Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN
    NOMOR 105/PMK.010/2016

     
    TENTANG
     
    PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN BAGI PERUSAHAAN INDUSTRI DI KAWASAN INDUSTRI DAN PERUSAHAAN KAWASAN INDUSTRI
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa dalam rangka memberikan perlakuan perpajakan, dan kepabeanan, di Kawasan Industri dan sesuai ketentuan Pasal 41 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, perlu menyusun peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan mengenai fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri;
    b.
    bahwa Peraturan Menteri Keuangan mengenai fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam huruf a bersifat khusus untuk Kawasan Industri, yang terpisah dari Peraturan Menteri Keuangan mengenai perlakuan perpajakan dan kepabeanan yang bersifat umum;
    c.
    bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan;
    d.
    bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
    e.
    bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pelaksanaan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis;
    f.
    bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal serta mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri;
    g.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri;
     
     

    Mengingat

    1.
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
    2.
    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
    3.
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
    4.
    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4661);
    5.
    Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
    6.
    Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5688) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5873);
    7.
    Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5750);
    8.
    Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 365, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5806);
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN BAGI PERUSAHAAN INDUSTRI DI KAWASAN INDUSTRI DAN PERUSAHAAN KAWASAN INDUSTRI.
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
    1.
    Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri.
    2.
    Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
    3.
    Perusahaan Industri adalah Setiap Orang yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang berkedudukan di Indonesia.
    4.
    Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.
    5.
    Wilayah Pengembangan Industri, yang selanjutnya disingkat WPI adalah pengelompokan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan keterkaitan ke belakang (backward) dan keterkaitan ke depan (forward) sumber daya dan fasilitas memperhatikan jangkauan pembangunan industri.
    6.
    Pembangunan adalah pendirian perusahaan atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
    7.
    Pengembangan adalah pengembangan perusahaan atau pabrik yang telah ada meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi.
    8.
    Keadaan darurat (force majeur) adalah keadaan seperti kebakaran, bencana alam, kerusuhan, peperangan atau hal-hal lain yang terjadi di luar kemampuan manusia.
     
    BAB II
    FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN
     
    Bagian Kesatu
    Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di WPI
     

    Pasal 2

    (1)
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan kegiatan usaha di WPI dan merupakan Wajib Pajak badan dapat diberikan fasilitas perpajakan dan/atau kepabeanan.
    (2)
    WPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menjadi:
     
    a.
    WPI maju;
     
    b.
    WPI berkembang;
     
    c.
    WPI potensial I; dan
     
    d.
    WPI potensial II.
    (3)
    Fasilitas perpajakan dan/atau kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
     
    a.
    fasilitas Pajak Penghasilan yakni:
     
     
    1.
    fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu; atau
     
     
    2.
    fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
     
    b.
    fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang; dan/atau
     
    c.
    fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan yang dilakukan oleh Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
    (4)
    Pembebasan bea masuk atas mesin serta barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat diberikan atas mesin serta barang dan bahan yang berasal dari Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas, Kawasan Ekonomi Khusus, atau Tempat Penimbunan Berikat.
    (5)
    Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan sepanjang mesin serta barang dan bahan tersebut:
     
    a.
    belum diproduksi di dalam negeri;
     
    b.
    sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
     
    c.
    sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri,
     
    berdasarkan daftar mesin, barang dan bahan yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk, setelah berkoordinasi dengan instansi teknis yang terkait.
    (6)
    Dalam hal Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 1, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2.
    (7)
    Dalam hal Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 1.
     
    Bagian Kedua
    Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di WPI Maju
     

    Pasal 3

    Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang melakukan kegiatan usaha di WPI maju dapat diberikan fasilitas perpajakan dan/atau kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berdasarkan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan.
     
    Bagian Ketiga
    Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di WPI Berkembang


    Pasal 4

    (1)
    Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang melakukan kegiatan usaha di WPI berkembang dapat diberikan fasilitas perpajakan dan/atau kepabeanan berupa:
     
    a.
    fasilitas Pajak Penghasilan;
     
    b.
    fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang; dan/atau
     
    c.
    fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan yang dilakukan oleh Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
    (2)
    Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan kepada Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal, baik penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.
    (3)
    Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
     
    a.
    pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial;
     
    b.
    penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
     
     
    1.
    untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud:
     
     
     
     
     
     
     
    Kelompok Aktiva Berwujud
    Masa Manfaat Menjadi
    Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode
    Garis Lurus
    Saldo Menurun
    I.
    Bukan Bangunan:
     
     
     
     
    Kelompok I
    2 tahun
    50%
    100% (dibebankan sekaligus)
     
    Kelompok II
    4 tahun
    25%
    50%
     
    Kelompok III
    8 tahun
    12.5%
    25%
     
    Kelompok IV
    10 tahun
    10%
    20%
    II.
    Bangunan:
     
     
     
     
    Permanen
    10 tahun
    10%
    -
     
    Tidak Permanen
    5 tahun
    20%
    -
     
     
     
     
     
     
    2.
    untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud:
     
     
     
     
     
     
     
    Kelompok Aktiva Berwujud
    Masa Manfaat Menjadi
    Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode
    Garis Lurus
    Saldo Menurun
    Kelompok I
    2 tahun
    50%
    100% (dibebankan sekaligus)
    Kelompok II
    4 tahun
    25%
    50%
    Kelompok III
    8 tahun
    12.5%
    25%
    Kelompok IV
    10 tahun
    10%
    20%
         
     
    c.
    pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan
     
    d.
    kompensasi kerugian selama 10 (sepuluh) tahun.
    (4)
    Aktiva berwujud dan aktiva tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan aktiva yang digunakan untuk kegiatan utama usaha.
    (5)
    Aktiva yang digunakan untuk kegiatan utama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan ayat (4) merupakan aktiva yang digunakan dalam proses produksi cakupan produk yang tercantum dalam izin prinsip termasuk aktiva sebagai penunjang utama yang terkait langsung dengan kegiatan proses produksi dimaksud.
    (6)
    Fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan pelaksanaannya.
    (7)
    Fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan:
     
     
    1.
    pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    2.
    jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu Pembangunan tersebut sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal.
     
     
    3.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah menyelesaikan Pembangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 serta siap produksi, kecuali bagi industri yang menghasilkan Jasa, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi paling lama 4 (empat) tahun, sesuai kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    4.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud pada angka 3 tetapi belum merealisasikan seluruh importasi barang dan bahan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada angka 3.
     
     
    5.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
     
    b.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pengembangan:
     
     
    1.
    pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    2.
    jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu Pengembangan tersebut sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal.
     
     
    3.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah menyelesaikan Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi paling lama 4 (empat) tahun, untuk jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    4.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada angka 3 tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada angka 3.
     
     
    5.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
     
    c.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi asal impor yang dibeli di dalam negeri, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi selama 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
    d.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi asal impor yang dibeli di dalam negeri, sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi selama 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
    e.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk.
     
    f.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
    (8)
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan atau Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin, atas impor barang dan bahan dapat diberikan pembebasan bea masuk untuk keperluan produksi/keperluan tambahan produksi selama 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
    (9)
    Penggunaan dan komposisi mesin produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dinyatakan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk.
     
     
    Bagian Keempat
    Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di WPI potensial I


    Pasal 5 

    (1)
    Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang melakukan kegiatan usaha di WPI potensial I (satu) dapat diberikan fasilitas perpajakan dan/atau kepabeanan berupa:
     
    a.
    Fasilitas Pajak Penghasilan;
     
    b.
    Fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang; dan/atau
     
    c.
    Fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan yang dilakukan oleh Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
    (2)
    Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan kepada Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal, baik penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.
    (3)
    Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
     
    a.
    pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial;
     
    b.
    penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
     
     
    1.
    untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud:
     
     
     
     
     
     
     
    Kelompok Aktiva Berwujud
    Masa Manfaat Menjadi
    Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode
    Garis Lurus
    Saldo Menurun
    I.
    Bukan Bangunan:
     
     
     
     
    Kelompok I
    2 tahun
    50%
    100% (dibebankan sekaligus)
     
    Kelompok II
    4 tahun
    25%
    50%
     
    Kelompok III
    8 tahun
    12,5%
    25%
     
    Kelompok IV
    10 tahun
    10%
    20%
    II.
    Bangunan:
     
     
     
     
    Permanen
    10 tahun
    10%
    -
     
    Tidak Permanen
    5 tahun
    20%
    -
     
     
     
     
     
     
    2.
    untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud:
     
     
     
     
     
     
     
    Kelompok Aktiva Berwujud
    Masa Manfaat Menjadi
    Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode
    Garis Lurus
    Saldo Menurun
    Kelompok I
    2 tahun
    50%
    100% (dibebankan sekaligus)
    Kelompok II
    4 tahun
    25%
    50%
    Kelompok III
    8 tahun
    12,5%
    25%
    Kelompok IV
    10 tahun
    10%
    20%
     
     
     
     
     
    c.
    pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan
     
    d.
    kompensasi kerugian selama 10 (sepuluh) tahun.
    (4)
    Aktiva berwujud dan aktiva tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan aktiva yang digunakan untuk kegiatan utama usaha.
    (5)
    Aktiva yang digunakan untuk kegiatan utama usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan ayat (4) merupakan aktiva yang digunakan dalam proses produksi cakupan produk yang tercantum dalam izin prinsip termasuk aktiva sebagai penunjang utama yang terkait langsung dengan kegiatan proses produksi dimaksud.
    (6)
    Fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan pelaksanaannya.
    (7)
    Fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan:
     
     
    1.
    pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    2.
    jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu Pembangunan tersebut sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal.
     
     
    3.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah menyelesaikan Pembangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 serta siap produksi, kecuali bagi industri yang menghasilkan Jasa, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi paling lama 4 (empat) tahun, sesuai kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    4.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud pada angka 3 tetapi belum merealisasikan seluruh importasi barang dan bahan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada angka 3.
     
     
    5.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
     
    b.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pengembangan:
     
     
    1.
    pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    2.
    jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu Pengembangan tersebut sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal.
     
     
    3.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah menyelesaikan Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, sepanJang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi paling lama 4 (empat) tahun, untuk jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    4.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada angka 3 tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada angka 3.
     
     
    5.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
     
    c.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan, kecuali bagi industri yang menghasilkan Jasa, dengan menggunakan mesin produksi asal impor yang dibeli di dalam negeri, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi selama 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
    d.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi asal impor yang dibeli di dalam negeri, sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi selama 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
    e.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk.
     
    f.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
    (8)
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan atau Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin, atas impor barang dan bahan dapat diberikan pembebasan bea masuk untuk keperluan produksi/keperluan tambahan produksi selama 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
    (9)
    Penggunaan dan komposisi mesin produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dinyatakan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk.
       
    Bagian Kelima
    Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di WPI potensial II


    Pasal 6

    (1)
    Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang melakukan kegiatan usaha di WPI potensial II (dua) dapat diberikan fasilitas perpajakan dan/atau kepabeanan berupa:
     
    a.
    Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
     
    b.
    Fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang; dan/atau
     
    c.
    Fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan yang dilakukan oleh Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan kegiatan usaha di  bidang industri yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
    (2)
    Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan kepada Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang merupakan Wajib Pajak badan dan melakukan penanaman modal baru dan belum berproduksi secara komersial pada saat mengajukan permohonan fasilitas.
    (3)
    Penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan melalui pembentukan badan hukum baru di Indonesia yang pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah tanggal 15 Agustus 2011.
    (4)
    Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan paling banyak 100% (seratus persen) dan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang.
    (5)
    Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Tahun Pajak dan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi secara komersial.
    (6)
    Besarnya pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dengan persentase yang sama setiap tahun selama jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
    (7)
    Fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan pelaksanaannya.
    (8)
    Fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan:
     
     
    1.
    pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    2.
    jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu Pembangunan tersebut sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal. 
     
     
    3.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah menyelesaikan Pembangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 serta siap produksi, kecuali bagi industri yang menghasilkan Jasa, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi paling lama 5 (lima) tahun, sesuai kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    4.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud pada angka 3 tetapi belum merealisasikan seluruh importasi barang dan bahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada angka 3.
     
     
    5.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
     
    b.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pengembangan:
     
     
    1.
    pembebasan bea masuk atas impor mesin untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    2.
    jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu Pengembangan tersebut sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan penanaman modal.
     
     
    3.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah menyelesaikan Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi paling lama 5 (lima) tahun, untuk jangka waktu pengimporan selama 5 (lima) tahun sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
     
    4.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada angka 3 tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada angka 3.
     
     
    5.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
     
    c.
    untuk Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan, kecuali bagi industri yang menghasilkan Jasa, dengan menggunakan mesin produksi asal impor yang dibeli di dalam negeri, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi selama 5 (lima) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
    d.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi asal impor yang dibeli di dalam negeri, sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi selama 5 (lima) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
     
    e.
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, dapat diberikan perpanjangan waktu importasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk.
     
    f.
    Dalam hal perpanjangan jangka waktu importasi sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka waktu importasi, jangka waktu importasi dapat diberikan sejak tanggal ditetapkan dengan masa importasi selama 1 (satu) tahun dikurangi masa keterlambatan pengajuan.
    (9)
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan Pembangunan atau Pengembangan, kecuali bagi industri yang menghasilkan jasa, dengan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin, atas impor barang dan bahan dapat diberikan pembebasan bea masuk untuk keperluan produksi/keperluan tambahan produksi selama 5 (lima) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
    (10)
    Penggunaan dan komposisi mesin produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dinyatakan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk.
     
    BAB III
    TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS


    Pasal 7

    Tata cara pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, sesuai dengan:
    a.
    Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu serta pengalihan aktiva dan sanksi bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan;
    b.
    Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
    c.
    Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis; dan/atau
    d.
    Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.
     
     

    Pasal 8

    Tata cara pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 sesuai dengan:
    a.
    Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu serta pengalihan aktiva dan sanksi bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan, kecuali ketentuan mengenai surat keterangan pemenuhan kesesuaian bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lain;
    b.
    Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali ketentuan mengenai pemenuhan cakupan industri pionir;
    c.
    Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis; dan/atau
    d.
    Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.
     

    Pasal 9

    Untuk mendapatkan fasilitas kepabeanan, Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri mengajukan permohonan yang ditandatangani oleh pimpinan Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
     
    BAB IV
    KETENTUAN MENGENAI PENGALIHAN ATAU PEMINDAHTANGANAN


    Pasal 10

    (1)
    Bagi Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a:
     
    a.
    Terhadap aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan Pasal 5 ayat (3) huruf a dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tetap baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang lebih lama antara:
     
     
    1.
    jangka waktu 6 (enam) tahun sejak saat mulai berproduksi secara komersial; atau
     
     
    2.
    masa manfaat aktiva sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dari Pasal 4 ayat (3) huruf b angka 1 dan Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 1.
     
    b.
    Terhadap aktiva tak berwujud yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b dan Pasal 5 ayat (3) huruf b dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tak berwujud dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tak berwujud baru, sebelum berakhirnya masa manfaat aktiva tak berwujud dimaksud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b angka 2 dan Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 2.
    (2)
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilarang untuk:
     
    a.
    mengimpor atau membeli barang modal bekas yang direlokasi dari negara atau perusahaan lain dalam rangka realisasi penanaman modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
     
    b.
    melakukan kegiatan utama usaha yang tidak sesuai dengan rencana bidang usaha penanaman modal;
     
    c.
    melakukan pemindahtanganan aset dan/atau kepemilikan Wajib Pajak badan yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
     
    d.
    melakukan relokasi penanaman modal ke provinsi lain di Indonesia atau ke luar negeri sejak Tahun Pajak dimulainya dan sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak sejak berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan/atau
     
    e.
    mengubah metode pembukuan untuk menggeser laba atau rugi dari periode pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan ke periode setelahnya, dan sebaliknya, termasuk metode pengakuan penghasilan dan/atau biaya, dan metode penghitungan depresiasi dan/atau persediaan, sejak Tahun Pajak dimulainya dan sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak sejak berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
    (3)
    Dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dalam hal Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri:
     
    a.
    melakukan pemindahtanganan aset dan menggantinya dengan aset lain yang lebih produktif;
     
    b.
    melakukan pengalihan kepemilikan kepada Wajib Pajak yang telah mendapatkan surat keterangan fiskal; atau
     
    c.
    melakukan pengalihan kepemilikan melalui mekanisme listing di bursa saham (go public).
     
     
     

    Pasal 11

    Terhadap mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang yang telah mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, Pasal 3, Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (1) huruf b, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan:
    a.
    digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
    b.
    dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya,
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
     

    Pasal 12

    (1)
    Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (1) huruf c, atau Pasal 6 ayat (1) huruf c, dapat dilakukan Pemindahtanganan setelah digunakan paling singkat selama 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
    (2)
    Ketentuan jangka waktu Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
     
    a.
    terjadi Keadaan Darurat (force majeure);
     
    b.
    Mesin diekspor kembali; atau
     
    c.
    Mesin dilakukan Pemindahtanganan kepada Perusahaan yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk untuk Pembangunan atau Pengembangan industri dalam rangka Penanaman Modal.
    (3)
    Pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri.
    (4)
    Terhadap Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, mengakibatkan batalnya fasilitas pembebasan bea masuk yang diberikan dan Perusahaan wajib membayar bea masuk yang terutang.
    (5)
    Dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam hal:
     
    a.
    Pemindahtanganan Mesin dilakukan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor; atau
     
    b.
    Pemindahtanganan Mesin dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (6)
    Dalam hal Pemindahtanganan Mesin dilakukan tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perusahaan wajib membayar:
     
    a.
    bea masuk yang terutang atas Mesin asal impor; dan
     
    b.
    sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
    (7)
    Ketentuan mengenai pembebasan bea masuk dari kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku terhadap Mesin dalam hal terjadi Keadaan Darurat (force majeure) namun Mesin tersebut masih mempunyai nilai ekonomis.
    (8)
    Pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berdasarkan harga penyerahan dengan tarif:
     
    a.
    jika tarif bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih dikenakan tarif 5% (lima persen); atau
     
    b.
    jika tarif bea masuknya di bawah 5% (lima persen) dikenakan tarif sesuai Jenis barang.
     

    Pasal 13

    (1)
    Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (1) huruf c, atau Pasal 6 ayat (1) huruf c, tidak dapat dipindahtangankan kecuali dalam hal terjadi Keadaan Darurat (force majeure).
    (2)
    Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (1) huruf c, atau Pasal 6 ayat (1) huruf c, dapat diekspor kembali atau dimusnahkan.
    (3)
    Pemindahtanganan Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelaksanaan ekspor kembali atau pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri.
    (4)
    Pemindahtanganan Barang dan Bahan dan pelaksanaan ekspor kembali atau pemusnahan Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibebaskan dari kewajiban untuk membayar bea masuk yang terutang atas impor Barang dan Bahan.
    (5)
    Pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku terhadap Barang dan Bahan dalam hal terjadi Keadaan Darurat (force majeure) atau pemusnahan, namun Barang dan Bahan yang mengalami kondisi Keadaan Darurat (force majeure) atau setelah dilakukan pemusnahan tersebut masih mempunyai nilai ekonomis.
    (6)
    Pembayaran bea masuk untuk Barang dan Bahan dalam keadaan rusak dalam hal terjadi Keadaan Darurat (force majeure) atau setelah dilakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan harga penyerahan dengan tarif sebagai berikut:
     
    a.
    jika tarif bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih dikenakan tarif 5% (lima persen); atau
     
    b.
    jika tarif bea masuknya di bawah 5% (lima persen) dikenakan tarif sesuai jenis barang.
    (7)
    Dalam hal Perusahaan menyalahgunakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perusahaan wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administratif berupa denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
     

    Pasal 14

    Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk pelaksanaan pemindahtanganan mesin dan/atau barang dan bahan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
     
    BAB V
    KETENTUAN LAIN-LAIN


    Pasal 15

    (1)
    Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Menteri ini tetap dapat diberikan fasilitas perpajakan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
    (2)
    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
     
    a.
    Dalam hal Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan usaha di WPI berkembang atau WPI potensial I memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Menteri ini, tidak dapat memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
     
    b.
    Dalam hal Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan usaha di WPI potensial II memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, tidak dapat memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
    (3)
    Dalam hal Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri memperoleh fasilitas kepabeanan berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri, tidak dapat memperoleh fasilitas kepabeanan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
    (4)
    Dalam hal Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
     
     
     

    Pasal 16

    Dalam hal terdapat perubahan pengelompokan WPI berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian, terhadap fasilitas perpajakan dan/atau kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 yang telah diperoleh Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri sebelum perubahan pengelompokan WPI tersebut, tetap dapat dimanfaatkan sesuai dengan bentuk dan jangka waktu fasilitas yang telah diberikan.
     
    BAB VI
    PENUTUP


    Pasal 17

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 30 Juni 2016
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 1 Juli 2016
    DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    WIDODO EKATJAHJANA
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 998

     

    Peraturan Menteri Keuangan 105/PMK.010/2016 - Perpajakan DDTC