Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 118 TAHUN 2024

     
    TENTANG
     
    TATA CARA PEMBETULAN, KEBERATAN, PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, DAN PEMBATALAN DI BIDANG PERPAJAKAN
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     
     
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, meningkatkan efektivitas, efisiensi, serta untuk simplifikasi regulasi, perlu menyempurnakan ketentuan mengenai tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan;
    b.
    bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, terhadap hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang serta peraturan perundang-undangan lainnya;
    c.
    bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pembetulan, keberatan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan di bidang perpajakan;
    d.
    bahwa untuk melakukan penyempurnaan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembetulan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2017 tentang Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang Tidak Benar, perlu dilakukan penyesuaian dan penetapan kembali;
    e.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (5), Pasal 26A ayat (1), dan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, sesuai dengan ketentuan Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembetulan, Keberatan, Pengurangan, Penghapusan, dan Pembatalan di Bidang Perpajakan;
     
     
     
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
    3.
    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
    4.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
    5.
    Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 226, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6834);
    6.
    Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
    7.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
    8.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 771);
     
     
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBETULAN, KEBERATAN, PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, DAN PEMBATALAN DI BIDANG PERPAJAKAN.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
    2.
    Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
    3.
    Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak bumi dan bangunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan selain pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.
    4.
    Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    5.
    Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
    6.
    Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
    7.
    Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
    8.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
    9.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
    10.
    Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
    11.
    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
    12.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang kepada Wajib Pajak.
    13.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya denda administratif, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar.
    14.
    Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
    15.
    Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah Surat Tagihan Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
    16.
    Seorang Kuasa yang selanjutnya disebut Kuasa adalah seorang yang menerima surat kuasa khusus dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    17.
    Wakil Wajib Pajak yang selanjutnya disebut Wakil adalah wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
    18.
    Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Keputusan Persetujuan Bersama.
    19.
    Surat Pemberitahuan Untuk Hadir adalah surat yang disampaikan kepada Wajib Pajak yang berisi mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menghadiri pertemuan dengan pegawai pajak dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan.
    20.
    Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
    21.
    Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) yang selanjutnya disebut Prosedur Persetujuan Bersama adalah prosedur administratif yang diatur dalam persetujuan penghindaran pajak berganda untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda.
    22.
    Persetujuan Bersama adalah hasil yang telah disepakati dalam penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda oleh pejabat berwenang dari Pemerintah Indonesia dan pejabat berwenang dari pemerintah mitra persetujuan penghindaran pajak berganda sehubungan dengan Prosedur Persetujuan Bersama yang telah dilaksanakan.
    23.
    Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi adalah surat keputusan mengenai pengurangan sanksi administratif.
    24.
    Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi adalah surat keputusan mengenai penghapusan sanksi administratif.
    25.
    Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat keputusan mengenai pengurangan denda administratif.
    26.
    Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak adalah surat keputusan mengenai pengurangan ketetapan pajak.
    27.
    Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak adalah surat keputusan mengenai pembatalan ketetapan pajak.
    28.
    Surat Keputusan Persetujuan Bersama adalah surat keputusan yang diterbitkan untuk menindaklanjuti kesepakatan dalam Persetujuan Bersama.
    29.
    Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
    30.
    Portal Wajib Pajak adalah sarana Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
    31.
    Akun Wajib Pajak adalah tempat pencatatan, penyimpanan, dan penyampaian dokumen, data, dan/atau informasi terkait pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak maupun dari pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pajak, yang diidentifikasi menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak.
    32.
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB II
    TATA CARA PERMOHONAN DAN PENYELESAIAN PEMBETULAN
     
    Bagian Kesatu
    Ruang Lingkup Pembetulan
     

    Pasal 2

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya dapat membetulkan:
     
    a.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
     
    b.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
     
    c.
    Surat Ketetapan Pajak Nihil;
     
    d.
    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
     
    e.
    Surat Tagihan Pajak;
     
    f.
    Surat Keputusan Pembetulan;
     
    g.
    Surat Keputusan Keberatan;
     
    h.
    Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
     
    i.
    Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
     
    j.
    Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
     
    k.
    Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
     
    l.
    surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;
     
    m.
    surat keputusan pemberian imbalan bunga;
     
    n.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang;
     
    o.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
     
    p.
    Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
     
    q.
    surat keputusan pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;
     
    r.
    Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan; atau
     
    s.
    Surat Keputusan Persetujuan Bersama,
     
    yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    (2)
    Kesalahan tulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kesalahan penulisan nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor objek pajak, lokasi objek pajak, sektor objek pajak, subsektor objek pajak, nomor keputusan atau ketetapan, jenis pajak, masa pajak, bagian tahun pajak, tahun pajak, tanggal jatuh tempo, atau kesalahan tulis lainnya yang tidak memengaruhi jumlah pajak terutang.
    (3)
    Kesalahan hitung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
     
    a.
    kesalahan yang berasal dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan; atau
     
    b.
    kesalahan hitung yang diakibatkan oleh adanya penerbitan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, keputusan, atau putusan yang terkait dengan bidang perpajakan.
    (4)
    Kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
     
    a.
    kekeliruan dalam penerapan tarif;
     
    b.
    kekeliruan penerapan persentase norma penghitungan penghasilan neto;
     
    c.
    kekeliruan penerapan sanksi administratif atau denda administratif;
     
    d.
    kekeliruan penghasilan tidak kena pajak;
     
    e.
    kekeliruan penghitungan pajak penghasilan dalam tahun berjalan;
     
    f.
    kekeliruan dalam pengkreditan pajak;
     
    g.
    kekeliruan penerapan kurs;
     
    h.
    kekeliruan penerapan persentase nilai jual kena pajak;
     
    i.
    kekeliruan penerapan nilai jual objek pajak tidak kena pajak; atau
     
    j.
    kekeliruan pemberian pengurangan pokok Pajak Bumi dan Bangunan.
    (5)
    Dalam hal kekeliruan pengkreditan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f merupakan kekeliruan pengkreditan pajak masukan pajak pertambahan nilai pada surat keputusan atau surat ketetapan, pembetulan atas kekeliruan tersebut hanya dapat dilakukan jika:
     
    a.
    terdapat perbedaan besarnya pajak masukan yang menjadi kredit pajak; dan
     
    b.
    pajak masukan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Persyaratan Permohonan Pembetulan
     

    Pasal 3

    (1)
    Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
     
    a.
    diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan kesalahan dan/atau kekeliruan yang harus dibetulkan menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
     
    b.
    1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) ketetapan atau keputusan yang terkait dengan bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); dan
     
    c.
    ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa.
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Penyelesaian Pembetulan Berdasarkan Permohonan Wajib Pajak
     

    Pasal 4

    (1)
    Atas permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
    (2)
    Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan pembetulan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pengembalian kepada Wajib Pajak atas permohonan pembetulan yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (4)
    Dalam hal permohonan pembetulan tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan pembetulan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
    (5)
    Surat pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Terhadap permohonan pembetulan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diajukan permohonan pembetulan.
    (2)
    Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    c.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara; dan/atau
     
    d.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan.
    (3)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
     
    c.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    d.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c; dan
     
    e.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d,
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 6

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan pembetulan diterima.
    (2)
    Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
     
    a.
    mengabulkan; atau
     
    b.
    menolak,
      permohonan Wajib Pajak.
    (3)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak:
     
    a.
    tidak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
     
    b.
    tidak menyampaikan surat pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3),
     
    permohonan pembetulan dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
    (4)
    Dalam hal diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat keterangan mengenai hal yang menjadi dasar untuk menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
    (5)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (6)
    Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Pembetulan secara Jabatan
     

    Pasal 7

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan dalam hal terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang diketahui oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (2)
    Dalam melakukan pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian.
    (3)
    Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    c.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara; dan/atau
     
    d.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan.
    (4)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a;
     
    c.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b;
     
    d.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c;
     
    e.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c; dan
     
    f.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d,
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Pengajuan Permohonan Pembetulan dan Keberatan Secara Bersamaan
     

    Pasal 8

    Dalam hal atas suatu Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dimohonkan pembetulan dan diajukan keberatan secara bersamaan, Surat Keputusan Pembetulan diterbitkan secara terpisah dengan Surat Keputusan Keberatan.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB III
    TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN
     
    Bagian Kesatu
    Ruang Lingkup Keberatan
     

    Pasal 9

    (1)
    Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
     
    a.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
     
    b.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
     
    c.
    Surat Ketetapan Pajak Nihil;
     
    d.
    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
     
    e.
    pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
     
    f.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang; atau
     
    g.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
    (2)
    Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap:
     
    a.
    materi atau isi dari Surat Ketetapan Pajak, yang meliputi:
     
     
    1.
    jumlah rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau
     
     
    2.
    jumlah besarnya pajak;
     
    b.
    materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak; atau
     
    c.
    materi atau isi dari Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam penetapan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang.
    (3)
    Dalam hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Persyaratan Pengajuan Keberatan
     

    Pasal 10

    (1)
    Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak dengan menyampaikan surat keberatan.
    (2)
    Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
     
    a.
    Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam:
     
     
    1.
    Pasal 36 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan/atau
     
     
    2.
    Pasal 19 dan Pasal 20 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan,
     
     
    atas Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang sama;
     
    b.
    diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, jumlah rugi, atau jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan;
     
    c.
    1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak, pemotongan pajak, pemungutan pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
     
    d.
    dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas:
     
     
    1.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
     
     
    2.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
        Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan;
     
    e.
    diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
     
     
    1.
    Surat Ketetapan Pajak dikirim;
     
     
    2.
    pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga;
     
     
    3.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang diterima; atau
     
     
    4.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diterima,
     
     
    kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak; dan
     
    f.
    surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa.
    (3)
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam:
     
    a.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
     
    b.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
      dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
    (4)
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas:
     
    a.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang; atau
     
    b.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan,
      pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang.
    (5)
    Surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf e meliputi:
     
    a.
    bencana alam, bencana nonalam, atau bencana sosial berdasarkan keputusan, penetapan, atau keterangan dari pejabat yang berwenang;
     
    b.
    diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar atau lebih dibayar yang tertera dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan berubah; atau
     
    c.
    keadaan lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
    (2)
    Dalam hal terdapat penerbitan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan Wajib Pajak belum mengajukan keberatan atas:
     
    a.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
     
    b.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
     
    c.
    Surat Ketetapan Pajak Nihil;
     
    d.
    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
     
    e.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang; atau
     
    f.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan,
      Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Keputusan Pembetulan dikirim.
    (3)
    Dalam hal setelah Wajib Pajak mengajukan keberatan terdapat penerbitan Surat Keputusan Pembetulan oleh Direktur Jenderal Pajak secara jabatan yang mengakibatkan persyaratan untuk melunasi pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d bertambah, proses penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak tersebut tetap dilanjutkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 12

    (1)
    Dalam hal diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat keterangan mengenai hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak.
    (2)
    Permintaan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan permohonan yang disampaikan melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (4)
    Pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menambah jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf e.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Penyelesaian Keberatan
     

    Pasal 13

    (1)
    Atas pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
    (2)
    Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak atas keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima pengajuan.
    (4)
    Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bukan merupakan Surat Keputusan Keberatan sehingga tidak dapat diajukan banding ke badan peradilan pajak.
    (5)
    Dalam hal keberatan tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat mengajukan kembali keberatan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf e terlampaui.
    (6)
    Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pajak yang masih harus dibayar dalam:
     
    a.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
     
    b.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
     
    yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
    (7)
    Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 14

    (1)
    Terhadap pengajuan keberatan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian keberatan Wajib Pajak.
    (2)
    Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminjam atau meminta buku, catatan, data, dan/atau informasi kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan peminjaman;
     
    b.
    meminta keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan keterangan;
     
    c.
    meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang diajukan keberatan kepada pihak ketiga dengan menyampaikan surat permintaan pihak ketiga;
     
    d.
    melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara;
     
    e.
    melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
     
    f.
    melakukan penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
     
    g.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan; dan/atau
     
    h.
    melaksanakan pertukaran untuk tujuan perpajakan dengan otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan, perjanjian, atau kesepakatan di bidang perpajakan.
    (3)
    Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan/atau permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim.
    (4)
    Apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir, Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh peminjaman atau permintaan buku, catatan, data, dan/atau informasi dan/atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan:
     
    a.
    surat permintaan peminjaman yang kedua; dan/atau
     
    b.
    surat permintaan keterangan yang kedua.
    (5)
    Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman atau permintaan yang kedua dan/atau permintaan keterangan yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman yang kedua dan/atau surat permintaan keterangan yang kedua dikirim.
    (6)
    Dalam hal masih diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat meminjam atau meminta buku, catatan, data, dan/atau informasi dan/atau meminta keterangan tambahan, dan Wajib Pajak harus meminjamkan buku, catatan, data, dan/atau informasi dan/atau memberikan keterangan yang diminta dalam jangka waktu sebagaimana disebutkan dalam:
     
    a.
    surat permintaan peminjaman tambahan; dan/atau
     
    b.
    surat permintaan keterangan tambahan.
    (7)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki sebagian atau seluruh buku, catatan, data, dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (4) huruf a, Wajib Pajak menyatakan hal tersebut dalam surat pernyataan.
    (8)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (5), keberatan tetap diproses sesuai dengan buku, catatan, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (9)
    Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk melengkapi dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir.
    (10)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
     
    c.
    surat permintaan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    d.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d;
     
    e.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d;
     
    f.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g;
     
    g.
    surat permintaan peminjaman kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a;
     
    h.
    surat permintaan keterangan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b;
     
    i.
    surat permintaan peminjaman tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a; dan
     
    j.
    surat permintaan keterangan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b,
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 15

    (1)
    Buku, catatan, data, dokumen, informasi, atau keterangan lain yang diminta pada saat pemeriksaan tetapi tidak diberikan oleh Wajib Pajak, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali buku, catatan, data, dokumen, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
    (2)
    Dalam hal terdapat buku, catatan, data, dokumen, informasi, atau keterangan lain yang tidak diminta pada saat pemeriksaan tetapi diperlukan dan diminta oleh Direktur Jenderal Pajak serta diberikan oleh Wajib Pajak dalam penyelesaian keberatan, maka buku, catatan, data, dokumen, informasi, atau keterangan lain yang diberikan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan.
    (3)
    Dalam hal terdapat buku, catatan, data, dokumen, informasi, atau keterangan lain yang tidak diminta pada saat pemeriksaan dan keberatan tetapi diberikan oleh Wajib Pajak dalam penyelesaian keberatan, buku, catatan, data, dokumen, informasi, atau keterangan lain yang diberikan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan.
    (4)
    Buku, catatan, data, dokumen, informasi, atau keterangan lain yang dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan atas Surat Ketetapan Pajak yang penghasilan kena pajaknya dihitung secara jabatan terbatas pada:
     
    a.
    dokumen yang terkait dengan penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan neto secara jabatan; dan
     
    b.
    dokumen kredit pajak sebagai pengurang pajak penghasilan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 16

    (1)
    Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak meminta Wajib Pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Untuk Hadir yang dilampiri dengan:
     
    a.
    pemberitahuan daftar hasil penelitian keberatan; dan
     
    b.
    formulir surat tanggapan hasil penelitian keberatan.
    (2)
    Pemberian keterangan dari Wajib Pajak atau pemberian penjelasan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara kehadiran.
    (3)
    Pemberitahuan daftar hasil penelitian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak bersifat final dan bukan merupakan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
    (4)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan hak untuk hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat memberikan surat tanggapan hasil penelitian keberatan.
    (5)
    Surat tanggapan hasil penelitian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal Surat Pemberitahuan Untuk Hadir dikirim.
    (6)
    Dalam hal Wajib Pajak telah menguasakan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan berupa:
     
    a.
    hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
     
    b.
    memberikan surat tanggapan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
     
    tetapi atas pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban dimaksud dilaksanakan oleh Kuasa dan Wajib Pajak, pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang diakui merupakan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan oleh Wajib Pajak.
    (7)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan hak untuk hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak membuat berita acara ketidakhadiran dan proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.
    (8)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
     
    b.
    pemberitahuan daftar hasil penelitian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
     
    c.
    berita acara kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
     
    d.
    surat tanggapan hasil penelitian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan
     
    e.
    berita acara ketidakhadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 17

    (1)
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan mengajukan Prosedur Persetujuan Bersama secara bersamaan, Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan:
     
    a.
    pencabutan keberatan, dalam hal materi yang disengketakan dalam Prosedur Persetujuan Bersama sama dengan materi yang diajukan keberatan; atau
     
    b.
    penyesuaian keberatan, dalam hal terdapat materi sengketa lain di luar materi yang disengketakan dalam Prosedur Persetujuan Bersama yang diajukan keberatan.
    (2)
    Permohonan pencabutan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sebelum tanggal Surat Pemberitahuan Untuk Hadir dikirim kepada Wajib Pajak.
    (3)
    Terhadap permohonan penyesuaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    permohonan penyesuaian dilakukan sebelum tanggal Surat Pemberitahuan Untuk Hadir dikirim kepada Wajib Pajak; dan
     
    b.
    Direktur Jenderal Pajak memberikan jawaban atas permohonan penyesuaian keberatan berupa surat persetujuan atau surat penolakan penyesuaian keberatan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (4)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    permohonan penyesuaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan
     
    b.
    surat persetujuan dan surat penolakan penyesuaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b,
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 18

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak harus menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
    (2)
    Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal surat pengajuan keberatan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak sampai dengan tanggal Surat Keputusan Keberatan diterbitkan.
    (3)
    Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
     
    a.
    mengabulkan seluruhnya;
     
    b.
    mengabulkan sebagian;
     
    c.
    menolak; atau
     
    d.
    menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
    (4)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak:
     
    a.
    tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
     
    b.
    tidak menyampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3),
     
    keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
    (5)
    Dalam hal diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak harus menyampaikan surat keterangan mengenai hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permintaan tertulis diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
    (6)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (7)
    Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Tindak Lanjut Putusan Gugatan yang Mengabulkan Gugatan Wajib Pajak atas Surat Pemberitahuan Kepada Wajib Pajak atas Keberatan yang Tidak Memenuhi Persyaratan
     

    Pasal 19

    (1)
    Dalam hal terdapat putusan gugatan atas surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat pemberitahuan tersebut kepada Wajib Pajak sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
    (2)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, pengajuan keberatan dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Sanksi Administratif
     

    Pasal 20

    (1)
    Dalam hal pengajuan keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
    (2)
    Sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam hal Surat Keputusan Keberatan:
     
    a.
    menambah jumlah pajak yang masih harus dibayar;
     
    b.
    diajukan banding dengan putusan banding berupa tidak dapat diterima; atau
     
    c.
    diajukan banding namun dicabut.
    (3)
    Sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tidak dikenakan dalam hal:
     
    a.
    Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan;
     
    b.
    pengajuan keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2); atau
     
    c.
    Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan.
    (4)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku untuk Surat Keputusan Keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
    (5)
    Dalam hal Surat Keputusan Keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan banding atau Peninjauan Kembali dan permohonan banding atau Peninjauan Kembali Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) dan ayat (5f) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB IV
    TATA CARA PERMOHONAN DAN PENYELESAIAN PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, ATAU PEMBATALAN
     
    Bagian Kesatu
    Ruang Lingkup
     

    Pasal 21

    Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
    a.
    mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal sanksi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya, termasuk mengurangkan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan karena hal-hal tertentu;
    b.
    mengurangkan atau membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, termasuk mengurangkan atau membatalkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar;
    c.
    mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, termasuk membatalkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar; atau
    d.
    membatalkan Surat Ketetapan Pajak termasuk membatalkan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
     
    1.
    penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; dan/atau
     
    2.
    pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 22

    (1)
    Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dapat dikurangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b merupakan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dengan materi yang tidak benar.
    (2)
    Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dapat dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b merupakan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang seharusnya tidak diterbitkan.
    (3)
    Surat Tagihan Pajak yang dapat dikurangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c merupakan Surat Tagihan Pajak dengan materi yang tidak benar.
    (4)
    Surat Tagihan Pajak atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dapat dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c merupakan Surat Tagihan Pajak atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang seharusnya tidak diterbitkan.
    (5)
    Dalam hal Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta Surat Tagihan Pajak dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibatalkan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dibatalkan tersebut:
     
    a.
    dianggap tidak pernah diterbitkan; dan
     
    b.
    Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan atas masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak untuk jenis pajak tersebut.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Persyaratan Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Pengurangan Denda Administratif Pajak Bumi dan Bangunan
     

    Pasal 23

    (1)
    Wajib Pajak menyampaikan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif termasuk pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, kepada Direktur Jenderal Pajak.
    (2)
    Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif termasuk pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan dalam hal memenuhi persyaratan atas Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
    a.
    tidak diajukan keberatan;
     
    b.
    diajukan keberatan, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    c.
    diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    d.
    tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
     
    e.
    diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    f.
    diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    g.
    tidak sedang diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d;
     
    h.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    i.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    j.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi permohonan ditolak;
     
    k.
    tidak diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan;
     
    l.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
    m.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, tetapi permohonan dikembalikan dan dianggap bukan sebagai permohonan.
    (3)
    Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif termasuk pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan hanya dapat diajukan dalam hal memenuhi persyaratan:
     
    a.
    Surat Tagihan Pajak tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan tidak diajukan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c;
     
    b.
    Surat Tagihan Pajak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diajukan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    c.
    Surat Tagihan Pajak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diajukan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, tetapi tidak dipertimbangkan; atau
     
    d.
    Surat Ketetapan Pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    1.
    tidak diajukan keberatan;
     
     
    2.
    diajukan keberatan tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
     
    3.
    diajukan keberatan tetapi tidak dipertimbangkan;
     
     
    4.
    tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
     
     
    5.
    diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
     
    6.
    diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
     
    7.
    tidak sedang diajukan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d;
     
     
    8.
    diajukan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
     
    9.
    diajukan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi permohonan ditolak; atau
     
     
    10.
    diajukan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    e.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    1.
    tidak diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan;
     
     
    2.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
     
    3.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan tetapi dikembalikan dan dianggap bukan sebagai permohonan; atau
     
    f.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    1.
    tidak diajukan permohonan pengurangan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a;
     
     
    2.
    diajukan permohonan pengurangan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
     
    3.
    diajukan permohonan pengurangan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi tidak dipertimbangkan.
    (4)
    Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (3), tidak berlaku terhadap permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan dalam hal objek pajak terkena bencana alam, bencana nonalam, atau bencana sosial.
    (5)
    Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan harus memenuhi persyaratan:
     
    a.
    jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pokok atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, atau jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak atau kurang dibayar, yang menjadi dasar pengenaan sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan telah dilunasi oleh Wajib Pajak;
     
    b.
    permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
     
    c.
    1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
     
    d.
    permohonan disampaikan sebelum pengajuan permohonan lelang barang sitaan atau permintaan pemindahbukuan barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang atas tindakan penagihan pajak terkait Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang diajukan permohonan; dan
     
    e.
    surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa.
    (6)
    Pembayaran atas Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan sebelum bulan disampaikannya permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan diperhitungkan secara proporsional sebagai pembayaran:
     
    a.
    jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pokok atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, atau jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak atau kurang dibayar; dan
     
    b.
    sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan.
    (7)
    Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran pada bulan yang sama dengan bulan disampaikannya permohonan, pembayaran tersebut merupakan pembayaran atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, jumlah pokok atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, atau jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak atau kurang dibayar.
    (8)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (9)
    Cara penghitungan secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 24

    (1)
    Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
    (2)
    Permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak hanya 1 (satu) kali.
    (3)
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif yang kedua, permohonan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
    (4)
    Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif yang kedua sebagaimana dimaksud ayat (3) tetap diajukan terhadap Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi oleh Direktur Jenderal Pajak.
    (5)
    Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) berlaku juga untuk pengurangan atau penghapusan sanksi administratif yang kedua.
    (6)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 25

    (1)
    Dalam hal objek pajak terkena bencana alam, bencana nonalam, atau bencana sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), terhadap permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, berlaku ketentuan bahwa Wajib Pajak harus:
     
    a.
    mencabut pengajuan keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan keberatan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    b.
    mencabut permohonan banding terhadap Surat Keputusan Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan banding dan atas permohonan banding dimaksud belum diterbitkan putusan;
     
    c.
    mencabut permohonan peninjauan kembali terhadap putusan banding atas Surat Keputusan Keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan peninjauan kembali dan atas permohonan peninjauan kembali dimaksud belum diterbitkan putusan;
     
    d.
    mencabut permohonan pembetulan atas Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pembetulan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    e.
    mencabut permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, terhadap Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    f.
    mencabut permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, terhadap Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
    g.
    mencabut permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut.
    (2)
    Dalam hal objek pajak terkena bencana alam, bencana nonalam, atau bencana sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), terhadap permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, berlaku ketentuan bahwa Wajib Pajak harus:
     
    a.
    mencabut pengajuan keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan keberatan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    b.
    mencabut permohonan banding terhadap Surat Keputusan Keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan banding dan atas permohonan banding dimaksud belum diterbitkan putusan;
     
    c.
    mencabut permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Banding atas Surat Keputusan Keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan peninjauan kembali dan atas permohonan peninjauan kembali dimaksud belum diterbitkan putusan;
     
    d.
    mencabut permohonan pembetulan atas:
     
     
    1.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
     
     
    2.
    Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dimintakan pengurangan tersebut,
     
     
    dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pembetulan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    e.
    mencabut permohonan pengurangan atau penghapusan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terhadap Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pengurangan denda administratif dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    f.
    mencabut permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    g.
    mencabut permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c terhadap Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    h.
    mencabut permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, terhadap Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; dan
     
    i.
    mencabut permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Penyelesaian Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Pengurangan Denda Administratif Berdasarkan Permohonan
     

    Pasal 26

    (1)
    Terhadap permohonan yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif yang pertama;
     
    b.
    melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), ayat (3), ayat (5) dan Pasal 24 ayat (3), untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif yang kedua; atau
     
    c.
    melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) sampai dengan ayat (5), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25, untuk permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan.
    (2)
    Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pengembalian kepada Wajib Pajak atas permohonan yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (4)
    Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1);
     
    b.
    untuk permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan sepanjang jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) belum terlampaui; dan
     
    c.
    untuk permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2).
    (5)
    Surat pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 27

    (1)
    Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan tersebut dengan melakukan penelitian.
    (2)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap alasan Wajib Pajak yang tercantum dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5) huruf c yang didasari hanya atas kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak, termasuk karena hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a.
    (3)
    Kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak, termasuk karena hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpenuhi dalam hal:
     
    a.
    sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan merupakan yang diterbitkan pertama kali kepada Wajib Pajak;
     
    b.
    sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagai akibat dari adanya perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan atas pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dimaksud;
     
    c.
    Wajib Pajak dikenai sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan karena kesalahan Direktorat Jenderal Pajak selain kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
     
    d.
    Wajib Pajak dikenai sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak;
     
    e.
    Wajib Pajak yang dikenai sanksi administratif atau objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang dikenai denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan terkena bencana alam, bencana nonalam, atau bencana sosial, berdasarkan keputusan, penetapan, atau keterangan dari pejabat yang berwenang, yang terjadi:
     
     
    1.
    pada tahun pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang menyebabkan dikenakannya sanksi administratif dan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan;
     
     
    2.
    dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; atau
     
     
    3.
    dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau denda administratif disampaikan;
     
    f.
    sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan kepada Wajib Pajak merupakan sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan yang timbul karena adanya kendala pada jaringan sistem elektronik yang menyebabkan terganggunya pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
     
    g.
    pengenaan sanksi administratif yang timbul akibat melaksanakan kesepakatan harga transfer; atau
     
    h.
    Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangan, dengan ketentuan:
     
     
    1.
    Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, yang menyelenggarakan pembukuan mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas dalam 2 (dua) tahun berturut-turut;
     
     
    2.
    Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, yang melakukan pencatatan mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya hidup dari penghasilan yang diperoleh dalam 2 (dua) tahun berturut-turut; atau
     
     
    3.
    Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya hidup dari penghasilan yang diperoleh pada tahun pajak,
     
     
    sebelum permohonan disampaikan.
    (4)
    Pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a hanya dapat diberikan terhadap sanksi administratif atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan yang belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 28

    (1)
    Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilakukan berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (2)
    Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan dalam permohonannya, penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dapat mempertimbangkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tersebut.
    (3)
    Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    c.
    meminta keterangan atau bukti kepada unit kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak selain Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dan/atau meminta keterangan atau bukti kepada pihak lain di luar Direktorat Jenderal Pajak dengan menyampaikan surat permintaan keterangan atau bukti;
     
    d.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara; dan/atau
     
    e.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan.
    (4)
    Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
    (5)
    Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
    (6)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki sebagian atau seluruh dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a atau huruf b, Wajib Pajak menyatakan hal tersebut dalam surat pernyataan.
    (7)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a atau huruf b, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (8)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b;
     
    c.
    surat permintaan keterangan atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c;
     
    d.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d;
     
    e.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d; dan
     
    f.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e,
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 29

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan diterima, harus menerbitkan:
     
    a.
    Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
     
    b.
    Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; atau
     
    c.
    Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan,
     
    berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
    (2)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
     
    a.
    mengabulkan seluruhnya;
     
    b.
    mengabulkan sebagian; atau
     
    c.
    menolak,
     
    permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan.
    (3)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui tetapi Direktur Jenderal Pajak:
     
    a.
    tidak menerbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
     
    b.
    tidak menyampaikan surat pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3),
     
    permohonan dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
    (4)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Pengurangan Denda Administratif secara Jabatan
     

    Pasal 30

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan secara jabatan berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (2)
    Sanksi administratif yang dapat dikurangkan atau dihapuskan secara jabatan atau denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan yang dapat dikurangkan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
     
    a.
    bunga;
     
    b.
    denda;
     
    c.
    kenaikan; atau
     
    d.
    denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan,
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak, termasuk karena hal-hal tertentu.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 31

    (1)
    Dalam melakukan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian.
    (2)
    Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    c.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara; dan/atau
     
    d.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan.
    (3)
    Atas pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
     
    a.
    Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
     
    b.
    Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; atau
     
    c.
    Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan.
    (4)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
     
    c.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    d.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    e.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d; dan
     
    f.
    surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Persyaratan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar, atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar
     

    Pasal 32

    (1)
    Wajib Pajak menyampaikan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar termasuk permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b kepada Direktur Jenderal Pajak.
    (2)
    Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar termasuk permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan dalam hal memenuhi persyaratan:
     
    a.
    Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    1.
    tidak diajukan keberatan; atau
     
     
    2.
    diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    b.
    Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    1.
    tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a;
     
     
    2.
    diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
     
    3.
    diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    c.
    Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    1.
    tidak sedang diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d;
     
     
    2.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
     
    3.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi tidak dipertimbangkan; atau
     
     
    4.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi permohonan tersebut ditolak; atau
     
    d.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    4.
    tidak diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan;
     
     
    5.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
     
    6.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan tetapi dikembalikan dan dianggap bukan sebagai permohonan.
    (3)
    Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar termasuk pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan dalam hal Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b diajukan keberatan, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut.
    (4)
    Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar termasuk permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
     
    a.
    permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah materi penetapan dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan;
     
    b.
    1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
     
    c.
    surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa.
    (5)
    Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
    (6)
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
    (7)
    Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tetap diajukan terhadap Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.
    (8)
    Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga untuk permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar yang kedua.
    (9)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keenam
    Penyelesaian Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar Berdasarkan Permohonan
     

    Pasal 33

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) sampai dengan ayat (4), untuk permohonan yang pertama; atau
     
    b.
    melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dan ayat (6), untuk permohonan yang kedua.
    (2)
    Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pengembalian kepada Wajib Pajak atas permohonan yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (4)
    Dalam hal permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), ayat (4), dan ayat (6), berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    untuk permohonan yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5); atau
     
    b.
    untuk permohonan yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan sepanjang jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (6) belum terlampaui.
    (5)
    Surat pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 34

    (1)
    Terhadap permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan dengan melakukan penelitian permohonan Wajib Pajak.
    (2)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (3)
    Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan dalam permohonannya, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempertimbangkan buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tersebut.
    (4)
    Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    c.
    meminta keterangan atau bukti kepada pihak lain di luar Direktorat Jenderal Pajak dan/atau unit kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak selain Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan menyampaikan surat keterangan atau bukti;
     
    d.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara;
     
    e.
    melakukan penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
     
    f.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan; dan/atau
     
    g.
    melaksanakan pertukaran informasi untuk tujuan perpajakan dengan otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan, perjanjian, atau kesepakatan di bidang perpajakan.
    (5)
    Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
    (6)
    Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
    (7)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki sebagian atau seluruh buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau huruf b, Wajib Pajak menyatakan dalam surat pernyataan.
    (8)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau huruf b, permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap diproses sesuai dengan buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (9)
    Direktur Jenderal Pajak dapat mempertimbangkan buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang diberikan dalam proses penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar.
    (10)
    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (8), dalam hal penghasilan kena pajak dalam Surat Ketetapan Pajak dihitung secara jabatan, dokumen yang dapat dipertimbangkan dalam proses penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar terbatas pada:
     
    a.
    dokumen yang terkait dengan penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan neto secara jabatan; dan
     
    b.
    dokumen kredit pajak sebagai pengurang pajak penghasilan.
    (11)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b;
     
    c.
    surat permintaan keterangan atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c;
     
    d.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d;
     
    e.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d; dan
     
    f.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f;
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 35

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus menerbitkan:
     
    a.
    Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
     
    b.
    Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
      berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1).
    (2)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
     
    a.
    mengabulkan seluruhnya;
     
    b.
    mengabulkan sebagian; atau
     
    c.
    menolak,
     
    permohonan pengurangan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar.
    (3)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa:
     
    a.
    mengabulkan; atau
     
    b.
    menolak,
     
    permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar.
    (4)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak:
     
    a.
    tidak menerbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3); atau
     
    b.
    tidak menyampaikan surat pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3),
     
    permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
    (5)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketujuh
    Penyelesaian Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar secara Jabatan
     

    Pasal 36

    Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar secara jabatan berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 37

    (1)
    Dalam melakukan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian.
    (2)
    Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    c.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara;
     
    d.
    melakukan penilaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau
     
    e.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan.
    (3)
    Atas pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
     
    a.
    Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
     
    b.
    Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
    (4)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
     
    c.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    d.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    e.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e; dan
     
    f.
    surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedelapan
    Persyaratan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar
     

    Pasal 38

    (1)
    Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, termasuk pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c kepada Direktur Jenderal Pajak.
    (2)
    Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar termasuk permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan dalam hal memenuhi persyaratan:
     
    a.
    Surat Tagihan Pajak tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan tidak diajukan permohonan pengurangan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a;
     
    b.
    Surat Tagihan Pajak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diajukan permohonan pengurangan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
    c.
    Surat Tagihan Pajak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan diajukan permohonan pengurangan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi tidak dipertimbangkan.
    (3)
    Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar termasuk permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, hanya dapat diajukan dalam hal Surat Ketetapan Pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
    a.
    tidak diajukan keberatan;
     
    b.
    diajukan keberatan, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    c.
    diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    d.
    tidak diajukan permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a;
     
    e.
    diajukan permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    f.
    diajukan permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    g.
    tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
     
    h.
    diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    i.
    diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    j.
    tidak sedang diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d;
     
    k.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
    l.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
    m.
    diajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, tetapi permohonan ditolak;
     
    n.
    tidak diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan;
     
    o.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
    p.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, tetapi permohonan dikembalikan dan dianggap bukan sebagai permohonan.
    (4)
    Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
     
    a.
    permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah tagihan pajak, sanksi administratif, dan/atau denda administratif dalam Surat Tagihan Pajak atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
     
    b.
    1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
     
    c.
    surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa.
    (5)
    Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
    (6)
    Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar yang kedua, permohonan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak.
    (7)
    Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetap diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.
    (8)
    Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga untuk permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar yang kedua.
    (9)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kesembilan
    Penyelesaian Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar Berdasarkan Permohonan
     

    Pasal 39

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) sampai dengan ayat (4) untuk permohonan yang pertama; atau
     
    b.
    melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) sampai dengan ayat (4), dan ayat (6) untuk permohonan yang kedua.
    (2)
    Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pengembalian kepada Wajib Pajak atas permohonan yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (4)
    Dalam hal permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    untuk permohonan yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (5); atau
     
    b.
    untuk permohonan yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan sepanjang jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (6) belum terlampaui.
    (5)
    Surat pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 40

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian atas permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).
    (2)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (3)
    Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan dalam permohonannya, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempertimbangkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tersebut.
    (4)
    Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    c.
    meminta keterangan atau bukti kepada unit kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak selain Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dan/atau meminta keterangan atau bukti kepada pihak lain di luar Direktorat Jenderal Pajak dengan menyampaikan surat permintaan keterangan atau bukti;
     
    d.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara; dan/atau
     
    e.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan.
    (5)
    Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
    (6)
    Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
    (7)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki sebagian atau seluruh dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau huruf b, Wajib Pajak menyatakan dalam surat pernyataan.
    (8)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau huruf b, permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (9)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b;
     
    c.
    surat permintaan keterangan atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c;
     
    d.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d;
     
    e.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d; dan
     
    f.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e;
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 41

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus menerbitkan:
     
    a.
    Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
     
    b.
    Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
      berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1).
    (2)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
     
    a.
    mengabulkan seluruhnya;
     
    b.
    mengabulkan sebagian; atau
     
    c.
    menolak,
     
    permohonan pengurangan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar.
    (3)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa:
     
    a.
    mengabulkan; atau
     
    b.
    menolak,
     
    permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar.
    (4)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak:
     
    a.
    tidak menerbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3); atau
     
    b.
    tidak menyampaikan surat pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3),
     
    permohonan dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
    (5)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kesepuluh
    Penyelesaian Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang Tidak Benar secara Jabatan
     

    Pasal 42

    Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar secara jabatan berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 43

    (1)
    Dalam melakukan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian.
    (2)
    Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    c.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara; dan/atau
     
    d.
    melakukan peninjauan di tempat Wajib Pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan.
    (3)
    Atas pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar atau pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
     
    a.
    Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; atau
     
    b.
    Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
    (4)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
     
    c.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    d.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    e.
    surat pemberitahuan peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d; dan
     
    f.
    surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kesebelas
    Persyaratan Permohonan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari Hasil Pemeriksaan
     

    Pasal 44

    (1)
    Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d kepada Direktur Jenderal Pajak.
    (2)
    Permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d hanya dapat diajukan dalam hal:
     
    a.
    Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    1.
    tidak diajukan keberatan;
     
     
    2.
    tidak diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a;
     
     
    3.
    diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut;
     
     
    4.
    diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif atau permohonan pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, tetapi tidak dipertimbangkan;
     
     
    5.
    tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
     
     
    6.
    diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
     
    7.
    diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, tetapi tidak dipertimbangkan; atau
     
    b.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
     
     
    1.
    tidak diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan;
     
     
    2.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut; atau
     
     
    3.
    diajukan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan tetapi dikembalikan dan dianggap bukan sebagai permohonan.
    (3)
    Permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d tidak dapat diajukan dalam hal Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan tersebut:
     
    a.
    diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan; atau
     
    b.
    diajukan keberatan, tetapi dicabut dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan oleh Wajib Pajak tersebut.
    (4)
    Permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
     
    a.
    permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan tidak disampaikannya surat pemberitahuan hasil pemeriksaan dan/atau tidak dilaksanakannya pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan disertai alasan;
     
    b.
    1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
     
    c.
    surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa.
    (5)
    Permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 1 (satu) kali.
    (6)
    Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua Belas
    Penyelesaian Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari Hasil Pemeriksaan Berdasarkan Permohonan
     

    Pasal 45

    (1)
    Terhadap permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) sampai dengan ayat (4).
    (2)
    Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pengembalian kepada Wajib Pajak atas permohonan yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
    (4)
    Dalam hal permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dan ayat (4), Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d.
    (5)
    Surat pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 46

    (1)
    Terhadap permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) sampai dengan ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan dengan melakukan penelitian permohonan Wajib Pajak.
    (2)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (3)
    Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan dalam permohonannya, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempertimbangkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan.
    (4)
    Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan; dan/atau
     
    c.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara.
    (5)
    Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
    (6)
    Wajib Pajak harus memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.
    (7)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki sebagian atau seluruh dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau huruf b, Wajib Pajak menyatakan dalam surat pernyataan.
    (8)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau huruf b, permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
    (9)
    Apabila pada saat Direktur Jenderal Pajak meneliti permohonan Wajib Pajak dapat dibuktikan bahwa Wajib Pajak telah diundang untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan tetapi Wajib Pajak tidak hadir, pembahasan akhir hasil pemeriksaan dianggap telah dilakukan.
    (10)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b;
     
    c.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c; dan
     
    d.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c,
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 47

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1).
    (2)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
     
    a.
    mengabulkan; atau
     
    b.
    menolak, permohonan Wajib Pajak.
    (3)
    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak:
     
    a.
    tidak menerbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
     
    b.
    tidak menyampaikan surat pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3),
     
    permohonan dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
    (4)
    Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 48

    (1)
    Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang mengabulkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a, proses pemeriksaan dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur yang belum dilaksanakan, berupa:
     
    a.
    penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; dan/atau
     
    b.
    pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
    (2)
    Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga Belas
    Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari Hasil Pemeriksaan secara Jabatan
     

    Pasal 49

    Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan secara jabatan berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 50

    (1)
    Dalam melakukan pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian.
    (2)
    Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat:
     
    a.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan;
     
    b.
    meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat permintaan; dan/atau
     
    c.
    melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara.
    (3)
    Atas pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
    (4)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
     
    b.
    surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
     
    c.
    surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c;
     
    d.
    berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c; dan
     
    e.
    surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 51

    (1)
    Dalam hal diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat keterangan mengenai hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 47 ayat (2).
    (2)
    Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat belas
    Tindak Lanjut Putusan Gugatan yang Mengabulkan Gugatan Wajib Pajak atas Surat Pengembalian Permohonan Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan yang Tidak Dipertimbangkan
     

    Pasal 52

    Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima putusan gugatan terhadap surat pengembalian kepada Wajib Pajak atas permohonan yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), Pasal 33 ayat (3), Pasal 39 ayat (3), dan Pasal 45 ayat (3), Wajib Pajak menyampaikan kembali permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), dan Pasal 44 ayat (1).
     
     
     
     
     
     
     
    BAB V
    TATA CARA PENYAMPAIAN, PENCABUTAN, DAN PENGAJUAN SURAT, DOKUMEN DAN SALURAN YANG DIGUNAKAN
     
    Bagian Kesatu
    Tata Cara Penyampaian Permohonan atau Pengajuan
     

    Pasal 53

    (1)
    Penyampaian permohonan pembetulan, pengurangan, penghapusan, pembatalan, dan pengajuan keberatan, dilaksanakan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak.
    (2)
    Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan permohonan dan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan pembetulan, pengurangan, penghapusan, pembatalan, dan pengajuan keberatan:
     
    a.
    secara langsung; atau
     
    b.
    melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
    (3)
    Tata cara penyampaian permohonan atau pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 54

    (1)
    Permohonan atau pengajuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
    (2)
    Dalam hal permohonan atau pengajuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a tidak disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, permohonan atau pengajuan tersebut dikembalikan secara langsung kepada Wajib Pajak disertai dengan penjelasan secara langsung mengenai tempat seharusnya Wajib Pajak menyampaikan permohonan atau pengajuan dan tidak diberikan tanda bukti penerimaan.
    (3)
    Dalam hal permohonan atau pengajuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b tidak disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, permohonan atau pengajuan tersebut dikembalikan kepada Wajib Pajak disertai dengan pemberitahuan secara tertulis mengenai tempat seharusnya Wajib Pajak menyampaikan permohonan atau pengajuan.
    (4)
    Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Tata Cara Pencabutan Permohonan atau Pengajuan
     

    Pasal 55

    (1)
    Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan pencabutan kepada Direktur Jenderal Pajak atas:
     
    a.
    permohonan pembetulan;
     
    b.
    pengajuan keberatan;
     
    c.
    permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, termasuk pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan;
     
    d.
    permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, termasuk pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar;
     
    e.
    permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, termasuk membatalkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar; atau
     
    f.
    permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak termasuk Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
     
     
    1.
    penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; dan/atau
     
     
    2.
    pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
    (2)
    Permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f harus disampaikan sebelum diterbitkan surat keputusan atas permohonan.
    (3)
    Permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus disampaikan sebelum tanggal Surat Pemberitahuan Untuk Hadir diterima oleh Wajib Pajak.
    (4)
    Ketentuan mengenai penyampaian permohonan pembetulan, pengurangan, penghapusan, pembatalan, dan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyampaian permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 56

    (1)
    Permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
     
    a.
    diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan pencabutan;
     
    b.
    1 (satu) permohonan pencabutan untuk 1 (satu) permohonan pembetulan, pengurangan, penghapusan, pembatalan, atau pengajuan keberatan; dan
     
    c.
    surat permohonan pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa.
    (2)
    Dalam hal surat permohonan pencabutan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat permohonan pencabutan tidak dipertimbangkan dan Direktur Jenderal Pajak memberitahukan kepada Wajib Pajak melalui:
     
    a.
    surat pengembalian untuk pencabutan permohonan pembetulan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan; atau
     
    b.
    surat pemberitahuan untuk pencabutan pengajuan keberatan.
    (3)
    Direktur Jenderal Pajak memberikan surat persetujuan atau surat penolakan atas permohonan pencabutan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permohonan pencabutan diterima.
    (4)
    Dokumen berupa:
     
    a.
    surat permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
     
    b.
    surat pengembalian dimaksud pada ayat (2) huruf a;
     
    c.
    surat pemberitahuan untuk pencabutan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
     
    d.
    surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
     
    e.
    surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
     
    disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 57

    (1)
    Terhadap permohonan pencabutan atas pengajuan keberatan yang telah diterbitkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    Wajib Pajak tidak dapat mengajukan kembali keberatan atas:
     
     
    1.
    Surat Ketetapan Pajak;
     
     
    2.
    pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
     
     
    3.
    Surat Pemberitahuan Pajak Terutang; atau
     
     
    4.
    Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
     
     
    yang sama dengan pengajuan keberatan yang telah dicabut;
     
    b.
    Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, termasuk pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar; dan
     
    c.
    Wajib Pajak tetap dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, termasuk pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan.
    (2)
    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan keberatan masih dapat diajukan kembali sepanjang dalam penyelesaian proses keberatan belum terdapat interaksi Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak dan belum melewati jangka waktu 3 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf e.
    (3)
    Interaksi Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
     
    a.
    peminjaman atau permintaan buku, catatan, data, dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a;
     
    b.
    permintaan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b;
     
    c.
    pembahasan dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d;
     
    d.
    pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf e;
     
    e.
    penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf f; atau
     
    f.
    peninjauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf g.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 58

    Terhadap permohonan pencabutan atas permohonan pengurangan, penghapusan, atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 yang telah diterbitkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan kembali permohonan yang sama dengan jenis permohonan yang telah dicabut.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 59

    Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan permohonan pencabutan atas pengajuan keberatan dan Direktur Jenderal Pajak menyetujui permohonan pencabutan tersebut, pajak yang masih harus dibayar dalam:
    a.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
    b.
    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
    yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VI
    PENERBITAN DAN PENYAMPAIAN DOKUMEN DAN SURAT KEPUTUSAN
     

    Pasal 60

    (1)
    Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan menyampaikan dokumen dan surat keputusan kepada Wajib Pajak dalam rangka penyelesaian:
     
    a.
    pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
     
    b.
    keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
     
    c.
    pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, termasuk pengurangan atau penghapusan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a;
     
    d.
    pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, termasuk pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
     
    e.
    pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, termasuk pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c; dan
     
    f.
    pembatalan Surat Ketetapan Pajak, termasuk pembatalan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d.
    (2)
    Penyampaian dokumen dan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
     
    a.
    secara elektronik melalui Akun Wajib Pajak;
     
    b.
    secara langsung; atau
     
    c.
    melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
    (3)
    Tata cara penerbitan dan penyampaian surat dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VII
    PELIMPAHAN KEWENANGAN
     

    Pasal 61

    Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk:
    a.
    melakukan penelitian, menerbitkan dokumen dalam rangka penelitian, memberikan jawaban atas permohonan pencabutan atau penyesuaian, menerbitkan keputusan, dan/atau menerbitkan keterangan berdasarkan permintaan Wajib Pajak atas:
     
    1.
    permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
     
    2.
    pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
     
    3.
    permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, termasuk pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a;
     
    4.
    permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, termasuk pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
     
    5.
    permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, termasuk pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c;
     
    6.
    permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak, termasuk pembatalan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d; dan
     
    7.
    hal yang menjadi dasar:
     
     
    a)
    untuk menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4);
     
     
    b)
    pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
     
     
    c)
    Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5); atau
     
     
    d)
    untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1); dan
    b.
    melakukan penelitian, menerbitkan dokumen dalam rangka penelitian, dan menerbitkan keputusan secara jabatan atas:
     
    1.
    pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
     
    2.
    pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, termasuk pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a;
     
    3.
    pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, termasuk pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
     
    4.
    pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, termasuk membatalkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c; dan
     
    5.
    pembatalan Surat Ketetapan Pajak, termasuk pembatalan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB VIII
    KETENTUAN PERALIHAN
     

    Pasal 62

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
    a.
    permohonan pembetulan yang telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diterbitkan surat keputusan, proses penyelesaian pembetulan sampai dengan penerbitan Surat Keputusan Pembetulan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembetulan;
    b.
    pengajuan keberatan yang telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diterbitkan surat keputusan, proses penyelesaian keberatan sampai dengan penerbitan Surat Keputusan Keberatan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan atau Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan;
    c.
    permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, termasuk pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan, permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, termasuk pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar, permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, termasuk Pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar, dan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan hasil pemeriksaan yang telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diterbitkan surat keputusan, proses penyelesaian sampai dengan penerbitan surat keputusan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak atau Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2017 tentang Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang Tidak Benar; dan
    d.
    administrasi atas permohonan pembetulan, pengurangan, penghapusan, pembatalan, dan pengajuan keberatan yang telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum selesai, dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
     
    BAB IX
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 63

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
    a.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 11);
    b.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1704);
    c.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembetulan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 14);
    d.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2008) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 22); dan
    e.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2017 tentang Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang Tidak Benar (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 874),
    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 64

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025.
     
     
     
     
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 23 Desember 2024
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SRI MULYANI INDRAWATI
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 27 Desember 2024
    DIREKTUR JENDERAL
    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    DHAHANA PUTRA
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1017

    Peraturan Menteri Keuangan 118 TAHUN 2024 - Perpajakan DDTC