Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
    NOMOR PER-42/BC/2012

     

    TENTANG

    PETUNJUK PELAKSANAAN PENGHAPUSAN DAN PENETAPAN BESARNYA PENGHAPUSAN PIUTANG BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI
     
    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
     
     
     
     
     
     
     
     

    Menimbang

    Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.04/2012 tentang Tata Cara Penghapusan dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Penghapusan Dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Bea Masuk Dan/Atau Cukai;
     
     
     
     
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
    2.
    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    3.
    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
    4.
    Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
    5.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.04/2012 tentang Tata Cara Penghapusan dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai;
     
     
     
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGHAPUSAN DAN PENETAPAN BESARNYA PENGHAPUSAN PIUTANG BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai adalah bea masuk dan/atau cukai yang terutang, kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
    2.
    Dokumen Sumber Awal Terbit Piutang adalah dokumen sumber atau bukti awal yang diakui sehingga timbul kewajiban membayar sebagai akibat suatu penetapan.
    3.
    Dokumen Sumber Mutasi Piutang adalah dokumen sumber atau bukti yang dapat mengakibatkan penambahan atau pengurangan atas Dokumen Sumber Awal Terbit Piutang.
    4.
    Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
    5.
    Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
    6.
    Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
    7.
    Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    8.
    Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan adalah Kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, meliputi:
     
    a.
    Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; dan/atau
     
    b.
    Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 2

    (1)
    Dalam rangka penatausahaan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai dapat dilakukan penghapusan.
    (2)
    Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang dapat dilakukan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tercantum dalam:
     
    a.
    Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP);
     
    b.
    Surat Penetapan Pabean (SPP);
     
    c.
    Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA);
     
    d.
    Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP);
     
    e.
    Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak Dalam Rangka Impor (SPKPBM);
     
    f.
    Surat Tagihan Cukai (STCK-1);
     
    g.
    Surat Pemberitahuan Pengenaan Biaya Pengganti (SPPBP);
     
    h.
    Surat Pemberitahuan Penetapan Sanksi Administrasi (SPPSA); atau
     
    i.
    Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah bea masuk dan/atau cukai yang masih harus dibayar bertambah, termasuk sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 3

    Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai dapat dihapuskan apabila proses penagihan telah dilaksanakan secara maksimal sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 4

    (1)
    Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tidak dapat ditagih lagi karena:
     
    a.
    Orang yang merupakan orang pribadi selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan;
     
    b.
    Orang yang merupakan orang pribadi selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, tidak dapat ditemukan;
     
    c.
    Orang yang merupakan badan hukum selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, telah bubar, dilikuidasi, pailit, atau tidak dapat ditemukan;
     
    d.
    Hak untuk melakukan penagihan bea masuk dan/atau cukai sudah kedaluwarsa;
     
    e.
    Dokumen sebagai dasar penagihan bea masuk dan/atau cukai tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai; atau
     
    f.
    Hak negara untuk melakukan penagihan bea masuk dan/atau cukai tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri.
    (2)
    Pemenuhan syarat penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dibuktikan dengan bukti pendukung, meliputi:
     
    a.
    Dalam hal Orang yang merupakan orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan, dibuktikan dengan:
     
     
    1.
    surat keterangan kematian dari instansi pemerintah yang berwenang;
     
     
    2.
    surat keterangan ahli waris dari instansi dan/atau pejabat yang berwenang; dan
     
     
    3.
    surat pernyataan dari ahli waris yang menyatakan bahwa penanggung pajak tidak mempunyai harta warisan dan diketahui oleh notaris.
     
    b.
    Dalam hal Orang yang merupakan orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang tidak dapat ditemukan, dibuktikan dengan:
     
     
    1.
    surat keterangan domisili dari instansi terkait yang berwenang;
     
     
    2.
    surat keterangan dari Kantor Pelayanan Pajak mengenai status wajib pajak; dan
     
     
    3.
    surat atau bukti pendukung lainnya (apabila ada).
     
    c.
    Dalam hal orang yang merupakan badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dapat ditemukan, dibuktikan dengan:
     
     
    1.
    surat keterangan domisili dari instansi terkait yang berwenang;
     
     
    2.
    surat keterangan dari Kantor Pelayan Pajak mengenai status wajib pajak; dan
     
     
    3.
    surat atau bukti pendukung lainnya (apabila ada).
     
    d.
    Dalam hal orang yang merupakan badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah bubar atau dilikuidasi, dibuktikan dengan:
     
     
    1.
    Akta Notaris dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; atau
     
     
    2.
    putusan dari Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
     
    e.
    Dalam hal Orang yang merupakan badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c pailit, dibuktikan dengan putusan dari Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
     
    f.
    Dalam hal hak untuk melakukan penagihan bea masuk dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sudah kadaluarsa, dibuktikan dengan:
     
     
    1.
    Dokumen Sumber Awal Terbit Piutang beserta Dokumen Sumber Mutasi Piutang tersebut; dan
     
     
    2.
    surat atau bukti pendukung lainnya (apabila ada).
     
    g.
    Dalam hal dokumen sebagai dasar penagihan bea masuk dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak ditemukan, dibuktikan dengan:
     
     
    1.
    Surat keterangan atau laporan kejadian dari instansi berwenang yang menyatakan telah terjadi kebakaran, bencana alam, atau pencurian; dan
     
     
    2.
    Surat pernyataan diatas materai dari Kepala Kantor Pelayanan mengenai dokumen dasar penagihan tidak ditemukan.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Untuk memastikan keadaan Orang yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai atau Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tidak dapat ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dilakukan penelitian administrasi oleh Kantor Pelayanan.
    (2)
    Untuk memastikan keadaan Orang yang bertanggung jawab terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai atau Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tidak dapat ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c wajib dilakukan penelitian penelitian lapangan oleh Kantor Pelayanan.
    (3)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan terhadap masing-masing Dokumen Sumber Awal Terbit piutang yang diusulkan.
    (4)
    Penelitian administrasi dilakukan terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tidak mungkin ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Administrasi (LHP-A) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (5)
    Penelitian lapangan dilakukan terhadap Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang tidak mungkin ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dan hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Lapangan (LHP-L) dan Berita Acara Penelitian Lapangan sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II dan lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 6

    (1)
    Penelitian administrasi dan/atau penelitian lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh tim penghapusan piutang bea masuk dan/atau cukai yang dibentuk oleh Kepala Kantor Pelayanan.
    (2)
    Penelitian Administrasi oleh tim penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
     
    a.
    Inventarisasi Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai yang diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi;
     
    b.
    Meneliti kesesuaian data-data yang berkaitan dengan:
     
     
    1.
    eksistensi dan identitas penanggung jawab;
     
     
    2.
    dokumen sumber awal timbulnya piutang bea masuk dan/atau cukai beserta dokumen yang mengakibatkan mutasi piutang; dan
     
     
    3.
    data referensi yang diterbitkan instansi terkait, dan
     
    c.
    Meneliti kelengkapan proses penagihan pajak dengan surat paksa.
    (3)
    Untuk keperluan penelitian administrasi, tim penghapusan piutang bea masuk dan/atau cukai Kantor Pelayanan dapat meminta dokumen dan/atau data tambahan kepada unit kerja lain dan/atau instansi terkait.
    (4)
    Penelitian lapangan oleh Tim penghapusan piutang bea masuk dan/atau cukai Kantor Pelayanan dilakukan setelah melakukan penelitian administrasi terlebih dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan harus dilakukan dengan Surat Perintah Penelitian Lapangan (SPPL) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (5)
    Dalam penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Tim penghapusan piutang bea masuk dan/atau cukai Kantor Pelayanan melakukan pengujian kesesuaian dengan data-data hasil penelitian administrasi.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, tim penghapusan piutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) membuat usulan penghapusan piutang kepada Kepala Kantor Pelayanan.
    (2)
    Kepala Kantor Pelayanan menyusun Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DUPP) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (3)
    Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DUPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beserta lampiran dokumen pendukung disampaikan kepada:
     
    a.
    Kepala Kantor Wilayah jika usulan disampaikan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
     
    b.
    Direktur Jenderal u.p. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai jika usulan disampaikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
    (4)
    Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
     
    a.
    Dokumen Sumber Awal Terbit Piutang beserta Dokumen Sumber Mutasi Piutang tersebut;
     
    b.
    Dokumen proses penagihan pajak dengan surat paksa;
     
    c.
    Bukti pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
     
    d.
    Laporan hasil penelitian administrasi (LHP-A); dan
     
    e.
    Laporan hasil penelitian lapangan (LHP-L), dalam hal Penelitian lapangan dilakukan oleh Kantor Pelayanan.
    (5)
    Penyampaian Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DUPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan hanya 1 (satu) kali dalam satu tahun anggaran dengan ketentuan:
     
    a.
    Dalam hal penghapusan piutang diusulkan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DUPP) disampaikan paling lambat setiap tanggal 31 Maret; dan
     
    b.
    Dalam hal penghapusan piutang diusulkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (D UPP) disampaikan paling lambat setiap tanggal 30 Juni.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Terhadap Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DUPP) beserta dokumen pendukung yang disampaikan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a, dilakukan penelitian oleh Kantor Wilayah.
    (2)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap masing-masing Dokumen Sumber Awal Terbit Piutang yang diusulkan.
    (3)
    Penelitian usulan penghapusan piutang oleh Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim penghapusan piutang yang dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah.
    (4)
    Tim penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan penelitian terhadap:
     
    a.
    Kesesuaian Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DUPP) dengan dokumen pendukung yang dilampirkan; dan
     
    b.
    Kelengkapan proses penagihan pajak dengan surat paksa.
    (5)
    Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Usulan Penghapusan Piutang (LHP-U).
    (6)
    Dalam hal laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai, tim penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuat usulan penghapusan piutang kepada Kepala Kantor Wilayah;
    (7)
    Kepala kantor wilayah menyusun Daftar Rekapitulasi Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DRUPP) dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan wilayah kerjanya;
    (8)
    Daftar Rekapitulasi Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DRUPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (7) beserta lampiran dokumen pendukung disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai paling lambat setiap tanggal 30 Juni.
    (9)
    Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (8) meliputi:
     
    a.
    Dokumen Sumber Awal Terbit Piutang beserta Dokumen Sumber Mutasi Piutang tersebut;
     
    b.
    Dokumen proses penagihan pajak dengan surat paksa;
     
    c.
    Bukti pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
     
    d.
    Laporan Hasil Penelitian Administrasi (LHP-A);
     
    e.
    Laporan Hasil Penelitian Lapangan (LHP-L), dalam hal Penelitian lapangan dilakukan oleh Kantor Pelayanan;
     
    f.
    Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DUPP); dan
     
    g.
    Laporan Hasil Penelitian Usulan Penghapusan Piutang (LHP-U) Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
    (10)
    Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai atau masih diperlukan dokumen pendukung usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, Kepala Kantor Wilayah dapat mengembalikan berkas permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan disertai alasan pengembaliannya, dengan surat pernyataan belum lengkap atau belum memenuhi syarat.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 9

    (1)
    Daftar Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DUPP) beserta dokumen pendukung yang disampaikan Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b dan Daftar Reka pitu lasi Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DRUPP) yang disampaikan Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) dilakukan penelitian oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    (2)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap masing-masing Dokumen Sumber Awal Terbit Piutang yang diusulkan.
    (3)
    Penelitian usulan penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim penghapusan piutang yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.
    (4)
    Tim penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan penelitian, terhadap:
     
    a.
    Kesesuaian Daftar Usulan Penghapusan Piutang (DUPP) beserta dokumen pendukung yang disampaikan Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kelengkapan proses penagihan pajak dengan surat paksa; dan/atau
     
    b.
    Kesesuaian Daftar Rekapitulasi Usulan Penghapusan Piutang (DRUPP) beserta dokumen pendukung, yang disampaikan Kepala Kantor Wilayah dan Kelengkapan proses penagihan pajak dengan surat paksa.
    (5)
    Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Usulan Penghapusan Piutang (LHP-U).
    (6)
    Dalam hal laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai, tim penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuat usulan penghapusan piutang kepada Direktur Jenderal;
    (7)
    Direktur Jenderal menyusun Daftar Rekapitulasi Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DRUPP) dari Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
    (8)
    Berdasarkan usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur Jenderal mengusulkan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai kepada Menteri Keuangan.
    (9)
    Usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan paling lambat setiap tanggal 31 Desember.
    (10)
    Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai atau masih diperlukan dokumen pendukung usulan penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, Direktur Jenderal dapat mengembalikan berkas permohonan kepada Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pelayanan Utama disertai alasan pengembaliannya, dengan menggunakan surat pernyataan belum lengkap atau belum memenuhi syarat.
    (11)
    Laporan Hasil Penelitian Usulan Penghapusan Piutang (LHP-U) sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (5) dan pada ayat (5) adalah sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (12)
    Daftar Rekapitulasi Usulan Penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai (DRUPP) sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (7) dan pada ayat (7) adalah sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (13)
    Surat pernyataan belum lengkap atau belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (10) dan pada ayat (10) adalah sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 10

    (1)
    Berdasarkan Keputusan Menteri mengenai penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai, Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan besarnya penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai untuk setiap Kantor Pelayanan.
    (2)
    Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal.
    (3)
    Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 11

    Penelitian yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan, Kantor Wilayah dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan dengan menggunakan kertas kerja review sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 12

    Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan menghapus Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai dengan ketentuan:
    a.
    memutasi nilai Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai dari catatan dalam penatausahaan piutang; dan
    b.
    menghapus nilai Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai dari Laporan Keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 13

    (1)
    Tim penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 9 ayat (3) terdiri dari:
     
    a.
    Ketua;
     
    b.
    Wakil Ketua;
     
    c.
    Sekretaris; dan
     
    d.
    Anggota serta paling sedikit terdiri atas 1 (satu) orang yang mewakili dari setiap unit di bawah Kepala Kantor Pelayanan, Kepala Kantor Wilayah atau Direktur Jenderal.
    (2)
    Dalam hal tim penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai dibentuk oleh Kepala Kantor Pelayanan, jurusita Bea dan Cukai harus diikutsertakan sebagai anggota tim penghapusan Piutang Bea Masuk dan/atau Cukai.
     
     
     
     
     
     
     
     

    Pasal 14

    Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
     
     
     
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 8 Agustus 2012
    DIREKTUR JENDERAL,
    dto.
    AGUNG KUSWANDONO

    Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai PER-42/BC/2012 - Perpajakan DDTC