Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
|
|||
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.04/2022 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Teknis Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
|
|||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
|
||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.04/2022 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 407).
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK ATAU IMPORTIR BARANG KENA CUKAI YANG MELAKSANAKAN PELUNASAN DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI.
|
|||
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
|
||
2.
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
||
3.
|
Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik.
|
||
4.
|
Importir adalah Orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam daerah pabean.
|
||
5.
|
Penundaan Pembayaran Cukai yang selanjutnya disebut Penundaan adalah kemudahan pembayaran dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
|
||
6.
|
Pita Cukai adalah dokumen sekuriti sebagai tanda pelunasan cukai dalam bentuk kertas yang memiliki sifat/unsur sekuriti dengan spesifikasi dan desain tertentu.
|
||
7.
|
Jatuh Tempo Penundaan yang selanjutnya disebut Jatuh Tempo adalah tanggal batas waktu pembayaran atas pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan.
|
||
8.
|
Pagu Penundaan adalah batasan tertinggi nilai cukai atas pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan.
|
||
9.
|
Jaminan Bank adalah garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mewajibkan pihak bank membayar kepada pihak yang menerima garansi apabila pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi).
|
||
10.
|
Jaminan dari Perusahaan Asuransi adalah sertifikat jaminan yang diterbitkan oleh penjamin yang memberikan jaminan pembayaran kewajiban cukai kepada terjamin dalam hal terjamin gagal memenuhi pembayaran kewajiban cukai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
||
11.
|
Jaminan Perusahaan adalah surat pernyataan tertulis dari pengusaha yang berisi kesanggupan untuk membayar seluruh utang cukainya kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sehubungan dengan penundaan dalam jangka waktu yang ditentukan dengan menjaminkan seluruh aset perusahaannya.
|
||
12.
|
Laporan Keuangan adalah suatu laporan yang disusun secara teratur dan disajikan secara ringkas atas transaksi keuangan dari Orang, sekurang-kurangnya meliputi neraca dan laporan laba rugi.
|
||
13.
|
Surat Teguran di Bidang Cukai (STCK-2) yang selanjutnya disebut Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menegur atau memperingatkan penanggung cukai untuk melunasi utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga.
|
||
14.
|
Pengangsuran adalah pemberian kemudahan kepada pengusaha pabrik dalam melakukan pembayaran tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dengan cara beberapa kali pembayaran secara teratur sampai batas waktu yang ditetapkan.
|
||
15.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
||
16.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
17.
|
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
|
||
18.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan undang-undang kepabeanan dan undang-undang cukai.
|
||
|
|
||
BAB II
PEMBERIAN PENUNDAAN
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Penundaan dapat diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan Pita Cukai.
|
||
(2)
|
Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
|
||
|
a.
|
2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pemesanan Pita Cukai, untuk Pengusaha Pabrik;
|
|
|
b.
|
1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pemesanan Pita Cukai, untuk Importir; atau
|
|
|
c.
|
90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pemesanan Pita Cukai untuk Pengusaha Pabrik yang:
|
|
|
|
1.
|
berada di dalam sentra atau kawasan tempat pemusatan kegiatan industri barang kena cukai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sentra industri barang kena cukai atau kawasan industri barang kena cukai; atau
|
|
|
2.
|
telah mengekspor barang kena cukai yang jumlahnya lebih besar dari jumlah barang kena cukai yang dijual di dalam negeri selama 1 (satu) tahun sebelum tahun anggaran berjalan.
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
Pagu Penundaan diberikan berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
untuk Pengusaha Pabrik yang mendapatkan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, Pagu Penundaan diberikan sebesar 3 (tiga) kali dari rata-rata nilai cukai paling tinggi berdasarkan pemesanan Pita Cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir atau 3 (tiga) bulan terakhir;
|
||
b.
|
untuk Importir yang mendapatkan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, Pagu Penundaan diberikan sebesar 2 (dua) kali dari rata-rata nilai cukai paling tinggi berdasarkan pemesanan Pita Cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir atau 3 (tiga) bulan terakhir; atau
|
||
c.
|
untuk Pengusaha Pabrik yang mendapatkan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, Pagu Penundaan diberikan sebesar 4,5 (empat koma lima) kali dari rata-rata nilai cukai paling tinggi berdasarkan pemesanan Pita Cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir atau 3 (tiga) bulan terakhir.
|
||
|
|
||
Pasal 4 |
|||
Pengusaha Pabrik atau Importir dapat diberikan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan persyaratan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan atau mendapatkan Pengangsuran;
|
||
b.
|
selama kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir tidak mendapatkan Surat Teguran; dan
|
||
c.
|
memiliki konfirmasi status wajib pajak dengan status valid.
|
||
|
|
||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Untuk mendapatkan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pengusaha Pabrik atau Importir harus mengajukan permohonan pemberian Penundaan dilengkapi dengan perhitungan Pagu Penundaan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai.
|
||
(2)
|
Untuk mendapatkan Penundaan dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan:
|
||
|
a.
|
salinan atau fotokopi keputusan mengenai izin penyelenggaraan sentra atau kawasan tempat pemusatan kegiatan industri barang kena cukai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sentra industri barang kena cukai atau kawasan industri barang kena cukai: atau
|
|
|
b.
|
rekapitulasi ekspor barang kena cukai yang jumlahnya lebih besar dari jumlah barang kena cukai yang dijual di dalam negeri selama 1 (satu) tahun sebelum tahun anggaran berjalan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian atas persyaratan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan perhitungan Pagu Penundaan serta kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
||
(2)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Bea dan Cukai memberikan:
|
||
|
a.
|
persetujuan dengan menerbitkan keputusan pemberian Penundaan; atau
|
|
|
b.
|
penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan,
|
|
|
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(3)
|
Tata cara pemberian Penundaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
BAB III
PERUBAHAN PAGU PENUNDAAN
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Pengusaha Pabrik atau Importir yang telah mendapatkan keputusan pemberian Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, dapat mengajukan permohonan perubahan Pagu Penundaan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai, dalam hal terjadi:
|
||
|
a.
|
perubahan tarif cukai; atau
|
|
|
b.
|
perubahan nilai cukai atas pemesanan Pita Cukai.
|
|
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan perhitungan Pagu Penundaan berdasarkan:
|
||
|
a.
|
perubahan tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
|
|
|
b.
|
perubahan nilai cukai atas pemesanan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
|
|
(3)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik mendapatkan Penundaan dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c angka 2, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan rekapitulasi ekspor barang kena cukai yang jumlahnya lebih besar dari jumlah barang kena cukai yang dijual di dalam negeri selama 1 (satu) tahun sebelum tahun anggaran berjalan.
|
||
(4)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik mendapatkan Penundaan dengan menggunakan Jaminan Perusahaan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan Laporan Keuangan perusahaan periode 2 (dua) tahun buku terakhir.
|
||
(5)
|
Laporan Keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa pengecualian.
|
||
(6)
|
Atas permohonan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Bea dan Cukai memberikan:
|
||
|
a.
|
persetujuan dengan menerbitkan keputusan pemberian Penundaan; atau
|
|
|
b.
|
penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan,
|
|
|
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(7)
|
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan dengan memperhatikan:
|
||
|
a.
|
persyaratan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
|
|
|
b.
|
perhitungan Pagu Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
|
|
|
c.
|
rekapitulasi ekspor barang kena cukai yang jumlahnya lebih besar dari jumlah barang kena cukai yang dijual di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), khusus untuk Pengusaha Pabrik mendapatkan Penundaan dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c angka 2; dan
|
|
|
d.
|
Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), khusus untuk Pengusaha Pabrik yang mendapatkan Penundaan dengan menggunakan Jaminan Perusahaan.
|
|
(8)
|
Tata cara perubahan Pagu Penundaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
BAB IV
PERUBAHAN JANGKA WAKTU PENUNDAAN
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Pengusaha Pabrik yang telah mendapatkan Penundaan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dapat mengajukan permohonan perubahan jangka waktu Penundaan menjadi 90 (sembilan puluh) hari, dalam hal:
|
||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik masuk ke dalam sentra atau kawasan tempat pemusatan kegiatan industri barang kena cukai karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c angka 1; atau
|
|
|
b.
|
Pengusaha Pabrik telah mengekspor barang kena cukai yang jumlahnya lebih besar dari jumlah barang kena cukai yang dijual di dalam negeri selama 1 (satu) tahun sebelum tahun anggaran berjalan karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c angka 2.
|
|
(2)
|
Ketentuan mengenal prosedur permohonan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan perubahan jangka waktu Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(3)
|
Tata cara perubahan jangka waktu Penundaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
BAB V
PENYERAHAN JAMINAN DAN PERSYARATAN PENGGUNAAN JAMINAN
Pasal 9 |
|||
Pengusaha Pabrik atau Importir yang telah mendapatkan keputusan pemberian Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dapat melakukan pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan, setelah menyerahkan jaminan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Jaminan yang dapat digunakan dalam rangka Penundaan berupa:
|
||
|
a.
|
Jaminan Bank;
|
|
|
b.
|
Jaminan dari Perusahaan Asuransi; atau
|
|
|
c.
|
Jaminan Perusahaan.
|
|
(2)
|
Jaminan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat digunakan oleh:
|
||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik berisiko tinggi, menengah, atau rendah;
|
|
|
b.
|
Pengusaha Pabrik berisiko tinggi, menengah, atau rendah yang berada di dalam sentra atau kawasan tempat pemusatan kegiatan industri barang kena cukai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sentra industri barang kena cukai atau kawasan industri barang kena cukai; atau
|
|
|
c.
|
Importir berisiko rendah.
|
|
(3)
|
Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat digunakan oleh Pengusaha Pabrik berisiko menengah atau rendah.
|
||
(4)
|
Jaminan Bank, Jaminan Perusahaan Asuransi, atau Jaminan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan oleh Pengusaha Pabrik berisiko rendah dan memiliki kinerja keuangan yang baik berdasarkan Laporan Keuangan 2 (dua) tahun buku terakhir dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
likuiditas yang merupakan kemampuan Pengusaha Pabrik untuk memenuhi seluruh kewajiban atau utang jangka pendeknya yang dihitung berdasarkan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar, dengan nilai lebih besar dari 1 (satu);
|
|
|
b.
|
solvabilitas yang merupakan kemampuan Pengusaha Pabrik untuk melunasi seluruh utang yang ada dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya yang dihitung berdasarkan perbandingan antara total aktiva dengan total hutang, dengan nilai lebih besar dari 1 (satu); dan
|
|
|
c.
|
profitabilitas yang merupakan kemampuan Pengusaha Pabrik untuk menghasilkan laba selama periode tertentu yang dihitung berdasarkan perbandingan antara laba bersih dengan total modal, dengan nilai positif.
|
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||
Ketentuan mengenai:
|
|||
a.
|
penggunaan dan penyerahan jaminan dalam rangka Penundaan;
|
||
b.
|
perubahan bentuk jaminan dalam rangka Penundaan; dan
|
||
c.
|
pembaruan jaminan dalam rangka Penundaan,
|
||
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai Penundaan.
|
|||
|
|
|
|
BAB VI
PERMINTAAN KELENGKAPAN PERMOHONAN DAN PENERBITAN KEMBALI KEPUTUSAN PEMBERIAN PENUNDAAN
Pasal 12 |
|||
Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat meminta kepada Pengusaha Pabrik atau Importir untuk melengkapi permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), atau Pasal 8 ayat (1), dalam hal berdasarkan hasil penelitian permohonan belum lengkap.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan kembali keputusan pemberian Penundaan berdasarkan permohonan pemberian Penundaan dari Pengusaha Pabrik atau Importir yang telah mendapatkan keputusan pemberian Penundaan mengalami perubahan NPPBKC terkait:
|
||
|
a.
|
perubahan nama perusahaan;
|
|
|
b.
|
perubahan bentuk badan usaha; dan/atau
|
|
|
c.
|
perubahan nomor NPWP atau NPPBKC.
|
|
(2)
|
Penetapan kembali keputusan pemberian Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan data perusahaan sebelum perubahan NPPBKC.
|
||
(3)
|
Atas penerbitan kembali keputusan pemberian Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Pabrik atau Importir melakukan pembaruan jaminan,
|
||
(4)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak melakukan pembaruan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengusaha Pabrik atau Importir tidak dapat mengajukan pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan.
|
||
|
|
||
BAB VII
PEMBAYARAN DAN PENCAIRAN JAMINAN
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Pengusaha Pabrik atau Importir yang melakukan pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan, wajib membayar cukai yang mendapat Penundaan, paling lambat pada saat Jatuh Tempo.
|
||
(2)
|
Dalam hal Jatuh Tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hari libur, hari yang diliburkan, atau bukan hari kerja dari Bank Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Pos Persepsi, yang mengakibatkan tidak dapat dilakukan pembayaran, Pengusaha Pabrik atau Importir wajib membayar cukai paling lambat pada hari kerja sebelum Jatuh Tempo.
|
||
(3)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan Jatuh Tempo, Pengusaha Pabrik atau Importir:
|
||
|
a.
|
wajib membayar cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan Jatuh Tempo; dan
|
|
|
b.
|
dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan perundang-undangan di bidang cukai sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan Jatuh Tempo.
|
|
(4)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penagihan, dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan Jatuh Tempo.
|
||
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Pengusaha Pabrik atau Importir yang tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan Jatuh Tempo dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), tidak dapat mengajukan pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan.
|
||
(2)
|
Pengusaha Pabrik atau Importir yang tidak dapat mengajukan pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan kembali pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan, setelah:
|
||
|
a.
|
membayar cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan Jatuh Tempo dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
|
|
|
b.
|
mendapatkan persetujuan Pengangsuran terhadap cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan Jatuh Tempo dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
|
|
|
c.
|
mendapatkan persetujuan Pengangsuran terhadap cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan Jatuh Tempo, dan telah membayar sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
|
|
|
d.
|
membayar cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan Jatuh Tempo, dan mendapatkan persetujuan Pengangsuran atas pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
|
|
|
e.
|
membayar cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan Jatuh Tempo, dan mengajukan keberatan atas pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3); atau
|
|
|
f.
|
mendapatkan persetujuan Pengangsuran terhadap cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan Jatuh Tempo, dan mengajukan keberatan atas pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3).
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan Penundaan dengan Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan Jatuh Tempo, Pejabat Bea dan Cukai mencairkan Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pencairan jaminan di bidang cukai.
|
||
(2)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik yang mendapatkan Penundaan dengan Jaminan Perusahaan tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan Jatuh Tempo, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penagihan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penagihan di bidang cukai.
|
||
|
|
||
BAB VIII
PENCABUTAN PEMBERIAN PENUNDAAN
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan keputusan pencabutan Penundaan, dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan Penundaan:
|
||
|
a.
|
mengajukan permohonan pencabutan keputusan pemberian Penundaan; atau
|
|
|
b.
|
mendapatkan Surat Teguran.
|
|
(2)
|
Dalam hal keputusan pemberian Penundaan dicabut, Pengusaha Pabrik atau Importir wajib membayar seluruh cukai yang mendapat Penundaan dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||
(3)
|
Tata cara pencabutan pemberian Penundaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
||
BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Monitoring dan evaluasi adalah rangkaian aktivitas terintegrasi dalam rangka mereviu, memantau, dan mengevaluasi Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan Penundaan atas pemenuhan:
|
||
|
a.
|
persyaratan Penundaan; dan
|
|
|
b.
|
persyaratan penggunaan bentuk jaminan.
|
|
(2)
|
Monitoring dan evaluasi dilakukan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan keputusan pemberian Penundaan yang sudah berjalan lebih dari 1 (satu) tahun sejak keputusan pemberian Penundaan berlaku.
|
||
(3)
|
Dalam hal tidak terdapat Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan keputusan pemberian Penundaan yang sudah berjalan selama 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), monitoring dan evaluasi dilakukan kepada:
|
||
|
a.
|
paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan keputusan pemberian Penundaan, dalam hal jumlah Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan keputusan pemberian Penundaan lebih dari atau sama dengan 20 (dua puluh); atau
|
|
|
b.
|
paling sedikit 1 (satu) Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan keputusan pemberian Penundaan, dalam hal jumlah Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan keputusan pemberian Penundaan kurang dari 20 (dua puluh).
|
|
(4)
|
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan:
|
||
|
a.
|
data dari sistem aplikasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
|
|
|
b.
|
informasi lain yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi.
|
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
|
||
(2)
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melibatkan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai untuk melakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(3)
|
Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun takwim.
|
||
(4)
|
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang cukai dengan tembusan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf A dan huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||
(1)
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang cukai melakukan penelitian lebih lanjut atas hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4).
|
||
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat Pengusaha Pabrik atau Importir yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan Penundaan dan/atau persyaratan penggunaan bentuk jaminan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang cukai menyampaikan rekomendasi:
|
||
|
a.
|
penolakan penggunaan bentuk jaminan untuk pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan;
|
|
|
b.
|
penurunan pagu Penundaan; dan/atau
|
|
|
c.
|
perubahan jangka waktu Penundaan 90 (sembilan puluh) hari menjadi 2 (dua) bulan,
|
|
|
kepada Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
|
||
(3)
|
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai menindaklanjuti rekomendasi atas hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya rekomendasi.
|
||
|
|
||
Pasal 21 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat melaksanakan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 berdasarkan manajemen risiko.
|
||
(2)
|
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang cukai dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf A dan huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(3)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal terdapat Pengusaha Pabrik atau Importir yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan Penundaan dan/atau persyaratan penggunaan bentuk jaminan.
|
||
|
|
||
Pasal 22 |
|||
Tindak lanjut rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dan tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) berupa:
|
|||
a.
|
penerbitan surat penolakan penggunaan bentuk jaminan untuk pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan berikutnya kepada Pengusaha Pabrik yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan Penundaan dan/atau persyaratan penggunaan bentuk jaminan;
|
||
b.
|
penerbitan kembali keputusan pemberian Penundaan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan penurunan pagu Penundaan sesuai perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada Pengusaha Pabrik yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan Penundaan dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c; atau
|
||
c.
|
penerbitan kembali keputusan pemberian Penundaan dengan penurunan pagu Penundaan sesuai perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, kepada Pengusaha Pabrik atau Importir yang tidak melakukan perubahan pagu Penundaan dalam 2 (dua) tahun terakhir dan mengalami penurunan nilai cukai berdasarkan pemesanan Pita Cukai dalam 2 (dua) tahun terakhir sebesar lebih dari 50% (lima puluh persen).
|
||
|
|
||
Pasal 23 |
|||
Tata cara monitoring dan evaluasi dalam hal dilakukan:
|
|||
a.
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau
|
||
b.
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
||
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24 |
|||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Nomor 16/BC/2017 tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor 01/BC/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Nomor 16/BC/2017 tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|||
Pasal 25 |
|||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 25 April 2022
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
-ttd-
ASKOLANI
|