Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
|
||||
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 44 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.04/2017 tentang Toko Bebas Bea, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Toko Bebas Bea;
|
||||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.04/2017 tentang Toko Bebas Bea;
|
||||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TOKO BEBAS BEA.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
|||
2.
|
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
|
|||
3.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||
4.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
5.
|
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
|
|||
6.
|
Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang dan/atau orang tertentu.
|
|||
7.
|
Penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus Pengusaha Toko Bebas Bea yang selanjutnya disebut dengan Pengusaha Toko Bebas Bea adalah badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang dan/atau orang tertentu.
|
|||
8.
|
Ruang Penimbunan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh Pengusaha Toko Bebas Bea untuk:
|
|||
|
a.
|
menimbun atau menyimpan barang asal impor dan/atau barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean; dan
|
||
|
b.
|
tempat dilakukannya pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
9.
|
Ruang Penjualan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh Pengusaha Toko Bebas Bea untuk:
|
|||
|
a.
|
menjual barang: dan/atau
|
||
|
b.
|
menyerahkan,
|
||
|
barang asal impor dan/atau barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
|||
10.
|
Tempat Penyerahan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh Pengusaha Toko Bebas Bea di:
|
|||
|
a.
|
terminal keberangkatan bandar udara internasional;
|
||
|
b.
|
terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama;
|
||
|
c.
|
tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri;
|
||
|
d.
|
tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utarna yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri;
|
||
|
di Kawasan Pabean untuk menyerahkan barang.
|
|||
11.
|
Gudang Berikat yang selanjutnya disingkat GB adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
|
|||
12.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
|||
13.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
14.
|
Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
15.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
|
|||
16.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||
17.
|
Pajak Dalam Rangka Impor adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.
|
|||
18.
|
Sistem Komputer Pelayanan adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
|
|||
19.
|
Pertukaran Data Elektronik Kepabeanan yang selanjutnya disebut PDE Kepabeanan adalah proses penyampaian dokumen pabean dalam bentuk pertukaran data elektronik melalui komunikasi antar aplikasi dan antar organisasi yang terintegrasi dengan menggunakan perangkat sistem komunikasi data.
|
|||
20.
|
Pemindai sidik jari adalah sebuah perangkat elektronik yang digunakan untuk menangkap gambar digital dari pola sidik jari,
|
|||
21.
|
Kartu Kendali adalah alat kontrol pembelian barang kena cukai di Toko Bebas Bea yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada orang tertentu.
|
|||
22.
|
Sistem Pengendalian Internal yang selanjutnya disingkat SPI adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/aktivitas bisnis perusahaan, pergerakan dokumen pemberitahuan proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan penerapan peraturan kepabeanan dan/atau cukai;
|
|||
23.
|
Media Penyimpanan Data Elektronik yang selanjutnya disingkat MPDE adalah media yang dapat menyimpan data elektronik seperti disket, compact disk, flash disk atau sejenisnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Toko Bebas Bea merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Dalam rangka melaksanakan pengawasan terhadap Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
|||
|
||||
Pasal 3 |
||||
Toko Bebas Bea dapat berlokasi di:
|
||||
a.
|
terminal keberangkatan bandar udara internasional di Kawasan Pabean;
|
|||
b.
|
terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
|
|||
c.
|
tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean;
|
|||
d.
|
tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean;
|
|||
e.
|
terminal kedatangan bandar udara internasional di Kawasan Pabean; atau
|
|||
f.
|
dalam kota.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Toko Bebas Bea harus mempunyai:
|
|||
|
a.
|
Ruang Penimbunan; dan
|
||
|
b.
|
Ruang Penjualan.
|
||
(2)
|
Ruang Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berada tidak satu lokasi dengan Ruang Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam hal Toko Bebas Bea berlokasi di bandar udara internasional dan pelabuhan utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a sampai dengan huruf e.
|
|||
(3)
|
Ruang Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Ruang Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus berada dalam satu lokasi dalam hal Toko Bebas Bea berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f.
|
|||
(4)
|
Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, dapat mempunyai Tempat Penyerahan.
|
|||
(5)
|
Ruang Penimbunan yang berada tidak satu lokasi dengan Ruang Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berada di kawasan bandar udara atau pelabuhan utama lokasi Ruang Penjualan yang bersangkutan.
|
|||
(6)
|
Perpindahan barang:
|
|||
|
a.
|
dari Ruang Penimbunan ke Ruang Penjualan yang lokasinya terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
|
||
|
b.
|
dari Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota ke Tempat Penyerahan;
|
||
|
dilakukan dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan menggunakan formulir pemberitahuan perpindahan barang.
|
|||
(7)
|
Atas barang yang telah dibeli di Toko Bebas Bea harus diserahkan di:
|
|||
|
a.
|
Ruang Penjualan; atau
|
||
|
b.
|
Tempat Penyerahan.
|
||
(8)
|
Pemberitahuan perpindahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diajukan melalui Sistem Komputer Pelayanan.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
PENDIRIAN/PEMBERIAN IZIN TOKO BEBAS BEA DAN PERUBAHAN IZIN TOKO BEBAS BEA bagian Kesatu Pendirian/Pemberian izin Toko Bebas Bea Pasal 5 |
||||
(1)
|
Di dalam Toko Bebas Bea dilakukan penyelenggaraan Toko Bebas Bea dan pengusahaan Toko Bebas Bea.
|
|||
(2)
|
Penyelenggaraan Toko Bebas Bea dan pengusahaan Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha Toko Bebas Bea.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin sebagai Pengusaha Toko Bebas Bea ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri.
|
|||
(2)
|
Penetapan dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan:
|
|||
|
a.
|
izin usaha sudah tidak berlaku lagi;
|
||
|
b.
|
bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sudah tidak berlaku lagi: dan/atau
|
||
|
c.
|
izin sebagai Pengusaha Toko Bebas Bea dicabut.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) pihak yang bermaksud menjadi Pengusaha Toko Bebas Bea mengajukan permohonan kepada:
|
|||
|
a.
|
Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah; atau
|
||
|
b.
|
Menteri c.q. Kepala KPU.
|
||
(2)
|
Permohonan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin sebagai Pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan.
|
|||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
|
|||
(4)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan kelengkapan dokumen dalam bentuk softcopy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam MPDE atau media elektronik lainnya berupa:
|
|||
|
a.
|
profil perusahaan yang memuat informasi mengenai:
|
||
|
|
1.
|
perkiraan investasi;
|
|
|
|
2.
|
daftar jenis barang yang akan dijual di Toko Bebas Bea;
|
|
|
|
3.
|
SPI;
|
|
|
|
4.
|
sistem pencatatan sediaan barang (IT Inventory); dan
|
|
|
|
5.
|
rencana lokasi Toko Bebas Bea yang diusahakan;
|
|
|
b.
|
bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas, termasuk di dalamnya perjanjlan sewa menyewa, apabila tempat yang bersangkutan merupakan tempat yang disewa dari pihak lain;
|
||
|
c.
|
denah lokasi/tempat yang akan diusahakan oleh Pengusaha Toko Bebas Bea;
|
||
|
d.
|
surat izin tempat usaha dan surat izin usaha perdagangan yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
|
||
|
e.
|
surat pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
|
||
|
f.
|
surat keterangan tidak memiliki tunggakan pajak, bea masuk, bea keluar, dan cukai;
|
||
|
g.
|
dokumen yang membuktikan telah mendayagunakan sistem pencatatan sediaan barang (IT Inventory) dan sistem Closed Circuit Television (CCTV) Pengusaha Toko Bebas Bea yang dapat diakses secara realtime dan daring oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak antara lain petunjuk manual atau cetak layar (print screen);
|
||
|
h.
|
bukti identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kartu izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu izin Tinggal Tetap (KITAP);
|
||
|
i.
|
Angka Pengenal Importir (API);
|
||
|
j.
|
dokumen yang membuktikan telah mendayagunakan alat pemindai sidik jari elektronik;
|
||
|
k.
|
dokumen yang membuktikan telah mendayagunakan alat pembaca kartu kendali elektronik; dan
|
||
|
l.
|
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal Pengusaha Toko Bebas Bea menjual Barang Kena Cukai.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Pabean dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap:
|
|||
|
a.
|
melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi;
|
||
|
b.
|
menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi dan rekomendasi; dan
|
||
|
c.
|
meneruskan berita acara pemeriksaan lokasi dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Kepala Kantor Wilayah.
|
||
(2)
|
Dalam hal permohonan diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, Kepala KPU dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap:
|
|||
|
a.
|
melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
|
||
|
b.
|
menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
|
||
(3)
|
Berita Acara Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
|
|||
(4)
|
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Perusahaan yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), harus melakukan pemaparan profil perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf a yang diwakili oleh anggota direksi perusahaan yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan atau perubahan terakhirnya kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
|
|||
(2)
|
Hasil pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam formulir penilaian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(3)
|
Berdasarkan berita acara pemeriksaan lokasi dan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b atau berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b, dan hasil pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan.
|
|||
(4)
|
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, sejak diterimanya:
|
|||
|
a.
|
berita acara pemeriksaan lokasi, rekomendasi, dan hasil pemaparan, untuk Kantor Wilayah; atau
|
||
|
b.
|
berita acara pemeriksaan lokasi dan hasil pemaparan, untuk KPU.
|
||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan surat penolakan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
Perusahaan dan/atau orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan yang pemah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan/atau telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidak dapat diberikan persetujuan sebagai Pengusaha Toko Bebas Bea selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Operasional Toko Bebas Bea Pasal 11 |
||||
(1)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea yang telah mendapatkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) memberitahukan secara tertulis kesiapan dan rencana memulai operasional Toko Bebas Bea kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Toko Bebas Bea.
|
|||
(2)
|
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean untuk:
|
|||
|
a.
|
memberikan akses kepada Pengusaha Toko Bebas Bea terhadap Sistem Komputer Pelayanan; dan/atau
|
||
|
b.
|
menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan kegiatan pelayanan dan/atau pengawasan.
|
||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Perubahan Izin Toko Bebas Bea Pasal 12 |
||||
(1)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea wajib mengajukan permohonan perubahan data kepada:
|
|||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah; atau
|
||
|
b.
|
Kepala KPU,
|
||
|
dalam hal terdapat perubahan data pada keputusan mengenai surat penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dengan menggunakan Sistem Komputer Pelayanan.
|
|||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
terjadi perubahan nama, alamat, dan/atau NPWP Pengusaha Toko Bebas Bea;
|
||
|
b.
|
terjadi perubahan nama, dan/atau alamat pemilik/penanggung jawab Toko Bebas Bea;
|
||
|
c.
|
terjadi perubahan luas lokasi Toko Bebas Bea;
|
||
|
d.
|
penambahan tempat penyerahan bagi Toko bebas Bea dalam kota;
|
||
|
e.
|
terjadi perubahan jenis barang yang ditimbun di Toko Bebas Bea; dan/atau
|
||
|
f.
|
perubahan jangka waktu izin Toko Bebas Bea.
|
||
(4)
|
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b tidak dapat diajukan dalam hal Toko Bebas Bea merger atau diakuisisi.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Pengajuan permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), diajukan dengan melampirkan berkas permohonan dan kelengkapan dokumen dalam bentuk softcopy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam MPDE atau media elektronik lainnya berupa:
|
|||
|
a.
|
keputusan penetapan sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha Toko Bebas Bea beserta perubahannya dalam hal pernah dilakukan perubahan; dan
|
||
|
b.
|
kelengkapan dokumen yang mendukung permohonan perubahan data dalam izin Pengusaha Toko Bebas Bea yang bersangkutan.
|
||
(2)
|
Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(3)
|
Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan tidak lengkap, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean meminta tambahan dokumen yang diperlukan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal terdapat perubahan luas lokasi dan/atau penambahan tempat penyerahan bagi Toko bebas Bea dalam kota, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan pemeriksaan lokasi yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan lokasi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(5)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Kepala Kantor Pabean membuat rekomendasi.
|
|||
(6)
|
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
Kepala Kantor Pabean menyampaikan softcopy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam MPDE atau media elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari ker]a sejak permohonan diterima secara lengkap dengan disertai hardcopy dan softcopy berupa:
|
||||
a.
|
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); dan
|
|||
b.
|
berita acara pemeriksaan lokasi, peta lokasi, dan denah lokasi/tempat yang telah ditandasahkan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dalam hal permohonan diperlukan pemeriksaan lokasi.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya berita acara pemeriksaan lokasi dan rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Kepala KPU atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap atau 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dalam hal diperlukan pemeriksaan lokasi.
|
|||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri menerbitkan keputusan perubahan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha Toko Bebas Bea sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB III
PERLAKUAN KEPABEANAN DAN PERPAJAKAN Bagian Pertama Fasilitas Pasal 16 |
||||
(1)
|
Pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea yang berasal dari:
|
|||
|
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
||
|
b.
|
Gudang Berikat; dan/atau
|
||
|
c.
|
Toko Bebas Bea lainnya,
|
||
|
diberikan penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan/atau tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor.
|
|||
(2)
|
Pemasukan barang ke Toko Bebas Bea yang berasal dari:
|
|||
|
a.
|
tempat lain dalam Daerah Pabean; dan/atau
|
||
|
b.
|
Toko Bebas Bea lainnya yang barangnya berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean,
|
||
|
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
|||
(3)
|
Terhadap pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea yang berasal dari Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengusaha Gudang Berikat atau pengusaha di Gudang Berikat wajib membuat faktur pajak yang diberikan keterangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
|
|||
(4)
|
Terhadap pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea yang berasal dari Toko Bebas Bea lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pengusaha Toko Bebas Bea lainnya dimaksud wajib membuat faktur pajak yang diberikan keterangan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
|
|||
(5)
|
Ketentuan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus dipenuhi oleh setiap Pengusaha Toko Bebas Bea.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4) harus diterapkan oleh Pengusaha Toko Bebas Bea dengan menggunakan faktur pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(2)
|
dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4) tidak dipenuhi oleh Pengusaha Toko Bebas Bea, atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan.
|
|||
(3)
|
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Toko Bebas Bea yang bersangkutan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Orang Yang Berhak Membeli Barang di Toko Bebas Bea Pasal 18 |
||||
(1)
|
Orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di bandar udara internasional dan pelabuhan utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a sampai dengan huruf d, dengan tidak dipungut bea masuk dan cukai serta Pajak Dalam Rangka Impor meliputi:
|
|||
|
a.
|
orang yang bepergian ke luar negeri; atau
|
||
|
b.
|
penumpang yang sedang transit di Kawasan Pabean dengan tujuan ke luar negeri.
|
||
(2)
|
Pembelian barang di Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menunjukkan paspor dan tanda bukti penumpang (boarding pass).
|
|||
(3)
|
Pembelian barang di Toko Bebas Bea harus dilakukan sendiri oleh orang tertentu yang berhak membeli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak dapat diwakilkan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f dengan mendapatkan pembebasan bea masuk dan cukai serta tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor yaitu:
|
|||
|
a.
|
anggota korps diplomatik yang bertugas di Indonesia beserta keluarganya yang berdomisili di Indonesia berikut lembaga diplomatik;
|
||
|
b.
|
pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik beserta keluarganya; dan
|
||
|
c.
|
orang yang akan keluar dari Daerah Pabean.
|
||
(2)
|
Pembelian barang oleh orang yang akan ke luar dari Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan menunjukkan paspor dan tiket perjalanan tujuan luar daerah pabean serta dilakukan perekaman pola sidik jari melalui alat pemindai sidik jari elektronik oleh Pengusaha Toko Bebas Bea.
|
|||
(3)
|
Anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus berkewarganegaraan asing dan direkomendasikan oleh instansi teknis terkait.
|
|||
(4)
|
Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b adalah suami atau istri yang sah sesuai ketentuan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||
(1)
|
Dalam hal barang yang dibeli di Toko Bebas Bea oleh orang tertentu yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a merupakan barang kena cukai, pembelian dibatasi dalam jumlah yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait berdasarkan asas timbal balik dengan mendapatkan pembebasan cukai.
|
|||
(2)
|
Pembelian barang kena cukai oleh keluarga dari anggota korps diplomatik yang bertugas di Indonesia beserta keluarganya yang berdomisili di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik mengurangi batasan pembelian barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(3)
|
Dalam hal barang yang dibeli di Toko Bebas Bea oleh orang tertentu yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b merupakan barang kena cukai, pembelian dibatasi berdasarkan rekomendasi dari instansi teknis terkait dalam jumlah paling banyak:
|
|||
|
a.
|
10 (sepuluh) liter minuman mengandung etil alkohol per orang dewasa per bulan; dan/atau
|
||
|
b.
|
300 (tiga ratus) batang sigaret atau 100 (seratus) batang cerutu atau 500 (lima ratus) gram tembakau iris/hasil tembakau lainnya per orang dewasa per bulan atau dalam hal lebih dari satu jenis hasil tembakau, setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut,
|
||
|
diberikan pembebasan cukai.
|
|||
(4)
|
Orang dewasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik.
|
|||
(5)
|
Pembelian barang kena cukai oleh keluarga dari pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik mengurangt batasan pembelian barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Pembelian barang di Toko Bebas Bea oleh lembaga diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, dapat dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
berdasarkan permohonan yang disampaikan oleh pimpinan lembaga diplomatik;
|
||
|
b.
|
untuk kepentingan khusus seperti perayaan hari kemerdekaan negara yang bersangkutan, perayaan hari besar tertentu dan kegiatan kenegaraan yang bersangkutan;
|
||
|
c.
|
telah direkomendasikan oleh instansi teknis terkait;
|
||
|
d.
|
dalam jumlah sesuai yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait berdasarkan asas timbal balik; dan
|
||
|
e.
|
mendapatkan pembebasan cukai.
|
||
(2)
|
Terhadap pembelian barang oleh orang yang akan ke luar dari Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c, penyerahan barang yang dibeli dimaksud harus dilakukan di:
|
|||
|
a.
|
Toko Bebas Bea yang berlokasi di terminal keberangkatan internasional bandar udara internasional di Kawasan Pabean:
|
||
|
b.
|
Toko Bebas Bea yang berlokasi di terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
|
||
|
c.
|
Toko Bebas Bea yang berlokasi di tempat transit terminal keberangkatan internasional bandar udara internasional di Kawasan Pabean;
|
||
|
d.
|
Toko Bebas Bea yang berlokasi di tempat transit terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
|
||
|
e.
|
Tempat Penyerahan yang berlokasi di terminal keberangkatan internasional bandar udara internasional di Kawasan Pabean;
|
||
|
f.
|
Tempat Penyerahan yang berlokasi di terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
|
||
|
g.
|
Tempat Penyerahan yang berlokasi di tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean; atau
|
||
|
h.
|
Tempat Penyerahan yang berlokasi di tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean,
|
||
|
yang memiliki nama perusahaan yang sama dengan Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota tempat pembelian barang.
|
|||
(3)
|
Penyerahan barang yang dibeli oleh orang yang akan ke luar dari Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menunjukkan paspor dan tanda bukti penumpang (boarding pass) dan pencocokan data sidik jari terhadap penyerahan barang yang pembeliannya dilakukan di Toko Bebas Bea dalam kota.
|
|||
(4)
|
Pembelian barang oleh orang yang akan ke luar dari Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c, dapat dimasukkan kembali ke Toko Bebas Bea dalam hal:
|
|||
|
a.
|
tidak diambil oleh pemiliknya di terminal keberangkatan; atau
|
||
|
b.
|
retur.
|
||
(5)
|
Pemasukan kembali barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan menggunakan formulir pemberitahuan pemasukan kembali yang disampaikan melalui Sistem Komputer Pelayanan.
|
|||
(6)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea harus dapat memastikan bahwa pembeli adalah orang tertentu yang berhak membeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Kartu Kendali Pasal 22 |
||||
(1)
|
Anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b dapat membeli barang kena cukai di Toko Bebas Bea sepanjang memiliki kartu kendali.
|
|||
(2)
|
Pembelian barang kena cukai di Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sendiri oleh orang tertentu yang berhak membeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dan huruf b, dan tidak dapat diwakilkan;
|
|||
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembelian barang kena cukai di Toko Bebas Bea oleh Kepala korps diplomatik dapat diwakilkan oleh pihak yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa Kepala korps diplomatik:
|
|||
(4)
|
Untuk mendapatkan kartu kendali, anggota korps diplomatik atau pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melalui Sistem Komputer Pelayanan.
|
|||
(5)
|
Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan dengan melampirkan dokumen kelengkapan dalam bentuk hardcopy dan softcopy menggunakan MPDE berupa:
|
|||
|
a.
|
fotokopi paspor;
|
||
|
b.
|
pas foto orang yang bersangkutan; dan
|
||
|
c.
|
rekomendasi dari instansi teknis terkait yang paling sedikit memuat:
|
||
|
|
1.
|
nama, kebangsaan, dan jabatan orang yang bersangkutan;
|
|
|
|
2.
|
nama dan kebangsaan dari suami atau istri dari orang yang bersangkutan;
|
|
|
|
3.
|
nama instansi atau lembaga tempat kerja orang yang bersangkutan;
|
|
|
|
4.
|
masa tugas; dan
|
|
|
|
5.
|
batasan jumlah barang kena cukai yang dapat dibeli di Toko Bebas Bea.
|
|
(6)
|
Dalam hal suami atau istri dari anggota korps diplomatik atau pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dimohonkan untuk mendapatkan kartu kendali, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga dilampirkan dengan fotokopi identitas serta pas foto suami atau istri orang yang bersangkutan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||
(1)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan/atau ayat (6), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
|
|||
(2)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan/atau ayat (6) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan kartu kendali.
|
|||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan/atau ayat (6) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
(4)
|
Kartu kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 24 |
||||
(1)
|
Kartu kendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) harus disediakan dalam bentuk kartu kendali elektronik.
|
|||
(2)
|
Terhadap pemilik kartu kendali elektronik harus dilakukan perekaman pola sidik jari dengan menggunakan alat pemindai sidik jari elektronik.
|
|||
(3)
|
Perekaman pola sidik jari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di Toko Bebas Bea oleh Pengusaha Toko Bebas Bea pada saat pertama kali menggunakan kartu kendali elektronik.
|
|||
(4)
|
Kartu kendali elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diverifikasi kepemilikannya dengan menggunakan pola sidik jari melalui alat pemindai sidik jari elektronik pada saat penggunaannya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||
(1)
|
Penyediaan dan pendistribusian kartu kendali elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) kepada Kantor Wilayah dan KPU dilaksanakan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Pendistribusian kartu kendali elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan dari Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
|
|||
(3)
|
Tata cara penyediaan dan pendistribusian kartu kendali elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||
(1)
|
Kartu kendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dapat diperpanjang oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
|
|||
(2)
|
Untuk dapat diberikan perpanjangan kartu kendali, anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, harus mengajukan permohonan perpanjangan atas kartu kendali dimaksud sebelum atau sesudah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) berakhir.
|
|||
(3)
|
Dalam hal kartu kendali telah berakhir jangka waktu berlakunya, pembelian barang di Toko Bebas Bea tidak dapat dilayani.
|
|||
(4)
|
Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melalui Sistem Komputer Pelayanan.
|
|||
(5)
|
Permohonan perpanjangan kartu kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan melampirkan dokumen kelengkapan dalam bentuk hardcopy dan softcopy menggunakan MPDE kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU, dilampiri dengan:
|
|||
|
a.
|
kartu kendali yang jangka waktunya akan atau telah berakhir;
|
||
|
b.
|
surat rekomendasi instansi teknis terkait;
|
||
|
c.
|
fotokopi paspor;
|
||
|
d.
|
pas foto anggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia; dan
|
||
|
e.
|
fotokopi identitas serta pas foto suami atau istri anggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia, dalam hal suami atau istri dari anggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia akan dimohonkan untuk mendapatkan perpanjangan kartu kendali.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
|
|||
(2)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) disetujui. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan perpanjangan masa berlaku kartu kendali yang jangka waktunya akan atau telah berakhir.
|
|||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 28 |
||||
(1)
|
Kartu kendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dapat diganti dengan kartu kendali yang baru dalam hal:
|
|||
|
a.
|
rusak: atau
|
||
|
b.
|
hilang
|
||
(2)
|
Dalam hal kartu kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b, anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, harus mengajukan permohonan penggantian atas kartu kendali:
|
|||
(3)
|
Permohonan penggantian kartu kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan melampirkan dokumen kelengkapan dalam bentuk hardcopy dan softcopy menggunakan MPDE kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU, dilampiri dengan:
|
|||
|
a.
|
kartu kendali yang rusak atau surat keterangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal kartu kendali hilang;
|
||
|
b.
|
fotokopi paspor: dan
|
||
|
c.
|
fotokopi identitas suami atau istri anggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia, dalam hal suami atau istri dari anggota korps diplomatik dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia akan dimohonkan untuk mendapatkan penggantian kartu kendali.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 29 |
||||
(1)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3). Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
|
|||
(2)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan kartu kendali pengganti.
|
|||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
(4)
|
Kuota dan masa berlaku kartu kendali pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kuota dan masa berlaku sebelumnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
||||
(l)
|
Anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b dapat mengajukan perubahan atas kartu kendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan perubahan kartu kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota korps diplomatik atau pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik, mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melalui Sistem Komputer Pelayanan.
|
|||
(3)
|
Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan melampirkan dokumen kelengkapan dalam bentuk hardcopy dan softcopy menggunakan MPDE berupa rekomendasi dari instansi teknis terkait serta dokumen yang mendukung perubahan data dalam kartu kendali.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 31 |
||||
(1)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
|
|||
(2)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan kartu kendali pengganti.
|
|||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
(4)
|
Kuota dan masa berlaku kartu kendali yang diubah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kuota dan masa berlaku sebelumnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Terminal Kedatangan Pasal 32 |
||||
(1)
|
Orang yang dapat membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di terminal kedatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e merupakan orang yang baru tiba dari luar negeri.
|
|||
(2)
|
Pembelian barang yang berasal dari luar Daerah Pabean di Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapatkan pembebasan bea masuk, cukai, dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut.
|
|||
(3)
|
Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk anti dumping sementara, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk tindakan pengamanan sementara, bea masuk imbalan, bea masuk imbalan sementara, dan bea masuk pembalasan.
|
|||
(4)
|
Pembelian barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean di Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang pada saat pemasukan barang ke Toko Bebas Bea tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
||||
(1)
|
Pembelian barang di Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan dengan menunjukkan paspor dan tanda bukti penumpang (boarding pass) serta dilakukan perekaman pola sidik jari melalui alat pemindai sidik jari elektronik;
|
|||
(2)
|
Perekaman pola sidik jari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha Toko Bebas Bea;
|
|||
(3)
|
Pembelian barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), tidak boleh melebihi batasan ketentuan perundang-undangan mengenai ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut.
|
|||
(4)
|
Pembelian barang selain barang kena cukai, dalam jumlah melebihi batasan nilai yang diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), atas kelebihan nilai dikenakan pungutan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 34 |
||||
Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk anti dumping sementara, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk tindakan pengamanan sementara, bea masuk Imbalan, bea masuk imbalan sementara, dan bea masuk pembalasan.
|
||||
(1)
|
Atas penyerahan barang dari Toko Bebas Bea kepada orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1). Pengusaha Toko Bebas Bea wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(2)
|
Dasar perhitungan pungutan bea masuk, cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
bea masuk dihitung berdasarkan:
|
||
|
|
1.
|
nilai pabean sesuai nilai transaksi yang terjadi pada saat penjualan barang dari Toko Bebas Bea kepada pembeli; dan/atau
|
|
|
|
2.
|
klasifikasi dan pembebanan yang berlaku pada saat penjualan barang dari Toko Bebas Bea kepada pembeli; dan
|
|
|
b.
|
Pajak Dalam Rangka Impor dihitung berdasarkan nilai impor yang berlaku pada saat penjualan barang dari Toko Bebas Bea kepada pembeli.
|
||
(3)
|
Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diperoleh dari penjumlahan nilai pabean ditambah bea masuk.
|
|||
(4)
|
Penghitungan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4), menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat penjualan barang dari Toko Bebas Bea kepada pembeli.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB IV
KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB, DAN LARANGAN Bagian Pertama Kewajiban Pengusaha Toko Bebas Bea Pasal 35 |
||||
Pengusaha Toko Bebas Bea berkewajiban:
|
||||
a.
|
memasang tanda nama perusahaan pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum, dengan ketentuan paling sedikit memuat:
|
|||
|
1.
|
nama perusahaan sesuai dengan yang tertera dalam izin Toko Bebas Bea;
|
||
|
2.
|
nomor dan tanggal izin Toko Bebas Bea;
|
||
b.
|
menyediakan ruang kerja, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
|
|||
c.
|
memisahkan dengan memberikan tanda yang jelas dan/atau batas tertentu atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean dan barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean yang ditimbun di Ruang Penimbunan;
|
|||
d.
|
mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) untuk pencatatan barang yang masuk dan keluar ke dan dari Toko Bebas Bea yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak secara realtime dan daring;
|
|||
e.
|
memasang sistem Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari KPU atau Kantor Pabean secara realtime dan daring serta memiliki data rekaman paling sedikit selama 7 (tujuh) hari sebelumnya, yang dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pemasukan dan pengeluaran barang:
|
|||
f.
|
menyediakan:
|
|||
|
1.
|
komputer; dan
|
||
|
2.
|
sistem informasi yang terhubung dengan Sistem Komputer Pelayanan.
|
||
|
dalam rangka pelayanan kepabeanan;
|
|||
g.
|
mengajukan permohonan perubahan keputusan izin Pengusaha Toko Bebas Bea kepada kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dalam hal terdapat perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4);
|
|||
h.
|
melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan, dengan mendapatkan pengawasan dari KPU atau Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
|
|||
i.
|
menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Toko Bebas Bea serta pemindahan barang dalam Toko Bebas Bea berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi sesuai Standar Akuntansi Indonesia;
|
|||
j.
|
menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya, buku, dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
|
|||
k.
|
memberikan akses terhadap data dan dokumen seluruh kegiatan Toko Bebas Bea yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
|||
1.
|
menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Toko Bebas Bea jika dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
|||
m.
|
secara berkala menyampaikan salinan (copy) laporan keuangan tahunan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia paling lambat pada akhir bulan ke-3 (tiga) setelah tanggal laporan keuangan tahunan; dan
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 36 |
||||
(1)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea wajib meneliti orang yang membeli barang di Toko Bebas Bea yang diusahakannya.
|
|||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa orang yang membeli barang di Toko Bebas Bea merupakan orang yang berhak.
|
|||
(3)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pembelian barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a sampai dengan huruf d, dilakukan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
mencocokkan data dalam tanda bukti penumpang (boarding pass) dengan paspor calon pembeli barang; dan
|
||
|
b.
|
memastikan bahwa tanda bukti penumpang (boarding pass) benar untuk pesawat tujuan penerbangan ke luar daerah pabean.
|
||
(4)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pembelian barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di terminal kedatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, dilakukan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
memastikan kebenaran pembeli dengan mencocokkan paspor dengan tanda bukti penumpang (boarding pass); dan
|
||
|
b.
|
memastikan pembelian barang kena cukai tidak boleh melebihi batasan ketentuan perundang undangan mengenai ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut.
|
||
(5)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pembelian barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, dilakukan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
atas pembelian barang kena cukai yang dilakukan oleh anggota korps diplomatik atau pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia:
|
||
|
|
1.
|
memastikan kebenaran kartu kendali dengan cara mencocokkan dengan data yang tersedia dalam database kartu kendali pada sistem komputer di Toko Bebas Bea;
|
|
|
|
2.
|
memastikan bahwa pembelian barang kena cukai dilakukan oleh orang yang tercantum dalam kartu kendali/tidak diwakilkan serta mencocokkan sidik jari; dan
|
|
|
|
3.
|
memastikan bahwa pembelian barang kena cukai tidak melebihi batasan yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (3).
|
|
|
b.
|
atas pembelian yang dilakukan oleh orang yang akan keluar dari Daerah Pabean, dengan memastikan bahwa pembeli benar akan berangkat ke luar Daerah Pabean dengan meneliti paspor, tiket keberangkatan ke luar negeri dan tanda bukti penumpang (boarding pass) serta melakukan perekaman sidik jari.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 37 |
||||
(1)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea wajib melakukan pendataan terhadap pembelian di Toko Bebas Bea ke dalam sistem pencatatan sediaan barang berbasis komputer (IT Inventory).
|
|||
(2)
|
Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
|
|||
|
a.
|
mencatat data identitas orang yang membeli barang di Toko Bebas Bea, paling sedikit meliputi:
|
||
|
|
1.
|
nama, warga negara, dan tanggal lahir;
|
|
|
|
2.
|
nomor paspor;
|
|
|
|
3.
|
nomor kartu kendali (dalam hal pembelian menggunakan kartu kendali);
|
|
|
|
4.
|
nomor tanda bukti penumpang (boarding pass), nama sarana pengangkut, dan tanggal keberangkatan ke luar daerah pabean (dalam hal pembelian di lokasi Toko Bebas Bea di Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a sampai dengan huruf d);
|
|
|
|
5.
|
nomor tanda bukti penumpang (boarding pass), nama sarana pengangkut, dan tanggal kedatangan dan luar daerah pabean (dalam hal pembelian di lokasi Toko Bebas Bea di terminal kedatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e);
|
|
|
|
6.
|
nomor tiket, nama sarana pengangkut, dan tanggal keberangkatan ke luar daerah pabean (dalam hal pembelian dilakukan oleh orang yang akan berpergian ke luar daerah pabean di Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f);
|
|
|
|
7.
|
jumlah dan jenis barang yang dibeli; dan
|
|
|
|
8.
|
waktu transaksi.
|
|
|
b.
|
melakukan pemotongan kuota pada kartu kendali dalam hal pembelian dilakukan oleh orang tertentu yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dan huruf b dalam hal barang yang dibeli merupakan barang kena cukai.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 38 |
||||
Ruang kerja, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b. harus memiliki:
|
||||
a.
|
akses untuk memonitor aktifitas pemasukan dan pengeluaran barang;
|
|||
b.
|
akses terhadap sistem informasi persediaan (IT Inventory);
|
|||
c.
|
Closed Circuit Television (CCTV) dan monitor televisi untuk membantu Pejabat Bea dan Cukai dalam pengawasan;
|
|||
d.
|
peralatan perkantoran untuk membantu Pejabat Bea dan Cukai untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan: dan
|
|||
e.
|
sarana dan prasarana lainnya yang menunjang kinerja Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan pertimbangan Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 39 |
||||
(1)
|
Sistem pencatatan sediaan barang (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d wajib memenuhi kriteria sebagaimana ketentuan perundang undangan yang mengatur mengenai IT Inventory.
|
|||
(2)
|
Akses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d terbatas hanya untuk membaca (read only) dan mengunduh (download) sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai IT Inventory.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 40 |
||||
(1)
|
Pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf h, dilakukan oleh Pengusaha Toko Bebas Bea dengan terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan oleh Pejabat Bea Dan Cukai.
|
|||
(3)
|
Terhadap pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pengusaha Toko Bebas Bea membuat Berita Acara Pencacahan dengan melampirkan hasil pencacahan (stock opname).
|
|||
(4)
|
Contoh format Berita Acara Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 41 |
||||
(1)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea harus memasukan hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) ke dalam laporan persediaan barang pada sistem pencatatan sediaan barang (IT Inventory).
|
|||
(2)
|
Hasil pencacahan (stock opname) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar perhitungan persediaan barang Toko Bebas Bea selanjutnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pengusaha Toko Bebas Bea Pasal 42 |
||||
(1)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di Toko Bebas Bea.
|
|||
(2)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea dibebaskan dari tanggung jawab atas bea masuk, cukai, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terutang, dalam hal barang:
|
|||
|
a.
|
telah dijual kepada orang tertentu yang berhak;
|
||
|
b.
|
musnah tanpa sengaja:
|
||
|
c.
|
telah diekspor kembali;
|
||
|
d.
|
telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Pabean (TPP);
|
||
|
e.
|
telah dipindahkan ke gudang berikat, dalam hal barang retur/reject;
|
||
|
f.
|
telah dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dalam hal barang retur/reject;
|
||
|
g.
|
telah dipindahkan ke Toko Bebas Bea lainnya; dan/atau
|
||
|
h.
|
dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 43 |
||||
(1)
|
Dalam hal barang musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b, Pengusaha Toko Bebas Bea mengajukan permohonan pembebasan dari tanggung jawab atas bea masuk, cukai, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terutang kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan alasan dan dilampiri pernyataan tertulis dari instansi yang berwenang.
|
|||
(3)
|
Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
|
|||
|
a.
|
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dalam hal terjadi bencana alam;
|
||
|
b.
|
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam hal huru-hara, kebakaran, dan/atau kecelakaan darat; atau
|
||
|
c.
|
Komite Nasional Keselamatan Transportasi, dalam hal kecelakaan laut dan udara,
|
||
(4)
|
Dalam hal permohonan disetujui Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi menerbitkan keputusan mengenai pembebasan dari tanggung jawab atas bea masuk, cukai, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terutang.
|
|||
(5)
|
Dalam hal permohonan ditolak, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi memberikan surat penolakan disertai alasan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 44 |
||||
(1)
|
Barang kena cukai yang dijual di Toko Bebas Bea wajib dilekati tanda pengawasan cukai sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(2)
|
Tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan:
|
|||
|
a.
|
tulisan "Republik Indonesia";
|
||
|
b.
|
tulisan "Indonesia Duty and Excise Not Paid";
|
||
|
c.
|
nama Pengusaha Toko Bebas Bea yang bersangkutan; dan
|
||
|
d.
|
lokasi Toko Bebas Bea.
|
||
(3)
|
Pelekatan tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila dalam kemasan telah tercetak informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
(4)
|
Pelekatan tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
|||
|
a.
|
di luar Daerah Pabean, tempat penimbunan sementara, Gudang Berikat, atau Ruang Penimbunan, dalam hal barang kena cukai berasal dari luar Daerah Pabean.
|
||
|
b.
|
di pabrik barang kena cukai atau Ruang Penimbunan, dalam hal barang kena cukai berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||
(5)
|
Tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pengusaha Toko Bebas Bea yang bersangkutan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 45 |
||||
(1)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea harus menyediakan kemasan yang digunakan untuk pembelian barang-barang dari Toko Bebas Bea yang berlokasi di terminal kedatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e dengan ketentuan sekurang-kurangnya sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
kemasan plastik transparan yang memiliki pengamanan sedemikian rupa yang tidak dapat dibuka dan/atau dilepas kecuali dengan merusak kemasan;
|
||
|
b.
|
nama atau logo perusahaan:
|
||
|
c.
|
tertera tulisan "Republik Indonesia";
|
||
|
d.
|
tertera tulisan "Toko Bebas Bea Kedatangan".
|
||
(2)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea harus melakukan pengemasan terhadap barang-barang yang dibeli di Toko Bebas Bea yang berlokasi di terminal kedatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e dan memastikan bahwa tidak ada barang lain yang dimasukkan ke dalam kemasan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Larangan Pengusaha Toko Bebas Bea Pasal 46 |
||||
Pengusaha Toko Bebas Bea dilarang memasukkan barang larangan impor ke Toko Bebas Bea.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB V
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG Pasal 47 |
||||
(1)
|
Pemasukan barang ke Toko Bebas Bea dapat dilakukan dart:
|
|||
|
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
||
|
b.
|
Gudang Berikat;
|
||
|
c.
|
Toko Bebas Bea lainnya; dan/atau
|
||
|
d.
|
tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||
(2)
|
Pemasukan barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d juga termasuk barang-barang yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil Menengah (KITE IKM).
|
|||
(3)
|
Pemasukan barang yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil Menengah (KITE IKM) ke Toko Bebas Bea, dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur tentang Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil Menengah (KITE IKM).
|
|||
(4)
|
Pemasukan barang-barang yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil Menengah (KITE IKM) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan ke dalam Toko Bebas Bea di Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a sampai dengan huruf d.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 48 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea dapat dilakukan dengan tujuan:
|
|||
|
a.
|
pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 21, dan Pasal 32;
|
||
|
b.
|
Gudang Berikat:
|
||
|
c.
|
tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
||
|
d.
|
Toko Bebas Bea lainnya;
|
||
|
e.
|
diekspor kembali; dan/atau
|
||
|
f.
|
dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
|
||
(2)
|
Pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea ke Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilakukan untuk pengembalian atas barang retur/reject dengan persetujuan Kepala KPU, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
|
|||
(3)
|
Pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea ke Toko Bebas Bea lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan persetujuan Kepala KPU, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
|
|||
(4)
|
Terhadap pengeluaran dari Toko Bebas Bea dengan tujuan diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berlaku ketentuan tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 49 |
||||
(1)
|
Pemusnahan barang di Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf f dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala KPU. Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
|
|||
(2)
|
Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di dalam atau di luar lokasi Toko Bebas Bea yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Barang yang dapat dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf f hanya dapat dilakukan terhadap barang yang rusak, busuk, dan/atau kadaluwarsa.
|
|||
(4)
|
Atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara pemusnahan sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 50 |
||||
(1)
|
Terhadap transaksi pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf a dapat dilakukan secara daring dengan aplikasi transaksi elektronik yang disediakan secara mandiri oleh Pengusaha Toko Bebas Bea.
|
|||
(2)
|
Transaksi pengeluaran barang secara daring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan menggunakan kartu kredit atas nama yang bersangkutan,
|
|||
(3)
|
Aplikasi transaksi elektronik secara daring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan data pembeli dan data pembelian yang memuat:
|
|||
|
a.
|
nama pembeli;
|
||
|
b.
|
nomor paspor;
|
||
|
c.
|
jumlah dan jenis barang yang dibeli;
|
||
|
d.
|
nilai transaksi pembelian; dan
|
||
|
e.
|
nomor, nama, dan bank penerbit kartu kredit yang digunakan untuk transaksi.
|
||
(4)
|
Terhadap transaksi pengeluaran barang yang dilakukan secara daring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas penyerahan barang dimaksud harus diserahkan di Ruang Penjualan atau Tempat Penyerahan.
|
|||
(5)
|
Penyerahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada orang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dan huruf b berupa barang kena cukai, tidak dapat diwakilkan dan dilakukan pemotongan kuota pada kartu kendali.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 51 |
||||
Tata cara pemasukan dan pengeluaran barang kena cukai ke dan dari Toko Bebas Bea berlaku peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 52 |
||||
(1)
|
Pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(2)
|
Atas penjualan barang dari Toko Bebas Bea kepada orang tertentu yang berhak membeli tidak berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali instansi teknis menyampaikan secara khusus kepada Menteri untuk memberlakukan ketentuan pembatasan.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VI
PEMBERITAHUAN PABEAN Pasal 53 |
||||
(1)
|
Pemberitahuan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Toko Bebas Bea dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean dalam bentuk dan syarat yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberitahuan pabean.
|
|||
(2)
|
Pemberitahuan pabean atas pemasukan barang ke Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk barang yang ditimbun guna dijual di Toko Bebas Bea yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh Pengusaha Toko Bebas Bea.
|
|||
(4)
|
Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan melalui PDE Kepabeanan kecuali pada Kantor Pabean dimaksud belum menerapkan PDE Kepabeanan.
|
|||
(5)
|
Ketentuan pemberitahuan pabean atas pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap pengeluaran barang sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (1) huruf a dan huruf f.
|
|||
(6)
|
Pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea dengan tujuan dijual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf a dilakukan menggunakan faktur penjualan.
|
|||
(7)
|
Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (4), atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4), wajib diberitahukan dengan pemberitahuan pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VII
SANKSI ADMINISTRASI, PEMBEKUAN, DAN PENCABUTAN Pasal 54 |
||||
(1)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea yang mengeluarkan barang dari Toko Bebas Bea sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai tanpa bermaksud mengelakkan kewajiban pabean, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
|
|||
(2)
|
Pengusaha Toko Bebas Bea yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di Toko Bebas Bea yang bersangkutan, wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dalam hal Pengusaha Toko Bebas Bea:
|
|||
|
a.
|
melakukan kegiatan yang menyirnpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, berupa:
|
||
|
|
1.
|
memasukkan barang impor yang tidak berhubungan dengan izin Toko Bebas Bea yang telah diberikan;
|
|
|
|
2.
|
Pengusaha Toko Bebas Bea menjual barang kepada orang yang tidak berhak membeli di Toko Bebas Bea; atau
|
|
|
|
3.
|
Pengusaha Toko Bebas Bea menjual barang kepada orang tertentu yang berhak membeli di Toko Bebas Bea melebihi kuota yang diberikan.
|
|
|
b.
|
menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Toko Bebas Bea, yang dapat dibuktikan dengan:
|
||
|
|
1.
|
tidak diselenggarakannya pembukuan dalam kegiatan Toko Bebas Bea;
|
|
|
|
2.
|
tidak dilakukan kegiatan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut; atau
|
|
|
|
3.
|
tidak dilunasi utang bea masuk, cukai, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam jangka waktu yang ditentukan.
|
|
(2)
|
Selama masa pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Toko Bebas Bea dilarang untuk memasukkan barang ke Toko Bebas Bea.
|
|||
(3)
|
Barang yang dilarang dimasukkan ke Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan barang yang mendapatkan fasilitas kepabeanan dan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2).
|
|||
(4)
|
Kepala Kantor Pabean memberitahukan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah.
|
|||
Pasal 57 |
||||
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 dapat diberlakukan kembali dalam hal Pengusaha Toko Bebas Bea:
|
||||
a.
|
telah melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan/atau Pasal 44;
|
|||
b.
|
tidak terbukti dengan sengaja memasukkan barang larangan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, berdasarkan berita acara hasil pemeriksaan;
|
|||
c.
|
tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a; atau
|
|||
d.
|
telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Toko Bebas Bea.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 58 |
||||
(1)
|
Pembekuan terhadap izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 dapat diubah statusnya menjadi pencabutan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea dalam hal Pengusaha Toko Bebas Bea:
|
|||
|
a.
|
tidak mampu melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan/atau Pasal 44;
|
||
|
b.
|
terbukti dengan sengaja memasukkan barang larangan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, berdasarkan berita acara hasil pemeriksaan; dan/atau
|
||
|
c.
|
tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Toko Bebas Bea tersebut berdasarkan hasil audit Pejabat Bea dan Cukai.
|
||
(2)
|
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri dengan menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 59 |
||||
(1)
|
Keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea dicabut dalam hal Pengusaha Toko Bebas Bea:
|
|||
|
a.
|
tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut sejak penyerahan pemberitahuan pabean terakhir;
|
||
|
b.
|
menggunakan izin usaha perdagangan yang sudah tidak berlaku;
|
||
|
c.
|
dinyatakan pailit;
|
||
|
d.
|
bertindak tidak jujur dalam usahanya antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas Toko Bebas Bea dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai; atau
|
||
|
e.
|
mengajukan permohonan pencabutan.
|
||
(2)
|
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri dengan menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 60 |
||||
(1)
|
Terhadap keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea yang telah dilakukan pencabutan, Pengusaha Toko Bebas Bea dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan atau berakhirnya izin harus melunasi bea masuk, cukai, dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terutang, baik utang yang berasal dari hasil temuan audit maupun utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
|||
(2)
|
Barang asal luar Daerah Pabean yang masih tersisa pada Toko Bebas Bea yang telah dicabut keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 59, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus:
|
|||
|
a.
|
diekspor kembali;
|
||
|
b.
|
dipindahtangankan ke Toko Bebas Bea lain; dan/atau
|
||
|
c.
|
dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan membayar bea masuk, cukai, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor sepanjang telah memenuhi tatalaksana kepabeanan dan cukai di bidang impor.
|
||
(3)
|
Barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang masih tersisa pada Toko Bebas Bea yang telah dicabut izinnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 59 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus:
|
|||
|
a.
|
diekspor;
|
||
|
b.
|
dipindahtangankan ke Toko Bebas Bea lain; dan/atau
|
||
|
c.
|
dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan membayar Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang pada saat pemasukannya tidak dipungut.
|
||
(4)
|
Atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf c, pengusaha wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(5)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terlampaui, atas barang yang berada di Toko Bebas Bea dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VIII
PENGAWASAN Pasal 61 |
||||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai di KPU atau Kantor Pabean melakukan penelitian atas pemasukan barang per dokumen pabean, penjualan barang, dan persediaan barang.
|
|||
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan adanya:
|
|||
|
a.
|
selisih lebih maupun selisih kurang: dan/atau
|
||
|
b.
|
barang di Toko Bebas Bea dijual kepada orang yang tidak berhak,
|
||
|
Pejabat Bea Dan Cukai melakukan penelitian mendalam.
|
|||
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan selisih kurang atau selisih lebih, diselesaikan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
|
|||
(4)
|
Kepala Kantor Pabean menyampaikan analisis hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah setiap 6 (enam) bulan sekali, yang paling sedikit memuat informasi mengenai:
|
|||
|
a.
|
aktivitas perusahaan:
|
||
|
b.
|
rekam jejak Pengusaha Toko Bebas Bea yang bersangkutan; dan
|
||
|
c.
|
rekapitulasi pemasukan, pengeluaran dan persediaan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 62 |
||||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap sistem pencatatan sediaan barang (IT Inventory) yang telah dimasukkan hasil pencacahan (stock opname) oleh Pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.
|
|||
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan selisih lebih, selisih kurang, dan/atau barang di Toko Bebas Bea dijual kepada orang yang tidak berhak, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian mendalam serta proses lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 63 |
||||
(1)
|
Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan terhadap kegiatan Pengusaha Toko Bebas Bea yang berada dalam pengawasannya.
|
|||
(2)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
|
|||
(3)
|
Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan analisa akses data terhadap sistem informasi persediaan (IT Inventory) dan/atau sistem Closed Circuit Television (CCTV).
|
|||
(4)
|
Kepala Kantor Pabean melaporkan hasil analisa kepada kepala Kantor Wilayah secara periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 64 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, Kepala Kantor Pabean, dan/atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu di Toko Bebas Bea.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menguji kepatuhan Pengusaha Toko Bebas Bea atas pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 65 |
||||
(1)
|
Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan/atau cukai pada Toko Bebas Bea, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan penelitian secara mendalam.
|
|||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai, bukti permulaan tersebut segera ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal orang yang bertanggungjawab atas Toko Bebas Bea terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan kepada instansi teknis terkait untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 66 |
||||
Sebelum melakukan pencabutan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 59, terhadap Pengusaha Toko Bebas Bea dapat dilakukan audit kepabeanan, audit cukai dan/atau audit perpajakan, atau pemeriksaan sederhana oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 67 |
||||
Contoh format dan tata cara yang digunakan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal ini sebagaimana tercanturn dalam Larnpiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 68 |
||||
(1)
|
Dalam hal Sistem Komputer Pelayanan yang digunakan dalam pelaksanaan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal ini belum dapat dilakukan atau keadaan kahar, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean dapat memberikan pelayanan dokumen perizinan, kartu kendali, dan pemberitahuan pabean di Toko Bebas Bea dengan menggunakan tulisan di atas formulir sampai dengan Sistem Komputer Pelayanan telah siap untuk digunakan.
|
|||
(2)
|
Ketentuan persyaratan perizinan yang mempersyaratkan untuk melampirkan kelengkapan dokumen dalam bentuk softcopy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam MPDE atau media elektronik penyerahan dokumen tidak diperlukan dalam hal dokumen dimaksud telah tersedia dalam Sistem Komputer Pelayanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 69 |
||||
(1)
|
Dalam hal kartu kendali elektronik sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1) belum tersedia, dapat menggunakan kartu kendali manual.
|
|||
(2)
|
Dalam hal kartu kendali elektronik sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1) telah tersedia, terhadap sisa kuota pada kartu kendali manual yang masih aktif dipindahkan ke kartu kendali elektronik.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 70 |
||||
Ketentuan yang mengatur jangka waktu proses penyelesaian perizinan dalam peraturan Direktur Jenderal ini menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan kepabeanan dan cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 71 |
||||
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini:
|
||||
1.
|
Pengusaha Toko Bebas Bea yang keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea masih mencantumkan jangka waktu izin, tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir. Sebelum masa berlakunya berakhir, Pengusaha Toko Bebas Bea menyampaikan permohonan perpanjangan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea kepada:
|
|||
|
a.
|
Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah yang disampaikan melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi; atau
|
||
|
b.
|
Menteri c.q. Kepala KPU.
|
||
2.
|
Penerapan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan sesuai mekanisme perubahan keputusan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.04/2017 tentang Toko Bebas Bea.
|
|||
3.
|
Kartu kendali manual yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.04/2017 tentang Toko Bebas Bea, masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir atau telah diganti dengan kartu kendali elektronik.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB XI
PENUTUP Pasal 72 |
||||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-19/BC/2013 tentang Toko Bebas Bea, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 73 |
||||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 2018 DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, ttd. HERU PAMBUDI |