Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
|||
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengelolaan Laporan Per Negara;
|
|||
|
|
||
Mengingat |
|||
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2120);
|
|||
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LAPORAN PER NEGARA.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Peraturan Menteri adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya beserta perubahannya.
|
||
2.
|
Dokumen Penentuan Harga Transfer berupa laporan per negara yang selanjutnya disebut Laporan per Negara adalah laporan per negara yang disampaikan setiap Tahun oleh Wajib Pajak berdasarkan Peraturan Menteri dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
|
||
3.
|
Grup Usaha adalah sekumpulan subjek pajak yang menjalankan kegiatan usaha yang terdiri dari pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
|
||
4.
|
Grup Usaha Multinasional adalah Grup Usaha yang anggotanya berkedudukan di lebih dari satu negara atau yurisdiksi perpajakan.
|
||
5.
|
Entitas Induk adalah salah satu anggota dari Grup Usaha yang memenuhi kriteria:
|
||
|
a.
|
menguasai secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih anggota lain dalam Grup Usaha; dan
|
|
|
b.
|
mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dan/atau berdasarkan ketentuan yang mengikat emiten bursa efek di Indonesia.
|
|
6.
|
Entitas Konstituen adalah Entitas Induk dan anggota dari Grup Usaha yang tercakup dalam Laporan per Negara sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
7.
|
Perjanjian Internasional adalah perjanjian bilateral atau multilateral, yang antara lain menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengikatkan dirinya dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang mengatur pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, antara lain:
|
||
|
a.
|
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B);
|
|
|
b.
|
Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement); atau
|
|
|
c.
|
Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters).
|
|
8.
|
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian Internasional.
|
||
9.
|
Persetujuan Pejabat yang Berwenang yang Memenuhi Kualifikasi atau Qualifying Competent Authority Agreement yang selanjutnya disebut QCAA adalah persetujuan antara pejabat yang berwenang Pemerintah Indonesia dengan pejabat yang berwenang Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang mewajibkan para pihak yang terikat untuk saling mempertukarkan Laporan per Negara secara otomatis.
|
||
10.
|
DJP Online adalah layanan pajak online yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui laman (website) Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
11.
|
Notifikasi adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memiliki kewajiban atau tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan Laporan per Negara.
|
||
|
|
||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak dalam negeri:
|
||
|
a.
|
yang merupakan Entitas Induk dari suatu Grup Usaha yang memiliki peredaran bruto konsolidasi pada Tahun Pajak bersangkutan paling sedikit Rp11.000.000.000.000,00 (sebelas triliun rupiah) wajib menyelenggarakan, menyimpan, dan menyampaikan Laporan per Negara; atau
|
|
|
b.
|
yang merupakan Entitas Konstituen yang Entitas Induknya merupakan subjek pajak luar negeri wajib menyampaikan Laporan per Negara, sepanjang negara atau yurisdiksi tempat Entitas Induk tersebut berdomisili:
|
|
|
|
1)
|
tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara;
|
|
|
2)
|
tidak memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan; atau
|
|
|
3)
|
memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan, namun laporan per negara tidak dapat diperoleh pemerintah Indonesia dari negara atau yurisdiksi tersebut.
|
(2)
|
Laporan per Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus tersedia paling lama 12 (dua belas) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
|
||
(3)
|
Entitas Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Entitas Induk yang:
|
||
|
a.
|
tidak dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh Entitas Konstituen lain dalam Grup Usaha; atau
|
|
|
b.
|
dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh entitas lain, tetapi entitas lain tersebut tidak diwajibkan mengonsolidasi Laporan Keuangan Entitas Induk dimaksud.
|
|
(4)
|
Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperbolehkan menunjuk Entitas Konstituen lainnya untuk menggantikannya dalam memenuhi kewajiban penyampaian Laporan per Negara, baik di Indonesia maupun di negara atau yurisdiksi lainnya.
|
||
(5)
|
Dalam hal Entitas Induk yang merupakan subjek pajak luar negeri telah menunjuk Entitas Konstituen di luar negeri sebagai pengganti Entitas Induk, Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diwajibkan menyampaikan Laporan per Negara sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak dalam negeri menyampaikan pemberitahuan mengenai Entitas Konstituen yang ditunjuk sebagai pengganti Entitas Induk tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak; dan
|
|
|
b.
|
negara atau yurisdiksi tempat Entitas Konstituen yang ditunjuk sebagai pengganti Entitas Induk tersebut berdomisili:
|
|
|
|
1)
|
mewajibkan penyampaian laporan per negara; dan
|
|
|
2)
|
memiliki QCAA serta laporan per negara dapat diperoleh pemerintah Indonesia dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dimaksud.
|
(6)
|
Entitas Konstituen yang ditunjuk sebagai pengganti Entitas Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan satu-satunya Entitas Konstituen yang ditunjuk untuk menggantikan Entitas Induk tersebut dalam menyampaikan laporan per negara kepada otoritas pajak di negara atau yurisdiksi tempat Entitas Konstituen yang ditunjuk dimaksud berdomisili.
|
||
(7)
|
Dalam hal terdapat lebih dari satu Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Konstituen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Entitas Induk yang merupakan subjek pajak luar negeri dapat menunjuk salah satu Entitas Konstituen yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri untuk menyampaikan Laporan per Negara ke Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
|
|
||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Entitas Induk yang merupakan subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b merupakan entitas yang:
|
||
|
a.
|
memiliki secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih Entitas Konstituen lain dalam Grup Usaha Multinasional;
|
|
|
b.
|
mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar akuntansi keuangan atau ketentuan yang berlaku di negara atau yurisdiksi tempat entitas dimaksud berdomisili;
|
|
|
c.
|
tidak dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh Entitas Konstituen lain dalam Grup Usaha Multinasional, atau dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh entitas lain, tetapi entitas lain tersebut tidak diwajibkan mengonsolidasi Laporan Keuangan entitas dimaksud; dan
|
|
|
d.
|
memiliki peredaran bruto konsolidasi pada Tahun Pajak yang bersangkutan paling sedikit:
|
|
|
|
1)
|
setara dengan €750,000,000.00 (tujuh ratus lima puluh juta euro) berdasarkan nilai tukar mata uang fungsional Entitas Induk pada 1 Januari 2015 dalam hal negara atau yurisdiksi tempat Entitas Induk dimaksud berdomisili tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara; atau
|
|
|
2)
|
sebesar batasan peredaran bruto konsolidasi yang menjadi dasar penentuan kewajiban penyampaian laporan per negara sebagaimana diatur di negara atau yurisdiksi tempat Entitas Induk dimaksud berdomisili.
|
(2)
|
Entitas Konstituen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b merupakan:
|
||
|
a.
|
setiap entitas usaha terpisah yang merupakan anggota Grup Usaha Multinasional dan dimasukkan dalam laporan keuangan konsolidasi Entitas Induk untuk keperluan pelaporan keuangan;
|
|
|
b.
|
setiap entitas usaha yang merupakan anggota Grup Usaha Multinasional yang tidak dimasukkan dalam laporan keuangan konsolidasi semata-mata karena pertimbangan ukuran usaha atau materialitas; dan/atau
|
|
|
c.
|
setiap Bentuk Usaha Tetap dari entitas usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b sepanjang Bentuk Usaha Tetap tersebut memiliki laporan keuangan yang terpisah untuk keperluan pelaporan keuangan, pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, pelaporan pajak, atau untuk tujuan pengendalian manajemen perusahaan.
|
|
(3)
|
Negara atau yurisdiksi tempat Entitas Induk berdomisili yang tidak memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b angka 2 merupakan negara atau yurisdiksi tempat Entitas Induk berdomisili yang memiliki Perjanjian Internasional dengan pemerintah Indonesia tetapi tidak memiliki QCAA.
|
||
(4)
|
Laporan per negara tidak dapat diperoleh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b angka 3 adalah tidak dapat diperolehnya laporan per negara melalui pertukaran informasi secara otomatis karena kondisi sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
adanya penundaan pertukaran laporan per negara secara otomatis karena hal-hal selain yang diatur dalam QCAA; atau
|
|
|
b.
|
terjadinya kegagalan secara berulang untuk mempertukarkan laporan per negara secara otomatis dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
|
(5)
|
Dalam hal terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b harus menyampaikan Laporan per Negara dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diumumkannya daftar Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang laporan per negaranya tidak dapat diperoleh.
|
||
(6)
|
Dalam hal Laporan per Negara tidak disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan Internasional berwenang meminta Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b untuk menyampaikan Laporan per Negara, dengan menggunakan format surat permintaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak Badan yang merupakan Entitas Konstituen atau yang memiliki transaksi afiliasi harus menyampaikan Notifikasi ke Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewajiban penyampaian Laporan per Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Wajib Pajak dimaksud harus menyampaikan Laporan per Negara yang dilampiri kertas kerja Laporan per Negara bersamaan dengan penyampaian Notifikasi.
|
||
(3)
|
Penyampaian Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian Laporan per Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam batas waktu paling lama:
|
||
|
a.
|
16 (enam belas) bulan setelah akhir Tahun Pajak untuk Tahun Pajak 2016; atau
|
|
|
b.
|
12 (dua belas) bulan setelah akhir Tahun Pajak untuk Tahun Pajak 2017 dan seterusnya;
|
|
|
melalui DJP Online atau secara manual dalam hal DJP Online tidak dapat digunakan.
|
||
(4)
|
Terhadap penyampaian Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian Laporan per Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan tanda terima.
|
||
(5)
|
Tanda terima penyampaian Laporan per Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat digunakan sebagai pengganti Laporan per Negara, yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||
(6)
|
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Laporan per Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyampaikan pembetulan Laporan per Negara dimaksud dengan menyampaikan kembali Laporan per Negara yang telah dibetulkan yang dilampiri kertas kerja Laporan per Negara melalui DJP Online atau secara manual dalam hal DJP Online tidak dapat digunakan.
|
||
|
|||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Notifikasi berisi pernyataan mengenai:
|
||
|
a.
|
identifikasi Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan Entitas Induk;
|
|
|
b.
|
identifikasi Wajib Pajak dalam negeri yang bukan merupakan Entitas Induk; dan
|
|
|
c.
|
pernyataan kewajiban penyampaian Laporan per Negara.
|
|
(2)
|
Notifikasi dibuat dengan mengisi formulir sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Laporan per Negara yang disampaikan oleh:
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir Tahun Pajak Wajib Pajak dimaksud; atau
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir Tahun Pajak Entitas Induk yang merupakan subjek pajak luar negeri.
|
|
(2)
|
Laporan per Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan melalui pembentukan kertas kerja Laporan per Negara, dalam bentuk salinan digital (softcopy) dengan ekstensi Extensible Markup Language (XML).
|
||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak memiliki kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, Wajib Pajak dimaksud tidak perlu membentuk kertas kerja Laporan per Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak melakukan pertukaran Laporan per Negara secara otomatis dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang memiliki QCAA.
|
||
(2)
|
Pelaksanaan pertukaran Laporan per Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Perpajakan Internasional.
|
||
|
|
||
Pasal 8 |
|||
Dalam rangka pelaksanaan kewajiban penyampaian Laporan per Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Pajak mengumumkan daftar Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang memiliki:
|
|||
a.
|
Perjanjian Internasional;
|
||
b.
|
QCAA; dan
|
||
c.
|
QCAA tetapi Laporan per Negara tidak dapat diperoleh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4),
|
||
di laman resmi (website) Direktorat Jenderal Pajak pada setiap akhir Tahun atau setiap terjadi perubahan daftar Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c.
|
|||
|
|||
Pasal 9 |
|||
Kewajiban penyampaian Laporan per Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan berdasarkan Tahun Pajak Entitas Induk mulai Tahun Pajak 2016.
|
|||
|
|||
Pasal 10 |
|||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2017 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd.
ROBERT PAKPAHAN
|