Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
|
|||
|
|
||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa petunjuk pelaksanaan pengeluaran barang impor untuk dipakai telah ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai;
|
||
b.
|
bahwa untuk meningkatkan pelayanan perlu melakukan penyederhanaan penjaluran pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menghapus jalur kuning;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.
|
||
|
|
||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||
2.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.04/2015 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1898);
|
||
3.
|
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI.
|
|||
|
|
||
Pasal I |
|||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai yang telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai:
|
|||
a.
|
Nomor PER-30/BC/2016 tentang Perubahan atas PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai;
|
||
b.
|
Nomor PER-37/BC/2016 tentang Perubahan Kedua atas PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai;
|
||
c.
|
Nomor PER-07/BC/2017 tentang Perubahan Ketiga atas PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai; dan
|
||
d.
|
Nomor PER-09/BC/2019 tentang Perubahan Keempat atas PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai,
|
||
diubah sebagai berikut:
|
|||
|
|
||
1.
|
Ketentuan angka 26 Pasal 1 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
|
||
|
|
||
|
Pasal 1
|
||
|
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
|
|
2.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
|
3.
|
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
|
4.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|
|
5.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|
|
6.
|
Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|
|
7.
|
Unit Pengawasan adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal yang melakukan kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka pengawasan.
|
|
|
8.
|
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
|
|
|
9.
|
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
|
|
|
10.
|
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan Impor.
|
|
|
11.
|
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat dengan PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama Importir.
|
|
|
12.
|
Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.
|
|
|
13.
|
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill, dokumen pemenuhan persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
|
|
|
14.
|
Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat dengan PIB adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai.
|
|
|
15.
|
Media Penyimpan Data Elektronik adalah media yang dapat menyimpan data elektronik seperti disket, compact disk, flash disk, dan yang sejenisnya.
|
|
|
16.
|
Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
|
|
17.
|
Tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat yang disamakan dengan itu yang berada di luar kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
|
|
18.
|
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk yang selanjutnya disingkat NDPBM adalah nilai tukar mata uang yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk.
|
|
|
19.
|
Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk.
|
|
|
20.
|
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal atas impor barang yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan.
|
|
|
21.
|
Nomor Pendaftaran adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pabean sebagai tanda bahwa PIB telah memenuhi syarat formal.
|
|
|
22.
|
Mitra Utama Kepabeanan adalah Importir yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal untuk mendapatkan kemudahan pelayanan kepabeanan.
|
|
|
23.
|
Operator Ekonomi adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan barang secara internasional dalam fungsi rantai pasokan global.
|
|
|
24.
|
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
|
|
|
25.
|
Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan penelitian dokumen oleh Pejabat dan tidak dilakukan pemeriksaan fisik sebelum Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
|
|
|
26.
|
Dihapus.
|
|
|
27.
|
Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
|
|
|
28.
|
Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan yang selanjutnya disingkat dengan NPBL adalah nota yang dibuat oleh Pejabat kepada Importir agar memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan impor.
|
|
|
29.
|
Nota Hasil Intelijen yang selanjutnya disingkat dengan NHI adalah produk dari kegiatan intelijen yang menunjukkan indikasi mengenai adanya pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
|
|
|
30.
|
Pemindai Peti Kemas (container scanner) adalah alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan fisik barang dalam peti kemas atau kemasan dengan menggunakan teknologi sinar X (X-Ray) atau sinar gamma (Gamma Ray).
|
|
|
31.
|
Koordinator Pelayanan Pengguna Jasa yang selanjutnya disebut dengan client coordinator adalah Pejabat yang ditunjuk untuk menjadi penghubung antara Direktorat Jenderal dengan Orang.
|
|
|
32.
|
Pelunasan Cukai adalah pemenuhan persyaratan dalam rangka pemenuhan hak-hak negara yang melekat pada barang kena cukai sehingga Barang Kena Cukai tersebut dapat disetujui untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai yang dilaksanakan dengan cara pembayaran, pelekatan pita cukai, atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
|
|
|
33.
|
Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat BKC adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.
|
|
|
34.
|
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
|
|
|
|
|
|
2.
|
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
|
||
|
|
||
|
Pasal 9
|
||
|
(1)
|
Dalam hal PIB disampaikan melalui PDE Kepabeanan, penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan paling lambat pukul 12.00 pada:
|
|
|
|
a.
|
hari berikutnya, untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu; atau
|
|
|
b.
|
hari kerja berikutnya, untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu,
|
|
|
terhitung sejak Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) atau Pejabat menyampaikan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
|
|
|
(2)
|
Dalam hal PIB disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk Data Elektronik dengan Media Penyimpan Data Elektronik, penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat dilakukan pada saat PIB disampaikan ke Kantor Pabean atau paling lambat pukul 12.00 pada:
|
|
|
|
a.
|
hari berikutnya, untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu; atau
|
|
|
b.
|
hari kerja berikutnya, untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu,
|
|
|
terhitung sejak Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) atau Pejabat menyampaikan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
|
|
|
(3)
|
Dalam hal batas waktu penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, penyampaian pemberitahuan PIB berikutnya oleh:
|
|
|
|
a.
|
Importir; dan
|
|
|
b.
|
Importir dan PPJK, dalam hal Importir menguasakan kepada PPJK,
|
|
|
tidak dilayani sampai dengan Dokumen Pelengkap Pabean disampaikan.
|
|
|
|
|
|
3.
|
Ketentuan ayat (2) Pasal 24 diubah, sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 24
|
||
|
(1)
|
Dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), ditetapkan jalur pengeluaran barang Impor.
|
|
|
(2)
|
Jalur pengeluaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
|
|
|
a.
|
Jalur Merah; dan
|
|
|
b.
|
Jalur Hijau.
|
|
(3)
|
Penetapan jalur pengeluaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
|
|
|
a.
|
profil atas Operator Ekonomi;
|
|
|
b.
|
profil komoditi;
|
|
|
c.
|
pemberitahuan pabean;
|
|
|
d.
|
metode acak; dan/atau
|
|
|
e.
|
informasi intelijen.
|
|
(4)
|
Operator Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
|
|
|
|
a.
|
Importir;
|
|
|
b.
|
PPJK;
|
|
|
c.
|
Pengangkut;
|
|
|
d.
|
Pengusaha TPS; dan/atau
|
|
|
e.
|
pihak lainnya yang terkait dengan pergerakan barang Impor dalam fungsi rantai pasokan global, seperti penyelenggara pos dan eksportir di luar negeri.
|
|
|
|
|
4.
|
Ketentuan ayat (3) Pasal 32 diubah, sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 32
|
||
|
(1)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) dan/atau Surat Penetapan Penyesuaian Jaminan (SPPJ).
|
|
|
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) menunjukkan barang Impor belum memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Barang Larangan/Pembatasan (SPBL).
|
|
|
(3)
|
Terhadap Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan Penyesuaian Jaminan (SPPJ) yang terbit atas PIB yang ditetapkan Jalur Merah, Pejabat atau SKP menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) setelah ketentuan larangan dan/atau pembatasan terpenuhi dan:
|
|
|
|
a.
|
Importir melunasi kekurangan bea masuk, cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
|
|
|
b.
|
Importir menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam hal diajukan keberatan; atau
|
|
|
c.
|
Importir melakukan penyesuaian jaminan dalam hal mendapatkan penundaan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI.
|
|
(4)
|
Dalam hal Impor barang dilakukan oleh Importir berisiko rendah, Pejabat atau SKP menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) bersamaan dengan diterbitkannya Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) sepanjang ketentuan larangan dan/atau pembatasan telah terpenuhi.
|
|
|
|
|
|
5.
|
Mengubah Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2019 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
||
6.
|
Mengubah Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2019 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
||
7.
|
Mengubah Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2019 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
||
Pasal II |
|||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, terhadap pengeluaran barang impor yang ditetapkan Jalur Kuning dan belum mendapatkan SPPB, diselesaikan sesuai ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2019.
|
|||
|
|||
Pasal III |
|||
Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku mulai 25 April 2022.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2022
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
-ttd-
ASKOLANI
|