Quick Guide

Hide

BAB I.

KETENTUAN UMUM

BAB II.

BARANG KENA CUKAI, TARIF CUKAI, DAN HARGA DASAR

BAB III.

PELUNASAN, PENUNDAAN, DAN FASILITAS *)

BAB IV.

PENAGIHAN, PENGEMBALIAN, DAN KEDALUWARSA

BAB V.

PERIZINAN

BAB VI.

PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN *)

BAB VII.

PENIMBUNAN

BAB VIII.

PEMASUKAN, PENGELUARAN, PENGANGKUTAN, DAN PERDAGANGAN

BAB IX.

LARANGAN

BAB X.

KEWENANGAN DI BIDANG CUKAI

BAB XI.

KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN *)

BAB XII.

KETENTUAN PIDANA

BAB XIII.

PENYIDIKAN

BAB XIIIA.

PEMBINAAN PEGAWAI *)

BAB XIV.

KETENTUAN LAIN-LAIN

BAB XV.

KETENTUAN PERALIHAN

BAB XVI.

KETENTUAN PENUTUP

Keterangan
  Sumber Peraturan Tanggal Berlaku
*) UU 39 Tahun 2007 15 Ags 2007
**) UU 7 Tahun 2021 29 Okt 2021

UU Cukai Konsolidasi setelah UU HPP

Susunan dalam Satu Naskah dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021

Penjelasan Umum

Untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan guna mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan berbagai upaya dari Pemerintah untuk mengambil berbagai langkah kebijakan fiskal yang konsolidatif. Kebijakan fiskal yang konsolidatif tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan langkah strategis yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak (tax ratio) yang antara lain melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak, reformasi administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Pada tataran global, negara-negara di dunia juga menerapkan berbagai kebijakan perpajakan yang diharapkan mampu untuk meningkatkan penerimaan dengan memperluas basis pajak dan melakukan penyesuaian tarif pajak. Dalam rangka peningkatan rasio pajak (tax ratio), Pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain melalui reformasi perpajakan yang berfokus pada organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi berbasis data, proses bisnis, dan regulasi perpajakan. Hal ini dilaksanakan di antaranya dengan peningkatan fungsi pelayanan, implementasi program Pengampunan Pajak, pelaksanaan skema Automatic Exchange of Financial Account Information, penguatan efektifitas fungsi ekstensifikasi, dan penegakan hukum. Namun, hal tersebut belum cukup untuk mengimbangi perubahan pola bisnis dan dinamika globalisasi yang sangat dinamis serta mengatasi praktik aggressive tax planning yang ada. Oleh karena itu, sejalan dengan reformasi perpajakan secara berkesinambungan khususnya pada aspek regulasi dan proses bisnis, diperlukan penyesuaian pengaturan kebijakan perpajakan yang bersifat komprehensif, konsolidatif, dan harmonis, sehingga perlu membentuk Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Penyesuaian pengaturan kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian; mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera; mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum; melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis perpajakan; dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Kebijakan perpajakan yang bersifat komprehensif, konsolidatif, dan harmonis dilakukan melalui pengaturan meliputi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, Pajak Karbon, dan Cukai. Materi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memuat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain mengenai kerja sama bantuan penagihan pajak antarnegara, kuasa Wajib Pajak, pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama untuk kepentingan negara, dan daluwarsa penuntutan pidana pajak. Dalam materi Pajak Penghasilan terdapat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain mengenai perubahan pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan, tarif Pajak Penghasilan orang pribadi dan badan, penyusutan dan amortisasi, serta kesepakatan/perjanjian internasional di bidang perpajakan. Perubahan materi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah meliputi antara lain pengurangan pengecualian objek Pajak Pertambahan Nilai, pengaturan kembali fasilitas Pajak Pertambahan Nilai, perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai, dan pengenaan tarif pajak Pertambahan Nilai final. Untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak terdapat materi Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak yang memberikan kesempatan kepada wajib Pajak untuk mengungkapkan hartanya yang belum diungkapkan. selanjutnya terdapat pengaturan baru mengenai pajak karbon yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memperhatikan peta jalan pajak karbon dan/atau peta jalan pasar karbon. Adapun perubahan ketentuan pada materi Cukai antara lain penambahan Barang Kena cukai, kewenangan Pejabat Bea dan cukai, penyidikan, serta pembayaran sanksi administratif.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
2.
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
3.
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum. *)
4.
Pengusaha pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik.
5.
Tempat penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor. *)
6.
Pengusaha tempat penyimpanan adalah orang yang mengusahakan tempat penyimpanan.
7.
Tempat penjualan eceran adalah tempat untuk menjual secara eceran barang kena cukai kepada konsumen akhir.
8.
Pengusaha tempat penjualan eceran adalah orang yang mengusahakan tempat penjualan eceran. *)
9.
Penyalur adalah orang yang menyalurkan atau menjual barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya yang semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen akhir. *)
10.
Dokumen cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik. *)
11.
Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. *)
12.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
13.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
14.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
15.
Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan undang-undang ini. *)
16.
Tempat penimbunan sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. *)
17.
Tempat penimbunan berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. *)
18.
Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang di bidang kepabeanan. *)
19.
Audit cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai. *)
20.
Surat tagihan adalah surat berupa ketetapan yang digunakan untuk melakukan tagihan utang cukai, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga. *)
 
Penjelasan Pasal 1

Cukup jelas.

 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 2
(1) Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik:
  a. konsumsinya perlu dikendalikan;
  b. peredarannya perlu diawasi;
  c. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau
  d. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, *)
(2) Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai barang kena cukai.
 
Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara dalam rangka keadilan dan keseimbangan" adalah pungutan cukai dapat dikenakan terhadap barang yang dikategorikan sebagai barang mewah dan/atau bernilai tinggi, namun bukan merupakan kebutuhan pokok, sehingga tetap terjaga keseimbangan pembebanan pungutan antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan konsumen yang berpenghasilan rendah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 3
(1)
Pengenaan cukai mulai berlaku untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada saat selesai dibuat dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor pada saat pemasukannya ke dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang Kepabeanan.
(2)
Tanggung jawab cukai untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia berada pada Pengusaha Pajak atau Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor berada pada Importir atau pihak-pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.
(3)
Pemenuhan ketentuan dalam Undang-undang ini dilakukan dengan menggunakan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai.
 
Penjelasan Pasal 3
Ayat (1)
Penegasan saat pengenaan cukai atas suatu barang yang ditetapkan sebagai Barang Kena Cukai adalah penting karena sejak saat itulah secara yuridis (karena Undang-undang) telah timbul utang cukai sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap barang tersebut sebab terhadapnya telah melekat hak-hak negara.
 
Untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, saat pengenaan cukai adalah pada saat selesai dibuat sehingga saat itulah terhadap barang tersebut dilakukan pengawasan. Yang dimaksud dengan "barang selesai dibuat" adalah saat proses pembuatan barang itu selesai dengan tujuan untuk dipakai.
 
Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor, saat pengenaan cukai adalah pada saat memasuki Daerah Pabean.
Ayat (2)
Memperhatikan pengertian tentang Pengusaha Pabrik dan Pengusaha Tempat Penyimpanan sebagaimana diatur dalam Pasal 1, maka tanggung jawab cukai atas Barang Kena Cukai apabila masih berada dalam Pabrik terletak pada Pengusaha Pabrik, sedangkan apabila berada dalam Tempat Penyimpanan, maka tanggung jawab beralih kepada Pengusaha Tempat Penyimpanan.
 
Penegasan tentang tanggung jawab ini sehubungan dengan ketentuan tentang pelunasan cukai yang dilakukan pada saat Barang Kena Cukai dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
 
Untuk Barang Kena Cukai yang diimpor mengingat pengertian secara yuridis saat pengenaan cukai adalah pada saat barang dan sarana pengangkut memasuki Daerah Pabean sebagaimana prinsip pengenaan bea dalam Undang-undang tentang Kepabeanan, sedangkan apabila barang tersebut saat memasuki Daerah Pabean belum dapat diketahui untuk tujuan dipakai, atau tujuan lainnya, dan belum juga diketahui pemiliknya, maka tanggung jawab cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor mengikuti tahap-tahap tanggung jawab bea atas barang impor sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "dokumen pelengkap cukai" adalah semua dokumen yang digunakan sebagai dokumen pelengkap dari dokumen cukai.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 3A
(1)
Dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik. *)
(2)
Dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang ini. *)
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 3A

Cukup jelas.

 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 3B
Terhadap barang kena cukai berlaku seluruh ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. *)
 
Penjelasan Pasal 3B
Pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB II

BARANG KENA CUKAI, TARIF CUKAI, DAN HARGA DASAR

Pasal 4
(1)
Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri atas:
 
a.
etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
 
b.
minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; dan
 
c.
hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. **)
(2)
Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. **)
 
Penjelasan Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan etil alkohol atau etanol adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan minuman yang mengandung etil alkohol adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis.
 
Yang dimaksud dengan konsentrat yang mengandung etil alkohol adalah bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.
Huruf c
Yang dimaksud dengan sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
 
Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan.
 
Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
 
Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan.
 
Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin.
 
Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
 
Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
 
Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
 
Yang dimaksud dengan “cerutu” adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
 
Yang dimaksud dengan “rokok daun” adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
 
Yang dimaksud dengan “tembakau iris” adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
 
Yang dimaksud dengan “rokok elektrik” adalah hasil tembakau berbentuk cair, padat, atau bentuk lainnya, yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang disediakan untuk konsumen akhir dalam kemasan penjualan eceran yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian dihisap.
 
Yang dimaksud dengan “hasil pengolahan tembakau lainnya” adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia” adalah alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 5
(1)
Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
 
a.
untuk yang dibuat di Indonesia:
 
 
1.
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
 
 
2.
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
 
b.
untuk yang diimpor:
 
 
1.
275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
 
 
2.
57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. *)
(2)
Barang kena cukai lainnya dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
 
a.
untuk yang dibuat di Indonesia:
 
 
1.
1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
 
 
2.
80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
 
b.
untuk yang diimpor:
 
 
1.
1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau
 
 
2.
80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. *)
(3)
Tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dari persentase harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai atau sebaliknya atau penggabungan dari keduanya.
(4)
Penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mendapat persetujuan. *)
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 5
Ayat (1)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga jual pabrik atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi.
Ayat (2)
Huruf a
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga jual pabrik atau 80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Huruf b
Penetapan tarif paling tinggi 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari nilai pabean ditambah bea masuk atau 80% (delapan puluh persen) dari harga jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup, dan tertib sosial, ingin dibatasi secara ketat impor, peredaran, dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui instrumen tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangka keadilan dan keseimbangan misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
Ayat (3)
Perubahan tarif cukai yang dimaksud dalam ayat ini dapat berupa perubahan dari persentase harga dasar (advalorum) menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai (spesifik) atau sebaliknya. Demikian pula dapat berupa gabungan dari kedua sistem tersebut.
 
Perubahan tarif ini mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk kepentingan penerimaan negara, untuk pembatasan konsumsi barang kena cukai, dan untuk memudahkan pemungutan atau pengawasan barang kena cukai.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "DPR RI" adalah komisi yang membidangi keuangan.
 
Yang dimaksud dengan "alternatif kebijakan" adalah kebijakan besaran tarif cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
 
Persetujuan DPR RI pada ayat ini antara lain sebagai upaya perlindungan dan keberpihakan terhadap industri hasil tembakau yang padat karya terutama yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin.
Ayat (5)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 6
(1)
Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia adalah harga jual pabrik atau harga jual eceran.
(2)
Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau harga jual eceran.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan harga dasar diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "harga jual pabrik" adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang di dalamnya belum termasuk cukai.
 
Yang dimaksud dengan "harga jual eceran" adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "nilai pabean dan bea masuk" adalah nilai pabean dan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang kepabeanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB III

PELUNASAN, PENUNDAAN, DAN FASILITAS *)

Pasal 7
(1)
Cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan.
(2)
Cukai atas barang kena cukai yang diimpor dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai.
(3)
Cara pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan:
 
a.
pembayaran;
 
b.
pelekatan pita cukai; atau
 
c.
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya. *)
(3a)
Pencetakan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan pengadaan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilaksanakan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan atau lembaga yang ditunjuk oleh Menteri dengan syarat-syarat yang ditetapkan. *)
(3b)
Syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) paling sedikit memenuhi asas keamanan, kontinuitas, efektivitas, efisiensi, dan memberi kesempatan yang sama. *)
(4)
Pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c disediakan oleh Menteri. *)
(5)
Dalam hal pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang cukai, cukai dianggap tidak dilunasi. *)
(6)
Dihapus. *)
(7)
Dihapus. *)
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelunasan cukai diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "diimpor untuk dipakai" adalah dimasukkan ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai, dimiliki, atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia.
Ayat (3)
Pada dasarnya pelunasan cukai atas barang kena cukai merupakan pemenuhan persyaratan dalam rangka mengamankan hak-hak negara yang melekat pada barang kena cukai sehingga barang kena cukai tersebut dapat disetujui untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai.
 
Barang kena cukai yang telah selesai dibuat dan digunakan sebelum dikeluarkan dari pabrik dianggap telah dikeluarkan dan harus dilunasi cukainya.
Huruf a
Pelunasan cukai dengan cara pembayaran dibuktikan dengan dokumen cukai yang dipersyaratkan. Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembayaran harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan. Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembayaran cukainya dilakukan pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai.
Huruf b
Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan dengan cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 
Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik.
 
Untuk barang kena cukai yang diimpor, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pelekatan pita cukai tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.
Huruf c
Pelunasan cukai dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya dilakukan dengan cara membubuhkan tanda pelunasan cukai lainnya yang seharusnya dan dibubuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain: barcode dan hologram.
 
Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari pabrik.
 
Untuk barang kena cukai yang diimpor, pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara, tempat penimbunan berikat, atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (3b)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "disediakan" adalah disediakan dalam bentuk fisik barang dan/atau spesifikasi desain.
Ayat (5)
Cukai dianggap tidak dilunasi apabila pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya pada barang kena cukai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain:
a.
pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan tarif cukai dan/atau harga dasar barang kena cukai yang ditetapkan;
b.
pita cukai yang dilekatkan tidak utuh atau rusak; atau
c.
pita cukai yang dilekatkan atau tanda pelunasan cukai,
lainnya yang dibubuhkan pada barang kena cukai yang bukan haknya dan/atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 7A
(1)
Pelunasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a pembayarannya dapat diberikan secara berkala kepada pengusaha pabrik dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai tanpa dikenai bunga. *)
(2)
Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada pengusaha pabrik dalam jangka waktu:
 
a.
paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal pemesanan pita cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b;
 
b.
paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c. *)
(3)
Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada importir barang kena cukai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemesanan pita cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b. *)
(4)
Untuk pembayaran secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengusaha pabrik wajib menyerahkan jaminan. *)
(5)
Untuk mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai wajib menyerahkan jaminan. *)
(6)
Jenis dan besaran jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
(7)
Pengusaha pabrik yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak membayar cukai sampai dengan jangka waktu pembayaran secara berkala berakhir, wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang. *)
(8)
Pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang tidak membayar cukai sampai dengan jatuh tempo penundaan, wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang. *)
(9)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 7A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai" adalah tanggal pendaftaran dokumen pengeluaran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penundaan" adalah kemudahan pembayaran yang diberikan kepada pengusaha pabrik dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "sejak tanggal pemesanan pita cukai" adalah tanggal pendaftaran dokumen pemesanan pita cukai.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penundaan" adalah kemudahan pembayaran yang diberikan kepada importir barang kena cukai dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
Ayat (4)
Jaminan dapat berupa jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi.
Ayat (5)
Jaminan dapat berupa jaminan bank, jaminan dari perusahaan asuransi, atau jaminan perusahaan (corporate guarantee).
 
Jenis dan besaran jaminan ditetapkan dengan pertimbangan tingkat kepatuhan dari pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai selama mendapat penundaan. Misalnya, pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang tidak pernah melakukan pelanggaran atas penundaannya dapat menyerahkan jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 8
(1)
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap:
  a. tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu;
  b. minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran.
(2)
Cukai juga tidak dipungut atas barang kena cukai apabila:
  a. diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean;
  b. diekspor;
  c. dimasukkan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan;
  d. digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai;
  e. telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
(2a)
Perubahan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan tujuan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. *)
(3)
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 8
Ayat (1)
Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang tersebut secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian.
 
Yang dimaksud dengan "dikemas untuk penjualan eceran" adalah dikemas dalam kemasan dengan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan meningkatkan pemasarannya.
Ayat (2)
Kewajiban membayar cukai masih melekat pada barang kena cukai yang diatur pada ayat ini, tetapi pemungutannya tidak dilakukan selama memenuhi persyaratan yang ditentukan, dibuktikan dengan dokumen cukai yang diwajibkan dan barang kena cukai masih tetap berada dalam pengawasan.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "diangkut terus" adalah diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
 
Yang dimaksud dengan "diangkut lanjut" adalah diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
Huruf b
Cukup jelas. 
Huruf c
Tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud huruf ini karena di dalam pabrik atau tempat penyimpanan dapat ditimbun barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang berasal dari pabrik atau tempat penyimpanan lain atau dari impor.
 
Pemungutan atau pelunasan cukai atas barang kena cukai dimaksud dilakukan pada saat dikeluarkan kembali dari pabrik atau tempat penyimpanan.
Huruf d
Barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong menurut ketentuan huruf ini tidak dipungut cukai, karena cukainya akan dikenai terhadap barang hasil akhir yang juga merupakan barang kena cukai, seperti etil alkohol yang dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol atau sebagai bahan penolong dalam pembuatan hasil tembakau.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai" yaitu apabila barang kena cukai didapati menyimpang dari tujuan sehingga tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (2), misalnya barang kena cukai tidak dapat dibuktikan telah diangkut terus atau diekspor.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 9
(1)
Pembebasan cukai dapat diberikan atas barang kena cukai:
 
a.
yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai;
 
b.
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
 
c.
untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
 
d.
untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia;
 
e.
yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan;
 
f.
yang dipergunakan untuk tujuan sosial;
 
g.
yang dimasukkan ke dalam tempat penimbunan berikat.
(1a)
Perubahan tujuan barang kena cukai yang diberikan pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. *)
(2)
Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas barang kena cukai tertentu yaitu:
 
a.
etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum;
 
b.
minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau, yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar daerah pabean.
(3)
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembebasan" adalah fasilitas yang diberikan kepada pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan atau importir untuk tidak membayar cukai yang terutang.
Huruf a
Fasilitas pembebasan cukai berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan atau perkembangan industri yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai, baik untuk tujuan ekspor maupun untuk pemasaran dalam negeri, seperti etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan etil asetat, asam asetat, obat-obatan dan sebagainya.
Huruf b
Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Barang kena cukai yang dapat diberikan pembebasan berdasarkan ketentuan dalam huruf ini dibatasi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang wajar.
Huruf e
1.
Yang dimaksud dengan "penumpang" adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.
2.
Yang dimaksud dengan "awak sarana pengangkut" adalah setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkutnya.
3.
Yang dimaksud dengan "pelintas batas" adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "tujuan sosial", antara lain untuk bantuan bencana alam.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "tempat penimbunan berikat" adalah tempat penimbunan berikat sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang kepabeanan.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum" adalah etil alkohol yang dirusak dengan bahan perusak tertentu, yang dalam istilah perdagangan lazim disebut spiritus bakar (brand spiritus).
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai" adalah menyalahgunakan fasilitas pembebasan cukai. Misalnya, etil alkohol diberikan pembebasan cukai karena akan digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir tertentu yang telah ditetapkan, ternyata digunakan untuk membuat barang hasil akhir lain selain yang ditetapkan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB IV

PENAGIHAN, PENGEMBALIAN, DAN KEDALUWARSA

Pasal 10
(1)
Penagihan dilakukan atas:
 
a.
utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya;
 
b.
kekurangan cukai; dan/atau
 
c.
sanksi administrasi berupa denda. *)
(2)
Utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima surat tagihan. *)
(2a)
Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari nilai utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tidak dibayar. *)
(2b)
Dalam hal tertentu, atas permintaan pengusaha pabrik, Direktur Jenderal dapat memberikan kemudahan untuk mengangsur pembayaran tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. *)
(2c)
Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) jumlahnya dibulatkan dalam ribuan rupiah. *)
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan dan pengangsuran diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya", antara lain:​​​​​
a.
utang cukai yang timbul akibat cukai yang pembayarannya secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1) tidak dibayar sampai dengan jangka waktu pembayaran berkala berakhir; dan
b.
utang cukai yang timbul akibat cukai yang pembayarannya mendapat penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2) dan ayat (3) tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo penundaan berakhir.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kekurangan cukai", antara lain:
a.
kekurangan cukai akibat kesalahan hitung dalam dokumen pemberitahuan atau pemesanan pita cukai; dan
b.
kekurangan cukai akibat hasil pencacahan.
Huruf c
Cukup jelas. 
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tanggal diterima" adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau media antar lainnya. Dalam hal surat tagihan dikirim secara langsung, yang dirujuk adalah tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung.
Ayat (2a)
Dalam pengenaan bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (2b)
Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah pengusaha pabrik mengalami kesulitan keuangan atau dalam keadaan kahar.
Ayat (2c)
Yang dimaksud dengan "dibulatkan dalam ribuan rupiah" adalah dibulatkan ke atas sehingga bagian dari ribuan menjadi ribuan penuh.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 11
(1)
Tagihan negara berdasarkan undang-undang ini mempunyai hak mendahulu atas segala tagihan terhadap harta yang berutang.
(2)
Hal mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
 
a.
biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak ataupun tidak bergerak;
 
b.
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;
 
c.
biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
(3)
Hak mendahului sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak dikeluarkannya Surat Tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan pembayaran.
(4)
Apabila diberikan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jangka waktu dua tahun itu harus ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran.
 
Penjelasan Pasal 11
Ayat (1)
Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik yang berutang yang akan dilelang di muka umum.
 
Setelah utang cukai dan/atau denda administrasi dilunasi, baru diselesaikan pembayaran kepada kreditur lainnya.
 
Maksud dari ayat ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk mendapatkan bagian terlebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan di muka umum barang-barang milik yang berutang, guna menutupi atau melunasi utangnya.
 
Yang dimaksud dengan "harta yang berutang" adalah seluruh harta kekayaan pihak yang berutang. Dalam hal pihak yang berutang adalah orang pribadi, harta yang berutang termasuk harta kekayaan pribadi.
Ayat (2)
Hak mendahului atas barang-barang milik yang berutang yang akan dilelang di muka umum baru berlaku setelah biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c diselesaikan pembayarannya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 12
(1)
Pengembalian cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal:
 
a.
terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan penghitungan;
 
b.
barang kena cukai diekspor;
 
c.
barang kena cukai diolah kembali di pabrik atau dimusnahkan;
 
d.
barang kena cukai mendapat pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
 
e.
pita cukai dikembalikan karena rusak atau tidak dipakai; atau
 
f.
terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat putusan Pengadilan Pajak. *)
(2)
Pengembalian cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya kelebihan pembayaran. *)
(3)
Apabila pengembalian cukai dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) perbulan, dihitung setelah jangka waktu tersebut berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian. *)
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian cukai diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kelebihan pembayaran karena kesalahan penghitungan" adalah kesalahan penghitungan dalam perkalian, pengurangan, dalam penerapan tarif atau harga, atau kesalahan dalam pencacahan. Dalam hal demikian, terhadap cukai yang telah dibayar, dapat diberikan pengembalian sebesar kelebihan pembayaran akibat adanya kesalahan penghitungan tersebut.
Huruf b
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup.
 
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup dan pita cukai yang telah dilekatkan harus dirusak sebelum diekspor. 
 
Pengembalian cukai atas barang kena cukai yang diekspor yang telah dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya hanya dapat diberikan kepada pengusaha pabrik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pita cukai yang dipesan dan telah diterima oleh pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai jika belum dilekatkan pada barang kena cukai dapat dikembalikan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 
Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan, antara lain:
a.
adanya perubahan desain pita cukai;
b.
perubahan tarif cukai atau harga eceran;
c.
pita cukai rusak sebelum dilekatkan; atau
d.
pabrik yang bersangkutan tidak lagi berproduksi.
 
Atas pengembalian pita cukai, pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai berhak mendapatkan pengembalian cukai yang telah dibayarkan.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kelebihan pembayaran dapat diketahui oleh pejabat bea dan cukai dari hasil pemeriksaan atau atas permohonan yang bersangkutan.
 
Setelah diketahui dan terbukti adanya kelebihan pembayaran, pejabat bea dan cukai menerbitkan surat ketetapan. 
 
Pengembalian cukai dapat diperhitungkan dengan utang cukai yang belum dilunasi.
Ayat (3)
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 13
(1)
Hak menagih utang berdasarkan undang-undang ini menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.
(2)
Masa kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam hal ada pengakuan utang.
 
Penjelasan Pasal 13

Cukup jelas.

 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB V

PERIZINAN

Pasal 14
(1)
Setiap orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai:
 
a.
pengusaha pabrik;
 
b.
pengusaha tempat penyimpanan;
 
c.
importir barang kena cukai;
 
d.
penyalur; atau
 
e.
pengusaha tempat penjualan eceran,
 
wajib memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dari Menteri. *)
(1a)
Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau pengusaha tempat penjualan eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berlaku untuk etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol. *)
(1b)
Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai penyalur atau pengusaha tempat penjualan eceran selain etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) ditetapkan dengan peraturan menteri. *)
(1c)
Importir barang kena cukai yang telah memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat melaksanakan impor barang kena cukai. *)
(2)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
 
a.
orang yang berkedudukan di Indonesia; atau
 
b.
orang yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia. *)
(3)
Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah orang pribadi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia, izin dapat dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal meninggal yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut, izin wajib diperbaharui.
(3a)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibekukan, dalam hal:
 
a.
adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang izin melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai;
 
b.
adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi; atau
 
c.
pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya. *)
(4)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut dalam hal:
 
a.
atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan;
 
b.
tidak dilakukan kegiatan selama 1 (satu) tahun;
 
c.
persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi;
 
d.
pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia;
 
e.
pemegang izin dinyatakan pailit;
 
f.
tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
 
g.
pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan undang-undang ini;
 
h.
pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30; atau
 
i.
izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan dengan orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri. *)
(5)
Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut, terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan harus dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin. *)
(5a)
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dimusnahkan. *)
(5b)
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. *)
(6)
Ketentuan mengenai pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku bagi importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan eceran. *)
(7)
Setiap orang yang menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa memiliki izin dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). *)
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. *)
 
Penjelasan Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengertian izin wajib diperbaharui berarti setelah jangka waktu dua belas bulan berakhir, harus telah memiliki izin baru.
Ayat (3a)
Yang dimaksud dengan "dibekukan" adalah tidak diperbolehkannya melakukan kegiatan usaha di bidang cukai sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali atau pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada negara.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dipenuhi persyaratan yang ditetapkan; apabila persyaratan yang ditetapkan tidak lagi dipenuhi, izin dapat dicabut.
Huruf d
Izin untuk badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur pada ayat (2) hanya diberikan kepada badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia yang mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, apabila badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lagi mewakili secara sah badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia, izin dapat dicabut.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan sanksi tambahan yang bersifat administratif.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (5a)
Cukup jelas.
Ayat (5b)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dan berada di tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut, harus dipindahkan ke tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran lainnya atau dimusnahkan.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "menjalankan kegiatan" adalah segala perbuatan yang berindikasi ke arah menjalankan kegiatan produksi, penyimpanan, impor, penyaluran, atau penjualan barang kena cukai.
 
Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian negara.
Ayat (8)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 15
(1)
Pembuatan Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau dapat diizinkan dilakukan di luar Pabrik dan merupakan tanggung jawab Pengusaha Pabrik yang bersangkutan.
(2)
Ketentuan tentang pelaksanaan ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
 
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini memberikan kemungkinan kepada Pengusaha Pabrik Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau yang telah diberi izin berdasarkan ketentuan dalam Pasal 14 membuat hasil tembakau di luar Pabrik dengan seizin Menteri.
 
Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi kemudian kepada pengusaha yang bersangkutan agar dapat meningkatkan produksi dan memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat yang tidak dapat ditampung bekerja di dalam Pabrik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB VI

PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN *)

Pasal 16
(1)
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d wajib menyelenggarakan pembukuan. *)
(2)
Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi wajib melakukan pencatatan adalah pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin. *)
(3)
Pengusaha pabrik wajib memberitahukan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang barang kena cukai yang selesai dibuat. *)
(4)
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin, yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). *)
(5)
Pengusaha pabrik skala kecil, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin, yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). *)
(6)
Pengusaha pabrik yang tidak memberitahukan barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang tidak diberitahukan. *)
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemberitahuan mengenai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembukuan" adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Ayat (2)
Kewajiban melakukan pencatatan dimaksudkan untuk memberi kemudahan dalam memenuhi ketentuan undang-undang ini dengan tetap menjamin pengamanan hak-hak negara.
 
Yang dimaksud dengan "pencatatan" adalah proses pengumpulan dan penulisan data secara teratur tentang:
a.
pemasukan, produksi, dan pengeluaran barang kena cukai; dan
b.
penerimaan, pemakaian, dan pengembalian pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya.
 
Yang dimaksud dengan pengusaha pabrik skala kecil dan penyalur skala kecil adalah orang pribadi yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "secara berkala" dapat berupa harian, mingguan, bulanan, atau tahunan, yang disesuaikan dengan jenis barang kena cukai.
 
Misalnya:
a.
untuk etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, pengusaha pabrik memberitahukan barang kena cukai yang selesai dibuat kepada pejabat bea dan cukai setiap hari;
b.
untuk hasil tembakau, pengusaha pabrik memberitahukan barang kena cukai yang selesai dibuat kepada pejabat bea dan cukai setiap bulan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 16A
(1)
Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya dan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan, biaya, dan arus keluar masuknya barang kena cukai. *)
(2)
Pembukuan wajib diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, mata uang rupiah, serta bahasa Indonesia, atau dengan mata uang asing dan bahasa lain yang diizinkan oleh Menteri. *)
(3)
Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia. *)
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyelenggaraan pembukuan diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 16A
Ayat (1)
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan standar akuntansi keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan di bidang cukai menentukan lain. Hal tersebut dimaksudkan agar pembukuan yang diselenggarakan dapat dipercaya dan diandalkan dalam rangka pengawasan terhadap produksi barang kena cukai, peredaran barang kena cukai, dan/atau nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai termasuk hasil pengolahan data elektronik harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia dengan maksud apabila akan dilakukan audit cukai, masih tetap ada dan dapat segera disediakan.
 
Dalam hal data yang disimpan berupa data elektronik wajib dijaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan agar data elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali suatu saat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 16B
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, atau penyalur yang wajib memiliki izin, yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). *)
 
 
Penjelasan Pasal 16B
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 17
(1)
Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening barang kena cukai untuk setiap pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan mengenai barang kena cukai tertentu yang masih terutang cukai dan berada di pabrik atau tempat penyimpanan.
(2) Pejabat bea dan cukai mencatat barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 25 ayat (1) atau ayat (3) yang masih terutang cukai ke dalam buku rekening barang kena cukai. *)
(3) Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan bertanggung jawab atas utang cukai dari barang kena cukai yang ada menurut buku rekening barang kena cukai.
 
Penjelasan Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "buku rekening barang kena cukai" adalah buku daftar yang berisi catatan tentang jumlah barang kena cukai tertentu yaitu etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan serta potongan, kekurangan, dan kelebihan hasil pencacahan dari suatu pabrik atau tempat penyimpanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 18
(1)
Buku rekening barang kena cukai ditutup pada setiap akhir tahun kalender. *)
(2)
Buku rekening barang kena cukai juga ditutup setelah dilakukan pencacahan atau atas permintaan pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan.
(3)
Ketentuan tentang buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
 
Penjelasan Pasal 18
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 19
(1)
Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik yang mendapatkan kemudahan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1). *)
(1a)
Pejabat bea dan cukai wajib menyelenggarakan buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai mengenai cukai yang mendapatkan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2) dan ayat (3). *)
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai buku rekening kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 19
Yang dimaksud dengan "buku rekening kredit" adalah buku yang berisi catatan tentang jumlah cukai yang diberikan penundaan pembayaran atau mendapat kemudahan pembayaran secara berkala serta penyelesaiannya.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 20
(1)
Barang Kena Cukai tertentu yang ada dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan setiap waktu dapat dicacah oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2)
Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan wajib menunjukkan semua Barang Kena Cukai yang ada di dalam tempat yang dimaksud pada ayat (1), serta menyediakan tenaga dan peralatan untuk keperluan pencacahan.
(3)
Ketentuan tentang pencacahan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
 
Penjelasan Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pencacahan" adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaan barang kena cukai. 
 
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi atau pelarian cukai, maka undang-undang ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan pencacahan terhadap barang kena cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, baik yang berada di dalam pabrik maupun tempat penyimpanan. Dalam pencacahan yang dilakukan kemungkinan akan didapati kekurangan atau kelebihan barang kena cukai yang ada berdasarkan buku rekening barang kena cukai sesuai dengan sifat atau karakteristik barang kena cukai tersebut.
 
Pejabat bea dan cukai yang melaksanakan pencacahan harus dilengkapi dengan surat tugas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "menyediakan tenaga dan peralatan" adalah menyediakan tenaga pekerja dan peralatan yang diperlukan untuk membantu kegiatan pejabat bea dan cukai dalam melakukan pencacahan. *)
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 21
(1)
Dalam hal jumlah hasil pencacahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 kedapatan lebih kecil daripada jumlah yang tercantum dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai, kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan diberikan potongan setinggi-tingginya sepuluh persen dari jumlah Barang Kena Cukai yang dihasilkan atau dimasukkan sejak pencacahan terakhir.
(2) Potongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikurangkan dari selisih antara hasil pencacahan dengan Buku Rekening Barang Kena Cukai, dan sisanya merupakan kekurangan yang cukainya harus dilunasi oleh Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan dalam waktu tiga puluh hari setelah tanggal penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai.
(3) Ketentuan tentang jenis Barang Kena Cukai yang dapat diberikan potongan dan besarnya potongan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
 
Penjelasan Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "potongan" adalah keringanan yang diberikan kepada pengusaha atas kekurangan Barang Kena Cukai yang didapat pada waktu pencacahan. Kekurangan ini dapat terjadi karena sebab-sebab alami dari Barang Kena Cukai tertentu, antara lain penguapan atau penyusutan.
Ayat (2)
Dalam menetapkan kekurangan Barang Kena Cukai yang harus dibayar cukainya dapat diberikan contoh sebagai berikut:
-
Tanggal 30 November 1995 Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas suatu Pabrik.
-
Data-data yang ada sebagai berikut:
 
Pencacahan terakhir dilakukan pada tanggal 31 Oktober 1995 dan dalam penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai, menunjukkan
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 22
Potongan tidak diberikan apabila jumlah hasil pencacahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 kedapatan sama atau lebih besar daripada jumlah sediaan yang tercantum dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai.
 
 
Penjelasan Pasal 22
Tidak diberikan potongan atas kelebihan jumlah persediaan yang tercantum dalam buku rekening Barang Kena Cukai berdasarkan hasil pencacahan karena pada prinsipnya pengusaha harus melaporkan Barang Kena Cukai yang dibuat, dimasukkan, atau dikeluarkan secara benar.
 
Contoh:
 
 
Jumlah 20.000 ini tidak diberikan potongan dan dibukukan dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 23
(1)
Kekurangan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diberikan kelonggaran yang besarnya tidak melebihi tiga kali jumlah potongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
(2)
Kelebihan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, diberikan kelonggaran yang besarnya tidak melebihi satu persen dari jumlah Barang Kena Cukai yang seharusnya ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai.
(3) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan kedapatan kekurangan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) atau kelebihan Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang melebihi kelonggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai cukai dari Barang Kena Cukai yang kedapatan kurang atau lebih.
 
Penjelasan Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kelonggaran" adalah batas kekurangan setelah diberi potongan atau batas kelebihan yang diperkenankan pada saat pencacahan untuk menentukan ada tidaknya suatu pelanggaran.
 
Kelonggaran sebesar 3 x potongan yang diberikan, apabila dilihat dari contoh perhitungan kekurangan dalam pasal 21 ayat (2), adalah 3 x 5.000 = 15.000.
Ayat (2)
Besarnya kelonggaran sebesar satu persen dari jumlah Barang Kena Cukai yang seharusnya ada menurut Buku Rekening Barang Kena Cukai, apabila dilihat dari contoh perhitungan kelebihan dalam Pasal 22 adalah 1% dari saldo buku yaitu 1% x 150.000 = 1.500.
Ayat (3)
Apabila kekurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) atau kelebihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 melampaui batas kelonggaran yang diperkenankan, maka hal tersebut merupakan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi administrasi.
 
Berdasarkan contoh perhitungan kekurangan dalam Pasal 21 ayat (2), karena kekurangan tersebut tidak melebihi kelonggaran, maka tidak terjadi pelanggaran; tetapi berdasarkan contoh perhitungan kelebihan dalam Pasal 22, karena kelebihan tersebut melebihi kelonggaran, maka merupakan pelanggaran yang dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB VII

PENIMBUNAN

Pasal 24
(1)
Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya dapat ditimbun dalam Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.
(2)
Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dapat ditimbun dalam Pabrik.
(3)
Ketentuan tentang penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
 
Penjelasan Pasal 24
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB VIII

PEMASUKAN, PENGELUARAN, PENGANGKUTAN, DAN PERDAGANGAN

Pasal 25
(1)
Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan, wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dengan dokumen cukai.
(2)
Pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
(3) Dalam hal pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai, yang menjadi dasar untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah yang didapati oleh pejabat bea dan cukai yang bersangkutan.
(4) Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan, yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang dikeluarkan. *)
(4a) Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan, yang memasukkan barang kena cukai ke pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). *)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 25
Ayat (1)
Barang kena cukai yang ditimbun dalam pabrik atau tempat penyimpanan masih terutang cukai. Oleh karena itu, terhadap pemasukan barang kena cukai ke tempat tersebut wajib di beritahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai.
 
Demikian pula pada pengeluaran barang kena cukai dari tempat tersebut baik yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai maupun yang sudah dilunasi cukainya wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor dan dilindungi dokumen cukai sebagai alat pengawasan atau sebagai bahan pencatatan dalam buku rekening barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
Ayat (2)
Pada dasarnya untuk pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai berlaku sistem pemberitahuan sendiri yang memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pengusaha sehingga tidak memerlukan pengawasan secara fisik oleh pejabat bea dan cukai. Namun apabila ada dugaan bahwa pengusaha akan atau telah melakukan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara, demikian pula terhadap barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ketertiban masyarakat, seperti minuman yang mengandung etil alkohol, pejabat bea dan cukai dapat melakukan pengawasan atas pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (4a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 26
(1)
Dalam keadaan darurat, barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dapat dipindahkan ke luar pabrik atau tempat penyimpanan tanpa dilindungi dokumen cukai.
(2)
Pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilaporkan kepada Kepala Kantor dalam jangka waktu yang ditetapkan.
(3)
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang tidak melaporkan pemindahan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya karena keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). *)
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 26
Ayat (1)
Pada dasarnya undang-undang ini menetapkan bahwa pemasukan, pengeluaran, atau pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya ke atau dari pabrik atau tempat penyimpanan harus dilindungi dokumen cukai. Namun dalam keadaan darurat, seperti kebakaran, banjir atau bencana alam lainnya, maka untuk menyelamatkan barang kena cukai tersebut dapat dilakukan pemindahan tanpa dokumen cukai yang ditentukan.
Ayat (2)
Atas pemindahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dalam jangka waktu yang ditetapkan harus melaporkannya kepada Kepala Kantor setempat serta wajib menaati petunjuk Kepala Kantor yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 27
(1)
Pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
(2)
Pengangkutan barang kena cukai tertentu, walaupun sudah dilunasi cukainya, harus dilindungi dengan dokumen cukai.
(3)
Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
(4)
Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan tentang pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). *)
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 27
Ayat (1)
Untuk mencegah pelarian cukai dan penyalahgunaan pemakaian barang kena cukai, pengangkutan barang kena cukai, baik dalam keadaan telah dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran, yang belum dilunasi cukainya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
Ayat (2)
Dengan mempertimbangkan sifat kerawanan dari barang kena cukai tertentu seperti etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol, walaupun sudah dibayar cukainya, pengangkutannya harus dilindungi dengan dokumen cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 28
Jangka waktu yang telah ditentukan dalam dokumen cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) atau ayat (2), sebelum dilampaui dapat diperpanjang masa berlakunya oleh Kepala Kantor yang mengawasi tempat Barang Kena Cukai bersangkutan berada.
 
 
Penjelasan Pasal 28
Dalam dokumen cukai yang berfungsi sebagai dokumen pelindung pengangkutan ditetapkan jangka waktu berlakunya dengan maksud Barang Kena Cukai yang diangkut tersebut sejak saat pengangkutan sampai tujuan harus dalam jangka waktu yang ditetapkan. Karena dalam pengangkutan kemungkinan terjadi hambatan yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya jangka waktu yang telah ditetapkan dalam dokumen cukai yang bersangkutan, maka ketentuan dalam pasal ini memberi kemudahan bagi pengangkut untuk melaporkan kepada Kepala Kantor yang mengawasi wilayah tempat Barang Kena Cukai berada untuk mendapatkan perpanjangan jangka waktu dokumen cukai yang bersangkutan.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 29
(1)
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya hanya boleh ditawarkan, diserahkan, dijual, atau disediakan untuk dijual, setelah dikemas untuk penjualan eceran dan dilekati pita cukai atau dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan. *)
(2)
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang berada dalam tempat penjualan eceran atau tempat lain yang kegiatannya adalah untuk menjual dianggap disediakan untuk dijual. *)
(2a)
Pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang melekatkan pita cukai atau membubuhkan tanda pelunasan cukai lainnya pada barang kena cukai yang tidak sesuai dengan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan, yang menyebabkan kekurangan pembayaran cukai, wajib melunasi cukainya dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari nilai cukai yang seharusnya dilunasi. *)
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 29
Ayat (1)
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dikemas untuk penjualan eceran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai dalam rangka pengawasan dan pengamanan penerimaan negara.
 
Yang dimaksud dengan "pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang diwajibkan" adalah pita cukai yang dilekatkan atau tanda pelunasan cukai lainnya yang dibubuhkan pada kemasan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat ini, misalnya pengusaha pabrik melekatkan pita cukai hasil tembakau sigaret kretek tangan pada hasil tembakau sigaret kretek mesin, tetapi pita cukai tersebut benar-benar milik atau haknya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB IX

LARANGAN

Pasal 30
(1)
Di dalam Pabrik dilarang menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang ditetapkan dalam surat izin yang bersangkutan.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
 
a.
Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara terpadu barang lain yang bukan merupakan Barang Kena Cukai dengan menggunakan etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong;
 
b.
Pabrik Barang Kena Cukai selain etil alkohol yang menghasilkan barang lainnya yang bukan Barang Kena Cukai, sepanjang di dalam Pabrik tersebut dilakukan pemisahan secara fisik antara Barang Kena Cukai dan bukan Barang Kena Cukai, baik dalam produksinya maupun tempat penimbunan bahan baku atau bahan penolong dan hasil produksi akhirnya.
 
Penjelasan Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "memproduksi secara terpadu" adalah suatu rangkaian proses produksi, mulai dari pembuatan etil alkohol sebagai bahan baku sampai dengan pembuatan barang hasil akhir yang bukan Barang Kena Cukai, yang dilakukan dalam Pabrik etil alkohol tersebut.
Huruf b
Di dalam suatu Pabrik Barang Kena Cukai dimungkinkan untuk memproduksi barang hasil akhir lain yang bukan Barang Kena Cukai, asalkan dilakukan pemisahan secara fisik untuk tempat produksi dan tempat penimbunan bahan baku atau bahan penolong dan hasil akhir antara Barang Kena Cukai dan bukan Barang Kena Cukai. Pemisahan secara fisik lokasi produksi dan penimbunan di dalam pabrik tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan dan pemeriksaan serta perhitungan cukai.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 31
(1)
Di dalam tempat penyimpanan dilarang:
 
a.
menyimpan barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai;
 
b.
menyimpan barang selain barang kena cukai yang ditetapkan dalam surat izin bersangkutan.
(2)
Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai yang kedapatan berada di dalam tempat penyimpanan dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai.
(3)
Pengusaha tempat penyimpanan yang melanggar ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). *)
 
Penjelasan Pasal 31
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 32
(1)
Di dalam pabrik, tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, dan tempat penjualan eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya dilarang:
 
a.
menyimpan atau menyediakan pita cukai dan/atau tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dipakai; dan/atau
 
b.
menyimpan atau menyediakan pengemas barang kena cukai yang telah dipakai dengan pita cukai dan/atau tanda pelunasan cukai lainnya yang masih utuh. *)
(2)
Pengusaha pabrik, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai. *)
 
Penjelasan Pasal 32

Cukup jelas.

 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB X

KEWENANGAN DI BIDANG CUKAI

Pasal 33
(1)
Pejabat bea dan cukai berwenang:
 
a.
mengambil tindakan yang diperlukan atas barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan untuk melaksanakan undang-undang ini;
 
b.
mengambil tindakan yang diperlukan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya; dan
 
c.
menegah barang kena cukai, barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai, dan/atau sarana pengangkut. *)
(2)
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pejabat bea dan cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan peraturan pemerintah. *)
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. *)
 
Penjelasan Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Tindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif.
Huruf b
Tindakan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "menegah barang kena cukai" adalah melakukan tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang kena cukai.
 
Yang dimaksud dengan "menegah sarana pengangkut" adalah melakukan tindakan administratif untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum.
Ayat (2)
Mengingat besarnya bahaya penggunaan senjata api bagi keamanan dan keselamatan orang, maka penggunaannya sangat dibatasi. Oleh karena itu, jenis dan syarat untuk dapat digunakannya senjata api akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 34
(1)
Dalam melaksanakan tugas berdasarkan undang-undang ini pejabat bea dan cukai dapat meminta bantuan Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya. *)
(2)
Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan/atau instansi lainnya wajib untuk memenuhinya. *)
 
 
Penjelasan Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun militer bila diminta, berkewajiban memberi bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 35
(1)
Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap:
 
a.
pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain yang digunakan untuk menyimpan barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai, yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai;
 
b.
bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a;
 
c.
tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, atau tempat lain yang bukan rumah tinggal, yang di dalamnya terdapat barang kena cukai; dan
 
d.
barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c. *)
(2)
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang mengambil contoh barang kena cukai. *)
(3)
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, pejabat bea dan cukai berwenang meminta catatan sediaan barang, dokumen cukai, dan/atau dokumen pelengkap cukai, yang wajib diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini. *)
(4)
Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). *)
 
Penjelasan Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemeriksaan dilakukan mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan kemungkinan barang kena cukai oleh yang bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau ke tempat lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "sediaan barang" adalah sediaan barang kena cukai, pita cukai, dan tanda pelunasan cukai lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 36
(1)
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, wajib menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang wajib diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini. *)
(1a)
Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih kepada yang mewakilinya. *)
(2)
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, catatan, dan/atau dokumen pada waktu dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). *)
 
Penjelasan Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas. 
Ayat (1a)
Yang dimaksud dengan "yang mewakili" adalah karyawan atau bawahan atau pihak lain yang bertanggung jawab oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 37
(1)
Pejabat bea dan cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut. *)
(2)
Pengangkut wajib menunjukkan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan menurut undang-undang ini.
(3)
Sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau penegak hukum lain, dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)
Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengangkut yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). *)
 
Penjelasan Pasal 37
Ayat (1)
Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 
Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta barang kena cukai hanya dilakukan secara selektif didasarkan informasi adanya barang kena cukai yang belum memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan berdasarkan undang-undang ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dokumen cukai dan dokumen pelengkap cukai" adalah semua dokumen yang disyaratkan berdasarkan undang-undang ini untuk melindungi pengangkutan barang kena cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 38
(1)
Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal.
(2)
Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan untuk melakukan:
 
a.
pengejaran orang dan/atau Barang Kena Cukai yang memasuki bangunan;
 
b.
pemeriksaan bangunan atau tempat lain oleh Pejabat Bea dan Cukai yang secara tetap ditunjuk untuk melakukan pengawasan atas bangunan atau tempat lain.
 
Penjelasan Pasal 38
Ayat (1)
Pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai, atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuknya, yang maksudnya adalah bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai hanya dapat dilakukan jika disertai dengan surat perintah dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.
Ayat (2)
Surat perintah tidak diperlukan jika Pejabat Bea dan Cukai melakukan terus menerus atas orang yang patut diduga melanggar ketentuan dalam Undang-undang ini dan melakukan pemeriksaan karena penunjukan secara tetap untuk melakukan pengawasan atas objek yang diperiksa tersebut.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 39
(1)
Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. *)
(1a)
Dalam melaksanakan audit cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat bea dan cukai berwenang:
 
a.
meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai;
 
b.
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis kepada pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dan/atau pihak lain yang terkait;
 
c.
memasuki bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut; atau
 
d.
melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap bangunan atau ruangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c. *)
(1b)
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai, wajib memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis, menyediakan tenaga, peralatan, dan menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai. *)
(1c)
Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai, tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) beralih kepada yang mewakilinya. *)
(2)
Setiap orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). *)
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 39
Ayat (1)
Audit cukai dimaksudkan untuk menilai kepatuhan pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Ayat (1a)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pihak lain yang terkait" adalah pihak-pihak yang mempunyai hubungan atau kaitan dengan transaksi yang dilakukan oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Misalnya, pembeli, penjual, bank, serta pihak lain yang diyakini dapat memberikan keterangan sehubungan dengan transaksi tersebut.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "tindakan pengamanan" adalah tindakan penyegelan yang dilakukan untuk menjamin laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak berubah atau tidak berpindah tempat/ruangan sampai pemeriksaan dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan tindakan lain yang dibenarkan oleh ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang cukai dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan kegiatan usaha.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Dalam hal pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, berupa badan hukum, maka yang dimaksud dengan "tidak berada di tempat atau berhalangan" adalah pimpinan dari badan hukum tersebut tidak berada di tempat atau berhalangan.
 
Yang dimaksud dengan "yang mewakili" adalah karyawan atau bawahan yang bertanggung jawab atau pihak lain yang ditunjuk oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yang terhadapnya dilakukan audit cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 40
Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap bagian-bagian dari pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, tempat lain, atau sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat barang kena cukai guna pengamanan cukai. *)
 
Penjelasan Pasal 40
Wewenang pejabat bea dan cukai dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 40A
(1)
Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan dapat:
 
a.
membetulkan surat tagihan atau surat keputusan keberatan, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang-undang ini; atau
 
b.
mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya. *)
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan, pembetulan, pengurangan, atau penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 40A
Ayat (1)
Huruf a
Pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan menurut ketentuan ini dilaksanakan untuk menjalankan pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan manusiawi dalam suatu penetapan perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.
 
Istilah membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi, atau menghapus sesuai dengan sifat kesalahan dan kekeliruannya.
 
Direktur Jenderal karena jabatannya dapat membetulkan atau membatalkan surat tagihan yang tidak benar, misalnya tidak memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan materialnya telah terpenuhi.
Huruf b
Direktur Jenderal dapat mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda apabila orang yang dikenai sanksi ternyata hanya melakukan kekhilafan, bukan kesalahan yang disengaja, atau kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 40B
(1)
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penelitian dugaan pelanggaran di bidang cukai. **)
(2) Dalam hal hasil penelitian dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran administratif di bidang cukai, diselesaikan secara administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. **)
(3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak dilakukan penyidikan dalam hal:
 
a.
terdapat dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58; dan
 
b.
yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. **)
(4) Barang kena cukai terkait dugaan pelanggaran yang tidak dilakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan menjadi barang milik negara. **)
(5) Barang-barang lain terkait dugaan pelanggaran yang tidak dilakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditetapkan menjadi barang milik negara. **)
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran yang tidak dilakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. **)
 
Penjelasan Pasal 40B
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penelitian dugaan pelanggaran” adalah segala upaya yang dilakukan oleh pejabat Bea dan Cukai terhadap orang, tempat, barang, dan sarana pengangkut seperti meminta keterangan dari pihak-pihak terkait, memeriksa barang, memeriksa tempat/bangunan, memeriksa sarana pengangkut, memeriksa pembukuan dan pencatatan, dan/atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka mencari dan mengumpulkan bahan dan keterangan untuk menentukan terjadi atau tidaknya pelanggaran di bidang cukai baik administratif maupun pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hal ini dimaksudkan agar pendekatan penegakan hukum di bidang cukai bersifat restorative justice yaitu pendekatan penegakan hukum yang lebih mengutamakan pemulihan hak-hak atau kondisi korban, dimana dalam tindak pidana di bidang cukai yang berperan sebagai korban adalah negara, karena negara kehilangan haknya yaitu penerimaan negara di bidang cukai.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “barang-barang lain” adalah barang selain barang kena cukai yang tersangkut dalam tindak pidana yang terjadi, seperti sarana pengangkut, peralatan komunikasi, media atau tempat penyimpanan, serta dokumen dan surat.
Ayat (6)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB XI

KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN *)

Pasal 41
(1)
Dihapus. *)
(2)
Orang yang berkeberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai dalam penegakan undang-undang ini, yang mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan dengan menyerahkan jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan. *)
(3)
Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan. *)
(4)
Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap dikabulkan dan jaminan dikembalikan. *)
(5)
Apabila Direktur Jenderal memutuskan mengabulkan keberatan yang diajukan, jaminan wajib dikembalikan. *)
(6)
Dalam hal jaminan berupa uang tunai, apabila pengembalian jaminan dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. *)
(7)
Apabila Direktur Jenderal memutuskan menolak keberatan yang diajukan, jaminan dicairkan untuk membayar cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan. *)
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai keberatan diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal batas waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan untuk mengajukan keberatan menjadi gugur.
 
Jaminan dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Keputusan Direktur Jenderal atas pengajuan keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian sehingga besarnya jaminan yang dikembalikan sesuai dengan keputusan.
Ayat (6)
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 42
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 42
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 43
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 43
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 43A
Orang yang berkeberatan atas keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dapat mengajukan banding dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau keputusan. *)
 
Penjelasan Pasal 43A
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 43B
Orang yang berkeberatan atas pencabutan izin bukan atas permohonan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dapat mengajukan gugatan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau keputusan. *)
 
Penjelasan Pasal 43B
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 43C
Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43A atau gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43B diajukan kepada Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang pengadilan pajak. *)
 
Penjelasan Pasal 43C
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 44
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 44
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 45
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 45
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 46
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 46
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 47
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 47
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 48
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 48
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 49
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 49
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 50
Setiap orang yang tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjalankan kegiatan pabrik, tempat penyimpanan, atau mengimpor barang kena cukai dengan maksud mengelakkan pembayaran cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
 
Penjelasan Pasal 50
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 51
Dihapus. *)
 
Penjelasan Pasal 51
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 52
Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dengan maksud mengelakkan pembayaran cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
 
Penjelasan Pasal 52
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 53
Setiap orang yang dengan sengaja memperlihatkan atau menyerahkan buku, catatan, dan/atau dokumen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) atau laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1b) yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). *)
 
Penjelasan Pasal 53
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 54
Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
 
Penjelasan Pasal 54
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 55
Setiap orang yang:
a.
membuat secara melawan hukum, meniru, atau memalsukan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya;
b.
membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang palsu atau dipalsukan; atau
c.
mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang sudah dipakai,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling sedikit 10 (sepuluh) kali nilai cukai dan paling banyak 20 (dua puluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
 
Penjelasan Pasal 55
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 56
Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
 
Penjelasan Pasal 56
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 57
Setiap orang yang tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau tanda pengaman sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan dan/atau pidana denda paling sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). *)
 
Penjelasan Pasal 57
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 58
Setiap orang yang menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kepada yang tidak berhak atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. *)
 
Penjelasan Pasal 58
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 58A
(1)
Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). *)
(2)
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). *)
 
Penjelasan Pasal 58A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mengakses" adalah tindakan atau upaya yang dilakukan untuk login ke sistem cukai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 59
(1)
Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan sebagai gantinya.
(2)
Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.
 
Penjelasan Pasal 59
Ayat (1)
Apabila pidana denda tidak dibayar seluruhnya atau sebagian, harta milik pelaku tindak pidana dan/atau penghasilan yang sah yang diperolehnya disita.
 
Hasil pelelangan harta dan/atau penghasilan yang sah digunakan untuk melunasi pidana denda. Penyitaan dan pelelangan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 60
Tindak pidana dalam Undang-undang ini tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak terjadinya tindak pidana.
 
Penjelasan Pasal 60
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 61
(1)
Jika suatu tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap:
 
a.
badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut; dan/atau
 
b.
mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya.
(2)
Tindak pidana menurut Undang-undang ini dianggap dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut, tanpa memperhatikan apakah orang-orang itu masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(3)
Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi pada waktu penuntutan diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus oleh salah seorang dari mereka itu dan wakil tersebut dapat diwakili oleh seorang lain.
(4)
Terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang dipidana berdasarkan Undang-undang ini, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.
 
Penjelasan Pasal 61
Ayat (1)
Ayat ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, karena dalam kenyataan dapat terjadi orang pribadi melakukan tindakan atas nama badan-badan tersebut, dan/atau harus dipidana juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya sehingga tindak pidana tersebut terjadi.
 
Tindak pidana dimaksud tidak harus berada pada satu orang, tetapi dapat pula berada pada lebih dari satu orang.
 
Termasuk dalam pengertian "pimpinan" adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan, dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "hubungan lain" pada ayat ini, antara lain, hubungan kepemilikan dan hubungan kemitraan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "orang lain" adalah kuasa hukum atau orang pribadi lainnya di luar badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang secara sah menerima kuasa dari pengurus untuk bertindak untuk, dan atas nama pengurus.
Ayat (4)
Ayat ini memberikan penegasan bahwa terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi hanya dapat dikenai pidana denda. Oleh karena itu, tindak pidana yang dilakukan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, yang diancam dengan pidana penjara, pidana yang dijatuhkan digantikan pidana denda. Penggantian tersebut tidak menghapuskan pidana denda yang dijatuhkan.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 62
(1)
Barang kena cukai yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dirampas negara.
(2)
Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dapat dirampas untuk negara.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian atas barang yang dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "barang-barang lain" adalah barang-barang yang berkaitan langsung dengan barang kena cukai, seperti sarana pengangkut yang digunakan untuk mengangkut barang kena cukai, peralatan atau mesin yang digunakan untuk membuat barang kena cukai.
 
Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini dapat dirampas untuk negara adalah sebagai penegasan bahwa tindak pidana di bidang cukai mempunyai sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan tersendiri terhadap barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana dimaksud.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB XIII

PENYIDIKAN

Pasal 63
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang cukai.
(2)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena kewajibannya berwenang:
 
a.
menerima laporan atau keterangan dari seorang tentang adanya tindak pidana di bidang cukai;
 
b.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
 
c.
melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang cukai;
 
d.
memotret dan/atau merekam melalui media audio visual terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang cukai;
 
e.
memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-undang ini dan pembukuan lainnya;
 
f.
mengambil sidik jari orang;
 
g.
menggeledah rumah tinggal, pakaian dan badan;
 
h.
menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang cukai;
 
i.
menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang cukai;
 
j.
memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dipakai sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang cukai;
 
k.
mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
 
l.
menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana di bidang cukai serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
 
m.
menghentikan penyidikan;
 
n.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
 
Penjelasan Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Penangkapan dan pemahaman sebagaimana dimaksud dalam huruf ini dilakukan terutama dalam hal tertangkap tangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "pembukuan lainnya" adalah pembukuan perusahaan dan catatan lainnya yang tidak diwajibkan menurut Undang-undang ini, yang diduga mempunyai kaitan dengan tindak pidana yang disidik.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Penggeledahan rumah tinggal dilakukan dengan izin ketua pengadilan negeri setempat.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Penghentian penyidikan harus diberitahukan kepada penyidik polisi negara Republik Indonesia dan Penuntut Umum.
Huruf n
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 64
(1)
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. **)
(2)
Penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58, setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. **)
(3)
Dalam hal perkara pidana telah dilimpahkan ke pengadilan, terdakwa tetap dapat membayar sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2). **)
(4)
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi pertimbangan untuk dituntut tanpa disertai penjatuhan pidana penjara. **)
(5)
Dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa pada tahap penyidikan sampai dengan persidangan belum memenuhi jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas pembayaran tersebut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pidana denda yang dibebankan kepada terdakwa. **)
(6)
Barang kena cukai yang terkait dengan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan menjadi barang milik negara. **)
(7)
Barang-barang lain yang terkait dengan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan menjadi barang milik negara. **)
(8)
Menteri dan Jaksa Agung dapat melimpahkan kewenangan lebih lanjut kepada pejabat yang ditunjuk, terkait permintaan dan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1). **)
(9)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. **)
 
Penjelasan Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali dari nilai cukai yang seharusnya dibayar dinilai cukup untuk memberikan penjeraan dan merupakan wujud keseimbangan antara restorative justice dan fiscal recovery.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Bagi perkara yang sudah dilimpahkan ke pengadilan, pembayaran sanksi administratif berupa denda atas penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pertimbangan bagi penuntut umum untuk menyusun dakwaan tanpa disertai dengan penjatuhan pidana badan.
 
Sanksi administratif berupa denda yang telah dibayar oleh terdakwa tersebut, akan diperhitungkan sebagai pembayaran atas pidana denda yang dijatuhkan oleh hakim.
Ayat (5)
Pembayaran sanksi administratif berupa denda yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa yang belum memenuhi jumlah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), akan diperhitungan sebagai pembayaran atas pidana denda yang dijatuhkan oleh hakim, sedangkan kekurangannya akan dibebankan kepada terdakwa.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “barang-barang lain” adalah barang selain barang kena cukai yang tersangkut dalam tindak pidana yang terjadi yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, seperti sarana pengangkut, peralatan komunikasi, media atau tempat penyimpanan, serta dokumen dan surat.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB XIIIA

PEMBINAAN PEGAWAI *)

Pasal 64A
(1)
Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terikat pada kode etik yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. *)
(2)
Pelanggaran terhadap kode etik oleh pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diselesaikan oleh komisi kode etik. *)
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kode etik diatur dengan peraturan menteri. *)
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja komisi kode etik diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 64A
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 64B
Apabila pejabat bea dan cukai dalam menghitung atau menetapkan cukai tidak sesuai dengan undang-undang ini sehingga menyebabkan belum terpenuhinya pungutan negara, pejabat bea dan cukai dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. *)
 
Penjelasan Pasal 64B
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 64C
(1)
Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang cukai yang menyangkut pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Menteri dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pegawai guna menemukan bukti permulaan. *)
(2)
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 64C
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 64D
(1)
Orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit kerja yang berjasa dalam menangani pelanggaran di bidang cukai berhak memperoleh premi. *)
(2)
Jumlah premi diberikan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau dari hasil lelang barang hasil pelanggaran di bidang cukai. *)
(3)
Dalam hal barang hasil tangkapan merupakan barang yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh dilelang, besarnya nilai barang sebagai dasar perhitungan premi ditetapkan oleh Menteri. *)
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 64D
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "berjasa" yaitu berjasa dalam menangani:
a.
pelanggaran administrasi meliputi memberikan informasi, menemukan baik secara administrasi maupun secara fisik, dan/atau sampai dengan penyelesaian penagihan oleh pejabat bea dan cukai; atau
b.
pelanggaran pidana di bidang cukai meliputi memberikan informasi, melakukan penangkapan, penyidikan, dan/atau sampai dengan penuntutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 64E
(1)
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja di bidang cukai. *)
(2)
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. *)
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 64E
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB XIV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 65
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, bertanggung jawab atas perbuatan orang yang dipekerjakan atau yang ditunjuk sebagai wakil atau sebagai kuasa yang berhubungan dengan pekerjaan mereka dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini. *)
 
Penjelasan Pasal 65
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 66
(1)
Barang kena cukai dan barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apabila dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui, barang kena cukai dan barang lain tersebut menjadi milik negara.
(2)
Barang kena cukai yang pemiliknya tidak diketahui, dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan serta wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diselesaikan oleh yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh hari terhitung sejak dikuasai negara, dan apabila dalam jangka waktu dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya, barang kena cukai tersebut menjadi milik negara.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 66
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pelanggar yang tidak dikenal" adalah orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan cukai, baik ketentuan administrasi maupun ketentuan pidana, yang tidak diketahui.
 
Dalam keadaan demikian, terhadap barang kena cukai dan barang lain yang tersangkut dalam pelanggaran tersebut dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dalam jangka waktu empat belas hari sejak dikuasai negara dinyatakan menjadi milik negara apabila pemiliknya tetap tidak diketahui.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 66A
(1)
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen) yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal. *)
(2)
Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun berjalan. *)
(3)
Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya. *)
(4)
Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan persetujuan Menteri, dengan komposisi 30% (tiga puluh persen) untuk provinsi penghasil, 40% (empat puluh persen) untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tiga puluh persen) untuk kabupaten/kota lainnya. *)
 
Penjelasan Pasal 66A
Ayat (1)
Cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagihasilkan kepada daerah karena barang kena cukai berupa hasil tembakau memiliki sifat atau karakteristik yang konsumsinya perlu dikendalikan dan diawasi serta memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan mengoptimalkan upaya penerimaan negara dari cukai.
 
Pengendalian dan pengawasan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
 
Dana bagi hasil cukai merupakan bagian kapasitas fiskal yang perhitungannya disesuaikan dengan formula Dana Alokasi Umum (DAU) yang setiap tahun ditetapkan dalam pembahasan RAPBN.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembagian, pengelolaan, dan penggunaan pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada kabupaten/kota penyumbang cukai hasil tembakau dan dihitung berdasarkan kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 66B
Penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah provinsi dan rekening kas umum daerah kabupaten/kota. *)
 
Penjelasan Pasal 66B
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 66C
(1)
Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. *)
(2)
Apabila hasil pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. *)
 
Penjelasan Pasal 66C
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 66D
(1)
Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. *)
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri. *)
 
Penjelasan Pasal 66D
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 67
Persyaratan dan tata cara impor Barang Kena Cukai dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas serta Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berlaku Undang-undang tentang Kepabeanan.

 

 
Penjelasan Pasal 67
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 68
Ketentuan tentang tata cara pengenaan sanksi administrasi dan penyesuaian besarnya sanksi administrasi serta penyesuaian besarnya bunga menurut Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
 
Penjelasan Pasal 68
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69
(1)
Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua izin yang telah ada dan ditentukan batas waktunya dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya, sedangkan bagi izin yang tidak ditentukan masa berlakunya dinyatakan tetap berlaku selama satu tahun sejak berlakunya Undang-undang ini.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah berakhir masa berlakunya, harus diperbaharui berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini.
(3)
Terhadap Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang sebelum berlakunya Undang-undang ini telah menjalankan usahanya yang karena peraturan perundang-undangan cukai yang lama tidak diwajibkan memiliki izin sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, dalam jangka waktu tiga bulan sejak berlakunya Undang-undang ini harus sudah memiliki izin.
 
Penjelasan Pasal 69
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 70
Terhadap urusan cukai yang pada saat berlakunya Undang-undang ini belum dapat diselesaikan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai yang meringankan setiap orang.
 
Penjelasan Pasal 70
Walaupun peraturan perundang-undangan cukai yang lama telah dicabut dengan berlakunya Undang-undang ini, namun terhadap semua urusan cukai yang belum selesai, misalnya pesanan pita cukai, penggunaan pita cukai, utang cukai, pengembalian cukai, dan sebagainya, untuk penyelesaiannya diberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang paling meringankan bagi setiap orang.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 71
Dengan berlakunya undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi:
1.
Ordonansi Cukai Minyak Tanah (Ordonnantie Van 27 Desember 1886 Stbl. 1886 No. 249 dan Ordonnantie Van 11 Mai 1908 Stbl. 1908 No. 361), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
2.
Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan (Ordonnantie Van 27 Februari 1898 Stbl. 1898 No. 90 en 92 dan Ordonnantie Van 10 Juli 1923 Stbl. 1923 No. 344), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
3.
Ordonansi Cukai Bir (Bieraccijns Ordonnantie Stbl. 1931 No. 488 en 489), sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
4.
Ordonansi Cukai Tembakau (Tabacsaccijn Ordonnantie Stbl. 1932 No. 517) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121);
5.
Ordonansi Cukai Gula (Suikeraccijns Ordonnantie Stbl. 1933 No. 351) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 tentang Kebijaksanaan Penerimaan Negara Tahun 1966 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 121).
 
Penjelasan Pasal 71
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait
Pasal 72
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1966.
 
 
Penjelasan Pasal 72
Cukup jelas.
 
Aturan Terkait
Tidak ada peraturan terkait

UU Cukai Konsolidasi setelah UU HPP