Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengembangan dan Analisis Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan;
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569)
|
||
4.
|
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
|
||
5.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);
|
||
6.
|
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
|
||
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
|
||
8.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
|
||
9.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan;
|
||
10.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;
|
||
11.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGEMBANGAN DAN ANALISIS INFORMASI, DATA, LAPORAN, DAN PENGADUAN.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan: | |||
1.
|
Informasi yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan yang selanjutnya disebut informasi adalah keterangan baik yang disampaikan secara lisan maupun tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
|
||
2.
|
Data yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan yang selanjutnya disebut data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku, atau catatan, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yang menjadi dasar pelaporan yang belum dianalisis.
|
||
3.
|
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang atau institusi karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan.
|
||
4.
|
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan di bidang perpajakan.
|
||
5.
|
Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Data sebagaimana dimaksud pada angka 2, Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3, dan pengaduan sebagaimana dimaksud pada angka 4 disingkat "IDLP".
|
||
6.
|
Kegiatan intelijen perpajakan adalah serangkaian kegiatan dalam siklus intelijen yang dilakukan oleh petugas intelijen perpajakan yang meliputi perencanaan, pengumpulan, pengolahan dan penyajian sehingga diperoleh suatu produk intelijen yang berisi data dan/atau informasi terkait Wajib Pajak sehubungan dengan terjadinya suatu transaksi, peristiwa, dan/atau keadaan yang diperkirakan berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan/atau indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
|
||
7.
|
Pengamatan dalam rangka penanganan informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) yang diterima Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut pengamatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pengamat untuk mencocokkan data, informasi, laporan, dan/atau pengaduan dengan fakta, dan membahas serta mengembangkan data, informasi, laporan, dan/atau pengaduan tersebut untuk memperoleh petunjuk adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
|
||
8.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
|
||
9.
|
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
||
10.
|
Analis IDLP adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas oleh Direktur Intelijen dan Penyidikan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan analisis IDLP.
|
||
|
|
||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
IDLP dapat diterima oleh Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP), dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
(2)
|
IDLP yang diterima oleh KP2KP dan KPP diteruskan kepada Kepala Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi KP2KP dan KPP tersebut.
|
||
(3)
|
Dalam hal IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau IDLP yang diterima oleh Kanwil DJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut Wajib Pajak yang terdaftar atau seharusnya terdaftar di KPP di luar wilayah kerja Kanwil DJP yang bersangkutan, IDLP diteruskan kepada Kepala Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau seharusnya terdaftar.
|
||
(4)
|
Dalam hal IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau IDLP yang diterima oleh Kanwil DJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut Wajib Pajak yang terdaftar atau seharusnya terdaftar di 2 (dua) atau lebih KPP yang wilayah kerjanya meliputi 2 (dua) atau lebih Kanwil DJP, IDLP diteruskan kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan.
|
||
(5)
|
IDLP yang diterima unit kerja di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak diteruskan kepada Direktur Intelijen dan Penyidikan.
|
||
(6)
|
IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sepanjang menyangkut Wajib Pajak yang terdaftar pada 1 (satu) atau lebih KPP namun masih dalam 1 (satu) wilayah kerja Kanwil DJP dapat diteruskan kepada Kepala Kanwil DJP yang bersangkutan.
|
||
|
|
||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
IDLP yang diterima oleh KP2KP, KPP, dan unit di lingkungan Kantor Pusat DJP wajib dicatat dalam Buku Agenda Surat Masuk pada saat diterima dan dalam Buku Agenda Surat Keluar pada saat diteruskan
|
||
(2)
|
IDLP yang diterima, dikembangkan, dan/atau dianalisis atau IDLP yang diteruskan ke unit lain oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan dan Kanwil DJP, dicatat dalam Buku Register Pengawasan IDLP.
|
||
|
|
||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
IDLP yang diterima dalam bentuk tertulis wajib diadministrasikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
||
(2)
|
IDLP yang diterima dalam bentuk lisan harus dituangkan pada Formulir Penerimaan IDLP dan selanjutnya diadministrasikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
||
|
|
||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
IDLP yang telah diadministrasikan oleh Kanwil DJP dan Direktorat Intelijen dan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selanjutnya dikembangkan dan dianalisis untuk menentukan tindak lanjutnya.
|
||
(2)
|
Pengembangan dan analisis IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Analisis IDLP dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
melakukan uji mutu IDLP untuk mengklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kelompok kualitas; dan
|
|
|
b.
|
menentukan tindak lanjut IDLP.
|
|
(3)
|
Dalam hal informasi dan data yang digunakan untuk pengembangan dan analisis IDLP oleh Analis IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum mencukupi, informasi dan data tambahan dapat diperoleh melalui kegiatan intelijen dan/atau pengamatan.
|
||
(4)
|
Kelompok kualitas hasil pengembangan dan analisis IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Kelompok A adalah IDLP dengan indikasi kuat terjadinya tindak pidana perpajakan;
|
|
|
b.
|
Kelompok B adalah IDLP dengan indikasi lemah terjadinya tindak pidana perpajakan; dan
|
|
|
c.
|
Kelompok C adalah IDLP tidak menunjukkan adanya indikasi tindak pidana perpajakan.
|
|
(5)
|
Tindak lanjut IDLP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
|
||
|
a.
|
Untuk Kelompok A, IDLP ditindaklanjuti dengan usul Pemeriksaan Bukti Permulaan;
|
|
|
b.
|
untuk Kelompok B, IDLP ditindaklanjuti dengan:
|
|
|
|
1.
|
rekomendasi kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk dilakukan Pemeriksaan Khusus dalam hal pengembangan dan analisis IDLP dilakukan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan; atau
|
|
|
2.
|
usul Pemeriksaan Khusus dalam hal pengembangan dan analisis IDLP dilakukan oleh Kanwil DJP; dan
|
|
c.
|
untuk Kelompok C, IDLP ditindaklanjuti dengan:
|
|
|
|
1.
|
mengarsipkan sementara dan akan diproses kembali apabila di kemudian hari terdapat IDLP baru yang berhubungan; atau
|
|
|
2.
|
mengirimkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau seharusnya terdaftar untuk dapat dimanfaatkan.
|
|
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Pengembangan dan analisis IDLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus dilaksanakan sesuai standar analisis IDLP.
|
||
(2)
|
Standar analisis IDLP meliputi standar Analis IDLP dan standar pelaksanaan analisis.
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Standar Analis IDLP adalah sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
pendidikan serendah-rendahnya D I (Diploma I);
|
|
|
b.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|
|
c.
|
jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta tidak sedang menjalani hukuman disiplin;
|
|
|
d.
|
telah mengikuti pendidikan dan pelatihan Analis IDLP;
|
|
|
e.
|
Memahami ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; dan
|
|
|
f.
|
memiliki pengetahuan ekonomi, hukum, keuangan, dan teknologi informasi secara umum.
|
|
(2)
|
Standar pelaksanaan analisis oleh Analis IDLP terdiri dari:
|
||
|
a.
|
uraian fakta-fakta IDLP, antara lain:
|
|
|
|
1.
|
identitas pelapor/sumber IDLP;
|
|
|
2.
|
identitas terlapor;
|
|
|
3.
|
indikasi tindak pidana perpajakan;
|
|
|
4.
|
dokumen yang dilampirkan; dan
|
|
|
5.
|
kronologis penanganan yang telah dilakukan;
|
|
b.
|
pengembangan dan analisis IDLP, antara lain:
|
|
|
|
1.
|
membandingkan IDLP dengan data internal dan eksternal;
|
|
|
2.
|
mengidentifikasi ada tidaknya tindak pidana perpajakan;
|
|
|
3.
|
mengidentifikasi modus operandi yang dilakukan;
|
|
|
4.
|
memperkirakan kerugian negara yang ditimbulkan; dan
|
|
|
5.
|
mengidentifikasi calon tersangka dan calon saksi; dan
|
|
c.
|
kesimpulan dan usul tindak lanjut, antara lain:
|
|
|
|
1.
|
kesimpulan analisis didasarkan pada Pasal 5 ayat (4); dan
|
|
|
2.
|
usul tindak lanjut didasarkan pada Pasal 5 ayat (5).
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||
Dalam rangka melaksanakan pengembangan dan analisis IDLP, Analis IDLP berwenang, antara lain:
|
|||
a.
|
melakukan kontak serta meminta informasi dan data tambahan kepada pelapor;
|
||
b.
|
mengakses sumber data elektronik internal DJP sesuai dengan prosedur yang berlaku;
|
||
c.
|
mengakses sumber data elektronik eksternal DJP sesuai dengan prosedur yang berlaku; dan
|
||
d.
|
meminjam berkas dan data Wajib Pajak di KPP dan/atau di pusat data Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
|
|
||
Pasal 9 |
|||
Analis IDLP wajib:
|
|||
a.
|
independen dan objektif terhadap IDLP yang dikembangkan dan dianalisis;
|
||
b.
|
bertanggung jawab atas sumber data yang diperoleh dan digunakan dalam melakukan proses pengembangan dan analisis;
|
||
c.
|
menjaga kerahasiaan IDLP dan pihak-pihak yang menjadi sumber IDLP; dan
|
||
d.
|
melaksanakan tugas sesuai dengan Kode Etik Pegawai DJP.
|
||
|
|
||
Pasal 10 |
|||
Rincian pelaksanaan kegiatan pengembangan dan analisis IDLP berupa penerimaan, penerusan, pencatatan, pengembangan dan analisis, pengujian mutu IDLP, penyusunan usul tindak lanjut IDLP, pengawasan dan pelaporan, bentuk formulir, buku, dan laporan yang dipergunakan diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Pengembangan dan Analisis IDLP. | |||
Pasal 11 |
|||
Dengan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-272/PJ./2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana di bidang Perpajakan yang berkaitan dengan pengembangan dan analisis IDLP dinyatakan tidak berlaku. | |||
Pasal 12 |
|||
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. | |||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. | |||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Agustus 2010 DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO |