Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
||||||||
|
||||||||
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan dalam rangka memberikan kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak yang dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak Madya dalam melaksanakan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu mengatur ketentuan mengenai tempat Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang bagi Pengusaha Kena Pajak yang dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak Madya;
|
|||||||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak Madya;
|
|||||||
|
||||||||
Mengingat |
||||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
|
|||||||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002;
|
|||||||
4.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008;
|
|||||||
5.
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ./2003 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai bagi Wajib Pajak Selain yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar;
|
|||||||
6.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2008 tentang Tempat Pendaftaran Bagi Wajib Pajak Tertentu dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu;
|
|||||||
7.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
|
|||||||
|
||||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR ATAU KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 1 |
||||||||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
|
||||||||
1.
|
Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
|
|||||||
2.
|
Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, yang selanjutnya disebut KPP Wajib Pajak Besar, adalah:
|
|||||||
|
a.
|
Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu;
|
||||||
|
b.
|
Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua; atau
|
||||||
|
c.
|
Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara;
|
||||||
3.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya, yang selanjutnya disebut KPP Madya, adalah:
|
|||||||
|
a.
|
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu;
|
||||||
|
b.
|
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua;
|
||||||
|
c.
|
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga;
|
||||||
|
d.
|
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat;
|
||||||
|
e.
|
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Lima;
|
||||||
|
f.
|
Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam:
|
||||||
|
g.
|
Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu;
|
||||||
|
h.
|
Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua;
|
||||||
|
i.
|
Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa;
|
||||||
|
j.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan;
|
||||||
|
k.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam;
|
||||||
|
l.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Pekanbaru;
|
||||||
|
m.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Palembang;
|
||||||
|
n.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat;
|
||||||
|
o.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Barat;
|
||||||
|
p.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Selatan;
|
||||||
|
q.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Timur;
|
||||||
|
r.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Utara;
|
||||||
|
s.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang
|
||||||
|
t.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung;
|
||||||
|
u.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Bekasi;
|
||||||
|
v.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Semarang;
|
||||||
|
w.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Surabaya;
|
||||||
|
x.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Sidoarjo;
|
||||||
|
y.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang;
|
||||||
|
z.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Balikpapan;
|
||||||
|
aa.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Makassar; atau
|
||||||
|
ab.
|
Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar.
|
||||||
4.
|
Kantor Pelayanan Pajak Baru, yang selanjutnya disebut KPP Baru, adalah KPP Wajib Pajak Besar atau KPP Madya.
|
|||||||
5.
|
Kantor Pelayanan Pajak Lama yang selanjutnya disebut KPP Lama adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, sebelum dipindahkan ke KPP Baru.
|
|||||||
6.
|
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa atau Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
|||||||
7.
|
Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dipindahkan tempat terdaftar dan tempat pelaporan kegiatan usahanya di KPP Baru.
|
|||||||
8.
|
Pengusaha Kena Pajak adalah Wajib Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
|
|||||||
9.
|
Wajib Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Baru dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya adalah 000.
|
|||||||
10.
|
Wajib Pajak Berstatus Cabang adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Baru dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya selain 000.
|
|||||||
11.
|
Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang adalah tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dimana Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak.
|
|||||||
12.
|
Saat Mulai Terdaftar, yang selanjutnya disebut SMT, adalah tanggal saat Wajib Pajak terdaftar dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru sesuai penetapan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 2 |
||||||||
(1)
|
Wajib Pajak Berstatus Pusat wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru sejak SMT.
|
|||||||
(2)
|
Wajib Pajak Berstatus Cabang yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru sejak SMT, sepanjang Wajib Pajak Berstatus Cabang tersebut belum dilakukan pemusatan di tempat lain.
|
|||||||
(3)
|
Kepala KPP Baru menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SMT dengan tanggal SMT sebagai tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
|||||||
(4)
|
Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Lama paling lama pada hari kerja berikutnya setelah ditertibkan.
|
|||||||
(5)
|
Kepala KPP Lama menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak setelah diterimanya tembusan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang diterbitkan oleh Kepala KPP Baru paling lama pada hari kerja berikutnya.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 3 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak Berstatus Pusat mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha, termasuk cabang-cabangnya, Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang untuk seluruh tempat kegiatan usaha tersebut dipusatkan hanya di KPP Baru terhitung sejak SMT.
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak Berstatus Cabang mempunyai lebih dari satu Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang selain yang telah dipusatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan memilih untuk dilakukan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang di KPP Baru, ketentuan penetapan keputusan pemusatan diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-128/PJ/2003.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 4 |
||||||||
(1)
|
Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan penerbitan keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang oleh Kepala KPP Baru paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak SMT dengan tanggal SMT sebagai tanggal berlakunya pemusatan.
|
|||||||
(2)
|
Keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke seluruh KPP yang wilayahnya kerjanya meliputi masing-masing Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama pada hari kerja berikutnya setelah ditertibkan.
|
|||||||
(3)
|
Penerbitan keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa didahului dengan pemeriksaan terhadap tempat-tempat kegiatan usaha yang akan dipusatkan.
|
|||||||
(4)
|
Bentuk keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 5 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) belum siap untuk dilakukan pemusatan pada saat tanggal SMT, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan pemberitahuan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang kepada Kepala KPP Baru paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember tahun yang sama dengan tanggal SMT.
|
|||||||
(2)
|
Pemberitahuan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan harus:
|
|||||||
|
a.
|
memuat nama, alamat, dan NPWP dari seluruh tempat kegiatan usaha/Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang.
|
||||||
|
b
|
memuat tanggal berakhirnya penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, dan
|
||||||
|
c.
|
disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal diterbitkannya keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
|
||||||
(3)
|
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP Baru menerbitkan keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
|
|||||||
(4)
|
Keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke seluruh KPP yang wilayah kerjanya meliputi masing-masing Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama pada hari kerja berikutnya setelah diterbitkan.
|
|||||||
(5)
|
Bentuk keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|||||||
(6)
|
Keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sejak SMT sampai dengan tanggal berakhirnya penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang dan paling lama tanggal 31 Desember tahun yang sama dengan tanggal SMT.
|
|||||||
(7)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui dan Kepala KPP Baru tidak menerbitkan keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, maka pemberitahuan Wajib Pajak dianggap diterima dan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang berlaku sejak SMT sampai dengan tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 6 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal jangka waktu penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) belum berakhir dan Wajib Pajak menginginkan untuk dilakukan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, maka Wajib Pajak dapat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP Baru.
|
|||||||
(2)
|
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan harus:
|
|||||||
|
a.
|
memuat tanggal dimulainya pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang diinginkan di KPP Baru, dan
|
||||||
|
b.
|
disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6).
|
||||||
(3)
|
Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP Baru menerbitkan keputusan perubahan atas keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan.
|
|||||||
(4)
|
Keputusan perubahan atas keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke seluruh KPP dengan wilayah kerja yang meliputi masing-masing Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama pada hari kerja berikutnya setelah diterbitkan.
|
|||||||
(5)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui dan Kepala KPP Baru tidak menerbitkan keputusan perubahan atas keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang, maka pemberitahuan Wajib Pajak dianggap diterima dan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang berlaku sejak tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
|
|||||||
(6)
|
Bentuk keputusan perubahan atas keputusan penundaan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 7 |
||||||||
(1)
|
Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang telah memperoleh surat keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebelum SMT, maka surat keputusan pemusatan tersebut dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal surat keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang di KPP Baru.
|
|||||||
(2)
|
Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang memperoleh surat keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebelum SMT, maka surat keputusan pemusatan tersebut tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku surat keputusan pemusatan tersebut.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 8 |
||||||||
(1)
|
Keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang diterbitkan oleh Kepala KPP Baru sejak tanggal 7 April 2008 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dinyatakan tetap berlaku;
|
|||||||
(2)
|
Keputusan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang bagi Wajib Pajak Berstatus Cabang yang diterbitkan oleh Kepala KPP Baru sejak tanggal 7 April 2008 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak Berstatus Pusat telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru sejak tanggal 7 April 2008 namun sampai dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini belum dilakukan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang untuk seluruh tempat kegiatan usahanya, maka pemusatan dimaksud dilaksanakan paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
|||||||
|
||||||||
Pasal 9 |
||||||||
Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur tentang Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang bagi Pengusaha Kena Pajak yang dikukuhkan pada KPP Wajib Pajak Besar atau KPP Madya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dinyatakan tetap berlaku.
|
||||||||
|
||||||||
Pasal 10 |
||||||||
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
|
||||||||
|
||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
||||||||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Februari 2009 DIREKTUR JENDERAL, ttd.
DARMIN NASUTION |