Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERl KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 128 TAHUN 2023
TENTANG
MITRA UTAMA KEPABEANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA
MITRA UTAMA KEPABEANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai mitra utama kepabeanan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 211/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama Kepabeanan;
|
||||
b.
|
bahwa untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap importir dan/atau eksportir melalui penyempurnaan proses bisnis dan memperluas cakupan pemberian manfaat pelayanan khusus serta kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap mitra utama kepabeanan, sehingga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor-211/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama Kepabeanan perlu diganti;
|
||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mitra Utama Kepabeanan;
|
||||
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
|||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
|
||||
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG MITRA UTAMA KEPABEANAN.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan.
|
||||
2.
|
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator, yang selanjutnya disebut AEO adalah operator ekonomi yang telah mendapatkan pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
|
||||
3.
|
Kantor Wilayah adalah kantor wilayah dan kantor wilayah khusus di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
4.
|
Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
|
||||
5.
|
Importir adalah orang perorangan, atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan impor.
|
||||
6.
|
Eksportir adalah orang perorangan, atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan ekspor.
|
||||
7.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
||||
8.
|
Client Coordinator Khusus MITA Kepabeanan adalah Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah dan/atau Kepala Kantor Bea dan Cukai untuk melakukan fungsi konsultasi, koordinasi, bimbingan, dan monitoring terhadap MITA Kepabeanan.
|
||||
9.
|
Menteri adalah menteri yang menyele nggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||||
10.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
11.
|
Direktur adalah direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang program kepatuhan AEO dan pengguna jasa kepabeanan prioritas.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB II
PENETAPAN DAN KEWAJIBAN MITA KEPABEANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Direktur atas nama Direktur Jenderal dapat menetapkan Importir dan/atau Eksportir sebagai MITA Kepabeanan.
|
||||
(2)
|
Importir dan/atau Eksportir yang telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pelayanan khusus berupa:
|
||||
|
a.
|
kemudahan di bidang kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
|
|||
|
b.
|
kemudahan lainnya yang diberikan oleh kementerian atau lembaga terkait yang diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|||
|
c.
|
Client Coordinator Khusus MITA Kepabeanan; dan/atau
|
|||
|
d.
|
kemudahan di bidang kepabeanan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang diberikan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan mempertimbangkan manajemen risiko dalam rangka kelancaran pengeluaran dan/atau pemasukan arus barang dari dan/atau ke kawasan pabean di pelabuhan bongkar dan/atau muat.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penetapan MITA Kepabeanan
Pasal 3 |
|||||
Penetapan Importir dan/atau Eksportir sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan sepanjang Importir dan/atau Eksportir telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
di bidang kepabeanan, meliputi:
|
||||
|
1.
|
terdapat kegiatan impor dan/atau ekspor dalam periode 6 (enam) bulan terakhir;
|
|||
|
2.
|
memiliki kepatuhan yang meliputi:
|
|||
|
|
a)
|
dalam periode 6 (enam) bulan terakhir:
|
||
|
|
|
1)
|
tidak pernah melakukan kesalahan mencantumkan jumlah, Jenis barang, dan/atau nilai pabean dalam pemberitahuan pabean;
|
|
|
|
|
2)
|
tidak pernah melakukan pelanggaran fasilitas di bidang kepabeanan; dan
|
|
|
|
|
3)
|
tidak pernah melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan lainnya;
|
|
|
|
b)
|
tidak sedang mempunyai tunggakan kewajiban pembayaran bea masuk, bea keluar, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang sudah jatuh tempo; dan
|
||
|
|
c)
|
dalam hal telah dilakukan audit kepabeanan, tidak terdapat rekomendasi yang menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat dilakukan audit berdasarkan hasil audit terakhir;
|
||
b.
|
di bidang perpajakan, meliputi:
|
||||
|
1.
|
telah mendapatkan Keterangan Status Wajib Pajak yang memuat status valid; dan
|
|||
|
2.
|
tidak sedang memiliki utang pajak yang telah jatuh tempo pembayaran utang pajak;
|
|||
c.
|
tidak pernah melakukan pelanggaran pidana di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan;
|
||||
d.
|
berbentuk badan usaha dengan melakukan kegiatan/aktivitas yang sesuai dengan klasifikasi bidang usaha;
|
||||
e.
|
memiliki sistem pengendalian internal yang memadai yang paling sedikit meliputi:
|
||||
|
1.
|
struktur organisasi yang mencerminkan adanya pemisahan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab antar bagian dalam pengelolaan kegiatan operasional perusahaan;
|
|||
|
2.
|
prosedur pengurusan perizinan dari kementerian/lembaga, dalam hal kegiatan kepabeanan mempersyaratkan dokumen perizinan;
|
|||
|
3.
|
prosedur pembuatan dan penyampaian dokumen kepabeanan; dan
|
|||
|
4.
|
prosedur pencatatan, penerimaan, dan/atau pengeluaran barang impor dan/atau ekspor;
|
|||
f.
|
memiliki pegawai yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kepabeanan yang dibuktikan dengan memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh badan yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara;
|
||||
g.
|
memiliki laporan keuangan dengan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian berdasarkan hasil audit akuntan publik terhadap laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir; dan
|
||||
h.
|
menyatakan kesediaan untuk ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
Direktur memperoleh data awal Importir dan/atau Eksportir yang akan ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan berdasarkan:
|
||||
|
a.
|
hasil analisis yang dilakukan oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang program kepatuhan AEO dan pengguna jasa kepabeanan prioritas;
|
|||
|
b.
|
usulan dari Kepala Kantor Bea dan Cukai; dan/atau
|
|||
|
c.
|
usulan dari MITA Kepabeanan.
|
|||
(2)
|
Hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan hasil analisis terhadap data yang dikelola secara internal oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau informasi lainnya.
|
||||
(3)
|
Usulan dari Kepala Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan usulan berdasarkan hasil penelitian awal terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a sampai dengan huruf g.
|
||||
(4)
|
Usulan dari MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan usulan terhadap mitra dagang untuk dapat ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan dalam rangka kelancaran arus barang MITA Kepabeanan.
|
||||
(5)
|
Usulan dari Kepala Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilampiri dengan hasil penelitian awal terhadap pemenuhan persyaratan yang dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(6)
|
Usulan dari MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(7)
|
Penyampaian usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampiri dengan:
|
||||
|
a.
|
identitas Importir dan/atau Eksportir yang diusulkan;
|
|||
|
b.
|
alasan pemberian usulan; dan
|
|||
|
c.
|
kontrak kerja sama perdagangan yang telah ditandasahkan oleh Notaris antara MITA Kepabeanan dengan Importir dan/atau Eksportir.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Direktur melakukan penelitian terhadap data awal Importir dan/atau Eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), terkait dengan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
||||
(2)
|
Dalam rangka penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur:
|
||||
|
a.
|
meminta masukan dari unit internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau pihak lainnya terkait dengan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
|
|||
|
b.
|
meminta Importir dan/atau Eksportir untuk menyampaikan pemaparan, data, dan informasi lainnya terkait dengan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d sampai dengan huruf g; dan/atau
|
|||
|
c.
|
meminta Importir dan/atau Eksportir untuk membuat surat pernyataan kesediaan untuk ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan.
|
|||
(3)
|
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
Importir dan/atau Eksportir yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan sebagai MITA Kepabeanan.
|
||||
(2)
|
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Kewajiban MITA Kepabeanan
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Importir dan/atau Eksportir yang telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib:
|
||||
|
a.
|
memastikan terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
|
|||
|
b.
|
menunjuk pegawai perusahaan sebagai narahubung MITA Kepabeanan yang ditetapkan oleh pimpinan perusahaan untuk melakukan komunikasi dengan Client Coordinator Khusus MITA Kepabeanan; dan
|
|||
|
c.
|
menyampaikan permohonan perubahan data kepada Direktur, dalam hal terdapat perubahan data pada Keputusan Direktur Jenderal.
|
|||
(2)
|
Penunjukan narahubung MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah dan/atau Direktur secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
(3)
|
Dalam hal portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis.
|
||||
(4)
|
Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditandatangani secara digital dalam hal disampaikan secara elektronik atau ditandatangani dalam hal disampaikan secara tertulis, oleh pimpinan perusahaan yang tercantum dalam akta perusahaan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||||
(1)
|
Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c meliputi perubahan terhadap:
|
||||
|
a.
|
identitas MITA Kepabeanan;
|
|||
|
b.
|
Kantor Bea dan Cukai tempat pemberian pelayanan khusus MITA Kepabeanan; dan/atau
|
|||
|
c.
|
jenis kegiatan kepabeanan.
|
|||
(2)
|
Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada Direktur.
|
||||
(3)
|
Dalam hal portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis.
|
||||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||||
|
a.
|
ditandatangani secara digital dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik atau ditandatangani dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis, oleh pimpinan perusahaan yang tercantum dalam akta perusahaan; dan
|
|||
|
b.
|
dilampiri dokumen pendukung perubahan data.
|
|||
(5)
|
Direktur melakukan penelitian terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
(6)
|
Dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur dapat meminta:
|
||||
|
a.
|
keterangan;
|
|||
|
b.
|
dokumen; dan/atau
|
|||
|
c.
|
bukti tambahan.
|
|||
(7)
|
Direktur memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah:
|
||||
|
a.
|
permohonan dari MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap; atau
|
|||
|
b.
|
keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterima secara lengkap.
|
|||
(8)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
|
||||
|
a.
|
disetujui, Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan sebagai MITA Kepabeanan; atau
|
|||
|
b.
|
ditolak, Direktur atas nama Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
(9)
|
Direktur atas nama Direktur Jenderal dapat menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan sebagai MITA Kepabeanan tanpa adanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal terdapat kebijakan pemerintah yang mengakibatkan perubahan data pada Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan sebagai MITA Kepabeanan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB III
MONITORING DAN EVALUASI Pasal 9 |
|||||
Untuk memastikan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terpenuhi, dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap MITA Kepabeanan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Monitoring
Pasal 10 |
|||||
(1)
|
Direktur, Kepala Kantor Wilayah, dan/atau Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan monitoring terhadap MITA Kepabeanan.
|
||||
(2)
|
Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan melakukan:
|
||||
|
a.
|
analisis terhadap data internal dan/atau eksternal secara manual dan/atau elektronik; dan/atau
|
|||
|
b.
|
peninjauan lapangan.
|
|||
(3)
|
Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan secara terus menerus oleh:
|
||||
|
a.
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai, dengan melakukan analisis data yang tersedia pada wilayah kerjanya;
|
|||
|
b.
|
Kepala Kantor Wilayah, dengan melakukan analisis data selain sebagaimana dimaksud pada huruf a pada wilayah kerjanya; dan/atau
|
|||
|
c.
|
Direktur, dengan melakukan analisis data selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b pada wilayah kerjanya.
|
|||
(4)
|
Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko dan mempertimbangkan wilayah kerja Kepala Kantor Bea dan Cukai, Kepala Kantor Wilayah dan/atau Direktur.
|
||||
(5)
|
Hasil pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, disampaikan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu kepada:
|
||||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Direktur, dalam hal monitoring dilakukan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
|
|||
|
b.
|
Direktur, dalam hal monitoring dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan/atau Kepala Kantor Wilayah.
|
|||
(6)
|
Kepala Kantor Wilayah melakukan rekapitulasi atas hasil pelaksanaan monitoring oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan menyampaikan kepada Direktur secara periodik dan/atau sewaktu-waktu.
|
||||
(7)
|
Hasil pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(8)
|
Hasil pelaksanaan monitoring berupa peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada MITA Kepabeanan dengan tembusan kepada:
|
||||
|
a.
|
Direktur dan/atau Kepala Kantor Wilayah, dalam hal peninjauan lapangan dilakukan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai;
|
|||
|
b.
|
Direktur dan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, dalam hal peninjauan lapangan dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah; atau
|
|||
|
c.
|
Kepala Kantor Wilayah dan/atau Kepala Kantor Bea dan Cukai, dalam hal peninjauan lapangan dilakukan oleh Direktur.
|
|||
(9)
|
Dalam hal dilakukan peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, dan/atau Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat meminta MITA Kepabeanan untuk menyerahkan:
|
||||
|
a.
|
keterangan;
|
|||
|
b.
|
dokumen; dan/atau
|
|||
|
c.
|
bukti tambahan.
|
|||
(10)
|
Hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(11)
|
Direktur dapat mempertimbangkan rekomendasi dari unit di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau pihak lain yang terkait terhadap hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 11 |
|||||
(1)
|
Evaluasi terhadap MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan oleh Direktur berdasarkan hasil monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
|
||||
(2)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara analisis mendalam.
|
||||
(3)
|
Kegiatan analisis mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kegiatan analisis berdasarkan informasi yang berasal dari hasil monitoring untuk diolah lebih lanjut sebagai bahan evaluasi.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||||
(1)
|
Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menunjukkan:
|
||||
|
a.
|
MITA Kepabeanan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a angka 2 butir a), huruf d, huruf e, huruf f, dan/atau huruf g;
|
|||
|
b.
|
MITA Kepabeanan tidak menunjuk dan menyampaikan narahubung MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, ayat (2), dan ayat (3); dan/atau
|
|||
|
c.
|
MITA Kepabeanan tidak menyampaikan permohonan kepada Direktur atas perubahan data identitas MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a,
|
|||
|
Direktur menerbitkan surat peringatan dan permintaan tindak lanjut perbaikan.
|
||||
(2)
|
MITA Kepabeanan yang mendapat surat peringatan dan permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap diberikan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||||
(1)
|
Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pembekuan penetapan sebagai MITA Kepabeanan dalam hal:
|
||||
|
a.
|
hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menunjukkan:
|
|||
|
|
1.
|
MITA Kepabeanan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a angka 1, huruf a angka 2 butir b), dan/atau huruf b; dan/atau
|
||
|
|
2.
|
MITA Kepabeanan tidak menindaklanjuti laporan hasil peninjauan lapangan dalam rangka monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengiriman surat penyampaian hasil peninjauan lapangan;
|
||
|
b.
|
hasil tindak lanjut penerbitan surat peringatan dan permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 menunjukkan MITA Kepabeanan tidak menindaklanjuti surat peringatan dan permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengiriman surat peringatan dan permintaan tindak lanjut perbaikan; dan/atau
|
|||
|
c.
|
MITA Kepabeanan dikenakan surat peringatan dan permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) paling banyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir.
|
|||
(2)
|
Keputusan Direktur Jenderal mengenai pembekuan penetapan sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
MITA Kepabeanan yang sedang dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), kecuali konsultasi yang diberikan oleh Client Coordinator Khusus MITA Kepabeanan terkait pembekuan.
|
||||
(4)
|
Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi MITA Kepabeanan:
|
||||
|
a.
|
telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1;
|
|||
|
b.
|
telah menindaklanjuti laporan hasil peninjauan lapangan dalam rangka monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2;
|
|||
|
c.
|
telah menindaklanjuti surat peringatan dan permintaan tindak lanjut perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan/atau
|
|||
|
d.
|
telah melakukan tindak lanjut atas hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan pembekuan telah dilaksanakan paling singkat selama 3 (tiga) bulan,
|
|||
|
Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan atas pembekuan penetapan sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
(5)
|
Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan atas pembekuan penetapan sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||||
(1)
|
Direktur atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan penetapan sebagai MITA Kepabeanan, dalam hal MITA Kepabeanan:
|
||||
|
a.
|
telah mendapatkan pengakuan sebagai AEO;
|
|||
|
b.
|
mengajukan permohonan pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan sebagai MITA Kepabeanan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
|||
|
c.
|
tidak menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal bukti pengiriman surat pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
|
|||
|
d.
|
mendapat surat pembekuan penetapan sebagai MITA Kepabeanan sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir;
|
|||
|
e.
|
dinyatakan pailit berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan/atau
|
|||
|
f.
|
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a angka 2 butir c) dan/atau huruf c.
|
|||
(2)
|
Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan penetapan sebagai MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 15 |
|||||
Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk teknis dalam penetapan Importir dan/atau Eksportir sebagai MITA Kepabeanan dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi MITA Kepabeanan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16 |
|||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||||
a.
|
Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan sebagai MITA Kepabeanan yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan masih berlaku sepanjang MITA Kepabeanan:
|
||||
|
1.
|
menunjuk serta menyampaikan pegawai perusahaan sebagai narahubung MITA Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, ayat (2), dan ayat (3); dan
|
|||
|
2.
|
menyampaikan data dan/atau dokumen pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Direktur;
|
|||
b.
|
dalam hal MITA Kepabeanan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun, Keputusan Direktur Jenderal mengenai penetapan sebagai MITA Kepabeanan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
|
||||
c.
|
proses penetapan MITA Kepabeanan yang sedang berjalan dan belum mendapat keputusan, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17 |
|||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama Kepabeanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1899) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 211/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2015 tentang Mitra Utama Kepabeanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2095), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 November 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 November 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 947 |