penumpang, Barang Awak Sarana Pengangkut, Barang Pelintas Batas, dan Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf f, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
|
|
a.
|
Nilai Pabean Ekspor tidak melebihi Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); dan
|
|||
|
|
b.
|
untuk barang ekspor yang merupakan:
|
|||
|
|
|
1)
|
Barang Pribadi Penumpang dan Barang Awak Sarana Pengangkut adalah barang per orang untuk setiap keberangkatan;
|
||
|
|
|
2)
|
Barang Pelintas Batas adalah barang per orang untuk jangka waktu 1 (satu) bulan; dan
|
||
|
|
|
3)
|
Barang Kiriman adalah barang per orang untuk setiap pengiriman.
|
||
|
(5)
|
Dalam hal Nilai Pabean Ekspor Barang Pribadi Penumpang, Barang Awak Sarana Pengangkut, Barang Pelintas Batas dan Barang Kiriman melebihi batas pengecualian pengenaan Bea Keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (4), atas kelebihan Nilai Pabean Ekspor dipungut Bea Keluar.
|
||||
|
(6)
|
Pengecualian pengenaan Bea Keluar terhadap barang asal impor yang kemudian diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf g, diberikan dengan ketentuan barang ekspor yang bersangkutan:
|
||||
|
|
a.
|
berasal dari barang impor yang pada saat impornya nyata-nyata akan diekspor kembali;
|
|||
|
|
b.
|
berasal dari barang impor yang belum keluar dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan Tempat Penimbunan Sementara (TPS); atau
|
|||
|
|
c.
|
dapat diyakini bahwa Barang Ekspor tersebut adalah benar-benar barang asal impor.
|
|||
5.
|
Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 3
|
||||||
|
(1)
|
Eksportir harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal untuk mendapatkan pengecualian atas pengenaan Bea Keluar terhadap:
|
||||
|
|
a.
|
barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a;
|
|||
|
|
b.
|
barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b;
|
|||
|
|
c.
|
barang untuk keperluan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan oleh perguruan tinggi, lembaga atau badan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (1); atau
|
|||
|
|
d.
|
barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (2).
|
|||
|
(2)
|
Permohonan untuk mendapatkan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dilampiri dokumen paling sedikit berupa:
|
||||
|
|
a.
|
rincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan pengecualian dari pengenaan Bea Keluar; dan
|
|||
|
|
b.
|
rekomendasi dari Kementerian Luar Negeri.
|
|||
|
(3)
|
Permohonan untuk mendapatkan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d, harus dilampiri dokumen paling sedikit berupa:
|
||||
|
|
a.
|
rincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan pengecualian dari pengenaan Bea Keluar; dan
|
|||
|
|
b.
|
rekomendasi dari kementerian teknis terkait.
|
|||
|
(4)
|
Permohonan untuk mendapatkan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus dilampiri dokumen paling sedikit berupa:
|
||||
|
|
a.
|
rincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan pengecualian dari pengenaan Bea Keluar yang telah disahkan oleh pimpinan perguruan tinggi, lembaga atau badan penelitian dan pengembangan; dan
|
|||
|
|
b.
|
rekomendasi dari kementerian teknis terkait.
|
|||
|
(5)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.
|
||||
|
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pemberian pengecualian atas pengenaan Bea Keluar.
|
||||
|
(7)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
||||
|
(8)
|
Eksportir harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean untuk mendapatkan pengecualian atas pengenaan Bea Keluar terhadap:
|
||||
|
|
a.
|
barang pindahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e;
|
|||
|
|
b.
|
barang asal impor yang kemudian diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (6); atau
|
|||
|
|
c.
|
barang ekspor yang akan diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf h.
|
|||
|
(9)
|
Permohonan untuk mendapatkan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, harus dilampiri dokumen paling sedikit berupa:
|
||||
|
|
a.
|
surat keterangan pindah yang telah ditandasahkan oleh perwakilan negara asing di Indonesia;
|
|||
|
|
b.
|
daftar rincian jumlah, jenis, dan perkiraan Nilai Pabean Ekspor atas barang yang dimintakan pengecualian dari pengenaan Bea Keluar yang telah ditandasahkan oleh perwakilan negara asing di Indonesia; dan
|
|||
|
|
c.
|
paspor.
|
|||
|
(10)
|
Permohonan untuk mendapatkan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b, harus dilampiri dokumen paling sedikit berupa:
|
||||
|
|
a.
|
dokumen importasi yang terkait dengan barang ekspor;
|
|||
|
|
b.
|
pernyataan tertulis bahwa barang tersebut eks barang impor; dan
|
|||
|
|
c.
|
pernyataan tertulis bahwa semua dokumen yang dilampirkan adalah benar dan sesuai dengan aslinya.
|
|||
|
(11)
|
Permohonan untuk mendapatkan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c, harus dilampiri dokumen paling sedikit berupa:
|
||||
|
|
a.
|
dokumen yang menjelaskan tentang kontrak kerja atau dokumen semacam itu yang menjelaskan tujuan barang diekspor;
|
|||
|
|
b.
|
pernyataan tertulis mengenai barang tersebut akan diimpor kembali; dan
|
|||
|
|
c.
|
pernyataan tertulis bahwa semua dokumen yang dilampirkan adalah benar dan sesuai dengan aslinya.
|
|||
|
(12)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Kepala Kantor Pabean secara lengkap.
|
||||
|
(13)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pemberian pengecualian atas pengenaan Bea Keluar.
|
||||
|
(14)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
||||
6.
|
Ketentuan Pasal 5 ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 5
|
||||||
|
(1)
|
Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang digunakan untuk penghitungan Bea Keluar adalah Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean.
|
||||
|
(2)
|
Dalam hal Harga Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 untuk periode berikutnya belum ditetapkan, berlaku ketentuan Harga Ekspor periode sebelumnya.
|
||||
|
(3)
|
Nilai Tukar Mata Uang yang digunakan untuk penghitungan dan pembayaran Bea Keluar adalah Nilai Tukar Mata Uang yang berlaku pada saat pembayaran.
|
||||
|
(4)
|
Dihapus.
|
||||
7.
|
Judul Bab III diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
BAB III
PEMBERITAHUAN PABEAN EKSPOR, PERUBAHAN DATA, PEMBATALAN, DAN PEMERIKSAAN FISIK BARANG |
||||||
8.
|
Ketentuan Pasal 6 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 ayat yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
Pasal 6
|
||||||
|
(1)
|
Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar wajib diberitahukan dengan pemberitahuan pabean ekspor.
|
||||
|
(1a)
|
Pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Eksportir atau kuasanya ke Kantor Pabean pemuatan paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum Tanggal Perkiraan Ekspor dan paling lambat sebelum barang dimasukkan ke Kawasan Pabean di tempat pemuatan.
|
||||
|
(1b)
|
Atas ekspor barang curah, pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan sebelum keberangkatan sarana pengangkut.
|
||||
|
(2)
|
Kewajiban untuk menyampaikan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku atas ekspor barang berupa:
|
||||
|
|
a.
|
Barang Pribadi Penumpang;
|
|||
|
|
b.
|
Barang Awak Sarana Pengangkut;
|
|||
|
|
c.
|
Barang Pelintas Batas; atau
|
|||
|
|
d.
|
Barang Kiriman,
|
|||
|
|
yang nilai pabean ekspornya tidak melebihi Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
|
||||
|
(3)
|
Terhadap Barang Pribadi Penumpang, Barang Awak Sarana Pengangkut, Barang Pelintas Batas, dan Barang Kiriman yang nilai pabean ekspornya melebihi Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) harus disampaikan pemberitahuan kepada Pejabat Bea dan Cukai dengan menggunakan formulir sesuai dengan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
9.
|
Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 7
|
||||||
|
(1)
|
Dalam hal terjadi kesalahan data pemberitahuan pabean ekspor yang telah didaftarkan, Eksportir dapat melakukan perubahan terhadap kesalahan data tersebut setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
|
||||
|
(2)
|
Untuk dapat melakukan perubahan terhadap kesalahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kantor Pabean.
|
||||
|
(3)
|
Perubahan terhadap kesalahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dapat dilakukan sepanjang kesalahan tersebut terjadi karena kekhilafan yang nyata.
|
||||
|
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak dalam hal:
|
||||
|
|
a.
|
kesalahan tersebut merupakan temuan Pejabat Bea dan Cukai; atau
|
|||
|
|
b.
|
telah mendapatkan penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
|
(5)
|
Dalam hal terdapat perubahan mengenai Tanggal Perkiraan Ekspor, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
|
|
a.
|
untuk Barang Ekspor yang dimuat di kawasan pabean pelabuhan muat:
|
|||
|
|
|
1)
|
Tanggal Perkiraan Ekspor dapat diubah menjadi paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean; dan
|
||
|
|
|
2)
|
seluruh Barang Ekspor sudah selesai dimasukkan ke kawasan pabean pelabuhan muat paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean.
|
||
|
|
b.
|
untuk Barang Ekspor yang dimuat di tempat lain selain di kawasan pabean pelabuhan muat, Tanggal Perkiraan Ekspor dapat diubah menjadi paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean.
|
|||
|
(6)
|
Dalam keadaan tertentu, Kepala Kantor Pabean dapat memberikan perpanjangan waktu perubahan Tanggal Perkiraan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b menjadi paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean.
|
||||
|
(7)
|
Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah keadaan yang berada di luar kemampuan Eksportir atau kuasanya.
|
||||
|
(8)
|
Perubahan mengenai Tanggal Perkiraan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan paling lama sebelum keberangkatan sarana pengangkut.
|
||||
10.
|
Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 8
|
||||||
|
(1)
|
Eksportir harus mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor dalam hal:
|
||||
|
|
a.
|
pemasukan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar ke kawasan pabean pelabuhan muat melewati 7 (tujuh) hari setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean;
|
|||
|
|
b.
|
pemuatan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar ke sarana pengangkut di kawasan pabean pelabuhan muat melewati 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean;
|
|||
|
|
c.
|
pemuatan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar ke sarana pengangkut di tempat lain selain di kawasan pabean pelabuhan muat melewati 7 (tujuh) hari setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean; atau
|
|||
|
|
d.
|
pemuatan Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar ke sarana pengangkut di tempat lain selain di kawasan pabean pelabuhan muat melewati 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean dalam hal diberikan perpanjangan waktu perubahan Tanggal Perkiraan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6).
|
|||
|
(2)
|
Dalam hal Eksportir mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
|
|
a.
|
pemberitahuan pabean ekspor yang sudah diajukan dinyatakan batal;
|
|||
|
|
b.
|
dalam hal terhadap barang yang bersangkutan akan tetap diekspor, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
|
|
1.
|
terhadap Barang Ekspor yang telah dimuat di sarana pengangkut tidak dilakukan pembongkaran;
|
||
|
|
|
2.
|
Eksportir tidak perlu mengajukan permohonan pemuatan di luar kawasan pabean; dan
|
||
|
|
|
3.
|
Eksportir atau kuasanya mengajukan pemberitahuan pabean ekspor yang baru dan melampirkan bukti pembayaran yang baru.
|
||
|
|
c.
|
dalam hal terhadap barang yang bersangkutan tidak jadi diekspor, Eksportir mengajukan permohonan pembongkaran dan/atau pengeluaran barang kepada Kepala Kantor Pabean atas biaya Eksportir.
|
|||
|
(3)
|
Dalam hal Eksportir tidak mengajukan pembatalan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Eksportir tersebut tidak diberikan pelayanan ekspor.
|
||||
|
(4)
|
Eksportir dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Keluar terhadap pemberitahuan pabean ekspor yang dibatalkan jika sudah membayar Bea Keluar.
|
||||
11.
|
Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 9
|
||||||
|
(1)
|
Terhadap Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dilakukan pemeriksaan fisik barang.
|
||||
|
(2)
|
Terhadap Barang Ekspor yang mendapat perlakuan khusus sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan dilakukan pemeriksaan secara selektif berdasarkan risk management.
|
||||
|
(3)
|
Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
|
|
a.
|
pemeriksaan jumlah tanpa pemeriksaan jenis barang;
|
|||
|
|
b.
|
pemeriksaan jumlah dan dapat dilakukan pemeriksaan jenis barang; atau
|
|||
|
|
c.
|
pemeriksaan jumlah dan jenis barang.
|
|||
|
(4)
|
Pemeriksaan jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui pengujian laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
|
(5)
|
Dalam hal tidak dapat dilakukan pengujian di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pengujian dapat dilakukan di laboratorium yang disepakati oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Eksportir yang hasilnya bersifat mengikat.
|
||||
|
(6)
|
Pemeriksaan jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan oleh surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah terhadap Barang Ekspor, meliputi:
|
||||
|
|
a.
|
pemeriksaan pada penumpukan/penyimpanan barang; dan
|
|||
|
|
b.
|
pemeriksaan pada saat pemuatan ke sarana pengangkut.
|
|||
|
(7)
|
Eksportir atau kuasanya harus menyampaikan hasil pemeriksaan pada penumpukan/penyimpanan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a paling lama pada saat pengajuan pemberitahuan pabean ekspor.
|
||||
|
(8)
|
Eksportir atau kuasanya harus menyampaikan hasil pemeriksaan pada saat pemuatan ke sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor.
|
||||
|
(9)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan pada saat pemuatan ke sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b belum diserahkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (8), terhadap Eksportir dilakukan pemblokiran kegiatan kepabeanannya.
|
||||
|
(10)
|
Pemeriksaan jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak mengurangi kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan fisik barang.
|
||||
12.
|
Diantara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 9A yang berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 9A
|
||||||
|
(1)
|
Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dapat diberikan persetujuan ekspor tanpa harus menunggu:
|
||||
|
|
a.
|
hasil pemeriksaan fisik barang yang dilakukan melalui:
|
|||
|
|
|
1)
|
pengujian laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4); atau
|
||
|
|
|
2)
|
pengujian di laboratorium yang disepakati oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5), atau
|
||
|
|
b.
|
hasil pemeriksaan pada saat pemuatan ke sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8).
|
|||
|
(2)
|
Persetujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan pengenaan sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi dalam hal berdasarkan hasil pengujian laboratorium terdapat kesalahan jumlah dan/atau jenis barang.
|
||||
13.
|
Ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 11
|
||||||
|
(1)
|
Bea Keluar harus dibayar paling lambat pada saat pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan ke Kantor Pabean.
|
||||
|
(2)
|
Dihapus
|
||||
|
(3)
|
Dihapus
|
||||
14.
|
Diantara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 11A yang berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 11A
|
||||||
|
(1)
|
Jenis barang yang digunakan sebagai dasar pengenaan Harga Ekspor untuk penghitungan Bea Keluar adalah berdasarkan hasil pemeriksaan pada saat pemuatan ke sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) atau ayat (9).
|
||||
|
(2)
|
Sementara menunggu hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembayaran Bea Keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) untuk Barang Ekspor Dengan Karakteristik Tertentu, dapat dilakukan berdasarkan penghitungan dari hasil pemeriksaan pada penumpukan/penyimpanan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7).
|
||||
|
(3)
|
Setelah hasil pemeriksaan pada saat pemuatan ke sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) atau ayat (9) diperoleh, maka dilakukan penetapan penghitungan Bea Keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
|
||||
|
(4)
|
Barang Ekspor Dengan Karakteristik Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi mineral dan batuan yang:
|
||||
|
|
a.
|
Harga Ekspornya ditetapkan berdasarkan kadar mineral; dan/atau
|
|||
|
|
b.
|
Harga Ekspornya ditetapkan dengan memperhitungkan kadar air.
|
|||
15.
|
Pasal 12 dihapus.
|
|||||
16.
|
Ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (6) diubah, diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat yaitu ayat (3a) dan ayat (3b), diantara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 2 (dua) ayat yaitu ayat (5a) dan ayat (5b), dan ayat (5) dihapus, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 13
|
||||||
|
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan perhitungan Bea Keluar dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor didaftarkan.
|
||||
|
(2)
|
Dalam hal dilakukan penetapan perhitungan Bea Keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Nilai Tukar Mata Uang yang digunakan adalah Nilai Tukar Mata Uang yang berlaku pada saat pembayaran Bea Keluar untuk penyampaian pemberitahuan pabean ekspor.
|
||||
|
(3)
|
Dalam hal hasil penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan terjadi kekurangan pembayaran Bea Keluar yang disebabkan oleh kesalahan jumlah dan/atau jenis barang, Eksportir dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||||
|
(3a)
|
Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Keluar, Eksportir wajib melunasi kekurangan pembayaran Bea Keluar.
|
||||
|
(3b)
|
Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kelebihan pembayaran Bea Keluar, Eksportir dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Keluar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
|
||||
|
(4)
|
Penetapan perhitungan Bea Keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK) sesuai dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
||||
|
(5)
|
Dihapus
|
||||
|
(5a)
|
Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Keluar, Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berfungsi sebagai:
|
||||
|
|
a.
|
penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
|
|||
|
|
b.
|
pemberitahuan; dan
|
|||
|
|
c.
|
penagihan kepada Eksportir.
|
|||
|
(5b)
|
Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kelebihan pembayaran Bea Keluar, Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berfungsi sebagai:
|
||||
|
|
a.
|
penetapan Pejabat Bea dan Cukai; dan
|
|||
|
|
b.
|
pemberitahuan.
|
|||
|
(6)
|
Terhadap perbedaan jumlah dan/atau jenis yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Keluar atas Barang Ekspor Dengan Karakteristik Tertentu, Eksportir tidak dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
|
||||
17.
|
Ketentuan Pasal 24 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan satu ayat yakni ayat (3a), sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 24
|
||||||
|
(1)
|
Eksportir yang berkeberatan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai mengenai perhitungan Bea Keluar dan/atau sanksi administrasi berupa denda, dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan perhitungan Bea Keluar dengan menyerahkan:
|
||||
|
|
a.
|
jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar atau bukti pelunasan tagihan; dan
|
|||
|
|
b.
|
fotokopi surat penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
|
(2)
|
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampiri data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan.
|
||||
|
(3)
|
Dalam hal sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat penetapan, keberatan tidak diajukan atau persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, hak untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dianggap diterima.
|
||||
|
(3a)
|
Dalam hal pada hari ke-60 (enam puluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan bukan hari kerja, pengajuan keberatan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
|
||||
|
(4)
|
Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan 1 (satu) surat keberatan untuk setiap penetapan dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali pengajuan.
|
||||
18.
|
Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 25
|
||||||
|
(1)
|
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean, dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
(2)
|
Kepala Kantor Pabean meneruskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan surat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
19.
|
Ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 26
|
||||||
|
(1)
|
Direktur Jenderal memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan.
|
||||
|
(2)
|
Direktur Jenderal dapat menerima alasan, penjelasan, atau bukti dan/atau data pendukung tambahan lain secara tertulis dari orang yang mengajukan keberatan, dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan dan atas keberatan tersebut belum diputuskan oleh Direktur Jenderal.
|
||||
|
(3)
|
Untuk memutuskan keberatan, Direktur Jenderal dapat meminta bukti dan/atau data lain yang diperlukan kepada orang yang mengajukan keberatan atau pihak lain yang terkait.
|
||||
20.
|
Ketentuan Pasal 27 ayat (3) diubah dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 27
|
||||||
|
(1)
|
Apabila sampai dengan batas waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Direktur Jenderal tidak menerbitkan keputusan, maka keberatan dianggap dikabulkan.
|
||||
|
(2)
|
Dalam hal permohonan terhadap keberatan yang dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan surat keputusan.
|
||||
|
(3)
|
Pengiriman keputusan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan 1 (satu) hari setelah surat keputusan keberatan ditandatangani.
|
||||
|
(3a)
|
Dalam hal keputusan keberatan ditandatangani pada hari ke-60 (enam puluh) sejak permohonan keberatan diterima, pengiriman keputusan keberatan dilakukan pada hari yang sama.
|
||||
|
(3b)
|
Pengiriman keputusan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (3a), dinyatakan dengan:
|
||||
|
|
a.
|
tanda terima surat, dalam hal disampaikan secara langsung;
|
|||
|
|
b.
|
bukti pengiriman surat, dalam hal dikirim melalui pos, ekspedisi, atau kurir; atau
|
|||
|
|
c.
|
bukti pengiriman lainnya.
|
|||
|
(4)
|
Apabila sampai dengan hari ke-70 (tujuh puluh) dari sejak berkas keberatan diserahkan secara lengkap dan keputusan atas pengajuan keberatan belum diterima, orang yang mengajukan keberatan dapat menanyakan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.
|
||||
|
(5)
|
Atas permintaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal menyampaikan secara tertulis tentang penyelesaian keberatan yang bersangkutan.
|
||||
|
(6)
|
Keputusan atas keberatan hanya berlaku untuk pengajuan keberatan yang diajukan.
|
||||
21.
|
Ketentuan Pasal 34 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||
|
||||||
Pasal 34
|
||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
|||||
|
a.
|
tata cara perubahan atas kesalahan pemberitahuan pabean ekspor;
|
||||
|
b.
|
tata cara pemeriksaan fisik Barang Ekspor yang dikenakan Bea Keluar;
|
||||
|
c.
|
penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai;
|
||||
|
d.
|
penetapan kembali oleh Direktur Jenderal;
|
||||
|
e.
|
penundaan pembayaran atas tagihan kekurangan pembayaran Bea Keluar dan/atau sanksi administrasi berupa denda
|
||||
|
f.
|
mekanisme pelayanan dan pengawasan atas Barang Ekspor yang dikecualikan dari pengenaan Bea Keluar;
|
||||
|
g.
|
penagihan, pengembalian, keberatan dan banding; dan
|
||||
|
h.
|
keadaan tertentu dalam rangka perpanjangan waktu perubahan Tanggal Perkiraan Ekspor,
|
||||
|
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
|
|||||
22.
|
Mengubah Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, Lampiran V, Lampiran VI, Lampiran VII, dan Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar, sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, Lampiran V, Lampiran VI, Lampiran VII dan Lampiran VIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal II |
||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||||||
|
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||
|
||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
MUHAMAD CHATIB BASRI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juli 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 966
|