Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
||||||||
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa untuk memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dalam membuat Faktur Pajak dan menatausahakan Faktur Pajak;
|
|||||||
b.
|
bahwa untuk memberikan kepastian hukum bagi Pengusaha Kena Pajak yang berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri;
|
|||||||
c.
|
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
|
|||||||
|
|
|||||||
Mengingat |
||||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
|||||||
3.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
|
|||||||
4.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permintaan Kembali Pajak Pertambahan Nilai Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri;
|
|||||||
5.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
|
|||||||
6.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Kewajiban Toko Retail serta Kantor Pelayanan Pajak yang Mengelola Administrasi Pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri;
|
|||||||
|
|
|||||||
MEMUTUSKAN: | ||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-13/PJ./2010 TENTANG BENTUK, UKURAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal I |
||||||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ./2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, diubah sebagai berikut:
|
||||||||
|
||||||||
1.
|
Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah, dan menambah 1 (satu) angka, yakni angka 5, sehingga secara keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 1
|
|||||||
|
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
|
1.
|
Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||||||
|
2.
|
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
|
||||||
|
3.
|
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
|
||||||
|
4.
|
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
|
||||||
|
|
a.
|
melalui suatu tempat penjualan eceran, seperti toko dan kios atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
|
|||||
|
|
b.
|
dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
|
|||||
|
|
c.
|
pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.
|
|||||
|
5.
|
Toko Retail adalah toko yang menjual Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, serta berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada Orang Pribadi, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
||||||
|
|
|||||||
2.
|
Ketentuan Pasal 5 ayat (4) dihapus sehingga secara keseluruhan Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 5
|
|||||||
|
(1)
|
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam hal diperlukan, Pengusaha Kena Pajak dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.
|
||||||
|
(3)
|
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak cacat.
|
||||||
|
(4)
|
Dihapus.
|
||||||
|
(5)
|
Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||||
|
|
|
||||||
3.
|
Ketentuan Pasal 9 ayat (2) diubah sehingga secara keseluruhan Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 9
|
|||||||
|
(1)
|
Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak dan mata uang yang digunakan.
|
||||||
|
(2)
|
Penerbitan Faktur Pajak dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan atau Pengusaha Kena Pajak yang pindah Kantor Pelayanan Pajak, Nomor Urut 00000001 dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan atau dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak yang baru.
|
||||||
|
(3)
|
Dalam hal Faktur Pajak diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, maka Nomor Urut 00000001 dimulai pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari pada masing-masing Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya kecuali bagi Kantor Cabang yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 00000001 dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal sebelum bulan Januari awal tahun kalender berikutnya, Nomor Urut pada Faktur Pajak yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak yang Nomor Urut-nya dimulai lagi dari Nomor Urut 00000001.
|
||||||
|
(5)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang Nomor Urut pada Faktur Pajak-nya di Kantor Pusat atau di Kantor-Kantor Cabangnya telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan).
|
||||||
|
(6)
|
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan Nomor Urut 00000001 digunakan kembali, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||||
|
(7)
|
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus menerbitkan Faktur Pajak dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada awal tahun kalender berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
|
||||||
|
(8)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak tidak dimulai dari Nomor Urut 00000001, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat.
|
||||||
|
(9)
|
Ketentuan pada ayat (8) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
||||||
|
(10)
|
Dalam hal sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak mulai dari Nomor Urut 00000001 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), namun Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan Masa Pajak Desember atau sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat.
|
||||||
|
|
|
||||||
4.
|
Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 9A yang berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 9A
|
|||||||
|
(1)
|
Ketentuan penerbitan Faktur Pajak bagi Toko Retail yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, berlaku ketentuan:
|
||||||
|
|
a.
|
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri wajib menerbitkan Faktur Pajak Khusus, dengan menggunakan nomor urut tersendiri yang terpisah dari nomor urut Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak kepada selain orang pribadi pemegang paspor luar negeri, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri.
|
|||||
|
|
b.
|
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak selain kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri, Toko Retail sebagai Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dapat menerbitkan:
|
|||||
|
|
|
1)
|
Faktur Pajak dengan menggunakan kode dan nomor seri sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang bentuk dan ukuran formulir serta tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran; atau
|
||||
|
|
|
2)
|
Faktur Pajak lengkap sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, dengan menggunakan kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||
|
(2)
|
Ketentuan tentang penggunaan nomor urut 00000001 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dan ayat (5) dan kewajiban pemberitahuan penggunaan nomor urut 00000001 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) serta konsekuensi apabila menggunakan nomor urut 00000001 tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) dan ayat (10) juga berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak Toko Retail sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.
|
||||||
|
|
|||||||
5.
|
Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 12A yang berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 12A
|
|||||||
|
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak dengan nomor urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dapat menerbitkan Faktur Pajak Pengganti dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||||||
|
a.
|
Faktur Pajak yang salah pengisian nomor urutnya diganti dengan Faktur Pajak Pengganti dengan mengisi nomor urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak dengan nomor urut yang sebenarnya.
|
||||||
|
b.
|
Kode Status pada Kode Faktur Pajak Pengganti adalah Kode Status 1 (satu).
|
||||||
|
c.
|
Tahun Penerbitan pada Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti adalah tahun penerbitan Faktur Pajak yang diganti.
|
||||||
|
d.
|
Tanggal penerbitan Faktur Pajak Pengganti sama dengan tanggal penerbitan Faktur Pajak yang diganti.
|
||||||
|
e.
|
Pada Faktur Pajak Pengganti dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti.
|
||||||
|
f.
|
Faktur Pajak Pengganti dan Faktur Pajak yang diganti agar diadministrasikan dan digabungkan menjadi 1 (satu) berkas.
|
||||||
|
g.
|
Pengusaha Kena Pajak harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti.
|
||||||
|
|
|||||||
6.
|
Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah, dan menambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga secara keseluruhan Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|||||||
|
Pasal 15
|
|||||||
|
(1)
|
Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam hal:
|
||||||
|
|
a.
|
menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
|
|||||
|
|
b.
|
menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan/atau
|
|||||
|
|
c.
|
menerbitkan Faktur Pajak cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7), Pasal 8, Pasal 9 ayat (10), dan Pasal 10 ayat (6).
|
|||||
|
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai:
|
||||||
|
|
a.
|
Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; atau
|
|||||
|
|
b.
|
Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, dan nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
|
|||||
|
(3)
|
Bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang:
|
||||||
|
|
a.
|
Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan.
|
|||||
|
|
b.
|
Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
|
|||||
|
|
|||||||
Pasal II |
||||||||
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011.
|
||||||||
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2010 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd MOCHAMAD TJIPTARDJO |