Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan atau penyempurnaan
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|
||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa pengaturan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan merupakan upaya pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan membantu pengembangan usaha pada industri pionir;
|
||
b.
|
bahwa untuk mendorong kemudahan berusaha bagi industri pionir perlu dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme pemberian dan pengajuan fasilitas bagi industri pionir;
|
||
c.
|
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Nomor Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sudah tidak sesuai lagi dengan penyederhanaan mekanisme pemberian dan pengajuan fasilitas tersebut, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
||
|
|
||
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
|
||
4.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6361);
|
||
6.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
|
||
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN.
|
|||
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
|
||
2.
|
Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
|
||
3.
|
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
|
||
4.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
|
||
5.
|
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
|
||
6.
|
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
|
||
|
|
||
BAB II
SUBJEK DAN JENIS FASILITAS
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak badan yang melakukan penanaman modal baru pada Industri Pionir dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama yang dilakukan.
|
||
(2)
|
Nilai penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
|
||
(3)
|
Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar:
|
||
|
a.
|
100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); atau
|
|
|
b.
|
50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
|
|
(4)
|
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diberikan untuk:
|
||
|
a.
|
5 (lima) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dan kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
|
|
|
b.
|
7 (tujuh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan kurang dari Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
|
|
|
c.
|
10 (sepuluh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) dan kurang dari Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah);
|
|
|
d.
|
15 (lima belas) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) dan kurang dari Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah); atau
|
|
|
e.
|
20 (dua puluh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah).
|
|
(5)
|
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan untuk 5 (lima) tahun pajak.
|
||
(6)
|
Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) berakhir, Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar:
|
||
|
a.
|
50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk nilai penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; atau
|
|
|
b.
|
25% (dua puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk nilai penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
|
|
|
|
|
|
BAB III
KRITERIA DAN PROSEDUR PENGAJUAN FASILITAS
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:
|
||
|
a.
|
merupakan Industri Pionir;
|
|
|
b.
|
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
|
|
|
c.
|
melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan:
|
|
|
|
1.
|
keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
|
|
2.
|
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
|
|
|
3.
|
pemberitahuan mengenai pemberian pengurangan penghasilan neto atas penanaman pemberitahuan mengenai penolakan modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya berdasarkan Pasal 29A Peraturan Pemerintah mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan; dan
|
|
|
4.
|
keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan pada Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;
|
|
d.
|
mempunyai nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
|
|
|
e.
|
memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; dan
|
|
|
f.
|
berkomitmen untuk mulai merealisasikan rencana penanaman modal paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya keputusan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
|
(2)
|
Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
|
||
|
a.
|
industri logam dasar hulu:
|
|
|
|
1.
|
besi baja; atau
|
|
|
2.
|
bukan besi baja,
|
|
|
tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|
|
b.
|
industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|
|
c.
|
industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam, dan/atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|
|
d.
|
industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|
|
e.
|
industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|
|
f.
|
industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
|
|
g.
|
industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi;
|
|
|
h.
|
industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika;
|
|
|
i.
|
industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;
|
|
|
j.
|
industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur;
|
|
|
k.
|
industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;
|
|
|
l.
|
industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;
|
|
|
m.
|
industri pembuatan komponen utama kapal;
|
|
|
n.
|
industri pembuatan komponen utama kereta api;
|
|
|
o.
|
industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara;
|
|
|
p.
|
industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya;
|
|
|
q.
|
infrastruktur ekonomi; atau
|
|
|
r.
|
ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.
|
|
(3)
|
Rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing-masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
|
||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir.
|
||
(5)
|
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
|
||
(6)
|
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
|
||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Penentuan kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukan secara daring melalui sistem OSS.
|
||
(2)
|
Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal baru memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan jika Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
|
||
(3)
|
Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal baru tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan jika Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
|
||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melanjutkan permohonan secara daring melalui sistem OSS.
|
||
(5)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
|
||
|
a.
|
salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal; dan
|
|
|
b.
|
salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang saham.
|
|
(6)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah diterima secara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri Keuangan sebagai usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan, dan sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sedang dalam proses.
|
||
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang tidak tercantum sebagai Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
||
(2)
|
Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan jika memenuhi:
|
||
|
a.
|
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f;
|
|
|
b.
|
skor kriteria kuantitatif Industri Pionir mencapai paling sedikit 80 (delapan puluh); dan
|
|
|
c.
|
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).
|
|
(3)
|
Skor kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan hasil kajian Industri Pionir yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
|
||
(4)
|
Kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(5)
|
Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang tidak tercantum sebagai Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melanjutkan permohonan secara daring melalui sistem OSS.
|
||
(6)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
|
||
|
a.
|
salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal;
|
|
|
b.
|
salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang saham;
|
|
|
c.
|
salinan digital kajian pemenuhan kriteria Industri Pionir; dan
|
|
|
d.
|
salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
(7)
|
Salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d diperlakukan sebagai pernyataan komitmen kesanggupan pemenuhan kriteria Industri Pionir oleh Wajib Pajak.
|
||
(8)
|
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melakukan penilaian atas penghitungan skor pemenuhan kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.
|
||
(9)
|
Dalam hal hasil penilaian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) memperoleh skor paling sedikit 80 (delapan puluh), penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan memenuhi kriteria Industri Pionir.
|
||
(10)
|
Permohonan penanaman modal Wajib Pajak yang telah dinyatakan memenuhi kriteria Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diproses oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagai usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
||
(11)
|
Kelanjutan proses permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diberitahukan melalui sistem OSS kepada Wajib Pajak.
|
||
(12)
|
Dalam hal hasil penilaian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak mencapai skor 80 (delapan puluh), penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan tidak memenuhi kriteria Industri Pionir.
|
||
(13)
|
Penanaman modal Wajib Pajak yang dinyatakan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (12), diberitahukan melalui sistem OSS kepada Wajib Pajak bahwa permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria Industri Pionir.
|
||
(14)
|
Penilaian kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan penilaian kembali saat pemeriksaan lapangan yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Wajib Pajak.
|
||
(15)
|
Kriteria kuantitatif Industri Pionir yang dapat dilakukan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (14), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dan Pasal 5 ayat (6) harus dilakukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
||
(2)
|
Pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
||
|
a.
|
bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan nomor induk berusaha bagi Wajib Pajak baru; atau
|
|
|
b.
|
paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan izin usaha untuk penanaman modal baru.
|
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Dalam hal sistem OSS belum tersedia, penentuan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) atau Pasal 5 ayat (6) dilakukan secara luring.
|
||
(2)
|
Pengajuan permohonan secara luring disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
|
||
(3)
|
Tata cara penentuan pemenuhan kriteria dan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal mengenai tata cara pemenuhan kriteria dan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan secara luring.
|
||
|
|
||
BAB IV
KETENTUAN FASILITAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENDAPATKAN PENUGASAN PEMERINTAH
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan diberikan perlakuan tertentu, sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 atau Pasal 5.
|
||
(2)
|
Perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||
|
a.
|
saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
|
|
|
b.
|
pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan dilakukan:
|
|
|
|
1.
|
bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan nomor induk berusaha bagi Wajib Pajak baru; atau
|
|
|
2.
|
paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan izin usaha untuk penanaman modal baru;
|
|
c.
|
nilai penanaman modal yang menjadi dasar penentuan jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan adalah nilai penanaman modal pada saat Wajib Pajak menyatakan telah merealisasikan seluruh rencana penanaman modal; dan
|
|
|
d.
|
pengurangan Pajak Penghasilan badan mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sepanjang telah berproduksi komersial dan merealisasikan seluruh rencana penanaman modalnya sesuai dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a.
|
|
(3)
|
Penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dengan adanya penetapan berdasarkan keputusan menteri atau keputusan pimpinan lembaga setingkat menteri.
|
||
(4)
|
Penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak badan sebagaimana tercantum dalam keputusan menteri atau keputusan pimpinan lembaga setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak badan selain Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dibentuk untuk melaksanakan keputusan menteri atau keputusan pimpinan lembaga setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
|
(5)
|
Dalam hal pelaksanaan penugasan Pemerintah dilakukan oleh Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
||
|
|
||
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Dalam hal pelaksanaan penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan dengan skema pemekaran usaha (spin off), penanaman modal yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan meliputi seluruh nilai penanaman modal hasil pemekaran usaha (spin off) dan nilai penanaman modal baru.
|
||
(2)
|
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan seluruh nilai penanaman modal yang meliputi nilai penanaman modal baru dan nilai penanaman modal hasil pemekaran usaha (spin off) apabila nilai penanaman modal baru lebih besar dari nilai penanaman modal hasil pemekaran usaha (spin off).
|
||
(3)
|
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan nilai penanaman modal baru apabila nilai penanaman modal baru lebih kecil dari nilai penanaman modal hasil pemekaran usaha (spin off).
|
||
|
|
||
BAB V
PROSEDUR PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan diputuskan oleh Menteri Keuangan.
|
||
(2)
|
Penetapan keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) atau Pasal 5 ayat (10).
|
||
|
|
||
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilaksanakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
|
||
(2)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) yang dilaksanakan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) atau Pasal 5 ayat (10) diterima secara lengkap dan benar.
|
||
(3)
|
Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi:
|
||
|
a.
|
nomor dan tanggal surat keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
|
|
b.
|
identitas Wajib Pajak yang meliputi:
|
|
|
|
1.
|
nama Wajib Pajak;
|
|
|
2.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
|
|
|
3.
|
alamat Wajib Pajak;
|
|
c.
|
persentase besaran dan jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
|
|
d.
|
ketentuan mengenai pembebasan dari pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan;
|
|
|
e.
|
rincian penanaman modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang meliputi:
|
|
|
|
1.
|
nomor induk berusaha dan tanggal nomor induk berusaha;
|
|
|
2.
|
tanggal izin usaha;
|
|
|
3.
|
lokasi usaha atau proyek yang diajukan permohonan;
|
|
|
4.
|
rencana nilai penanaman modal dan rincian;
|
|
|
5.
|
penugasan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional;
|
|
|
6.
|
bidang usaha;
|
|
|
7.
|
Kegiatan Usaha Utama;
|
|
|
8.
|
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI);
|
|
|
9.
|
jenis produksi; dan
|
|
|
10.
|
cakupan produk;
|
|
f.
|
rincian pemenuhan kriteria kuantitatif Industri Pionir dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
|
|
|
g.
|
saat mulai berlakunya dan berakhirnya fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
|
|
h.
|
ketentuan pencabutan dan/atau penyesuaian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
|
|
i.
|
ketentuan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan
|
|
|
j.
|
kondisi tertentu lainnya yang harus dipenuhi antara lain pemenuhan pembukuan terpisah atas penanaman modal yang mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan penanaman modal yang telah mendapat fasilitas Pajak Penghasilan atau yang tidak mendapat fasilitas Pajak Penghasilan.
|
|
(4)
|
Pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan yang dilaksanakan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan per triwulan.
|
||
(5)
|
Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
|
||
|
|
||
BAB VI
PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sejak tahun pajak:
|
||
|
a.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial; atau
|
|
|
b.
|
saat seluruh rencana penanaman modal baru telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
|
(2)
|
Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Wajib Pajak.
|
||
(3)
|
Permohonan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, disampaikan setelah Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
||
(4)
|
Permohonan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Wajib Pajak yang mengajukan permohonan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, disampaikan setelah berakhirnya tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
||
(5)
|
Permohonan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Wajib Pajak secara daring melalui sistem OSS dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
|
||
|
a.
|
realisasi aktiva tetap beserta gambar tata letak;
|
|
|
b.
|
surat keterangan fiskal Wajib Pajak; dan
|
|
|
c.
|
dokumen yang berkaitan dengan:
|
|
|
|
1.
|
transaksi penjualan hasil produksi ke pasaran pertama kali antara lain berupa faktur pajak atau bukti tagihan; atau
|
|
|
2.
|
pertama kali hasil produksi digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut antara lain berupa laporan pemakaian sendiri.
|
|
|
|
|
BAB VII
PEMERIKSAAN LAPANGAN DALAM RANGKA PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, kuasa dari Wajib Pajak, atau pegawai dari Wajib Pajak.
|
||
(2)
|
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
|
||
|
a.
|
penentuan mengenai Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
|
|
b.
|
pengujian jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
|
|
c.
|
pengujian jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada saat Wajib Pajak menyatakan telah merealisasikan seluruh rencana penanaman modal bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
|
|
|
d.
|
pengujian kesesuaian realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama; dan
|
|
|
e.
|
pengujian atas pemenuhan ketentuan mengenai saat pengajuan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
|
|
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, selain kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemeriksaan lapangan juga meliputi kegiatan penilaian kembali kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (14).
|
||
(4)
|
Dalam rangka pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Direktur Jenderal Pajak:
|
||
|
a.
|
mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pemeriksaan; dan
|
|
|
b.
|
dapat meminta keterangan dan/atau melibatkan tenaga ahli, kementerian pembina sektor dan/atau Badan Koordinasi Penanaman Modal.
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||
Hasil Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) terdiri atas temuan:
|
|||
a.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada:
|
||
|
1.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial; atau
|
|
|
2.
|
saat seluruh rencana penanaman modal telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
|
|
|
dalam batas minimal nilai rencana penanaman modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4);
|
||
b.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada:
|
||
|
1.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial; atau
|
|
|
2.
|
saat seluruh rencana penanaman modal telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
|
|
|
kurang dari batas minimal nilai rencana penanaman modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan lebih dari atau sama dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
|
||
c.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada:
|
||
|
1.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial; atau
|
|
|
2.
|
saat seluruh rencana penanaman modal telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
|
|
|
kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
|
||
d.
|
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
|
||
e.
|
ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
|
||
f.
|
Wajib Pajak belum mulai berproduksi komersial;
|
||
g.
|
Wajib Pajak telah berproduksi komersial pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
||
h.
|
Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan; dan/atau
|
||
i.
|
Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria kuantitatif Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b.
|
||
|
|
||
BAB VIII
KEPUTUSAN PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dan huruf d terpenuhi, Menteri Keuangan menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang memuat:
|
||
|
a.
|
tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
|
|
b.
|
tanggal saat seluruh rencana penanaman modal telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
|
|
|
c.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
|
|
d.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada saat seluruh rencana penanaman modal telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan
|
|
|
e.
|
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama.
|
|
(2)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf d terpenuhi, Menteri Keuangan menetapkan keputusan penyesuaian besaran dan/atau jangka waktu serta penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang memuat:
|
||
|
a.
|
penyesuaian besaran dan/atau jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
|
|
b.
|
tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
|
|
c.
|
tanggal saat seluruh rencana penanaman modal telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
|
|
|
d.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
|
|
e.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada saat seluruh rencana penanaman modal telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan
|
|
|
f.
|
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama.
|
|
(3)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf f terpenuhi, Menteri Keuangan menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Wajib Pajak belum berproduksi komersial dan Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
||
(4)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf h terpenuhi, Menteri Keuangan menerbitkan surat yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses atau tidak dapat dipertimbangkan.
|
||
(5)
|
Penetapan keputusan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta penerbitan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ayat (4) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
|
||
|
|
||
BAB IX
PELAPORAN REALISASI PENANAMAN MODAL DAN REALISASI PRODUKSI
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan wajib menyampaikan laporan setiap 1 (satu) tahun kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
|
||
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penanaman modal sejak diterima Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan Saat Mulai Berproduksi Komersial atau sampai dengan saat seluruh rencana penanaman modalnya telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan
|
|
|
b.
|
laporan realisasi produksi sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir atau sejak tahun pajak penetapan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
|
(3)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
(4)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
|
||
(5)
|
Dalam hal Wajib Pajak:
|
||
|
a.
|
tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf C; atau
|
|
|
b.
|
tidak memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f,
|
|
|
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat teguran kepada Wajib Pajak.
|
||
(6)
|
Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak, kuasa dari Wajib Pajak, Wajib Pajak:
|
||
|
a.
|
tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan/atau
|
|
|
b.
|
tidak memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f,
|
|
|
Wajib Pajak dapat diusulkan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
|
||
|
|
||
BAB X
PENCABUTAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan dicabut jika:
|
||
|
a.
|
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, huruf e, huruf g, atau huruf i terpenuhi;
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bekas, dalam rangka realisasi penanaman modal baru yang mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
|
|
c.
|
Wajib Pajak memindahtangankan aset selama jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi dan tidak menyebabkan jumlah nilai realisasi penanaman modal kurang dari batas minimal nilai penanaman modal yang menjadi dasar penentuan jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan dalam keputusan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) atau keputusan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2); dan/atau
|
|
|
d.
|
Wajib Pajak melakukan relokasi penanaman modal yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan ke luar negeri.
|
|
(2)
|
Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf g dikecualikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
||
(3)
|
Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan apabila:
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bekas dalam rangka realisasi penanaman modal baru yang merupakan relokasi secara keseluruhan sebagai satu paket penanaman modal baru dari negara lain dan tidak diproduksi di dalam negeri; dan/atau
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak yang mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bekas dalam rangka realisasi penanaman modal baru merupakan Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
|
|
(4)
|
Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
|
||
(5)
|
Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
|
||
(6)
|
Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
|
||
|
|
||
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Terhadap penanaman modal Wajib Pajak yang telah pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dilakukan pencabutan keputusan pemberian dimaksud dalam Pasal 17, pengurangan Pajak Penghasilan badan yang telah dimanfaatkan wajib dibayarkan kembali dan dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(2)
|
Pajak Penghasilan yang wajib dibayarkan kembali beserta sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak tahun pajak saat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan.
|
||
(3)
|
Terhadap Wajib Pajak yang telah dilakukan pencabutan keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d tidak dapat diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
||
|
|
||
BAB XI
KEWAJIBAN PEMBUKUAN, DAN PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN
Pasal 19 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus:
|
||
|
a.
|
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas penghasilan yang mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan dan penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
|
|
|
b.
|
melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
(2)
|
Dalam hal terdapat biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional.
|
||
(3)
|
Penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan selama periode pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan tanpa penerbitan surat keterangan bebas pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan.
|
||
(4)
|
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar Kegiatan Usaha Utama yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
||
|
|
||
BAB XII
EVALUASI PELAKSANAAN PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 20 |
|||
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini akan dipublikasikan dan dievaluasi secara berkala.
|
|||
|
|
||
BAB XIII
PERIODE PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 21 |
|||
Pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini diberikan atas usulan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dan Pasal 5 ayat (10) yang disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|||
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|||
|
|||
Pasal 23 |
|||
Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|||
|
|||
Pasal 24 |
|||
Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|||
|
|||
Pasal 25 |
|||
Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|||
|
|||
Pasal 26 |
|||
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 14 huruf a sampai dengan huruf h, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18 berlaku juga bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan:
|
|||
a.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan; atau
|
||
b.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
|
||
|
|
||
Pasal 27 |
|||
Terhadap permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, yang telah diajukan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan telah mendapatkan putusan dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal, diproses dengan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan.
|
|||
|
|||
Pasal 28 |
|||
Terhadap permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, yang telah diajukan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum mendapatkan putusan dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal, diproses dengan menggunakan Peraturan Menteri ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
memiliki komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f; dan
|
||
b.
|
memenuhi kelengkapan persyaratan dokumen tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf c dan huruf d.
|
||
|
|
||
Pasal 29 |
|||
Terhadap Wajib Pajak yang memiliki izin usaha untuk penanaman modal yang diterbitkan oleh lembaga OSS sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dapat menyampaikan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 atau Pasal 5;
|
||
b.
|
permohonan disampaikan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
||
c.
|
permohonan disampaikan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
|
||
|
|
||
Pasal 30 |
|||
Terhadap Wajib Pajak badan yang telah diberikan keputusan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, namun belum memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud, tata cara:
|
|||
a.
|
pelaporan penggunaan dana dan realisasi penanaman modal disampaikan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2011 tentang Tata Cara Pelaporan Penggunaan Dana dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
||
b.
|
permohonan penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial disampaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
|
||
c.
|
penetapan saat dimulainya berproduksi secara Komersial diproses berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2011 tentang Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara Komersial bagi Wajib Pajak Badan yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
|
||
|
|
||
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1553), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|||
Pasal 32 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 September 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 September 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1088
|