Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 145 TAHUN 2023
TENTANG
PENGELOLAAN DANA DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PENGELOLAAN DANA DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana desa merupakan salah satu dari jenis transfer ke daerah yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan;
|
||
b.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 116 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan anggaran transfer ke daerah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Dana Desa;
|
||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
|
||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267);
|
||
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6883);
|
||
6.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
|
||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 472);
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
|
||
2.
|
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
||
3.
|
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
|
||
4.
|
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
5.
|
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
6.
|
Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa.
|
||
7.
|
Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.
|
||
8.
|
Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa.
|
||
9.
|
Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal.
|
||
10.
|
Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik.
|
||
11.
|
Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
|
||
12.
|
Indikasi Kebutuhan Dana Desa adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan Dana Desa.
|
||
13.
|
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
|
||
14.
|
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN.
|
||
15.
|
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
|
||
16.
|
Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran BUN.
|
||
17.
|
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
|
||
18.
|
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
|
||
19.
|
Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA-BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari BUN yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari PPA BUN, yang disusun menurut BA BUN.
|
||
20.
|
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN.
|
||
21.
|
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
|
||
22.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
|
||
23.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
|
||
24.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa.
|
||
25.
|
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
|
||
26.
|
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
|
||
27.
|
Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa dalam 1 (satu) rekening pada bank yang ditetapkan.
|
||
28.
|
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
|
||
29.
|
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
|
||
30.
|
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
|
||
31.
|
Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut Aplikasi OM-SPAN adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka me-monitoring transaksi dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan yang diakses melalui jaringan berbasis web.
|
||
|
|
|
|
Pasal 2 |
|||
Ruang lingkup pengelolaan Dana Desa dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
|
|||
a.
|
penganggaran;
|
||
b.
|
pengalokasian;
|
||
c.
|
penyaluran;
|
||
d.
|
penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan;
|
||
e.
|
penggunaan;
|
||
f.
|
pemantauan dan evaluasi; dan
|
||
g.
|
penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa.
|
||
|
|
|
|
BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA PENGELOLA DANA DESA Pasal 3 |
|||
(1)
|
Dalam rangka pengelolaan Dana Desa, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelola TKD menetapkan:
|
||
|
a.
|
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;
|
|
|
b.
|
Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
|
|
|
c.
|
Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan; dan
|
|
|
d.
|
Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
|
|
(2)
|
Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah kabupaten/kota penerima alokasi Dana Desa.
|
||
(3)
|
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
|
||
(4)
|
Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
|
||
(5)
|
Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan:
|
||
|
a.
|
tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; atau
|
|
|
b.
|
masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tidak dapat melaksanakan tugas.
|
|
(6)
|
Pejabat pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN.
|
||
(7)
|
Penunjukan:
|
||
|
a.
|
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau
|
|
|
b.
|
pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
|
|
|
berakhir dalam hal Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah terisi kembali oleh pejabat definitif dan/atau dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPA.
|
||
(8)
|
Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Menteri Keuangan.
|
||
(9)
|
Penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Desa kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
|
|
|
b.
|
menyusun RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;
|
|
|
c.
|
menyampaikan RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu;
|
|
|
d.
|
menandatangani RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;
|
|
|
e.
|
menyusun DIPA BUN TKD untuk Dana Desa; dan
|
|
|
f.
|
menyusun dan/atau menyampaikan rekomendasi pengenaan penundaan, pemotongan, penghentian penyaluran, dan/atau penyaluran kembali TKD untuk Dana Desa kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
|
|
(2)
|
KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM;
|
|
|
b.
|
melakukan verifikasi atas kesesuaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa;
|
|
|
c.
|
menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD;
|
|
|
d.
|
melaksanakan penyaluran Dana Desa melalui pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke Desa;
|
|
|
e.
|
menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menggunakan Aplikasi OM-SPAN dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa;
|
|
|
f.
|
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|
|
g.
|
melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja penyaluran Dana Desa melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu bendahara umum negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(3)
|
Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d menggunakan Aplikasi OM-SPAN yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
|
||
(4)
|
Proyeksi penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f merupakan satu kesatuan dengan laporan keuangan dan proyeksi penyaluran TKD.
|
||
(5)
|
Koordinator KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan realisasi penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN berdasarkan laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e;
|
|
|
b.
|
menyusun proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui aplikasi cash planning information network; dan
|
|
|
c.
|
menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD, KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak bertanggung jawab secara formal dan materiil atas penggunaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa.
|
|||
|
|
|
|
BAB III
PENGANGGARAN Pasal 6 |
|||
(1)
|
KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana Desa kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD.
|
||
(2)
|
Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana Desa.
|
||
(3)
|
Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun dengan memperhatikan:
|
||
|
a.
|
kebutuhan Desa yang menjadi kewenangan Desa;
|
|
|
b.
|
prioritas nasional;
|
|
|
c.
|
hasil pengalihan belanja kementerian negara/lembaga yang masih mendanai kewenangan Desa; dan/atau
|
|
|
d.
|
kemampuan keuangan negara.
|
|
(4)
|
Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari tahun anggaran sebelumnya.
|
||
(5)
|
Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 digunakan sebagai dasar penganggaran, penyusunan arah kebijakan, dan pengalokasian Dana Desa dalam nota keuangan dan rancangan Undang-Undang mengenai APBN.
|
||
(2)
|
Penganggaran, penyusunan arah kebijakan, dan pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam pembahasan nota keuangan dan rancangan Undang-Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
|
||
(3)
|
Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan menetapkan pagu anggaran Dana Desa.
|
||
|
|
|
|
BAB IV
PENGALOKASIAN Pasal 8 |
|||
(1)
|
Berdasarkan pagu anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa.
|
||
(2)
|
Penghitungan rincian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
|
||
|
a.
|
sekaligus; atau
|
|
|
b.
|
bertahap.
|
|
(3)
|
Dalam hal penghitungan rincian Dana Desa dilakukan secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, penghitungan rincian Dana Desa dilakukan berdasarkan formula pengalokasian.
|
||
(4)
|
Formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung secara merata dan berkeadilan berdasarkan:
|
||
|
a.
|
Alokasi Dasar;
|
|
|
b.
|
Alokasi Afirmasi;
|
|
|
c.
|
Alokasi Kinerja; dan
|
|
|
d.
|
Alokasi Formula.
|
|
(5)
|
Formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN.
|
||
(6)
|
Dalam hal penghitungan rincian Dana Desa dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, penghitungan rincian Dana Desa dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
sebagian Dana Desa dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan; dan
|
|
|
b.
|
sebagian Dana Desa dihitung pada tahun anggaran berjalan.
|
|
(7)
|
Sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilakukan berdasarkan formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
||
(8)
|
Sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dialokasikan sebagai insentif Desa berdasarkan kriteria tertentu.
|
||
(9)
|
Dalam hal terdapat ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat digunakan untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah berupa burden sharing pendanaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa.
|
||
(2)
|
Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan secara proporsional kepada setiap Desa dengan memperhatikan jumlah penduduk.
|
||
|
|
|
|
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa.
|
||
(2)
|
Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal.
|
||
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf c diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa.
|
||
(2)
|
Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik.
|
||
(3)
|
Penetapan Desa dengan kinerja Desa terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinilai berdasarkan:
|
||
|
a.
|
kriteria utama; dan
|
|
|
b.
|
kriteria kinerja.
|
|
(4)
|
Penetapan Desa dengan kinerja Desa terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang diterbitkan atau diperoleh pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan.
|
||
(5)
|
Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan tata kelola keuangan Desa yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi.
|
||
(6)
|
Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:
|
||
|
a.
|
indikator wajib; dan/atau
|
|
|
b.
|
indikator tambahan.
|
|
(7)
|
Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dinilai oleh Pemerintah.
|
||
(8)
|
Indikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dinilai oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
|
||
(9)
|
Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa sampai batas waktu yang telah ditetapkan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf d diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa.
|
||
(2)
|
Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan dengan bobot tertentu berdasarkan indikator sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
jumlah penduduk;
|
|
|
b.
|
angka kemiskinan Desa;
|
|
|
c.
|
luas wilayah Desa; dan
|
|
|
d.
|
tingkat kesulitan geografis.
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Dana Desa setiap Desa yang dihitung secara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a atau yang dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) huruf a ditetapkan berdasarkan penjumlahan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, Alokasi Kinerja, dan Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12.
|
||
(2)
|
Dana Desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan penjumlahan Dana Desa setiap Desa pada kabupaten/kota bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Presiden.
|
||
(3)
|
Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan oleh Kementerian Keuangan.
|
||
(4)
|
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyampaikan informasi Dana Desa setiap Desa dan Dana Desa setiap kabupaten/kota melalui laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mendahului penetapan oleh Presiden dan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
|
||
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12, bersumber dari kementerian negara/lembaga yang berwenang dan/atau Pemerintah Daerah.
|
||
(2)
|
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 31 Agustus.
|
||
(3)
|
Dalam hal tanggal 31 Agustus bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat pada hari kerja berikutnya.
|
||
(4)
|
Dalam hal data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, terdapat anomali, dan/atau tidak memadai, penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa menggunakan:
|
||
|
a.
|
data yang dipakai pada penghitungan Dana Desa tahun anggaran sebelumnya;
|
|
|
b.
|
data yang dibagi secara proporsional antara Desa pemekaran dan Desa induk dan/atau menggunakan data Desa induk;
|
|
|
c.
|
rata-rata data Desa dalam satu kecamatan dimana Desa tersebut berada;
|
|
|
d.
|
data hasil pembahasan dengan kementerian negara/lembaga penyedia data; dan/atau
|
|
|
e.
|
data hasil penyesuaian atas data yang digunakan pada penghitungan Dana Desa tahun anggaran sebelumnya dan/atau data yang dirilis pada laman kementerian negara/lembaga penyedia data terkait.
|
|
(5)
|
Pembahasan dengan kementerian negara/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilakukan melalui rekonsiliasi data dengan kementerian negara/lembaga penyedia data dan dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi.
|
||
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Kriteria tertentu untuk insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) berupa:
|
||
|
a.
|
kriteria utama; dan
|
|
|
b.
|
kriteria kinerja.
|
|
(2)
|
Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan indikator tata kelola keuangan Desa yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi.
|
||
(3)
|
Desa yang tidak memenuhi kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mendapatkan insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8).
|
||
(4)
|
Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kinerja keuangan, tingkat kepatuhan terhadap aturan pengelolaan keuangan Desa, penganggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk prioritas nasional, dan/atau penghargaan yang diperoleh oleh Desa dari kementerian negara/lembaga.
|
||
(5)
|
Insentif Desa dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik berdasarkan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
||
(6)
|
Data kriteria utama dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) merupakan data yang diterbitkan atau diperoleh pada tahun anggaran berjalan.
|
||
(7)
|
Data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersumber dari kementerian negara/lembaga yang berwenang dan/atau Pemerintah Daerah.
|
||
(8)
|
Dalam rangka penghitungan insentif Desa, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan permintaan data kriteria utama dan kriteria kinerja tahun berjalan kepada kementerian negara/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah.
|
||
(9)
|
Data kriteria utama dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) yang digunakan dalam penghitungan insentif Desa merupakan data yang telah diterima oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 31 Juli tahun anggaran berjalan.
|
||
(10)
|
Dalam hal tanggal 31 Juli bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, data sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lambat diterima pada hari kerja berikutnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Rincian insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.
|
||
(2)
|
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyampaikan informasi insentif Desa melalui laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mendahului penetapan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 17 |
|||
Penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
BAB V
PENYALURAN Bagian Kesatu Dokumen Pelaksanaan Penyaluran Pasal 18 |
|||
(1)
|
KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun RKA Satker BUN Dana Desa berdasarkan alokasi Dana Desa yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.
|
||
(2)
|
Penyusunan RKA Satker BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
RKA Satker BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu.
|
||
(4)
|
RKA Satker BUN Dana Desa yang telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai salah satu dasar penyusunan RKA-BUN TKD.
|
||
(5)
|
PPA BUN Pengelolaan TKD menyusun RKA-BUN TKD berdasarkan hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pagu anggaran BUN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
|
||
(6)
|
Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menetapkan RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menyampaikan RKA-BUN TKD yang telah ditetapkan kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk ditelaah.
|
||
(7)
|
Hasil penelaahan atas RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa daftar hasil penelaahan RKA-BUN TKD.
|
||
(8)
|
KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun DIPA BUN Dana Desa berdasarkan RKA-BUN TKD yang telah dilakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
|
||
(9)
|
DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan oleh Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD kepada Direktur Jenderal Anggaran.
|
||
(10)
|
Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan mengesahkan DIPA BUN Dana Desa berdasarkan hasil penelaahan atas RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
|
||
(11)
|
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan DIPA petikan BUN Dana Desa kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
|
||
(12)
|
DIPA petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja BUN dan pencairan dana/pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN.
|
||
|
|
|
|
Pasal 19 |
|||
(1)
|
KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat menyusun perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (10).
|
||
(2)
|
Penyusunan perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||
(1)
|
Pejabat pembuat komitmen menggunakan DIPA petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (11) sebagai dasar penerbitan SPP.
|
||
(2)
|
SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pejabat penandatangan SPM sebagai dasar penerbitan SPM.
|
||
(3)
|
SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tahapan dan Persyaratan Penyaluran Pasal 21 |
|||
(1)
|
Dana Desa disalurkan dari RKUN ke RKD melalui RKUD.
|
||
(2)
|
Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD.
|
||
(3)
|
Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa dari bupati/wali kota.
|
||
(4)
|
Besaran pagu Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||
|
a.
|
pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya; dan/atau
|
|
|
b.
|
pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya.
|
|
(5)
|
Pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan selisih antara pagu Dana Desa dengan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b.
|
||
(6)
|
Pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
|
||
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||
(1)
|
Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
tahap I, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni tahun anggaran berjalan; dan
|
|
|
b.
|
tahap II, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April tahun anggaran berjalan.
|
|
(2)
|
Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Desa berstatus Desa mandiri dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni tahun anggaran berjalan; dan
|
|
|
b.
|
tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April tahun anggaran berjalan.
|
|
(3)
|
Desa mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan status Desa berdasarkan indeks Desa membangun yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi atau indeks Desa lainnya yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait.
|
||
|
|
|
|
Pasal 23 |
|||
(1)
|
Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan setelah KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar.
|
||
(2)
|
Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
tahap I berupa:
|
|
|
|
1.
|
peraturan Desa mengenai APBDes; dan
|
|
|
2.
|
surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan
|
|
b.
|
tahap II berupa:
|
|
|
|
1.
|
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
|
|
|
2.
|
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan rata rata realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen).
|
(3)
|
Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, bupati/wali kota melakukan:
|
||
|
a.
|
perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b;
|
|
|
b.
|
perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran sebelumnya; dan
|
|
|
c.
|
penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa,
|
|
|
melalui Aplikasi OM-SPAN.
|
||
(4)
|
Perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran untuk penyaluran Dana Desa.
|
||
(5)
|
Perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
|
||
(6)
|
Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bupati/wali kota melakukan penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa melalui Aplikasi OM-SPAN.
|
||
(7)
|
Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
tahap I paling lambat tanggal 15 Juni tahun anggaran berjalan; dan
|
|
|
b.
|
batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun.
|
|
(8)
|
Dalam hal tanggal 15 Juni sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) diterima paling lambat pada hari kerja berikutnya.
|
||
(9)
|
Dalam hal Bupati/wali kota tidak melakukan perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN.
|
||
(10)
|
Bupati/wali kota bertanggung jawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD.
|
||
(11)
|
Capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 dihitung berdasarkan rata-rata persentase capaian keluaran dari seluruh kegiatan setiap Desa.
|
||
(12)
|
Laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 disusun sesuai dengan tabel referensi data bidang, kegiatan, uraian keluaran, volume keluaran, satuan keluaran, dan capaian keluaran sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
|
||
(13)
|
Dalam hal tabel referensi data bidang, kegiatan, uraian keluaran, volume keluaran, satuan keluaran, dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (12) belum tersedia, bupati/wali kota menyampaikan permintaan perubahan tabel referensi kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan untuk dilakukan pemutakhiran.
|
||
(14)
|
Daftar RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (10) merupakan daftar rekening kas setiap Desa pada bank umum yang terdaftar dalam sistem kliring nasional Bank Indonesia dan/atau Bank Indonesia real time gross settlement sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(15)
|
Dalam hal terdapat perubahan RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (14), bupati/wali kota menyampaikan perubahan RKD kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
|
||
(16)
|
Tata cara dan penyampaian perubahan RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (15) dilaksanakan berdasarkan ketentuan mengenai pengelolaan data supplier dan data kontrak dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara.
|
||
(17)
|
Dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk dokumen digital (softcopy).
|
||
(18)
|
Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN.
|
||
|
|
|
|
Pasal 24 |
|||
Tahapan dan persyaratan penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 25 |
|||
(1)
|
Insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) disalurkan setelah KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar berupa surat pernyataan kepala Desa terkait komitmen penganggaran insentif Desa dalam APBDes.
|
||
(2)
|
Penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sekaligus paling cepat bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
|
||
(3)
|
Selain persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bupati/wali kota melakukan penandaan pengajuan penyaluran insentif Desa atas Desa layak salur kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui Aplikasi OM-SPAN yang disertai dengan daftar rincian Desa.
|
||
(4)
|
Batas waktu penerimaan dokumen persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengenai langkah langkah akhir tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 26 |
|||
(1)
|
Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Pasal 24, dan Pasal 25 ayat (1) disampaikan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa.
|
||
(2)
|
Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota.
|
||
|
|
|
|
Pasal 27 |
|||
Bupati/wali kota bertanggung jawab atas:
|
|||
a.
|
kelengkapan persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25;
|
||
b.
|
kebenaran data perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a; dan
|
||
c.
|
kebenaran atas surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 2 serta surat pengantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 28 |
|||
(1)
|
Dalam rangka penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), bupati/wali kota menerima dokumen persyaratan penyaluran dari kepala Desa secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 1 dan huruf b.
|
||
(2)
|
Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 29 |
|||
Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilarang menambah persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 30 |
|||
(1)
|
Dalam hal bupati/wali kota tidak menyampaikan:
|
||
|
a.
|
dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
|
|
|
b.
|
dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dan
|
|
|
c.
|
dokumen persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1),
|
|
|
sampai dengan batas akhir penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN.
|
||
(2)
|
Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penyaluran Dana Desa Setiap Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa Pasal 31 |
|||
(1)
|
Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilaksanakan dengan menggunakan SPP dan SPM.
|
||
(2)
|
Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dengan menggunakan akun penerimaan non anggaran oleh Daerah.
|
||
(3)
|
Penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana pada ayat (1) dicatat dengan menggunakan akun pengeluaran non anggaran.
|
||
(4)
|
Dalam rangka pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pejabat pembuat komitmen menerbitkan SPP.
|
||
(5)
|
Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pejabat penandatanganan SPM menerbitkan SPM untuk pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD.
|
||
(6)
|
Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPPN menerbitkan SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD.
|
||
(7)
|
Kepala KPPN menyampaikan daftar rincian SP2D penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota melalui Aplikasi OM-SPAN.
|
||
(8)
|
Tata cara penerbitan SPP, SPM, dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
BAB VI
PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Pasal 32 |
|||
(1)
|
Dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD melalui Aplikasi OM-SPAN.
|
||
(2)
|
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyampaikan konsolidasi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a dan huruf c kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN.
|
||
|
|
|
|
Pasal 33 |
|||
(1)
|
Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKD, Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun laporan keuangan TKD sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKD.
|
||
(2)
|
Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa.
|
||
(3)
|
Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh unit eselon II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Pengelolaan TKD menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
|
||
(4)
|
Untuk penatausahaan, akuntansi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun laporan keuangan tingkat KPA dan menyampaikan kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disusun setelah dilakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran transfer dengan KPPN selaku Kuasa BUN dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|
|
b.
|
laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disampaikan secara berjenjang kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN.
|
|
(5)
|
Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur tersendiri dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(6)
|
Dalam rangka penyusunan laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disusun setelah dilakukan penyampaian data elektronik akrual transaksi TKD selain transaksi realisasi anggaran transfer ke dalam sistem aplikasi terintegrasi; dan
|
|
|
b.
|
laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disampaikan kepada PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan yang disusun oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN.
|
|
(7)
|
Penyampaian data elektronik akrual transaksi TKD selain transaksi realisasi anggaran transfer, penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 34 |
|||
Dalam rangka pelaporan kinerja penyaluran Dana Desa, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja Dana Desa melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu BUN paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 35 |
|||
Dalam rangka sinkronisasi penyajian laporan realisasi anggaran TKD, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dapat melakukan rekonsiliasi data realisasi atas penyaluran Dana Desa dengan KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan Pemerintah Daerah.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Daerah Pasal 36 |
|||
(1)
|
Pemerintah Daerah kabupaten/kota menganggarkan Dana Desa dalam APBD berdasarkan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.
|
||
(2)
|
Dalam hal terdapat perubahan pagu Dana Desa setiap kabupaten/kota, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menganggarkan perubahan pagu dimaksud dalam perubahan APBD dan/atau perubahan penjabaran APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Dalam rangka penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Dana Desa, Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pencatatan pendapatan dan belanja atas Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(4)
|
Pencatatan pendapatan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan daftar rincian SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD dari Aplikasi OM-SPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7).
|
||
(5)
|
Pencatatan belanja Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan SP2D pengesahan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilakukan berdasarkan daftar rincian SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD dari Aplikasi OM-SPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7).
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Desa Pasal 37 |
|||
(1)
|
Pemerintah Desa menganggarkan Dana Desa dalam APBDes berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengalokasian Dana Desa setiap Desa, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa.
|
||
(2)
|
Pemerintah Desa yang mendapatkan insentif Desa dihitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), menganggarkan insentif Desa dalam APBDes, penjabaran APBDes, perubahan APBDes, dan/atau perubahan penjabaran APBDes tahun anggaran berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Dalam rangka penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Dana Desa, Pemerintah Desa melakukan pencatatan pendapatan dan belanja atas Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pelaporan APBDes Pasal 38 |
|||
(1)
|
Kepala Desa menyampaikan:
|
||
|
a.
|
laporan pelaksanaan APBDes semester pertama tahun anggaran sebelumnya; dan
|
|
|
b.
|
laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes tahun anggaran sebelumnya,
|
|
|
kepada bupati/wali kota melalui camat.
|
||
(2)
|
Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota menyusun:
|
||
|
a.
|
laporan konsolidasi pelaksanaan APBDes semester pertama tahun anggaran sebelumnya; dan
|
|
|
b.
|
laporan konsolidasi realisasi pelaksanaan APBDes tahun anggaran sebelumnya.
|
|
(3)
|
Bupati/wali kota menyampaikan laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara elektronik melalui sistem informasi yang dikelola oleh Pemerintah.
|
||
|
|
|
|
BAB VII
PENGGUNAAN Pasal 39 |
|||
(1)
|
Penggunaan Dana Desa yang dihitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diprioritaskan untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan prioritas Desa.
|
||
(2)
|
Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Rincian prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan petunjuk operasional ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan kementerian negara/lembaga terkait.
|
||
(4)
|
Petunjuk operasional atas fokus penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi setelah berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga paling lambat sebelum tahun anggaran berjalan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 40 |
|||
(1)
|
Bupati/wali kota dapat menyusun petunjuk teknis atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Desa, berpedoman pada penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan petunjuk operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3).
|
||
(2)
|
Pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Desa diutamakan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat Desa setempat.
|
||
|
|
|
|
Pasal 41 |
|||
(1)
|
Kepala Desa bertanggung jawab atas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.
|
||
(2)
|
Pemerintah Daerah melakukan pendampingan atas penggunaan Dana Desa.
|
||
|
|
|
|
BAB VIII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 42 |
|||
(1)
|
Kementerian Keuangan melakukan:
|
||
|
a.
|
pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan Dana Desa; atau
|
|
|
b.
|
pemantauan bersama-sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi sesuai dengan kewenangannya.
|
|
(2)
|
Pemantauan dan evaluasi oleh Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan terhadap:
|
||
|
a.
|
penyaluran Dana Desa;
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa;
|
|
|
c.
|
sisa Dana Desa di RKD; dan
|
|
|
d.
|
laporan perpajakan Pemerintah Desa.
|
|
(3)
|
Pemantauan bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan minimal terhadap pengelolaan kegiatan dan capaian keluaran kegiatan yang ditentukan penggunaannya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 43 |
|||
Pemantauan dan evaluasi terhadap penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilaksanakan untuk:
|
|||
a.
|
memastikan penyaluran telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
||
b.
|
mengetahui besaran dan kendala realisasi penyaluran Dana Desa yang dilaksanakan oleh masing-masing KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 44 |
|||
(1)
|
Pemantauan dan evaluasi terhadap laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dilakukan untuk:
|
||
|
a.
|
menghindari penundaan penyaluran Dana Desa tahun anggaran berjalan; dan
|
|
|
b.
|
mengetahui besaran penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa.
|
|
(2)
|
Dalam hal bupati/wali kota terlambat dan/atau tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat berkoordinasi dan meminta bupati/wali kota untuk melakukan percepatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(3)
|
Dalam hal realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada bupati/wali kota.
|
||
|
|
|
|
Pasal 45 |
|||
(1)
|
Pemantauan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c dilakukan untuk mengetahui:
|
||
|
a.
|
besaran sisa Dana Desa di RKD yang belum selesai diperhitungkan pada penyaluran Dana Desa sampai dengan tahun anggaran sebelumnya; dan
|
|
|
b.
|
besaran sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD.
|
|
(2)
|
Besaran sisa Dana Desa di RKD yang belum selesai diperhitungkan pada penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diperhitungkan dalam penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan.
|
||
(3)
|
Besaran sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dianggarkan kembali di tahun anggaran berjalan oleh kepala Desa dan dilakukan perekaman oleh bupati/wali kota pada Aplikasi OM-SPAN.
|
||
(4)
|
Dalam hal penganggaran kembali oleh kepala Desa dan perekaman oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilaksanakan, sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperhitungkan pada penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan.
|
||
(5)
|
Dalam hal Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) tidak mencukupi, selisih sisa Dana Desa diperhitungkan pada penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berikutnya.
|
||
(6)
|
Sisa Dana Desa di RKD yang telah dianggarkan kembali di tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan sesuai dengan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan prioritas penggunaan Dana Desa yang diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi yang berlaku.
|
||
(7)
|
Dalam hal berdasarkan pemantauan atas sisa Dana Desa di RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c ditemukan sisa Dana Desa di RKD lebih dari 100% (seratus persen) dari Dana Desa yang diterima pada tahun anggaran berjalan, Kementerian Keuangan menyampaikan hasil pemantauan dimaksud kepada bupati/wali kota.
|
||
(8)
|
Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), bupati/wali kota meminta inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap:
|
||
|
a.
|
besaran sisa Dana yang dapat diserap pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan, dalam hal sisa Dana tersedia secara fisik;
|
|
|
b.
|
besaran sisa Dana yang tidak dapat diserap pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan, dalam hal sisa Dana tersedia secara fisik; dan/atau
|
|
|
c.
|
selisih sisa Dana antara yang dilaporkan dengan kondisi sebenarnya secara fisik.
|
|
(9)
|
Berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Inspektorat Daerah menyampaikan hasil pemeriksaan kepada bupati/wali kota.
|
||
(10)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat besaran sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, sisa Dana dimaksud diserap setinggi-tingginya 30% (tiga puluh persen).
|
||
(11)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat besaran sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk menghentikan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan.
|
||
(12)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat selisih sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk memperhitungkan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan sebesar rekomendasi dari inspektorat Daerah.
|
||
(13)
|
Mekanisme pemeriksaan dan penyampaian hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 46 |
|||
Pemantauan dan evaluasi terhadap laporan perpajakan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d, dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penyampaian data transaksi harian dan rekapitulasi transaksi harian.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 47 |
|||
(1)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) dikecualikan bagi Desa yang mengalami bencana alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada tahun anggaran sebelumnya sampai dengan sebelum penyaluran tahap II tahun anggaran berjalan.
|
||
(3)
|
Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hilang atau rusaknya sebagian atau seluruh:
|
||
|
a.
|
Dana Desa;
|
|
|
b.
|
dokumen pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa; dan/atau
|
|
|
c.
|
keluaran kegiatan yang didanai Dana Desa.
|
|
(4)
|
Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merupakan Dana Desa dalam bentuk tunai yang telah ditarik dari RKD.
|
||
(5)
|
Bupati/wali kota melakukan verifikasi kebenaran atas kejadian bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
(6)
|
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang minimal memuat:
|
||
|
a.
|
nama dan kode Desa;
|
|
|
b.
|
peristiwa bencana alam yang dialami;
|
|
|
c.
|
waktu kejadian; dan
|
|
|
d.
|
akibat bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
|
(7)
|
Surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampiri surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani oleh kepala Desa.
|
||
(8)
|
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan meneliti kelengkapan dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7).
|
||
(9)
|
Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah lengkap dan sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa dengan menerbitkan naskah dinas persetujuan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
|
||
(10)
|
Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak lengkap dan tidak sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menolak permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa dengan menerbitkan surat penolakan.
|
||
(11)
|
Bupati/wali kota mengajukan surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lambat sebelum pengajuan penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan.
|
||
(12)
|
Dalam hal Desa telah menerima penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan, permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) tidak dapat diajukan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 48 |
|||
Dalam hal Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (9) dengan lengkap dan sesuai, Desa tersebut dikecualikan dari perhitungan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4).
|
|||
|
|
|
|
Pasal 49 |
|||
(1)
|
Selain pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan evaluasi terhadap:
|
||
|
a.
|
kebijakan pengalokasian, penyaluran, dan/atau prioritas penggunaan Dana Desa; dan/atau
|
|
|
b.
|
hal-hal lain yang diperlukan untuk membantu merumuskan kebijakan yang lebih baik kedepannya.
|
|
(2)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan indikator meliputi:
|
||
|
a.
|
kesesuaian alokasi Dana Desa dengan kebutuhan setiap Desa;
|
|
|
b.
|
kecepatan penyaluran dan penyerapan Dana Desa;
|
|
|
c.
|
kesesuaian penggunaan Dana Desa sesuai prioritas; dan/atau
|
|
|
d.
|
indikator/kriteria lain yang relevan, baik dalam agregasi tingkat Desa, maupun tingkat kabupaten/kota.
|
|
(3)
|
Evaluasi atas indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan data yang bersumber dari kementerian negara/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 50 |
|||
(1)
|
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 49, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi.
|
||
(2)
|
Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan untuk rekomendasi perbaikan kebijakan Dana Desa ke depan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 51 |
|||
(1)
|
Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilaksanakan secara berjenjang oleh:
|
||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan
|
|
|
b.
|
Kepala KPPN selaku KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
|
|
(2)
|
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan koordinasi dengan gubernur/bupati/wali kota.
|
||
(3)
|
Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(4)
|
Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD paling lambat bulan Februari tahun anggaran berikutnya.
|
||
(5)
|
Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Maret tahun anggaran berikutnya.
|
||
(6)
|
Penyusunan laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 52 |
|||
(1)
|
Bupati/wali kota melakukan pemantauan dan evaluasi atas:
|
||
|
a.
|
pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (4) huruf b;
|
|
|
b.
|
penyaluran Dana Desa;
|
|
|
c.
|
prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39;
|
|
|
d.
|
capaian keluaran Dana Desa; dan/atau
|
|
|
e.
|
sisa Dana Desa di RKD.
|
|
(2)
|
Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota dapat meminta penjelasan kepada kepala Desa dan/atau melakukan pengecekan atas kewajaran data dalam laporan capaian keluaran yang akan direkam dalam Aplikasi OM-SPAN.
|
||
(3)
|
Dalam hal terdapat indikasi penyalahgunaan Dana Desa, bupati/wali kota dapat meminta inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan.
|
||
|
|
|
|
BAB IX
PENGHENTIAN DAN/ATAU PENUNDAAN PENYALURAN DANA DESA Pasal 53 |
|||
(1)
|
Dalam hal terdapat permasalahan Desa, berupa:
|
||
|
a.
|
kepala Desa dan/atau bendahara Desa melakukan penyalahgunaan keuangan Desa dan ditetapkan sebagai tersangka;
|
|
|
b.
|
Desa mengalami permasalahan administrasi, ketidakjelasan status hukum, dan/atau status keberadaan Desa;
|
|
|
c.
|
penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota terkait pelantikan dan/atau penghentian kepala Desa yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|
|
d.
|
terdapat indikasi penyalahgunaan keuangan Desa untuk mendanai kegiatan yang mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau
|
|
|
e.
|
sisa Dana Desa hasil pemeriksaan inspektorat Daerah,
|
|
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya.
|
||
(2)
|
Bupati/wali kota melakukan pemantauan atas proses perkara hukum penyalahgunaan keuangan Desa yang melibatkan kepala Desa dan/atau bendahara Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
|
||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa dan/atau bendahara Desa telah ditetapkan sebagai tersangka, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
|
||
(4)
|
Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan:
|
||
|
a.
|
surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
|
|
|
b.
|
keputusan dan/atau surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan/atau bupati/wali kota atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
|
|
|
c.
|
surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berdasarkan hasil klarifikasi gubernur sebagai wakil Pemerintah;
|
|
|
d.
|
surat rekomendasi dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d; atau
|
|
|
e.
|
surat permohonan dari bupati/wali kota atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e.
|
|
(5)
|
Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya berdasarkan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan mulai penyaluran tahap berikutnya setelah surat dimaksud diterima.
|
||
(6)
|
Dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima setelah Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan disalurkan, penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya untuk tahun anggaran berikutnya dihentikan.
|
||
(7)
|
Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilakukan melalui naskah dinas Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
|
||
(8)
|
Dalam hal proses penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah dilaksanakan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan pemberitahuan kepada:
|
||
|
a.
|
bupati/wali kota;
|
|
|
b.
|
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan/atau
|
|
|
c.
|
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara.
|
|
(9)
|
Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat disalurkan kembali ke RKD dalam hal:
|
||
|
a.
|
terdapat pencabutan status hukum tersangka, pemulihan status hukum tersangka, dan/atau sudah ditetapkan pejabat pelaksana tugas kepala Desa dan/atau Bendahara Desa atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
|
|
|
b.
|
terdapat penyelesaian permasalahan administrasi, ketidakjelasan status hukum, dan/atau status keberadaan Desa atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
|
|
|
c.
|
telah dilantik kepala Desa hasil pemilihan oleh bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c; atau
|
|
|
d.
|
tidak terdapat lagi indikasi penyalahgunaan Keuangan Desa untuk mendanai kegiatan separatis yang mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
|
|
(10)
|
Penyaluran kembali Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat:
|
||
|
a.
|
permohonan pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota;
|
|
|
b.
|
rekomendasi dari bupati/wali kota dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;
|
|
|
c.
|
rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri berdasarkan hasil klarifikasi gubernur sebagai wakil Pemerintah; atau
|
|
|
d.
|
rekomendasi dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara.
|
|
(11)
|
Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat disalurkan kembali ke RKD pada tahun anggaran berjalan dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima 7 (tujuh) hari kerja sebelum batas waktu penerimaan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7).
|
||
(12)
|
Desa yang dihentikan penyaluran Dana Desanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf e, berhak mendapatkan penyaluran Dana Desa pada dua tahun anggaran setelah periode pemeriksaan dalam hal sisa Dana Desa telah diserap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (10).
|
||
(13)
|
Penyaluran kembali Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dilakukan dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat permohonan pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum batas waktu penerimaan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7).
|
||
(14)
|
Dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima setelah setelah batas waktu penerimaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN.
|
||
(15)
|
Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (12) tidak dapat disalurkan kembali ke RKD pada tahun anggaran berikutnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 54 |
|||
(1)
|
Desa yang dihentikan dan/atau ditunda penyaluran Dana Desanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d, berhak mendapatkan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran berikutnya dalam hal surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (10) telah diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
|
||
(2)
|
Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (10) dan ayat (13), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerbitkan naskah dinas pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
|
||
(3)
|
Dalam hal proses pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dilaksanakan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan pemberitahuan kepada:
|
||
|
a.
|
bupati/wali kota;
|
|
|
b.
|
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan/atau
|
|
|
c.
|
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara.
|
|
|
|
|
|
Pasal 55 |
|||
(1)
|
Dalam hal terdapat permasalahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) pada Desa yang menerima Insentif Desa, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghentian penyaluran insentif Desa.
|
||
(2)
|
Insentif Desa yang dihentikan penyalurannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sisa Dana Desa di RKUN dan tidak disalurkan pada tahun anggaran berikutnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 56 |
|||
(1)
|
Dalam hal terdapat setoran ke RKUN yang dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas penyalahgunaan Dana Desa, setoran dimaksud merupakan bagian yang diperhitungkan dan mengurangi pencatatan nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD.
|
||
(2)
|
Bupati/wali kota melakukan koordinasi dengan pengadilan dan/atau kejaksaan untuk mendapatkan bukti setoran atau salinan bukti setoran ke RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(3)
|
Bupati/wali kota menyampaikan bukti setoran atau salinan bukti setoran ke RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan surat permohonan untuk diperhitungkan sebagai pengurang nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
|
||
(4)
|
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
||
(5)
|
Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk diperhitungkan sebagai pengurang nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD dengan menerbitkan naskah dinas kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
|
||
Pasal 57 |
|||
(1)
|
Dalam hal terdapat permasalahan Desa yang disebabkan penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf c, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana alokasi umum yang tidak ditentukan penggunaannya.
|
||
(2)
|
Penundaan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan surat rekomendasi penundaan penyaluran dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
|
||
(3)
|
Penundaan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode penyaluran dana alokasi umum berikutnya setelah surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima.
|
||
(4)
|
Besaran penundaan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah penyaluran dana alokasi umum pada periode bersangkutan.
|
||
(5)
|
Penundaan dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
|
||
(6)
|
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum melaksanakan penundaan penyaluran dana alokasi umum.
|
||
(7)
|
Penyaluran kembali dana alokasi umum yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima surat rekomendasi penyaluran kembali dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
|
||
(8)
|
Dalam hal surat rekomendasi penyaluran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum diterima sampai dengan tanggal 15 November tahun anggaran berjalan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penyaluran kembali dana alokasi umum yang ditunda.
|
||
(9)
|
Tata cara pelaksanaan penundaan dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan penyaluran kembali dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana otonomi khusus.
|
||
|
|
|
|
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 58 |
|||
(1)
|
Bupati/wali kota melakukan pengecekan data jumlah Desa di wilayahnya dengan membandingkan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dengan data jumlah Desa mutakhir yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
|
||
(2)
|
Bupati/wali kota menyampaikan hasil pengecekan data jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat hari kerja terakhir bulan Juni pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan.
|
||
(3)
|
Dalam hal data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih sedikit dibandingkan dengan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menggunakan data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
|
||
(4)
|
Dalam hal data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih banyak dibandingkan dengan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menggunakan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dalam melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
||
(5)
|
Dalam hal terdapat perubahan nama dan/atau kode Desa sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dilakukan perubahan nama dan/atau kode Desa pada Aplikasi OM-SPAN.
|
||
(6)
|
Perubahan kode Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan sepanjang belum terdapat realisasi penyaluran Dana Desa.
|
||
|
|
|
|
Pasal 59 |
|||
Bagi Desa yang tidak mendapatkan penyaluran Dana Desa di tahun anggaran sebelumnya dan/atau Desa yang mengalami bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dikecualikan dari ketentuan persyaratan penyaluran Dana Desa sebagai berikut:
|
|||
a.
|
persyaratan penyaluran Dana Desa yang diajukan oleh bupati/wali kota kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya, dan
|
||
b.
|
persyaratan penyaluran Dana Desa yang diajukan oleh kepala Desa kepada bupati/wali kota berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 60 |
|||
(1)
|
Dalam hal terdapat risiko rendahnya penyaluran Dana Desa akibat kejadian kahar, Menteri Keuangan dapat memberikan perpanjangan batas waktu penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) serta batas waktu penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7).
|
||
(2)
|
Perpanjangan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan atau surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
|
||
(3)
|
Kejadian kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, dan/atau kebakaran.
|
||
(4)
|
Kejadian bencana alam, bencana non alam, dan/atau bencana sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada peraturan perundangan-undangan mengenai bencana.
|
||
(5)
|
Kejadian kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung dengan pernyataan bupati/wali kota.
|
||
|
|
|
|
Pasal 61 |
|||
Penunjukan pejabat perbendaharaan negara, peran koordinator KPA Penyaluran TKD, pembagian wilayah kerja KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, pengelolaan RKD, pengelolaan data supplier, penyusunan rencana penarikan kebutuhan dana, penyusunan proyeksi penyaluran, penyelesaian retur, penyusunan laporan keuangan, dan pemantauan dan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 62 |
|||
Ketentuan mengenai:
|
|||
a.
|
format surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 2;
|
||
b.
|
format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b;
|
||
c.
|
format daftar RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (10);
|
||
d.
|
format surat pernyataan komitmen penganggaran Dana Desa dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);
|
||
e.
|
format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1);
|
||
f.
|
format surat pernyataan tanggung jawab mutlak permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (7); dan
|
||
g.
|
format surat permohonan pengurangan pencatatan beserta penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3),
|
||
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 63 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1295) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.07/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 759), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 64 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024.
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 1051 |