Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Perubahan atau penyempurnaan

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

    NOMOR PER-24/BC/2018

     
    TENTANG
     
    TATA CARA PELUNASAN CUKAI
     
    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
     

    Menimbang

    bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.04/2018 tentang Pelunasan Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Pelunasan Cukai;
     

    Mengingat

    1.
    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4755);
    2.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.04/2018 tentang Pelunasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 856);
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PELUNASAN CUKAI.
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
    2.
    Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
    3.
    Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
    4.
    Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
    5.
    Pengusaha Pabrik adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengusahakan pabrik barang kena cukai.
    6.
    Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah orang yang mengusahakan tempat penyimpanan.
    7.
    Importir adalah orang pribadi atau badan hukum yang memasukkan barang kena cukai ke dalam daerah pabean.
    8.
    Etil Alkohol yang selanjutnya disingkat dengan EA adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi.
    9.
    Minuman yang Mengandung Etil Alkohol yang selanjutnya disingkat dengan MMEA adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain berupa bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenisnya.
    10.
    Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat dengan HT adalah olahan tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
    11.
    Dokumen Pelunasan Cukai dengan Cara Pembayaran yang selanjutnya disebut dengan CK-1C adalah dokumen cukai yang digunakan oleh Pengusaha Pabrik EA, Pengusaha Pabrik MMEA atau Pengusaha Tempat Penyimpanan untuk melunasi cukai dengan cara pembayaran.
    12.
    Pita Cukai adalah dokumen sekuriti sebagai tanda pelunasan cukai dalam bentuk kertas yang memiliki sifat/unsur sekuriti dengan spesifikasi dan desain tertentu.
    13.
    Jenis Pita Cukai adalah spesifikasi pada pita cukai yang terdiri dari jenis hasil tembakau, seri, warna, tarif, harga jual eceran, dan/atau isi per kemasan untuk Pita Cukai HT atau yang terdiri dari warna, tarif, golongan, kadar alkohol, dan volume/isi kemasan untuk Pita Cukai MMEA.
    14.
    Dokumen Permohonan Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat dengan P3C HT adalah dokumen cukai yang digunakan Pengusaha Pabrik atau Importir untuk mengajukan permohonan penyediaan Pita Cukai HT.
    15.
    Dokumen Permohonan Penyediaan Pita Cukai MMEA yang selanjutnya disingkat dengan P3C MMEA adalah dokumen cukai yang digunakan Pengusaha Pabrik atau Importir untuk mengajukan permohonan penyediaan Pita Cukai MMEA.
    16.
    Dokumen Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut dengan CK-1 adalah dokumen cukai yang digunakan Pengusaha Pabrik atau Importir untuk pemesanan Pita Cukai HT.
    17.
    Dokumen Pemesanan Pita Cukai MMEA yang selanjutnya disebut dengan CK-1A adalah dokumen cukai yang digunakan Pengusaha Pabrik atau Importir untuk pemesanan Pita Cukai MMEA.
    18.
    Biaya Pengganti Penyediaan Pita Cukai yang selanjutnya disebut dengan Biaya Pengganti adalah biaya yang harus dibayar oleh Pengusaha Pabrik atau Importir atas penyediaan pita cukai yang telah diajukan dengan P3C HT atau P3C MMEA tetapi tidak direalisasikan dengan CK-1 atau CK-1A.
    19.
    Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
    20.
    Direktur adalah Direktur yang menangani urusan teknis dan fasilitas cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    21.
    Kantor Bea dan Cukai Pusat adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    22.
    Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    23.
    Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena cukai, Penyalur, atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran di bidang cukai.
    24.
    Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
    25.
    Surat Pemberitahuan dan Penagihan Biaya Pengganti yang selanjutnya disebut dengan SPPBP-1 adalah surat berupa ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penagihan biaya pengganti atas penyediaan pita cukai yang telah diajukan dengan P3C HT atau P3C MMEA tetapi tidak direalisasikan dengan CK-1 atau CK-1A.
    26.
    Surat Penyerahan Penagihan Biaya Pengganti yang selanjutnya disebut dengan SPPBP-2 adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menyerahkan penagihan biaya pengganti atas penyediaan pita cukai kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang melalui Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
    27.
    Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi yang selanjutnya disingkat dengan SAC-S adalah sistem aplikasi yang dipergunakan di bidang cukai.
    28.
    Bukti Penerimaan Negara adalah dokumen yang diterbitkan oleh bank persepsi atau pos persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
     
     
    BAB II
    PELUNASAN CUKAI
     

    Pasal 2

    (1)
    Cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
    (2)
    Cukai atas barang kena cukai yang diimpor dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai.
     
     

    Pasal 3

    (1)
    Pelunasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan cara:
     
    a.
    pembayaran;
     
    b.
    pelekatan pita cukai; atau
     
    c.
    pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
    (2)
    Pelunasan cukai dengan cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan atas barang kena cukai berupa:
     
    a.
    EA; dan
     
    b.
    MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA sampai dengan 5% (lima persen).
    (3)
    Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan atas barang kena cukai berupa:
     
    a.
    MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA lebih dari 5% (lima persen);
     
    b.
    MMEA yang diimpor untuk dipakai dalam daerah pabean; dan
     
    c.
    HT.
     
     
     
    BAB III
    PELUNASAN CUKAI DENGAN CARA PEMBAYARAN
     

    Pasal 4

    (1)
    Pelunasan cukai dengan cara pembayaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf a, dilakukan dengan membayar cukai sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat.
    (2)
    Pelunasan cukai dengan cara pembayaran atas barang kena cukai yang dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen CK-1C sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (3)
    Pelunasan cukai dengan cara pembayaran atas barang kena cukai yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan.
    (4)
    Pembayaran cukai untuk EA yang dibuat di Indonesia atau MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA sampai dengan 5% (lima persen) dilakukan melalui bank persepsi atau pos persepsi.
    (5)
    Pembayaran cukai untuk EA yang berasal dari impor dilakukan melalui bank devisa persepsi atau pos persepsi.
    (6)
    Pembayaran cukai untuk EA atau MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA sampai dengan 5% (lima persen) dilakukan secara tunai kecuali bagi pengusaha pabrik yang mendapat kemudahan pembayaran secara berkala.
    (7)
    Terhadap barang kena cukai yang telah dilakukan pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), untuk pengeluaran dan pengangkutan barang kena cukai menggunakan dokumen cukai sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai.
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dapat mengajukan dokumen CK-1C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dalam hal:
     
    a.
    NPPBKC tidak dalam keadaan dibekukan;
     
    b.
    keputusan penetapan tarif cukai atas merek yang diajukan pada dokumen pelunasan cukai dengan cara pembayaran masih berlaku; dan
     
    c.
    tidak sedang memiliki utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang belum dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo.
    (2)
    Pelunasan cukai dengan cara pembayaran menggunakan dokumen CK-1C berlaku ketentuan:
     
    a.
    untuk CK-1C tunai, pembayarannya harus dilakukan pada tanggal yang sama dengan dokumen CK-1C; atau
     
    b.
    untuk CK-1C yang mendapat kemudahan pembayaran secara berkala, pembayarannya dilakukan paling lambat pada saat tanggal jatuh tempo sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembayaran cukai secara berkala.
    (3)
    Pelunasan cukai dengan cara pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     

    Pasal 6

    (1)
    Barang kena cukai berupa MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA sampai dengan 5% (lima persen) yang telah dilakukan pelunasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, ditimbun dalam tempat tersendiri yang terpisah.
    (2)
    Terhadap barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai harus memantau pemasukan dan pengeluarannya dengan menggunakan Buku Bantu Rekening Barang Kena Cukai yang Telah Dilunasi (BCK Lunas) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (3)
    Terhadap barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai harus melakukan pencacahan secara berkala sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencacahan barang kena cukai.
     
     
    BAB IV
    PELUNASAN CUKAI DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI
     
    Bagian Pertama
    Penyediaan Pita Cukai
     

    Pasal 7

    (1)
    Pelunasan cukai dengan cara pelekatan Pita Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara melekatkan Pita Cukai pada kemasan penjualan eceran untuk:
     
    a.
    MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar EA lebih dari 5% (lima persen), atau HT yang dibuat di Indonesia, dilakukan di dalam Pabrik; atau
     
    b.
    MMEA yang berasal dari Impor, atau HT yang diimpor untuk dipakai, dilakukan di negara asal barang kena cukai, Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat.
    (2)
    Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan permohonan penyediaan Pita Cukai untuk dilekatkan pada kemasan penjualan eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
     
    a.
    telah memiliki NPPBKC dan tidak dalam keadaan dibekukan;
     
    b.
    memiliki keputusan penetapan tarif cukai yang masih berlaku atas merek yang jenis pita cukainya diajukan pada P3C HT atau P3C MMEA;
     
    c.
    tidak memiliki utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang belum dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo;
     
    d.
    telah melunasi Biaya Pengganti dalam waktu yang ditetapkan; dan
     
    e.
    tidak adanya dugaan melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai berdasarkan rekomendasi dari unit kerja pengawasan di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
     
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Pita Cukai HT untuk Pengusaha Pabrik HT disediakan:
     
    a.
    di Kantor Bea dan Cukai Pusat, dalam hal jumlah pemesanan Pita Cukai untuk semua jenis HT berdasarkan CK-1 bulan November tahun sebelumnya sampai dengan bulan Oktober tahun berjalan untuk penyediaan Pita Cukai tahun berikutnya, lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) lembar;
     
    b.
    di Kantor Bea dan Cukai, dalam hal jumlah pemesanan Pita Cukai untuk semua jenis HT berdasarkan CK-1 bulan November tahun sebelumnya sampai dengan bulan Oktober tahun berjalan untuk penyediaan Pita Cukai tahun berikutnya, sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) lembar.
    (2)
    Pita Cukai MMEA untuk Pengusaha Pabrik MMEA disediakan di Kantor Bea dan Cukai.
    (3)
    Pita Cukai HT dan MMEA untuk Importir disediakan di Kantor Bea dan Cukai Pusat.
    (4)
    Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan permohonan perubahan lokasi penyediaan Pita Cukai kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai.
    (5)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai membuat rekomendasi dan meneruskan permohonan perubahan lokasi penyediaan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktur.
    (6)
    Direktur dapat memberikan persetujuan atas permohonan perubahan lokasi penyediaan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan memperhatikan:
     
    a.
    rekomendasi Kepala Kantor Bea dan Cukai;
     
    b.
    kapasitas tempat penyimpanan Pita Cukai di Kantor Bea dan Cukai Pusat dan Kantor Bea dan Cukai;
     
    c.
    pertimbangan kemudahan pelayanan untuk Pengusaha Pabrik atau Importir; dan
     
    d.
    keamanan tempat penyimpanan Pita Cukai.
     
     
     

    Pasal 9

    (1)
    Untuk memenuhi kebutuhan Pita Cukai periode persediaan bulan berikutnya, Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan permohonan penyediaan Pita Cukai kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menggunakan dokumen:
     
    a.
    P3C HT sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau
     
    b.
    P3C MMEA sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (2)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai meneruskan P3C HT atau P3C MMEA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur dalam bentuk:
     
    a.
    data elektronik, dalam hal Kantor Bea dan Cukai telah menerapkan SAC-S; atau
     
    b.
    tulisan di atas formulir paling lambat pada hari kerja berikutnya, dalam hal Kantor Bea dan Cukai belum menerapkan SAC-S.
    (3)
    Penyediaan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     

    Pasal 10

    (1)
    Pengusaha Pabrik dapat mengajukan P3C HT awal atau P3C MMEA awal kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai mulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 setiap bulannya untuk periode persediaan bulan berikutnya.
    (2)
    Batas waktu P3C HT awal atau P3C MMEA awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sampai dengan akhir bulan, dalam hal:
     
    a.
    Pengusaha Pabrik baru mendapatkan NPPBKC;
     
    b.
    Pengusaha Pabrik dengan NPPBKC yang telah diberlakukan kembali setelah pembekuannya dicabut; atau 
     
    c.
    Pengusaha Pabrik HT mengalami kenaikan golongan.
    (3)
    Importir dapat mengajukan P3C HT awal atau P3C MMEA awal kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai mulai tanggal 1 sampai dengan akhir bulan.
    (4)
    P3C HT awal atau P3C MMEA awal yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau P3C HT awal atau P3C MMEA awal yang diajukan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling banyak diajukan satu kali untuk satu periode persediaan untuk masing-masing Jenis Pita Cukai.
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Pengusaha Pabrik dapat mengajukan P3C HT awal atau P3C MMEA awal untuk setiap jenis Pita Cukai dengan ketentuan:
     
    a.
    paling banyak 100% (seratus persen) dari rata-rata per bulan jumlah Pita Cukai yang dipesan dengan CK-1 dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir sebelum bulan pengajuan P3C HT awal, dengan memperhatikan batasan produksi jenis HT golongan Pengusaha Pabrik; atau
     
    b.
    paling banyak 100% (seratus persen) dari rata-rata per bulan jumlah Pita Cukai yang dipesan dengan CK-1A dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir sebelum bulan pengajuan P3C MMEA awal.
    (2)
    Dalam hal data rata-rata P3C HT awal atau P3C MMEA awal per bulan dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    jumlah Pita Cukai yang dapat diajukan untuk P3C HT awal yaitu:
     
     
    1.
    paling banyak 100% (seratus persen) dari batasan produksi golongan per bulan untuk Pengusaha Pabrik HT dengan profit risiko rendah;
     
     
    2.
    paling banyak 50% (lima puluh persen) dari batasan produksi golongan per bulan untuk Pengusaha Pabrik HT dengan profil risiko menengah; dan
     
     
    3.
    paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari batasan produksi golongan per bulan untuk Pengusaha Pabrik HT dengan profit risiko tinggi; atau
     
    b.
    jumlah Pita Cukai yang dapat diajukan untuk P3C MMEA awal yaitu sesuai kebutuhan per bulan dengan mempertimbangkan data kapasitas produksi.
    (3)
    Importir dapat mengajukan P3C HT awal atau P3C MMEA awal untuk setiap jenis Pita Cukai sesuai kebutuhan per bulan.
     
     

    Pasal 12

    (1)
    Pengusaha Pabrik HT dapat mengajukan P3C HT tambahan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai, dalam hal Pita Cukai yang telah diajukan berdasarkan P3C HT awal tidak mencukupi.
    (2)
    P3C HT tambahan hanya dapat diajukan paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya setelah pengajuan P3C HT awal.
    (3)
    P3C HT tambahan untuk setiap Jenis Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling banyak diajukan satu kali untuk satu periode persediaan.
    (4)
    Jenis Pita Cukai yang diajukan pada P3C HT tambahan harus sama dengan Jenis Pita Cukai yang sudah diajukan pada P3C HT awal untuk periode yang sama.
     
     

    Pasal 13

    Pita Cukai yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik HT berdasarkan P3C HT tambahan untuk setiap Jenis Pita Cukai sejumlah paling banyak 50% (lima puluh persen) dari P3C HT Awal yang telah diajukan dalam periode yang sama dengan memperhatikan batasan produksi jenis HT golongan Pengusaha Pabrik.
     

    Pasal 14

    (1)
    Pengusaha Pabrik dapat mengajukan P3C tambahan izin kepala kantor kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai, dalam hal:
     
    a.
    Pita Cukai HT yang diajukan berdasarkan P3C HT awal dan P3C HT tambahan tidak mencukupi; atau
     
    b.
    Pita Cukai MMEA yang diajukan berdasarkan P3C MMEA awal tidak mencukupi.
    (2)
    P3C tambahan izin kepala kantor yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan:
     
    a.
    untuk Pita Cukai HT, dilakukan setelah P3C HT Tambahan sampai dengan tanggal 25 (dua puluh lima) pada bulan berikutnya setelah pengajuan P3C HT Awal; atau
     
    b.
    untuk Pita Cukai MMEA, dilakukan setelah P3C MMEA awal sampai dengan tanggal 25 (dua puluh lima) pada bulan berikutnya setelah pengajuan P3C MMEA awal.
    (3)
    Importir dapat mengajukan P3C tambahan izin Kepala Kantor dalam hal Pita Cukai yang diajukan berdasarkan P3C awal tidak mencukupi.
    (4)
    P3C tambahan izin kepala kantor yang diajukan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah P3C awal sampai dengan tanggal terakhir pada bulan yang sama dengan pengajuan P3C awal.
    (5)
    Pengajuan P3C tambahan izin kepala kantor untuk setiap Jenis Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) paling banyak diajukan satu kali untuk satu periode persediaan.
    (6)
    Jenis Pita Cukai yang diajukan pada P3C tambahan izin kepala kantor harus sama dengan Jenis Pita Cukai yang sudah diajukan pada P3C HT awal dan P3C HT tambahan, atau P3C MMEA awal untuk periode yang sama.
    (7)
    Dalam hal Pengusaha Pabrik mengajukan P3C tambahan izin kepala kantor, Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan:
     
    a.
    pemeriksaan administrasi untuk Pengusaha Pabrik HT berisiko menengah berdasarkan profil pengusaha;
     
    b.
    pemeriksaan administrasi dan lapangan untuk Pengusaha Pabrik HT berisiko tinggi berdasarkan profil pengusaha; atau
     
    c.
    pemeriksaan administrasi dan lapangan untuk Pengusaha Pabrik MMEA,
     
    yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (8)
    Dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dalam hal pengajuan P3C tambahan izin kepala kantor diajukan oleh Importir atau Pengusaha Pabrik HT berisiko rendah berdasarkan profil pengusaha.
    (9)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan surat yang berisi persetujuan seluruhnya, persetujuan sebagian, atau penolakan atas pengajuan P3C tambahan izin kepala kantor, dengan mempertimbangkan:
     
    a.
    hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan/atau
     
    b.
    jumlah sisa persediaan pita cukai di Kantor Bea dan Cukai.
     
     
     

    Pasal 15

    Direktur Jenderal dapat mengatur batas waktu pengajuan P3C selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (4) dalam hal:
    a.
    pergantian tahun anggaran;
    b.
    pergantian desain Pita Cukai; atau
    c.
    terdapat kebijakan di bidang tarif cukai.
     
     

    Pasal 16

    Jumlah Pita Cukai yang diajukan dengan P3C untuk setiap Jenis Pita Cukai paling sedikit 10 (sepuluh) lembar dan berlaku ketentuan kelipatan 10 (sepuluh).
     
    Bagian Kedua
    Pemesanan Pita Cukai
     

    Pasal 17

    Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan pemesanan Pita Cukai dalam hal:
    a.
    NPPBKC tidak dalam keadaan dibekukan;
    b.
    keputusan penetapan tarif cukai atas merek yang diajukan pada CK-1 atau CK-1A masih berlaku;
    c.
    tidak sedang memiliki utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang belum dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo;
    d.
    telah melunasi Biaya Pengganti dalam waktu yang ditetapkan; dan
    e.
    tidak adanya dugaan melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai berdasarkan rekomendasi dari unit kerja pengawasan di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
     
     

    Pasal 18

    (1)
    Dalam hal Pita Cukai yang telah diajukan melalui P3C telah tersedia di Kantor Bea dan Cukai Pusat atau di Kantor Bea dan Cukai, Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan pemesanan Pita Cukai kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menggunakan dokumen:
     
    a.
    CK-1 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau
     
    b.
    CK-1A sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (2)
    Pembayaran cukai atas dokumen CK-1 atau CK-1A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bank persepsi atau pos persepsi.
    (3)
    Pembayaran cukai atas dokumen CK-1 atau CK-1A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tunai kecuali bagi Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai yang mendapat kemudahan penundaan pembayaran cukai.
    (4)
    Pembayaran cukai atas dokumen CK-1 atau CK-1A sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku ketentuan:
     
    a.
    untuk CK-1 atau CK-1A tunai, pembayarannya harus dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal dokumen CK-1 atau CK-1A; atau
     
    b.
    untuk CK-1 atau CK-1A yang mendapat kemudahan penundaan pembayaran cukai, pembayarannya dilakukan paling lambat pada saat tanggal jatuh tempo sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penundaan pembayaran cukai.
    (5)
    Dalam hal Pita Cukai disediakan di Kantor Bea dan Cukai Pusat, Kepala Kantor Bea dan Cukai meneruskan CK-1 atau CK-1A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur dalam bentuk:
     
    a.
    data elektronik, dalam hal Kantor Bea dan Cukai telah menerapkan SAC-S; atau
     
    b.
    tulisan di atas formulir, dalam hal Kantor Bea dan Cukai belum menerapkan SAC-S.
    (6)
    Pemesanan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
    Bagian Ketiga
    Pita Cukai Tidak Tepat Jumlah Berdasarkan CK-1 atau CK-1A
     

    Pasal 19

    (1)
    Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan penambahan Pita Cukai dalam hal terjadi kekurangan jumlah Pita Cukai yang diterima berdasarkan CK-1 atau CK-1A.
    (2)
    Pengusaha Pabrik atau Importir harus melakukan penyerahan kelebihan Pita Cukai dalam hal terjadi kelebihan jumlah Pita Cukai yang diterima berdasarkan CK-1 atau CK-1A.
    (3)
    Atas kekurangan jumlah Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan penambahan Pita Cukai dengan ketentuan bahwa etiket dan kemasan luar berupa kertas harus dalam keadaan utuh dan tidak rusak.
    (4)
    Untuk penambahan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyerahan kelebihan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Pabrik atau Importir mengajukan permohonan kepada Direktur.
    (5)
    Pengajuan penambahan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyerahan kelebihan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
    Bagian Keempat
    Pelekatan Pita Cukai ke Merek Lain
     

    Pasal 20

    (1)
    Pengusaha Pabrik atau Importir dapat melekatkan Pita Cukai yang telah direalisasikan dengan CK-1 atau CK-1A ke merek lain yang dimilikinya dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai.
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (3)
    Merek lain yang akan dilekati Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi:
     
    a.
    untuk HT berlaku ketentuan jenis, tarif, harga jual eceran, dan isi per kemasannya harus sama dengan yang tertera di Pita Cukai;
     
    b.
    untuk MMEA berlaku ketentuan tarif, golongan, kadar alkohol, dan volume/isi per kemasannya harus sama dengan yang tertera di Pita Cukai; dan
     
    c.
    merupakan merek yang masih berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau atau tarif cukai MMEA.
    (4)
    Pita Cukai yang akan dilekati ke merek lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus belum dilekatkan pada kemasan HT atau MMEA.
    (5)
    Pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir pemegang satu NPPBKC yang berada di dalam pengawasan satu Kantor Bea dan Cukai.
    (6)
    Terhadap permohonan pelekatan Pita Cukai ke merek lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Bea dan Cukai:
     
    a.
    menyetujui dengan menerbitkan surat persetujuan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau
     
    b.
    menolak dengan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan yang memuat alasan penolakan.
    (7)
    Pelaksanaan pelekatan Pita Cukai ke merek lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a.
    (8)
    Terhadap pelekatan Pita Cukai pada barang kena cukai berupa MMEA impor ke MMEA impor merek lain, dikecualikan dari ketentuan mengajukan permohonan pelekatan Pita Cukai ke merek lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (9)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat melakukan pengawasan kegiatan pelekatan Pita Cukai ke merek lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Pengusaha Pabrik atau Importir yang memiliki risiko tinggi berdasarkan profil Pengusaha.
    (10)
    Terhadap kegiatan pelekatan Pita Cukai ke merek lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Pabrik atau Importir harus melakukan penyesuaian dalam buku persediaan pita cukai atau Catatan Sediaan Pita Cukai (CSCK-3).
    (11)
    Dalam hal kegiatan pelekatan Pita Cukai ke merek lain dilakukan tanpa memenuhi ketentuan dalam Pasal ini, Kepala kantor Bea dan Cukai dapat menurunkan nilai tingkat kepatuhan pengusaha yang dapat berpengaruh terhadap profil Pengusaha Pabrik atau Importir.
     
     
    Bagian Kelima
    Pita Cukai yang Tidak Direalisasikan dengan CK-1 atau CK-1A
     

    Pasal 21

    (1)
    Terhadap Pita Cukai yang telah disediakan berdasarkan P3C HT atau P3C MMEA dan tidak direalisasikan dengan CK-1 atau CK-1A, dilakukan pencacahan dalam hal:
     
    a.
    berakhirnya tahun anggaran;
     
    b.
    berlakunya kebijakan baru di bidang cukai yang berpengaruh terhadap Pita Cukai;
     
    c.
    perusahaan mengalami kenaikan golongan; atau
     
    d.
    NPPBKC dicabut.
    (2)
    Pencacahan atas Pita Cukai yang tidak direalisasikan dengan CK-1 atau CK-1A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari oleh:
     
    a.
    Kepala Subdirektorat yang menangani urusan penyediaan, penyimpanan, pendistribusian pita cukai, dan pengembalian cukai, untuk sisa persediaan Pita Cukai di Kantor Bea dan Cukai Pusat; dan
     
    b.
    Kepala Kantor Bea dan Cukai, untuk sisa persediaan Pita Cukai di Kantor Bea dan Cukai.
    (3)
    Hasil pencacahan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara pencacahan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (4)
    Kepala Subdirektorat yang menangani urusan penyediaan, penyimpanan, pendistribusian pita cukai, dan pengembalian cukai atau Kepala Kantor Bea dan Cukai membuat Berita Acara Pencacahan nihil, dalam hal tidak terdapat Pita Cukai yang tidak direalisasikan dengan CK-1 atau CK-1A.
    (5)
    Hasil pencacahan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuat dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukan:
     
    a.
    lembar pertama untuk Kantor Bea dan Cukai yang bersangkutan; dan
     
    b.
    lembar kedua untuk Kantor Bea dan Cukai Pusat.
    (6)
    Terhadap sisa persediaan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan berita acara pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Bea dan Cukai menyampaikan kepada Direktur dengan ketentuan:
     
    a.
    paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah batas akhir pencacahan dan dilakukan serah terima secara langsung oleh Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Bea dan Cukai bersangkutan; dan
     
    b.
    penyerahan Pita Cukai kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Bea dan Cukai Pusat dituangkan dalam berita acara serah terima sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (7)
    Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Bea dan Cukai Pusat melakukan penghapusan atas sisa persediaan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan barang milik negara.
     
     

    Pasal 22

    (1)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai mengenakan Biaya Pengganti kepada Pengusaha Pabrik atau Importir yang telah mengajukan P3C HT atau P3C MMEA tetapi tidak merealisasikannya dengan CK-1 atau CK-1A.
    (2)
    Dikecualikan dari pengenaan Biaya Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal adanya kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan administratif lainnya yang bukan disebabkan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir.
    (3)
    Besarnya Biaya Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap keping Pita Cukai yaitu:
     
    a.
    Pita Cukai HT seri I: Rp25,00 (dua puluh lima rupiah);
     
    b.
    Pita Cukai HT seri II: Rp40,00 (empat puluh rupiah);
     
    c.
    Pita Cukai HT seri III tanpa perekat: Rp25,00 (dua puluh lima rupiah);
     
    d.
    Pita Cukai HT seri III dengan perekat: Rp300,00 (tiga ratus rupiah); dan
     
    e.
    Pita Cukai MMEA: Rp300,00 (tiga ratus rupiah).
    (4)
    Atas Pita Cukai yang tidak direalisasikan dengan CK-1 atau CK-1A, berlaku ketentuan:
     
    a.
    dalam hal pita cukai disediakan di Kantor Bea dan Cukai Pusat, Direktur memberitahukan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai untuk menerbitkan SPPBP-1; dan
     
    b.
    dalam hal pita cukai disediakan di Kantor Bea dan Cukai, Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan SPPBP-1 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (5)
    Pembayaran Biaya Pengganti dibuktikan dengan Bukti Penerimaan Negara sebagai penerimaan cukai lainnya.
    (6)
    Biaya pengganti penyediaan Pita Cukai harus dilunasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya SPPBP-1.
     
     

    Pasal 23

    (1)
    Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6), Kepala Kantor Bea dan Cukai:
     
    a.
    tidak melayani P3C HT atau P3C MMEA dan CK-1 atau CK-1A berikutnya; dan
     
    b.
    menyerahkan penagihan Biaya Pengganti kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang melalui Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat.
    (2)
    Penyerahan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menggunakan SPPBP-2 sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (3)
    SPPBP-2 disampaikan kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan dilampiri dokumen P3C dan SPPBP-1.
     
     

    Pasal 24

    Pencatatan dan monitoring SPPBP-1, SPPBP-2, dan pelunasan atas Biaya Pengganti dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedoman penatausahaan piutang di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
     
    BAB V
    BENTUK DOKUMEN, PELAYANAN MANUAL, PENOLAKAN, DAN PEMBATALAN
     

    Pasal 25

    Pengajuan dokumen cukai CK-1C, P3C HT, P3C MMEA, CK-1, atau CK-1A sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2), pasal 9 ayat (1) huruf a dan huruf b, atau pasal 18 ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan dalam bentuk data elektronik atau tulisan di atas formulir.
     

    Pasal 26

    (1)
    Dalam hal SAC-S di Pengusaha Pabrik atau Importir tidak dapat digunakan setelah jangka waktu 4 (empat) jam, untuk kelancaran pelayanan, Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan dokumen CK-1C, P3C HT, P3C MMEA, CK-1 atau CK-1A dalam bentuk tulisan di atas formulir ke Kantor Bea dan Cukai.
    (2)
    Dalam hal SAC-S di Kantor Bea dan Cukai tidak dapat digunakan setelah jangka waktu 4 (empat) jam, untuk kelancaran pelayanan, Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat melaksanakan pelayanan CK-1C, P3C HT, P3C MMEA, CK-1 atau CK-1A secara manual dengan menerbitkan surat tugas pelayanan manual.
    (3)
    Terhadap pelayanan CK-1C secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    mengacu pada tata cara pelayanan pada Kantor Bea dan Cukai yang belum menerapkan SAC-S; dan
     
    b.
    setelah SAC-S dapat digunakan kembali, Kantor Bea dan Cukai melakukan perekaman CK-1C manual dan/atau dokumen bukti pembayaran cukai, serta pengurangan saldo jaminan untuk pembayaran berkala.
    (4)
    Terhadap pelayanan P3C HT atau P3C MMEA secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    mengacu pada tata cara pelayanan pada Kantor Bea dan Cukai yang belum menerapkan SAC-S; dan
     
    b.
    Kantor Bea dan Cukai Pusat melakukan perekaman P3C pada SAC-S.
    (5)
    Terhadap pelayanan CK-1 atau CK-1A secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    mengacu pada tata cara pelayanan pada Kantor Bea dan Cukai yang belum menerapkan SAC-S;
     
    b.
    setelah SAC-S dapat digunakan kembali, terkait data CK-1 atau CK-1A manual:
     
     
    1.
    Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Bea dan Cukai, melakukan perekaman CK-1 atau CK-1A manual dan/atau dokumen bukti pembayaran cukai, pengurangan saldo penundaan pembayaran cukai, serta pengurangan saldo pita cukai dalam hal pengambilan pita cukai dilakukan di Kantor Bea dan Cukai; dan
     
     
    2.
    Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Bea dan Cukai Pusat, melakukan perekaman pengurangan saldo pita cukai, dalam hal pengambilan pita cukai dilakukan di Kantor Bea dan Cukai Pusat.
    (6)
    Dalam hal terjadi gangguan pada sistem pembayaran atau penyetoran penerimaan negara, pembayaran atau penyetoran dilakukan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran penerimaan negara dalam rangka kepabeanan dan cukai.
     
     

    Pasal 27

    (1)
    Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan penolakan terhadap pengajuan dokumen CK-1C, P3C HT, P3C MMEA, CK-1 atau CK-1A, dalam hal:
     
    a.
    NPPBKC dalam keadaan dibekukan;
     
    b.
    data pada dokumen CK-1C, P3C HT, P3C MMEA, CK-1 dan/atau CK-1A tidak lengkap; atau
     
    c.
    terdapat kesalahan dalam pengisian dokumen CK-1C, P3C HT, P3C MMEA, CK-1 dan/atau CK-1A.
    (2)
    Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai membuat nota penolakan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     

    Pasal 28

    (1)
    Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pembatalan terhadap dokumen CK-1C, P3C HT, P3C MMEA, CK-1 atau CK-1A, dalam hal:
     
    a.
    pembayaran cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan Pasal 18 ayat (4) huruf a tidak terpenuhi; atau
     
    b.
    Pengusaha Pabrik, Importir, atau Pengusaha Tempat Penyimpanan mengajukan permohonan pembatalan.
    (2)
    Terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai membuat nota pembatalan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
    BAB VI
    KETENTUAN PERALIHAN
     

    Pasal 29

    Ketentuan mengenai pelunasan cukai dengan cara pembayaran menggunakan dokumen CK-1C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2019.
     
    BAB VII
    PENUTUP
     

    Pasal 30

    Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-45/BC/2016 tentang Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     

    Pasal 31

    Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 21 Desember 2018
    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
    -ttd-
    HERU PAMBUDI

    Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai PER-24/BC/2018 - Perpajakan DDTC