Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, Atau Perikanan;
|
|||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||
2.
|
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Bibit dan benih adalah segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor dengan tujuan benar-benar untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri di bidang pertanian, peternakan atau perikanan termasuk juga di bidang perkebunan dan kehutanan yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait.
|
||
2.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||
3.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
4.
|
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
|
||
|
|
||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Impor bibit dan benih dapat diberikan pembebasan bea masuk.
|
||
(2)
|
Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Orang yang melakukan pengembangbiakan dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan.
|
||
|
|
||
Pasal 3 |
|||
Impor bibit dan benih untuk kepentingan penelitian hanya dapat diberikan pembebasan bea masuk apabila dilakukan oleh lembaga penelitian atau lembaga lain yang telah memperoleh rekomendasi dari instansi teknis terkait.
|
|||
|
|||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor bibit dan benih, importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 harus mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
|
||
(2)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan permohonan pembebasan bea masuk.
|
||
(3)
|
Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk dengan merinci jumlah, jenis dan perkiraan nilai pabean dari bibit dan benih yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukan pelabuhan tempat pembongkaran.
|
||
(4)
|
Dalam hal permohonan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal atas nama Menteri membuat surat pemberitahuan penolakan permohonan kepada importir dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||
|
|
||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Permohonan yang diajukan oleh importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilampiri:
|
||
|
a.
|
akta pendirian perusahaan dan Surat Izin Usaha dari instansi terkait;
|
|
|
b.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Sebagai Pengusaha Kena Pajak;
|
|
|
c.
|
penetapan barang impor sebagai bibit dan benih dan/atau rekomendasi dari instansi teknis terkait;
|
|
|
d.
|
sertifikat kesehatan tumbuhan atau hewan dari negara asal; dan
|
|
|
e.
|
rincian jumlah, jenis dan perkiraan nilai pabean bibit dan benih yang akan diimpor serta pelabuhan tempat pembongkaran.
|
|
(2)
|
Permohonan yang diajukan oleh lembaga penelitian atau lembaga lain yang memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilampiri:
|
||
|
a.
|
penetapan barang impor sebagai bibit dan benih dan/atau rekomendasi dari instansi teknis terkait;
|
|
|
b.
|
sertifikat kesehatan tumbuhan atau hewan dari negara asal; dan
|
|
|
c.
|
rincian jumlah, jenis dan perkiraan nilai pabean bibit dan benih yang akan diimpor serta pelabuhan tempat pembongkaran.
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
Atas pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), apabila pada saat pengimporan barang yang diimpor oleh importir atau lembaga penelitian atau lembaga lain yang telah memperoleh rekomendasi dari instansi teknis terkait, tidak sesuai dengan jumlah, jenis, dan/atau spesifikasi barang yang tercantum dalam keputusan pembebasan bea masuk, maka atas perbedaannya dipungut bea masuk.
|
|||
|
|||
Pasal 7 |
|||
Dalam hal impor bibit dan benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tidak sesuai dengan tujuan pembebasan bea masuk, importir atau lembaga penelitian atau lembaga lain yang telah memperoleh rekomendasi dari instansi teknis terkait, wajib membayar bea masuk dan dikenai sanksi administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.
|
|||
|
|||
Pasal 8 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/1997 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|||
Pasal 9 |
|||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2007 MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI |