Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
|
|||
|
|
|
|
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 32 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai;
|
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||
2.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 32 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai;
|
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||
2.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK ATAU IMPORTIR BARANG KENA CUKAI YANG MELAKSANAKAN PELUNASAN DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
|
|
|
|
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
|
||
2.
|
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
|
||
3.
|
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian dari padanya. yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
|
||
4.
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
||
5.
|
Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik.
|
||
6.
|
Importir adalah Orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam daerah pabean.
|
||
7.
|
Penundaan Pembayaran Cukai yang selanjutnya disebut Penundaan adalah kemudahan pembayaran dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
|
||
8.
|
Laporan Keuangan adalah suatu laporan yang disusun secara teratur dan disajikan secara ringkas atas transaksi keuangan dari Orang, sekurang-kurangnya meliputi neraca dan laporan laba rugi.
|
||
9.
|
Pita Cukai adalah dokumen sekuriti sebagai tanda pelunasan cukai dalam bentuk kertas yang memiliki sifat/unsur sekuriti dengan spesifikasi dan desain tertentu.
|
||
10.
|
Jaminan Bank adalah garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mewajibkan pihak bank membayar kepada pihak yang menerima garansi apabila pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi).
|
||
11.
|
Jaminan dari Perusahaan Asuransi adalah sertifikat jaminan yang diterbitkan oleh penjamin yang memberikan jaminan pembayaran kewajiban cukai kepada penerima jaminan dalam hal terjamin gagal memenuhi pembayaran kewajiban cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
12
|
Jaminan Perusahaan adalah surat pernyataan tertulis dari pengusaha yang berisi kesanggupan untuk membayar seluruh utang cukainya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sehubungan dengan Penundaan dalam jangka waktu yang ditentukan dengan menjaminkan seluruh aset perusahaannya.
|
||
13.
|
Likuiditas adalah kemampuan Pengusaha Pabrik atau Importir untuk memenuhi seluruh kewajiban atau utang jangka pendeknya yang dihitung berdasarkan perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar.
|
||
14
|
Solvabilitas adalah kemampuan Pengusaha Pabrik atau Importir untuk melunasi seluruh utang yang ada dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya yang dihitung berdasarkan perbandingan antara total aktiva dengan total utang.
|
||
15.
|
Rentabilitas adalah kemampuan Pengusaha Pabrik atau Importir untuk menghasilkan laba selama periode tertentu yang dihitung berdasarkan perbandingan antara laba bersih dengan total modal.
|
||
16.
|
Surat Tagihan di Bidang Cukai (STCK-1) yang selanjutnya disebut Surat Tagihan adalah surat berupa ketetapan yang digunakan untuk melakukan tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga.
|
||
17.
|
Surat Teguran di Bidang Cukai (STCK-2) yang selanjutnya disebut Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menegur atau memperingatkan penanggung cukai untuk melunasi utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga.
|
||
18.
|
Surat Paksa di Bidang Cukai yang selanjutnya disebut Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga, serta biaya penagihan.
|
||
19.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||
20.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
21.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Cukai.
|
||
22.
|
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Cukai.
|
||
|
|
|
|
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Penundaan dapat diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir atas pemesanan Pita Cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan Pita Cukai.
|
||
(2)
|
Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
|
||
|
a.
|
2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan Pita Cukai, untuk Pengusaha Pabrik; atau
|
|
|
b.
|
1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan Pita Cukai, untuk Importir.
|
|
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, bagi Pengusaha Pabrik yang telah mengekspor hasil tembakau yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah hasil tembakau yang dijual di dalam negeri sebelum tahun anggaran berjalan, dapat diberikan Penundaan dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari.
|
||
(4)
|
Jumlah hasil tembakau yang diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai dengan tujuan untuk diekspor (CK-5 ekspor) yang telah direalisasikan ekspornya.
|
||
(5)
|
Jumlah hasil tembakau yang dijual di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan dokumen pemesanan Pita Cukai.
|
||
(6)
|
Tanggal berakhirnya jangka waktu Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) dinyatakan sebagai jatuh tempo Penundaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Perhitungan besaran nilai cukai yang dapat diberikan Penundaan:
|
||
|
a.
|
untuk Pengusaha Pabrik, sebanyak 2 (dua) kali dari nilai cukai rata-rata per bulan yang paling tinggi, yang dihitung dari pemesanan Pita Cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir atau dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir; atau
|
|
|
b.
|
untuk Importir, sebanyak 1 (satu) kali dari nilai cukai rata-rata per bulan yang paling tinggi, yang dihitung dari pemesanan Pita Cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir atau dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir.
|
|
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan perhitungan besaran nilai cukai yang dapat diberikan Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), sebanyak 3 (tiga) kali dari nilai cukai rata-rata per bulan yang paling tinggi, yang dihitung dari pemesanan Pita Cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir atau dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir.
|
||
(3)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir bermaksud menambah nilai cukai yang dapat diberikan Penundaan, nilai cukai yang dapat ditambahkan paling banyak 50% (lima puluh persen) dari hasil perhitungan nilai cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
|
||
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai dapat melakukan pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan, sepanjang Pengusaha Pabrik atau Importir telah:
|
|||
a.
|
mendapatkan keputusan pemberian Penundaan; dan
|
||
b.
|
menyerahkan jaminan kepada Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pengusaha Pabrik atau Importir.
|
||
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Jenis jaminan yang dapat diserahkan oleh Pengusaha Pabrik adalah berupa:
|
||
|
a.
|
Jaminan Bank;
|
|
|
b.
|
Jaminan dari Perusahaan Asuransi; atau
|
|
|
c.
|
Jaminan Perusahaan.
|
|
(2)
|
Jenis jaminan yang dapat diserahkan oleh Importir adalah berupa Jaminan Bank.
|
||
(3)
|
Jaminan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi perusahaan dan disahkan oleh notaris.
|
||
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Pengusaha Pabrik atau Importir harus menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) atau ayat (2) kepada Pejabat Bea dan Cukai paling lambat pada saat pengajuan dokumen pemesanan Pita Cukai.
|
||
(2)
|
Atas jaminan yang diserahkan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian dan menerbitkan Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
(1)
|
jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) harus memenuhi jangka waktu:
|
||
|
a.
|
selama waktu Penundaan, untuk jaminan yang berdasarkan dokumen pemesanan Pita Cukai; atau
|
|
|
b.
|
sampai dengan berakhirnya masa Penundaan, untuk keseluruhan dokumen pemesanan Pita Cukai dalam satu periode keputusan pemberian Penundaan.
|
|
(2)
|
Jangka waktu berlakunya jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu sampai dengan jatuh tempo Penundaan berdasarkan pemesanan Pita Cukai yang dapat dilakukan dalam satu periode keputusan pemberian Penundaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Pengusaha Pabrik atau Importir dapat meminta pengembalian atas jaminan yang telah diserahkan berdasarkan keputusan pemberian Penundaan periode sebelumnya, dalam hal:
|
||
|
a.
|
telah mendapatkan keputusan pemberian Penundaan untuk periode berikutnya; dan
|
|
|
b.
|
telah menyerahkan jaminan baru berdasarkan keputusan pemberian Penundaan periode berikutnya.
|
|
(2)
|
Nilai Jaminan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus sebesar nilai cukai atas pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan:
|
||
|
a.
|
yang belum dibayar yang diajukan berdasarkan keputusan pemberian Penundaan pada periode sebelumnya; dan
|
|
|
b.
|
yang akan diajukan berdasarkan keputusan pemberian Penundaan pada periode berikutnya.
|
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
Ketentuan tentang jenis, besaran, dan jangka waktu jaminan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai jenis dan besaran jaminan dalam rangka Penundaan pembayaran cukai.
|
|||
|
|
|
|
BAB II
PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN
Pasal 10 |
|||
Untuk mendapatkan keputusan pemberian Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, Pengusaha Pabrik atau Importir harus mengajukan permohonan Penundaan kepada Pejabat Bea dan Cukai sesuai format yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Permohonan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diajukan kepada:
|
||
|
a.
|
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama, untuk permohonan Penundaan dengan nilai cukai paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
|
|
|
b.
|
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya, untuk permohonan Penundaan dengan nilai cukai paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
|
|
|
c.
|
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, untuk permohonan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir yang berada di bawah pengawasan Kantor Pelayanan Utama;
|
|
|
d.
|
Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, untuk permohonan Penundaan dengan nilai cukai lebih dari:
|
|
|
|
1.
|
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi Pengusaha Pabrik atau Importir yang berada di bawah pengawasan kantor sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
|
|
|
2.
|
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) bagi Pengusaha Pabrik atau Importir yang berada di bawah pengawasan kantor sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
|
(2)
|
Atas permohonan Penundaan yang diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai meneruskan permohonan Penundaan tersebut dilengkapi dengan rekomendasi hasil penelitian atas:
|
||
|
a.
|
kelengkapan dokumen;
|
|
|
b.
|
penggunaan jaminan; dan
|
|
|
c.
|
besaran nilai cukai yang dapat diberikan Penundaan.
|
|
(3)
|
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai meneruskan permohonan Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
||
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Pengusaha Pabrik dapat mengajukan permohonan Penundaan dengan menggunakan Jaminan Bank, dalam hal Pengusaha Pabrik:
|
||
|
a.
|
merupakan Pengusaha Kena Pajak;
|
|
|
b.
|
selama kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak dikenai sanksi administrasi karena melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (7), Pasal 16 ayat (4), Pasal 16 ayat (5), Pasal 23 ayat (2), Pasal 27 ayat (4), Pasal 29 ayat (2a), Pasal 32 ayat (2), Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (2), Pasal 37 ayat (4), atau Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Cukai;
|
|
|
c.
|
tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan; dan
|
|
|
d.
|
mendapatkan pemberian pengangsuran pembayaran tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda di bidang cukai dan jumlah angsurannya paling sedikit sudah mencapai 75% (tujuh puluh lima persen) dari total jumlah tagihan.
|
|
(2)
|
Pengusaha Pabrik dapat mengajukan permohonan Penundaan dengan menggunakan Jaminan dari Perusahaan Asuransi, dalam hal Pengusaha Pabrik:
|
||
|
a.
|
merupakan Pengusaha Kena Pajak;
|
|
|
b.
|
selama kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak dikenai sanksi administrasi karena melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (7), Pasal 16 ayat (4), Pasal 16 ayat (5), Pasal 23 ayat (2), Pasal 27 ayat (4), Pasal 29 ayat (2a), Pasal 32 ayat (2), Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (2), Pasal 37 ayat (4), atau Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Cukai;
|
|
|
c.
|
tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan;
|
|
|
d.
|
mendapatkan pemberian pengangsuran pembayaran tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda di bidang cukai dan jumlah angsurannya paling sedikit sudah mencapai 75% (tujuh puluh lima persen) dari total jumlah tagihan;
|
|
|
e.
|
tidak mendapat Surat Teguran dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir.
|
|
(3)
|
Pengusaha Pabrik dapat mengajukan permohonan Penundaan dengan menggunakan Jaminan Perusahaan, dalam hal Pengusaha Pabrik:
|
||
|
a.
|
merupakan Pengusaha Kena Pajak;
|
|
|
b.
|
selama kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir tidak dikenai sanksi administrasi karena melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (7), Pasal 16 ayat (4), Pasal 16 ayat (5), Pasal 23 ayat (2), Pasal 27 ayat (4), Pasal 29 ayat (2a), Pasal 32 ayat (2), Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (2), Pasal 37 ayat (4), atau Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Cukai;
|
|
|
c.
|
tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan;
|
|
|
d.
|
tidak sedang melakukan pengangsuran pembayaran atas Surat Tagihan;
|
|
|
e.
|
tidak mendapat Surat Teguran dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir;
|
|
|
f.
|
memiliki Laporan Keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa pengecualian selama 2 (dua) tahun terakhir;
|
|
|
g.
|
memiliki kinerja keuangan yang baik dengan ketentuan:
|
|
|
|
1.
|
Likuiditas lebih besar dari 1 (satu);
|
|
|
2.
|
Solvabilitas lebih besar dari 1 (satu); dan
|
|
|
3.
|
Rentabilitas bernilai positif.
|
(4)
|
Importir dapat mengajukan permohonan Penundaan dengan menggunakan Jaminan Bank, dalam hal Importir:
|
||
|
a.
|
merupakan Pengusaha Kena Pajak;
|
|
|
b.
|
selama kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir tidak dikenai sanksi administrasi karena melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (7), Pasal 16 ayat (4), Pasal 16 ayat (5), Pasal 23 ayat (2), Pasal 27 ayat (4), Pasal 29 ayat (2a), Pasal 32 ayat (2), Pas al 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (2), Pasal 37 ayat (4), atau Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Cukai;
|
|
|
c.
|
tidak sedang mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan;
|
|
|
d.
|
memiliki Laporan Keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa pengecualian selama 1 (satu) tahun terakhir;
|
|
|
e.
|
memiliki kinerja keuangan yang baik dengan ketentuan:
|
|
|
|
1.
|
Likuiditas lebih besar dari 1 (satu);
|
|
|
2.
|
Solvabilitas dapat lebih kecil dari 1 (satu); dan
|
|
|
3.
|
Rentabilitas bernilai positif.
|
(5)
|
Yang dimaksud dengan melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf b, dan ayat (4) huruf b, yaitu apabila barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut cukai menyimpang dari tujuannya yang meliputi:
|
||
|
a.
|
barang kena cukai yang diberitahukan diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean, tidak dapat dibuktikan telah diangkut terus atau diangkut lanjut;
|
|
|
b.
|
barang kena cukai yang diberitahukan diekspor, tidak dapat dibuktikan telah diekspor;
|
|
|
c.
|
barang kena cukai yang diberitahukan dimasukkan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan, tidak dapat dibuktikan telah dimasukkan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan; atau
|
|
|
d.
|
barang kena cukai yang diberitahukan digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai, digunakan bukan untuk pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai.
|
|
(6)
|
Yang dimaksud dengan melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf b, dan ayat (4) huruf b, apabila barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai diserahkan oleh Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan bukan kepada pengguna fasilitas pembebasan yang ditetapkan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik mengajukan permohonan Penundaan dengan menggunakan Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi, Pengusaha Pabrik harus melampirkan:
|
||
|
a.
|
surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
|
|
b.
|
daftar rekapitulasi dokumen pemesanan Pita Cukai dari perusahaan yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan terakhir sebelum pengajuan permohonan;
|
|
|
c.
|
perhitungan besaran nilai cukai yang diajukan untuk dapat diberikan Penundaan; dan
|
|
|
d.
|
daftar rekapitulasi penjualan hasil tembakau dalam negeri dan realisasi ekspor hasil tembakau, dalam hal Pengusaha Pabrik meminta jangka waktu Penundaan selama 90 (sembilan puluh) hari karena memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3).
|
|
(2)
|
Daftar rekapitulasi dokumen pemesanan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(3)
|
Perhitungan besaran nilai cukai yang diajukan untuk dapat diberikan Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(4)
|
Daftar rekapitulasi penjualan hasil tembakau dalam negeri dan realisasi ekspor hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik mengajukan permohonan Penundaan dengan menggunakan Jaminan Perusahaan, Pengusaha Pabrik harus melampirkan:
|
||
|
a.
|
surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
|
|
b.
|
Laporan Keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik dalam 2 (dua) tahun terakhir, yaitu Laporan Keuangan tahun pertama dan Laporan Keuangan tahun kedua sebelum tahun pengajuan permohonan;
|
|
|
c.
|
daftar rekapitulasi dokumen pemesanan Pita Cukai dari perusahaan yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan terakhir sebelum pengajuan permohonan;
|
|
|
d.
|
perhitungan besaran nilai cukai yang diajukan untuk dapat diberikan Penundaan; dan
|
|
|
e.
|
daftar rekapitulasi penjualan hasil tembakau dalam negeri dan realisasi ekspor hasil tembakau, dalam hal Pengusaha Pabrik meminta jangka waktu Penundaan selama 90 (sembilan puluh) hari karena memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3).
|
|
(2)
|
Dalam hal Laporan Keuangan perusahaan tahun pertama sebelum tahun pengajuan permohonan sedang diaudit oleh akuntan publik, permohonan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
surat keterangan dari akuntan publik yang menyatakan bahwa perusahaan sedang dalam proses audit oleh akuntan publik.
|
|
|
b.
|
Laporan Keuangan perusahaan 1 (satu) tahun sebelum tahun pengajuan permohonan, yang sedang diaudit oleh akuntan publik; dan
|
|
|
c.
|
Laporan Keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik 2 (dua) tahun terakhir lainnya, yaitu Laporan Keuangan tahun kedua dan Laporan Keuangan tahun ketiga sebelum tahun pengajuan permohonan.
|
|
(3)
|
Daftar rekapitulasi dokumen pemesanan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(4)
|
Perhitungan besaran nilai cukai yang diajukan untuk dapat diberikan Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(5)
|
Daftar rekapitulasi penjualan hasil tembakau dalam negeri dan realisasi ekspor hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Dalam hal Importir mengajukan permohonan Penundaan dengan menggunakan Jaminan Bank, Importir harus melampirkan:
|
||
|
a.
|
surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
|
|
b.
|
Laporan Keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik untuk 1 (satu) tahun terakhir, yaitu Laporan Keuangan satu tahun sebelum tahun pengajuan permohonan;
|
|
|
c.
|
daftar rekapitulasi dokumen pemesanan Pita Cukai dari perusahaan yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan terakhir sebelum pengajuan permohonan; dan
|
|
|
d.
|
perhitungan besaran nilai cukai yang diajukan untuk dapat diberikan Penundaan.
|
|
(2)
|
Dalam hal Laporan Keuangan perusahaan 1 (satu) tahun sebelum tahun pengajuan permohonan sedang diaudit oleh akuntan publik, permohonan Penundaan yang diajukan oleh Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
surat keterangan dari akuntan publik yang menyatakan bahwa perusahaan sedang dalam proses audit oleh akuntan publik;
|
|
|
b.
|
Laporan Keuangan perusahaan satu tahun sebelum tahun pengajuan permohonan, yang sedang diaudit oleh akuntan publik; dan
|
|
|
c.
|
Laporan Keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik 1 (satu) tahun terakhir lainnya, yaitu Laporan Keuangan tahun kedua sebelum tahun pengajuan permohonan.
|
|
(3)
|
Daftar rekapitulasi dokumen pemesanan Pita Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(4)
|
Perhitungan besaran nilai cukai yang diajukan untuk dapat diberikan Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
Pengusaha Pabrik atau Importir dapat mengajukan permohonan Penundaan untuk periode Penundaan berikutnya paling cepat dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya keputusan Penundaan.
|
|||
|
|
|
|
BAB III
PEMBERIAN PENUNDAAN
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Terhadap permohonan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai memberikan keputusan menyetujui atau menolak permohonan Penundaan.
|
||
(2)
|
Keputusan menyetujui atau menolak permohonan Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan:
|
||
|
a.
|
perhitungan besaran nilai cukai yang dapat diberikan Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
|
|
|
b.
|
ketentuan tentang penggunaan jenis jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;
|
|
|
c.
|
kelengkapan lampiran permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, atau Pasal 15; dan
|
|
|
d.
|
profil Pengusaha Pabrik atau Importir.
|
|
(3)
|
Keputusan menyetujui atau menolak permohonan Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.
|
||
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai memberikan keputusan menyetujui permohonan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik dengan menggunakan Jaminan Bank dalam hal Pengusaha Pabrik:
|
||
|
a.
|
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
|
|
|
b.
|
melengkapi permohonan dengan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13; dan
|
|
|
c.
|
termasuk dalam Pengusaha Pabrik beresiko rendah atau sedang.
|
|
(2)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai memberikan keputusan menyetujui permohonan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik dengan menggunakan Jaminan dari Perusahaan Asuransi dalam hal Pengusaha Pabrik:
|
||
|
a.
|
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);
|
|
|
b.
|
melengkapi permohonan dengan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13; dan
|
|
|
c.
|
termasuk dalam Pengusaha Pabrik beresiko rendah atau sedang.
|
|
(3)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai memberikan keputusan menyetujui permohonan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik dengan menggunakan Jaminan Perusahaan dalam hal Pengusaha Pabrik:
|
||
|
a.
|
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3);
|
|
|
b.
|
melengkapi permohonan dengan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan
|
|
|
c.
|
termasuk dalam Pengusaha Pabrik beresiko rendah;
|
|
(4)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai memberikan keputusan menyetujui permohonan Penundaan yang diajukan oleh Importir dengan menggunakan Jaminan Bank dalam hal Importir:
|
||
|
a.
|
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4);
|
|
|
b.
|
melengkapi permohonan dengan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; dan
|
|
|
c.
|
termasuk dalam Importir beresiko rendah.
|
|
(5)
|
Keputusan persetujuan pemberian Penundaan dilakukan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai dengan memberikan keputusan pemberian Penundaan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(6)
|
Keputusan pemberian Penundaan ditandatangani oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai atas nama Menteri.
|
||
(7)
|
Keputusan pemberian Penundaan berlaku paling lama 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya keputusan pemberian Penundaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 19 |
|||
Tata cara pengajuan dan pemberian Penundaan ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||
(1)
|
Dalam hal terdapat kenaikan tarif cukai, Pengusaha Pabrik atau Importir yang telah mendapat keputusan pemberian Penundaan dapat mengajukan permohonan penyesuaian nilai cukai yang diberikan Penundaan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(2)
|
Nilai cukai yang dapat diajukan untuk mendapat penyesuaian nilai cukai yang diberikan Penundaan dihitung secara proporsional berdasarkan perhitungan besarnya kenaikan tarif cukai dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(3)
|
Permohonan penyesuaian nilai cukai yang diberikan Penundaan diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
|
||
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai dapat memberikan keputusan menyetujui permohonan penyesuaian nilai cukai yang diberikan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir, dengan keputusan perubahan pemberian Penundaan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(2)
|
Keputusan perubahan pemberian Penundaan ditandatangani oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai atas nama Menteri.
|
||
(3)
|
Keputusan perubahan pemberian Penundaan berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya keputusan pemberian Penundaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||
Tata cara perubahan pemberian Penundaan ditetapkan dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 23 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai memberikan keputusan menolak permohonan Penundaan atau permohonan penambahan nilai cukai yang diberikan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir dalam hal permohonan yang diajukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 16.
|
||
(2)
|
Penolakan permohonan Penundaan atau permohonan penambahan nilai cukai yang diberikan Penundaan dilakukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan penolakan.
|
||
(3)
|
Surat pemberitahuan penolakan paling sedikit memuat:
|
||
|
a.
|
nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pengusaha Pabrik atau Importir; dan
|
|
|
b.
|
alasan penolakan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 24 |
|||
Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai dapat meminta kepada Pengusaha Pabrik atau Importir untuk melengkapi permohonan dalam hal berdasarkan hasil penelitian, permohonan belum lengkap.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 25 |
|||
Terhadap pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan yang:
|
|||
1.
|
diajukan dalam masa berlakunya keputusan pemberian Penundaan; dan
|
||
2.
|
jatuh tempo Penundaannya melewati masa berlaku keputusan pemberian Penundaan,
|
||
jatuh tempo Penundaannya tetap mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 26 |
|||
Tata cara pengadministrasian dokumen pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan ditetapkan dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB IV
PEMBAYARAN DAN PENCAIRAN JAMINAN
Pasal 27 |
|||
(1)
|
Pengusaha Pabrik atau Importir yang melakukan pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan, wajib membayar cukai yang mendapat Penundaan, paling lambat pada jatuh tempo Penundaan.
|
||
(2)
|
Dalam hal jatuh tempo Penundaan jatuh pada hari libur, hari yang diliburkan, atau bukan hari kerja dari Bank Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Pos Persepsi, yang mengakibatkan tidak dapat dilakukan pembayaran, Pengusaha Pabrik atau Importir yang melakukan pemesanan Pita Cukai dengan mendapat Penundaan, wajib membayar cukai yang mendapat Penundaan, paling lambat pada hari kerja sebelum jatuh tempo Penundaan.
|
||
(3)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan jatuh tempo Penundaan, Pengusaha Pabrik atau Importir:
|
||
|
a.
|
wajib membayar cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo Penundaan; dan
|
|
|
b.
|
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo Penundaan.
|
|
(4)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penagihan dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir tidak membayar cukai yang terutang sampai dengan jatuh tempo Penundaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 28 |
|||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik yang mendapatkan Penundaan dengan menyerahkan Jaminan Perusahaan tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan jatuh tempo Penundaan, Pejabat Bea dan Cukai tidak melayani pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan atau pemesanan Pita Cukai tidak dengan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik dimaksud.
|
||
(2)
|
Pejabat Bea dan Cukai melayani kembali pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan atau pemesanan Pita Cukai tidak dengan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik yang tidak dilayani pemesanan Pita Cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Pengusaha Pabrik telah membayar:
|
||
|
a.
|
cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a; dan
|
|
|
b.
|
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b.
|
|
(3)
|
Pejabat Bea dan Cukai melayani kembali pemesanan Pita Cukai tidak dengan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik yang tidak dilayani pemesanan Pita Cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Pengusaha Pabrik:
|
||
|
a.
|
mendapatkan persetujuan pengangsuran terhadap cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo Penundaan, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3);
|
|
|
b.
|
mendapatkan persetujuan pengangsuran terhadap cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo Penundaan, dan mengajukan keberatan atas pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3);
|
|
|
c.
|
telah membayar cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo Penundaan, dan mengajukan keberatan atas pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3); atau
|
|
|
d.
|
telah membayar cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo Penundaan, dan mendapatkan persetujuan pengangsuran atas pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3).
|
|
|
|
|
|
Pasal 29 |
|||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan Penundaan dengan menyerahkan Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan jatuh tempo Penundaan, Pejabat Bea dan Cukai tidak melayani pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir dimaksud.
|
||
(2)
|
Pejabat Bea dan Cukai melayani kembali pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan, yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir yang tidak dilayani pemesanan Pita Cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir telah membayar:
|
||
|
a.
|
cukai yang mendapat Penundaan yang tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf a; dan
|
|
|
b.
|
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf b.
|
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
|||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai tidak melayani pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir selama 6 (enam) bulan, dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan jatuh tempo Penundaan sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir.
|
||
(2)
|
Jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhitung sejak tanggal Surat Tagihan yang ketiga dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir.
|
||
|
|
|
|
Pasal 31 |
|||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapatkan Penundaan dengan menyerahkan Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan jatuh tempo Penundaan, Pejabat Bea dan Cukai mencairkan Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapat Penundaan dengan menyerahkan Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi.
|
||
(2)
|
Pencairan Jaminan Bank atau Jaminan dari Perusahaan Asuransi, dilakukan dengan menggunakan surat pencairan jaminan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(3)
|
Surat pencairan jaminan dibuat dan dikirimkan oleh Pejabat Bea dan Cukai kepada bank penjamin atau perusahaan asuransi penjamin.
|
||
(4)
|
Bank penjamin atau perusahaan asuransi penjamin harus melakukan pencairan jaminan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat pencairan jaminan.
|
||
(5)
|
Dalam hal bank penjamin atau perusahaan asuransi penjamin telah mencairkan jaminan, bank penjamin atau perusahaan asuransi penjamin harus memberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
|
||
(6)
|
Dalam hal bank penjamin atau perusahaan asuransi penjamin tidak melakukan pencairan jaminan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai:
|
||
|
a.
|
tidak melayani jaminan baru yang diterbitkan oleh bank penjamin atau perusahaan asuransi penjamin yang bersangkutan sampai dengan kewajiban pencairan jaminan dipenuhi;
|
|
|
b.
|
melaporkan bank penjamin atau perusahaan asuransi penjamin kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan asuransi; dan
|
|
|
c.
|
melakukan penagihan terhadap cukai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 32 |
|||
Dalam hal Pengusaha Pabrik yang mendapatkan Penundaan dengan menyerahkan Jaminan Perusahaan tidak membayar cukai yang mendapat Penundaan sampai dengan jatuh tempo Penundaan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penagihan mengikuti ketentuan sebagaimana diatur pada peraturan perundang-undangan mengenai penagihan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 33 |
|||
Terhadap setiap pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan yang dilakukan Pengusaha Pabrik atau Importir, Pejabat Bea dan Cukai yang mempunyai tugas mengadministrasikan penerimaan dan jaminan di Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pabrik atau Importir mengadministrasikan dengan menggunakan Buku Rekening Kredit (BRCK-3).
|
|||
|
|
|
|
Pasal 34 |
|||
Tata cara pencairan jaminan bank dan jaminan dari perusahaan asuransi ditetapkan dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB V
PEMBEKUAN, PEMBERLAKUAN KEMBALI, DAN PENCABUTAN PEMBERIAN PENUNDAAN
Pasal 35 |
|||
(1)
|
Keputusan pemberian Penundaan yang telah diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir dapat dibekukan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai yang memberikan keputusan pemberian Penundaan.
|
||
(2)
|
Keputusan pemberian Penundaan dibekukan dalam hal:
|
||
|
a.
|
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Pengusaha Pabrik atau Importir yang bersangkutan dibekukan; atau
|
|
|
b.
|
Pengusaha Pabrik atau Importir mendapatkan Surat Teguran.
|
|
(3)
|
Pembekuan keputusan pemberian Penundaan dilakukan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan keputusan pembekuan pemberian Penundaan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(4)
|
Keputusan pembekuan pemberian Penundaan ditandatangani oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas nama Menteri.
|
||
|
|
|
|
Pasal 36 |
|||
(1)
|
Selama waktu pembekuan keputusan pemberian Penundaan, Pengusaha Pabrik atau Importir tidak dapat mengajukan permohonan Penundaan baru.
|
||
(2)
|
Dalam hal keputusan pemberian Penundaan dibekukan, pemesanan Pita Cukai dengan Penundaan yang diajukan sebelum pembekuan, dilakukan pembayaran cukai sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
|
||
|
|
|
|
Pasal 37 |
|||
Tata cara pembekuan pemberian Penundaan ditetapkan dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 38 |
|||
(1)
|
Keputusan pembekuan Penundaan yang telah diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir dapat diberlakukan kembali oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai yang membekukan keputusan pemberian Penundaan.
|
||
(2)
|
Keputusan pemberian Penundaan yang dibekukan diberlakukan kembali dalam hal:
|
||
|
a.
|
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Pengusaha Pabrik atau Importir yang dibekukan Penundaannya karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a, telah diberlakukan kembali; atau
|
|
|
b.
|
Pengusaha Pabrik atau Importir yang mendapat Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf b, telah membayar tagihan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di bidang cukai.
|
|
(3)
|
Pemberlakuan kembali keputusan pemberian Penundaan dilakukan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan keputusan pemberlakukan kembali pemberian Penundaan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(4)
|
Keputusan pemberlakukan kembali pemberian Penundaan ditandatangani oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas nama Menteri.
|
||
|
|
|
|
Pasal 39 |
|||
Tata cara pemberlakuan kembali pemberian Penundaan ditetapkan dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 40 |
|||
(1)
|
Keputusan pemberian Penundaan yang telah diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir dapat dicabut oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai yang memberikan keputusan pemberian Penundaan.
|
||
(2)
|
Keputusan pemberian Penundaan dicabut dalam hal:
|
||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik atau Importir yang bersangkutan mengajukan permohonan pencabutan keputusan pemberian Penundaan;
|
|
|
b.
|
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Pengusaha Pabrik atau Importir dicabut; atau
|
|
|
c.
|
Pengusaha Pabrik atau Importir mendapatkan Surat Paksa.
|
|
(3)
|
Pencabutan keputusan pemberian Penundaan dilakukan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan keputusan pencabutan pemberian Penundaan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(4)
|
Keputusan pencabutan pemberian Penundaan ditandatangani oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas nama Menteri.
|
||
|
|
|
|
Pasal 41 |
|||
Pengusaha Pabrik atau Importir yang keputusan pemberian Penundaannya dicabut:
|
|||
a.
|
wajib membayar seluruh cukai yang mendapat Penundaan tanpa menunggu jatuh tempo Penundaan; dan
|
||
b.
|
tidak dapat mengajukan permohonan Penundaan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal berlakunya keputusan pencabutan pemberian Penundaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 42 |
|||
Tata cara pencabutan pemberian Penundaan ditetapkan dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 43 |
|||
Ketentuan jatuh tempo Penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) untuk tahun 2017, tahun 2018, tahun 2019, dan tahun 2020 berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
dalam hal pemesanan Pita Cukai diajukan sebelum tanggal 31 Desember 2017 yang jatuh tempo Penundaan melewati tanggal 31 Desember 2017, maka jatuh temponya ditetapkan tanggal 31 Desember 2017;
|
||
b.
|
dalam hal pemesanan Pita Cukai diajukan sebelum tanggal 16 Desember 2018 yang jatuh tempo Penundaan melewati tanggal 31 Desember 2018, maka jatuh temponya ditetapkan tanggal 31 Desember 2018;
|
||
c.
|
dalam hal pemesanan Pita Cukai diajukan sebelum tanggal 1 Desember 2019 yang jatuh tempo Penundaan melewati tanggal 31 Desember 2019, jatuh tempo Penundaan ditetapkan pada tanggal 31 Desember 2019; atau
|
||
d.
|
dalam hal pemesanan Pita Cukai diajukan sebelum tanggal 16 November 2020 yang jatuh tempo Penundaan melewati tanggal 31 Desember 2020, jatuh tempo Penundaan ditetapkan pada tanggal 31 Desember 2020.
|
||
|
|
|
|
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44 |
|||
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini:
|
|||
a.
|
Keputusan pemberian Penundaan yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-26/BC/2009 tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-20/BC/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2009 Tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya sesuai jangka waktu pemberian Penundaan dimaksud; dan
|
||
b.
|
Permohonan Penundaan yang telah diajukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-26/BC/2009 tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-20/BC/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2009 Tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai, dan belum mendapatkan keputusan, diselesaikan dengan menggunakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-26/BC/2009 tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-20/BC/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2009 Tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai.
|
||
|
|
|
|
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45 |
|||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-26/BC/2009 tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-20/BC/2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2009 Tentang Tata Cara Penundaan Pembayaran Cukai, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 46 |
|||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku terhitung sejak tanggal 8 Juli 2017.
|
|||
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 03 Juli 2017
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
ttd.
HERU PAMBUDI
|