Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 114 TAHUN 2024
TENTANG
AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai audit kepabeanan dan audit cukai telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
|
|||||||
b.
|
bahwa untuk mengoptimalkan proses audit kepabeanan dan audit cukai, serta untuk lebih meningkatkan pengawasan melalui mekanisme audit kepabeanan dan audit cukai, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai perlu diganti;
|
|||||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 86 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan ketentuan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
|
|||||||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
|
|||||||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||
1.
|
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||||||
2.
|
Audit Cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
|||||||
3.
|
Audit Umum adalah Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan/atau cukai.
|
|||||||
4.
|
Audit Investigasi adalah Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dalam rangka membantu proses penelitian dalam hal terdapat dugaan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai.
|
|||||||
5.
|
Audit Khusus adalah Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang memiliki ruang lingkup dan kriteria pemeriksaan tujuan tertentu terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan/atau cukai.
|
|||||||
6.
|
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
|
|||||||
7.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai.
|
|||||||
8.
|
Tim Audit adalah tim yang diberi tugas untuk melaksanakan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai berdasarkan surat tugas atau surat perintah.
|
|||||||
9.
|
Auditor adalah Pejabat Bea dan Cukai yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai auditor yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
10.
|
Ketua Auditor adalah Auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai Ketua Auditor Kepabeanan dan Cukai.
|
|||||||
11.
|
Pengendali Teknis Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang selanjutnya disebut Pengendali Teknis Audit adalah Auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai Pengendali Teknis Audit Kepabeanan dan Cukai.
|
|||||||
12.
|
Pengawas Mutu Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang selanjutnya disebut Pengawas Mutu Audit adalah Auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai Pengawas Mutu Audit Kepabeanan dan Cukai.
|
|||||||
13.
|
Auditee adalah Orang yang diaudit oleh Tim Audit.
|
|||||||
14.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||||||
15.
|
Daftar Temuan Sementara yang selanjutnya disingkat DTS adalah daftar yang memuat temuan dan kesimpulan sementara atas hasil pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
16.
|
Laporan Hasil Audit yang selanjutnya disingkat LHA adalah laporan pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang disusun oleh Tim Audit sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
17.
|
Laporan Penghentian Audit yang selanjutnya disingkat LPA adalah laporan pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang disusun oleh Tim Audit dalam hal Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dihentikan.
|
|||||||
18.
|
Data Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang selanjutnya disebut Data Audit adalah laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, dan/atau catatan sediaan barang serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
|
|||||||
19.
|
Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.
|
|||||||
20.
|
Pekerjaan Lapangan adalah pekerjaan dalam rangka Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang dilakukan di tempat Auditee yang dapat meliputi kantor, pabrik, tempat usaha, atau tempat lain, yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Auditee.
|
|||||||
21.
|
Pekerjaan Kantor adalah pekerjaan dalam rangka Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang dilakukan di kantor Pejabat Bea dan Cukai atau di tempat lain yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan.
|
|||||||
22.
|
Sediaan Barang adalah semua barang yang terkait dengan kewajiban di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
|
|||||||
23.
|
Tindakan Pengamanan adalah tindakan penyegelan yang dilakukan untuk menjamin laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen, yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan dan/atau cukai, dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak berubah atau tidak berpindah tempat atau ruangan sampai pemeriksaan dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan tindakan lain yang dibenarkan oleh ketentuan dalam peraturan perundangan-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan kegiatan usaha.
|
|||||||
24.
|
Pembahasan Akhir adalah kegiatan pembahasan yang dilakukan antara Tim Audit dan Auditee atas DTS yang tidak disetujui oleh Auditee.
|
|||||||
25.
|
Berita Acara Hasil Audit yang selanjutnya disingkat BAHA adalah berita acara yang dibuat oleh Tim Audit atas DTS atau hasil Pembahasan Akhir.
|
|||||||
26.
|
Berita Acara Penghentian Audit yang selanjutnya disingkat BAPA adalah berita acara yang dibuat oleh Tim Audit tentang penghentian pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
27.
|
Daftar Kuesioner Audit yang selanjutnya disingkat DKA adalah daftar kuesioner yang disampaikan kepada Auditee dalam pelaksanaan Audit Umum untuk menilai kinerja Tim Audit dan tata laksana Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
28.
|
Teknik Audit Sampling Berdasarkan Risiko Stratejik adalah teknik pengujian substantif berdasarkan manajemen risiko yang dilakukan terhadap kurang dari 100% (seratus persen) unsur dalam populasi Data Audit dan Sediaan Barang.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB II
OBJEK, TUJUAN, DAN JENIS AUDIT KEPABEANAN DAN/ATAU AUDIT CUKAI
|
||||||||
(1)
|
Audit Kepabeanan dilakukan terhadap Orang yang bertindak sebagai importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, dan pengusaha pengangkutan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||||||
(2)
|
Audit Cukai dilakukan terhadap Orang yang bertindak sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||||||
Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai bertujuan untuk menguji tingkat kepatuhan Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atas pelaksanaan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||||||
Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai terdiri atas:
|
||||||||
a.
|
Audit Umum;
|
|||||||
b.
|
Audit Investigasi; dan
|
|||||||
c.
|
Audit Khusus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5
|
||||||||
(1)
|
Periode Audit Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a ditetapkan selama 21 (dua puluh satu) bulan sampai dengan akhir bulan sebelum bulan penerbitan surat tugas.
|
|||||||
(2)
|
Periode Audit Investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dan Audit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c ditetapkan berdasarkan kebutuhan.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal periode Audit Umum kurang dari 21 (dua puluh satu) bulan, periode Audit Umum dimulai:
|
|||||||
|
a.
|
sejak akhir periode Audit Umum sebelumnya; atau
|
||||||
|
b.
|
sejak Auditee melakukan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai,
|
||||||
|
sampai dengan akhir bulan sebelum bulan penerbitan surat tugas.
|
|||||||
(4)
|
Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat memperpanjang periode Audit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
PERENCANAAN AUDIT KEPABEANAN DAN/ATAU AUDIT CUKAI
|
||||||||
(1)
|
Perencanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai merupakan proses penentuan objek Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
|||||||
(2)
|
Dalam melaksanakan perencanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat meminta data dan/atau informasi kepada:
|
|||||||
|
a.
|
unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
instansi di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
PELAKSANAAN AUDIT KEPABEANAN DAN/ATAU AUDIT CUKAI Bagian Kesatu Surat Tugas atau Surat Perintah Audit, Tim Audit, DKA, dan Penjelasan Pelaksanaan Audit
|
||||||||
(1)
|
Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dilaksanakan oleh Tim Audit berdasarkan:
|
|||||||
|
a.
|
surat tugas, dalam hal Audit Umum atau Audit Khusus; atau
|
||||||
|
b.
|
surat perintah, dalam hal Audit Investigasi.
|
||||||
(2)
|
Surat tugas dan surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||||||
(1)
|
Susunan Tim Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
Pengawas Mutu Audit;
|
||||||
|
b.
|
Pengendali Teknis Audit;
|
||||||
|
c.
|
Ketua Auditor; dan
|
||||||
|
d.
|
Auditor.
|
||||||
(2)
|
Anggota Tim Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sertifikat keahlian sesuai dengan jenjang penugasannya.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal diperlukan, susunan keanggotaan Tim Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan:
|
|||||||
|
a.
|
seorang atau lebih Pejabat Bea dan Cukai; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
seorang atau lebih pejabat instansi lain di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
|
||||||
|
yang tidak memiliki sertifikat keahlian Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(4)
|
Anggota Tim Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat diganti, dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
yang bersangkutan dialihtugaskan;
|
||||||
|
b.
|
berdasarkan permintaan sendiri; atau
|
||||||
|
c.
|
berdasarkan pertimbangan Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
(5)
|
Anggota Tim Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat ditambah dalam hal diperlukan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||||||
(1)
|
Setiap penerbitan surat tugas untuk jenis Audit Umum dilengkapi dengan DKA.
|
|||||||
(2)
|
DKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Auditee untuk diisi dan disampaikan kembali kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tugas.
|
|||||||
(3)
|
DKA yang telah diisi oleh Auditee sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat rahasia dan digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tugas untuk menilai kinerja Tim Audit dan tata laksana Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(4)
|
DKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||||||
Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat memberikan penjelasan tentang pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai kepada Auditee sebelum pelaksanaan Audit Umum dan/atau Audit Khusus.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Standar Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
Pasal 11 |
||||||||
Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dilaksanakan sesuai dengan Standar Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Jangka Waktu Penyelesaian Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai
Pasal 12 |
||||||||
(1)
|
Pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Pekerjaan Lapangan; dan
|
||||||
|
b.
|
Pekerjaan Kantor.
|
||||||
(2)
|
Pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
|
|||||||
(3)
|
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhitung sejak tanggal dimulainya Pekerjaan Lapangan.
|
|||||||
(4)
|
Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat memperpanjang jangka waktu pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Wewenang dan Kewajiban
|
||||||||
(1)
|
Dalam melaksanakan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai, Tim Audit berwenang:
|
|||||||
|
a.
|
meminta Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai;
|
||||||
|
b.
|
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Orang dan pihak lain yang terkait;
|
||||||
|
c.
|
memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan Data Audit, ruangan tempat untuk menyimpan Sediaan Barang, dan ruangan tempat untuk menyimpan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
melakukan Tindakan Pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan atau patut diduga berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai.
|
||||||
(2)
|
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Audit dapat:
|
|||||||
|
a.
|
meminta data dan/atau informasi dari instansi di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
||||||
|
b.
|
mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
melakukan penindakan di bidang kepabeanan dan/atau cukai berupa penegahan alat angkut dan/atau penyegelan barang dan/atau alat angkut yang diduga terkait dengan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai dalam rangka melaksanakan Audit Investigasi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||||||
Dalam melaksanakan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai, Tim Audit harus:
|
||||||||
a.
|
memperlihatkan tanda pengenal;
|
|||||||
b.
|
menyampaikan:
|
|||||||
|
1.
|
surat tugas dan DKA; atau
|
||||||
|
2.
|
surat perintah,
|
||||||
kepada Auditee; | ||||||||
c.
|
menandatangani pakta integritas bersama dengan Auditee;
|
|||||||
d.
|
menjelaskan maksud dan tujuan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai kepada Auditee;
|
|||||||
e.
|
menyampaikan surat tugas atau surat perintah terbaru kepada Auditee, dalam hal terjadi perubahan susunan keanggotaan Tim Audit; dan
|
|||||||
f.
|
merahasiakan segala informasi yang telah diperoleh dari Auditee kepada pihak lain yang tidak berhak.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||||||
(1)
|
Untuk kepentingan pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai, Auditee:
|
|||||||
|
a.
|
harus menandatangani pakta integritas bersama dengan Tim Audit;
|
||||||
|
b.
|
wajib menyerahkan Data Audit serta menunjukkan Sediaan Barang untuk diperiksa;
|
||||||
|
c.
|
wajib memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis;
|
||||||
|
d.
|
harus menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Auditee apabila penggunaan Data Elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus; dan
|
||||||
|
e.
|
wajib menyerahkan contoh barang dari Sediaan Barang dalam hal diperlukan untuk menunjang pemeriksaan Data Audit.
|
||||||
(2)
|
Auditee bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kelengkapan Data Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, keterangan lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dan contoh barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yang telah diserahkan kepada Tim Audit pada saat pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(3)
|
Pakta Integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Pasal 14 huruf c dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16
|
||||||||
(1)
|
Tim Audit dapat melakukan pemeriksaan dan/atau pencacahan Sediaan Barang dalam pelaksanaan Pekerjaan Lapangan.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal diperlukan, Tim Audit dapat meminta bantuan Pejabat Bea dan Cukai lainnya dan/atau tenaga ahli untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pencacahan Sediaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||||||
(3)
|
Sebelum melakukan pemeriksaan dan/atau pencacahan Sediaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Audit memberitahukan secara tertulis mengenai rencana pelaksanaan pemeriksaan dan/atau pencacahan kepada Auditee.
|
|||||||
(4)
|
Pemberitahuan secara tertulis mengenai rencana pelaksanaan pemeriksaan dan/atau pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilakukan untuk Audit Investigasi.
|
|||||||
(5)
|
Dalam hal pelaksanaan pemeriksaan dan/atau pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Auditee harus menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli tersebut.
|
|||||||
(6)
|
Pemeriksaan dan/atau pencacahan Sediaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Teknik Audit Sampling Berdasarkan Risiko Stratejik atau teknik audit lainnya.
|
|||||||
(7)
|
Hasil dari pemeriksaan dan/atau pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan/atau pencacahan Sediaan Barang.
|
|||||||
(8)
|
Pemberitahuan rencana pemeriksaan dan/atau pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(9)
|
Berita acara pemeriksaan dan/atau pencacahan Sediaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Permintaan dan Penyerahan Data Audit, Contoh Sediaan Barang, dan Informasi Lainnya untuk Kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai
|
||||||||
(1)
|
Tim Audit melakukan permintaan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a kepada Auditee secara tertulis.
|
|||||||
(2)
|
Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Auditee wajib menyerahkan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai secara lengkap dengan dilampiri surat pernyataan kebenaran dan kelengkapan data.
|
|||||||
(3)
|
Penyerahan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jenis Audit Umum dan Audit Khusus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Auditee.
|
|||||||
(4)
|
Auditee dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyerahan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebelum jangka waktu penyerahan berakhir.
|
|||||||
(5)
|
Tim Audit dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyerahan paling lama 3 (tiga) hari kerja berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|||||||
(6)
|
Penyerahan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jenis Audit Investigasi dilakukan paling lambat pada saat surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Auditee.
|
|||||||
(7)
|
Permintaan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(8)
|
Surat pernyataan kebenaran dan kelengkapan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai secara lengkap dalam jangka waktu penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dan/atau perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5), Tim Audit menerbitkan surat peringatan I.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai secara lengkap dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat peringatan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Auditee, Tim Audit menerbitkan surat peringatan II.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai secara lengkap dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal surat peringatan II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Auditee, Auditee dianggap menolak membantu kelancaran Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal Auditee dianggap menolak untuk membantu kelancaran Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Auditee harus menandatangani surat pernyataan menolak membantu kelancaran Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(5)
|
Dalam hal Auditee menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Tim Audit membuat berita acara menolak membantu kelancaran Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(6)
|
Surat peringatan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(7)
|
Surat peringatan II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(8)
|
Surat pernyataan menolak membantu kelancaran Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(9)
|
Berita acara menolak membantu kelancaran Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pemblokiran, Tindakan Pengamanan, dan Penindakan
|
||||||||
(1)
|
Tim Audit dapat mengajukan rekomendasi pemblokiran akses kepabeanan dan/atau rekomendasi pembekuan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai, dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
Auditee dianggap menolak membantu kelancaran Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3); atau
|
||||||
|
b.
|
Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Investigasi secara lengkap dalam jangka waktu penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6).
|
||||||
(2)
|
Dalam hal kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi oleh Auditee, Tim Audit dapat mengajukan rekomendasi pembukaan blokir akses kepabeanan dan/atau rekomendasi pencabutan pembekuan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
|
|||||||
(3)
|
Pemblokiran akses kepabeanan dan/atau pembekuan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pembukaan blokir akses kepabeanan dan/atau pencabutan pembekuan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai registrasi kepabeanan dan/atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||||||
Tim Audit dapat melakukan Tindakan Pengamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d, dalam hal:
|
||||||||
a.
|
Auditee tidak memberi kesempatan kepada Tim Audit untuk memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan Data Audit termasuk sarana/media penyimpan Data Elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, Sediaan Barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting;
|
|||||||
b.
|
diperlukan upaya untuk melakukan pengamanan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya oleh Tim Audit; dan/atau
|
|||||||
c.
|
Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Investigasi secara lengkap dalam jangka waktu penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6).
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||||||
Tim Audit dapat melakukan penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c, dalam hal Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Investigasi secara lengkap dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6).
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Penghentian Pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai
|
||||||||
(1)
|
Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai, dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
Auditee tidak ditemukan;
|
||||||
|
b.
|
data Auditee tidak tersedia karena sedang dalam pemeriksaan oleh instansi di luar Kementerian Keuangan;
|
||||||
|
c.
|
Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Investigasi secara lengkap dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6);
|
||||||
|
d.
|
Auditee dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
|
||||||
|
e.
|
berdasarkan rekomendasi dari unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau instansi di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
|
||||||
|
f.
|
keadaan di luar kemampuan atau kondisi kahar yang meliputi bencana dan/atau keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
|
||||||
(2)
|
Kondisi kahar yang merupakan keadaan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa bencana alam, bencana non alam, dan/atau bencana sosial yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Audit membuat BAPA.
|
|||||||
(4)
|
BAPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk menyusun LPA.
|
|||||||
(5)
|
Terhadap Auditee yang dilakukan penghentian Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat direkomendasikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
(6)
|
BAPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pengujian Data Audit, Contoh Sediaan Barang, dan Informasi Lainnya untuk Kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai
|
||||||||
(1)
|
Tim Audit melakukan pengujian terhadap Data Audit, contoh Sediaan Barang, dan informasi lainnya untuk kepentingan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang diterima dari Auditee sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan/atau yang dimiliki oleh Tim Audit.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal Auditee dianggap menolak membantu kelancaran Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), Tim Audit tetap melakukan pengujian dengan data yang dimiliki oleh Tim Audit.
|
|||||||
(3)
|
Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan Teknik Audit Sampling Berdasarkan Risiko Stratejik.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Daftar Temuan Sementara
|
||||||||
(1)
|
Tim Audit menyusun DTS berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
|
|||||||
(2)
|
Penyusunan DTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jenis Audit Umum atau Audit Khusus.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Audit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menimbulkan potensi penetapan, Tim Audit tidak menyusun DTS.
|
|||||||
(4)
|
Tim Audit menyampaikan DTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Auditee untuk diberikan tanggapan.
|
|||||||
(5)
|
Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
|
|||||||
|
a.
|
menerima seluruhnya;
|
||||||
|
b.
|
menolak sebagian; atau
|
||||||
|
c.
|
menolak seluruhnya.
|
||||||
(6)
|
Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Tim Audit dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal DTS diterima oleh Auditee.
|
|||||||
(7)
|
Auditee dapat mengajukan 1 (satu) kali permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sebelum jangka waktu penyampaian tanggapan berakhir.
|
|||||||
(8)
|
Perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
|
|||||||
(9)
|
Dalam hal Auditee tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan/atau ayat (8), Auditee dianggap menerima seluruh temuan hasil Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dalam DTS.
|
|||||||
(10)
|
DTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Auditee memberikan tanggapan terhadap DTS berupa menerima seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) huruf a, Auditee menandatangani Lembar Persetujuan DTS.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
Auditee memberikan tanggapan terhadap DTS berupa menerima seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
|
||||||
|
b.
|
Auditee dianggap menerima seluruh temuan hasil Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dalam DTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (9),
|
||||||
|
Tim Audit membuat BAHA tanpa Pembahasan Akhir.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Auditee memberikan tanggapan terhadap DTS berupa menolak sebagian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) huruf b atau menolak seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) huruf c, Tim Audit dan Auditee melakukan Pembahasan Akhir.
|
|||||||
(4)
|
Lembar persetujuan DTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesepuluh
Pembahasan Akhir
|
||||||||
(1)
|
Proses Pembahasan Akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dituangkan dalam risalah pembahasan akhir.
|
|||||||
(2)
|
Berdasarkan risalah pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Audit menyusun hasil pembahasan akhir.
|
|||||||
(3)
|
Hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditandatangani oleh Auditee.
|
|||||||
(4)
|
Berdasarkan hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim Audit membuat BAHA dengan Pembahasan Akhir.
|
|||||||
(5)
|
Dalam hal:
|
|||||||
|
a.
|
Auditee tidak menghadiri Pembahasan Akhir;
|
||||||
|
b.
|
Auditee hadir tetapi tidak melaksanakan Pembahasan Akhir; atau
|
||||||
|
c.
|
Auditee melaksanakan Pembahasan Akhir tetapi tidak menandatangani hasil pembahasan akhir,
|
||||||
|
Auditee dianggap menerima seluruh temuan hasil Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dalam DTS.
|
|||||||
(6)
|
Dalam hal Auditee dianggap menerima seluruh temuan hasil Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dalam DTS sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Tim Audit membuat BAHA tanpa Pembahasan Akhir.
|
|||||||
(7)
|
Risalah pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(8)
|
Hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(9)
|
BAHA dengan Pembahasan Akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(10)
|
BAHA tanpa Pembahasan Akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan Pasal 25 ayat (2) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
||||||||
(1)
|
Auditee dapat menunjuk pihak lain dengan surat kuasa khusus untuk memenuhi hak dan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(2)
|
Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
|
|||||||
(1)
|
dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesebelas
Laporan Hasil Audit
|
||||||||
(1)
|
Hasil pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dituangkan dalam LHA.
|
|||||||
(2)
|
LHA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Tim Audit sesuai kewenangannya.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 29 |
||||||||
Data Audit dapat dikeluarkan dari populasi pemeriksaan dalam hal Data Audit belum final sehingga belum dapat dilakukan penetapan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
||||||||
Tim Audit bertanggung jawab terhadap kesimpulan dan/atau rekomendasi Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang dituangkan dalam LHA dan disusun berdasarkan hasil pengujian terhadap Data Audit, contoh Sediaan Barang dan informasi lainnya yang telah diserahkan oleh Auditee dan/atau yang dimiliki oleh Tim Audit saat pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 31 |
||||||||
(1)
|
LHA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 digunakan sebagai dasar:
|
|||||||
|
a.
|
penetapan Direktur Jenderal;
|
||||||
|
b.
|
penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
|
||||||
|
c.
|
penerbitan surat tindak lanjut hasil Audit Kepabeanan selain yang dimaksud pada huruf a dan huruf b; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
penerbitan surat tindak lanjut hasil Audit Cukai.
|
||||||
(2)
|
Penetapan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau penetapan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal terdapat kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea masuk, cukai, bea keluar, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB V
MONITORING, EVALUASI, DAN PENJAMINAN KUALITAS AUDIT KEPABEANAN DAN/ATAU AUDIT CUKAI
|
||||||||
(1)
|
Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring, evaluasi, dan penjaminan kualitas terhadap Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(2)
|
Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk mengetahui tingkat penyelesaian atas penetapan kurang bayar dan/atau surat tindak lanjut hasil Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(3)
|
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai mutu hasil Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dengan sasaran penilaian terkait pemenuhan prosedur dan kesesuaian dengan kriteria yang menjadi dasar pelaksanaan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai.
|
|||||||
(4)
|
Penjaminan kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rangkaian kegiatan pengendalian atas kualitas pada seluruh proses bisnis kegiatan Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai untuk memberikan keyakinan yang memadai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33 |
||||||||
(1)
|
Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan instansi lain.
|
|||||||
(2)
|
Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VII
PENETAPAN PETUNJUK TEKNIS Pasal 34 |
||||||||
Direktur Jenderal dapat menetapkan ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
||||||||
a.
|
tata laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
|
|||||||
b.
|
susunan Tim Audit, uraian tugas Tim Audit, dan sertifikasi keahlian; dan
|
|||||||
c.
|
standar Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
|
||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Audit Kepabeanan dan/atau Audit Cukai yang telah dimulai dan belum selesai pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, tetap diproses penyelesaiannya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
|
||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 802) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 12), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 37 |
||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2024 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA, ttd. DHAHANA PUTRA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1088 |