Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
Menimbang |
||||||||||||||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai surat keterangan domisili bagi subjek pajak dalam negeri Indonesia dalam rangka penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2017 tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
|
|||||||||||||||||
b.
|
bahwa dalam rangka penyederhanaan dan kemudahan administrasi, serta memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam negeri untuk memperoleh manfaat persetujuan penghindaran pajak berganda, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai surat keterangan domisili bagi subjek pajak dalam negeri Indonesia dalam rangka penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
|||||||||||||||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
|
|||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||
Mengingat |
||||||||||||||||||
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
|
||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||||||||||||
Menetapkan |
||||||||||||||||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG SURAT KETERANGAN DOMISILI BAGI SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI INDONESIA DALAM RANGKA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA.
|
||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||
Pasal 1 |
||||||||||||||||||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
|
||||||||||||||||||
1.
|
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
|
|||||||||||||||||
2.
|
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang selanjutnya disebut Negara Mitra adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
|
|||||||||||||||||
3
|
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara Mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
|
|||||||||||||||||
4.
|
Surat Keterangan Domisili Bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia yang selanjutnya disingkat SKD SPDN adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri yang isinya menerangkan bahwa Wajib Pajak dimaksud adalah subjek pajak dalam negeri Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
|
|||||||||||||||||
5.
|
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Domisili yang selanjutnya disebut Kepala KPP Domisili adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau domisili Wajib Pajak orang pribadi terdaftar atau tempat kedudukan Wajib Pajak badan terdaftar.
|
|||||||||||||||||
6.
|
Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
|
|||||||||||||||||
7.
|
Formulir Khusus adalah formulir yang diterbitkan oleh otoritas pajak Negara Mitra yang berisi konfirmasi status subjek pajak dalam negeri Indonesia.
|
|||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||
Pasal 2 |
||||||||||||||||||
(1)
|
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penerbitan SKD SPDN kepada Direktur Jenderal Pajak dalam rangka memperoleh manfaat P3B untuk:
|
|||||||||||||||||
|
a.
|
Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak saat permohonan penerbitan SKD SPDN diajukan; atau
|
||||||||||||||||
|
b.
|
Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak sebelum tahun saat permohonan penerbitan SKD SPDN diajukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebelum melewati daluwarsa penetapan.
|
||||||||||||||||
(2)
|
Permohonan penerbitan SKD SPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||||||||||||
(3)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan SKD SPDN secara elektronik kepada Wajib Pajak berdasarkan permohonan penerbitan SKD SPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal Wajib Pajak tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||
|
a.
|
Wajib Pajak berstatus subjek pajak dalam negeri Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang PPh;
|
||||||||||||||||
|
b.
|
Wajib Pajak telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
||||||||||||||||
|
c.
|
Wajib Pajak telah menyampaikan:
|
||||||||||||||||
|
|
1)
|
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir yang sudah menjadi kewajiban Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan penerbitan SKD SPDN untuk Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak saat permohonan penerbitan SKD SPDN diajukan; atau
|
|||||||||||||||
|
|
2)
|
SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak yang diajukan permohonan penerbitan SKD SPDN yang menjadi kewajiban Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan penerbitan SKD SPDN untuk Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak sebelum tahun saat permohonan penerbitan SKD SPDN diajukan; dan
|
|||||||||||||||
|
d.
|
permohonan yang diajukan memenuhi persyaratan administratif permohonan penerbitan SKD SPDN, yaitu:
|
||||||||||||||||
|
|
1)
|
diajukan untuk:
|
|||||||||||||||
|
|
|
a)
|
satu Negara Mitra yang menjadi tempat penghasilan bersumber;
|
||||||||||||||
|
|
|
b)
|
satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; dan
|
||||||||||||||
|
|
|
c)
|
satu lawan transaksi; dan
|
||||||||||||||
|
|
2)
|
memuat informasi mengenai lawan transaksi di Negara Mitra paling sedikit berupa:
|
|||||||||||||||
|
|
|
a)
|
nama lawan transaksi;
|
||||||||||||||
|
|
b)
|
taxpayer identification number dan/atau alamat dari lawan transaksi; dan
|
|||||||||||||||
|
|
|
c)
|
penjelasan mengenai penghasilan yang berasal dari lawan transaksi;
|
||||||||||||||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penerbitan SKD SPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh, Wajib Pajak tersebut harus mengisi pernyataan bahwa Wajib Pajak tersebut tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh dalam laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pengganti persyaratan penyampaian SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c.
|
|||||||||||||||||
(5)
|
Dalam hal terjadi gangguan pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak dan/atau keadaan kahar berdasarkan pengumuman gangguan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak sehingga permohonan penerbitan SKD SPDN tidak dapat diajukan secara elektronik, Wajib Pajak dapat:
|
|||||||||||||||||
|
a.
|
mengajukan permohonan penerbitan SKD SPDN secara elektronik setelah gangguan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak dinyatakan selesai; atau
|
||||||||||||||||
|
b.
|
mengajukan permohonan penerbitan SKD SPDN secara langsung kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP Domisili dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||||||||||||||||
(6)
|
Atas permohonan penerbitan SKD SPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, diselesaikan dengan tata cara sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||
|
a.
|
KPP Domisili melakukan penelitian permohonan penerbitan SKD SPDN berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3); dan
|
||||||||||||||||
|
b.
|
berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a, Kepala KPP Domisili atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan:
|
||||||||||||||||
|
|
1)
|
SKD SPDN, dalam hal permohonan penerbitan SKD SPDN memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3); atau
|
|||||||||||||||
|
|
2)
|
surat penolakan permohonan penerbitan SKD SPDN, dalam hal permohonan penerbitan SKD SPDN tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3),
|
|||||||||||||||
|
dalam 5 (lima) hari kerja sejak permohonan penerbitan SKD SPDN diterima lengkap.
|
|||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||
Pasal 3 |
||||||||||||||||||
(1)
|
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penerbitan SKD SPDN secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengakses laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||||||||||||
(2)
|
Wajib Pajak yang telah mengakses laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan informasi dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d melalui laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu tersebut.
|
|||||||||||||||||
(3)
|
Dalam hal permohonan penerbitan SKD SPDN yang diajukan oleh Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKD SPDN dalam bentuk dokumen elektronik.
|
|||||||||||||||||
(4)
|
Dalam hal permohonan penerbitan SKD SPDN yang diajukan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, permohonan penerbitan SKD SPDN dimaksud tidak dapat diproses.
|
|||||||||||||||||
(5)
|
Atas permohonan penerbitan SKD SPDN yang tidak dapat diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penerbitan SKD SPDN sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
|||||||||||||||||
(6)
|
SKD SPDN dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember tahun diterbitkannya SKD SPDN.
|
|||||||||||||||||
(7)
|
SKD SPDN dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||
Pasal 4 |
||||||||||||||||||
(1)
|
Dalam hal diperlukan, Wajib Pajak yang telah memperoleh SKD SPDN dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dapat mengajukan permohonan pengesahan Formulir Khusus kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP Domisili.
|
|||||||||||||||||
(2)
|
Permohonan pengesahan Formulir Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan Formulir Khusus yang dimohonkan pengesahan.
|
|||||||||||||||||
(3)
|
Permohonan pengesahan Formulir Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||||||||||||||||
(4)
|
Kepala KPP Domisili atas nama Direktur Jenderal Pajak mengesahkan Formulir Khusus sepanjang:
|
|||||||||||||||||
|
a.
|
atas Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diterbitkan SKD SPDN dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) yang sesuai dengan Formulir Khusus yang dimohonkan pengesahan;
|
||||||||||||||||
|
b.
|
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.
|
||||||||||||||||
|
c.
|
Formulir Khusus yang dilampirkan berisi keterangan paling sedikit berupa:
|
||||||||||||||||
|
|
1)
|
Negara Mitra yang menjadi tempat penghasilan bersumber; dan
|
|||||||||||||||
|
|
2)
|
Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak yang dimohonkan pengesahan,
|
|||||||||||||||
|
|
|
yang sesuai dengan keterangan yang tercantum pada SKD SPDN dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
|
|||||||||||||||
|
d.
|
Formulir Khusus sebagaimana dimaksud pada huruf c memenuhi persyaratan administratif sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
|
|
1)
|
menggunakan bahasa Inggris;
|
|||||||||||||||
|
|
2)
|
mencantumkan nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
|
|||||||||||||||
|
|
3)
|
menerangkan status subjek pajak dalam negeri Wajib Pajak; dan
|
|||||||||||||||
|
|
4)
|
terdapat kolom atau ruang pengesahan untuk Kepala KPP Domisili.
|
|||||||||||||||
(5)
|
Dalam hal permohonan pengesahan Formulir Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala KPP Domisili atas nama Direktur Jenderal Pajak mengesahkan Formulir Khusus paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak permohonan pengesahan Formulir Khusus tersebut diterima dengan lengkap.
|
|||||||||||||||||
(6)
|
Dalam hal permohonan pengesahan Formulir Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala KPP Domisili atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat penolakan pengesahan Formulir Khusus paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak permohonan pengesahan Formulir Khusus tersebut diterima dengan lengkap.
|
|||||||||||||||||
(7)
|
Atas permohonan pengesahan Formulir Khusus yang diterbitkan surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan pengesahan Formulir Khusus sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|||||||||||||||||
(8)
|
Surat penolakan pengesahan Formulir Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||
Pasal 5 |
||||||||||||||||||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal itu mulai berlaku, terhadap:
|
||||||||||||||||||
a.
|
permohonan:
|
|||||||||||||||||
|
1.
|
SKD SPDN; atau
|
||||||||||||||||
|
2.
|
SKD SPDN dan pengesahan Formulir Khusus,
|
||||||||||||||||
|
yang diajukan sebelum Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku dan belum diselesaikan, proses penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2017 tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia dalam Rangka Penerapan Penghindaran Pajak Berganda; dan
|
|||||||||||||||||
b.
|
SKD SPDN yang telah diterbitkan atau Formulir Khusus yang telah disahkan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2017 tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam SKD SPDN atau Formulir Khusus yang telah disahkan tersebut.
|
|||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||
Pasal 6 |
||||||||||||||||||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2017 tentang Surat Keterangan Domisili bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia dalam Rangka Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||
Pasal 7 |
||||||||||||||||||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2019.
|
||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2018
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
ROBERT PAKPAHAN
|