Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean dipandang perlu untuk mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk;
|
|||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun l994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Lembaran Negara Tahun l994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun l995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
|
||
|
|||
MEMUTUSKAN: | |||
Menetapkan |
|||
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
|
|||
a. |
Orang "saling berhubungan" atau "berhubungan" adalah:
|
||
|
i.
|
pegawai atau pimpinan pada satu perusahaan sekaligus pegawai atau pimpinan pada perusahaan lainnya;
|
|
|
ii.
|
mereka yang dikenal/diakui secara hukum sebagai rekan dalam perdagangan;
|
|
|
iii.
|
pekerja dan pemberi kerja;
|
|
|
iv.
|
mereka yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung menguasai 5 persen atau lebih saham yang mereka miliki dalam satu perusahaan;
|
|
|
v.
|
mereka yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung mengawasi pihak lainnya;
|
|
|
vi.
|
mereka yang secara langsung atau tidak langsung diawasi oleh pihak ketiga;
|
|
|
vii.
|
mereka yang secara bersamaan langsung atau tidak langsung mengawasi pihak ketiga; atau
|
|
|
viii.
|
mereka yang merupakan anggota dari satu keluarga yaitu suami, istri, orang tua, anak, adik dan kakak (sekandung maupun tiri), kakek, nenek, cucu, paman, bibi, keponakan, mertua, menantu, dan ipar.
|
|
b.
|
"Diproduksi" diartikan termasuk pengertian ditanam, dibuat, dan ditambang;
|
||
c.
|
Barang identik adalah barang yang sama dalam segala hal, meliputi karakter fisik, mutu, dan reputasi, serta:
|
||
|
i.
|
diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
|
|
|
ii.
|
diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama, dalam hal tidak terdapat barang identik yang diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama.
|
|
d.
|
Barang serupa adalah barang yang walaupun tidak sama dalam segala hal, tetapi memiliki karakteristik dan memiliki komponen material sama, secara komersial dapat dipertukarkan dan berfungsi sama, serta:
|
||
|
i.
|
diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
|
|
|
ii.
|
diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama, dalam hal tidak terdapat barang serupa yang diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama.
|
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan.
|
||
(2)
|
Nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean dan ditambah dengan biaya-biaya tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
||
(3)
|
Nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
|
||
|
|
||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Biaya-biaya tertentu yang ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
|
||
|
a.
|
Biaya yang dibayar oleh importir yang belum tercantum dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar, berupa:
|
|
|
|
1)
|
Komisi dan jasa perantara, kecuali komisi pembelian;
|
|
|
2)
|
Biaya pengemasan, yang untuk kepentingan pabean pengemas tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan; dan/atau
|
|
|
3)
|
Biaya pengepakan meliputi upah tenaga kerja atau material untuk pengepakan.
|
|
b.
|
Nilai bantuan berupa barang dan jasa, yaitu:
|
|
|
|
1)
|
Material, komponen, bagian dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang impor;
|
|
|
2)
|
Peralatan, cetakan dan barang-barang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor;
|
|
|
3)
|
Material yang digunakan dalam pembuatan barang impor; dan/atau
|
|
|
4)
|
Teknik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan dan sketsa yang dilakukan dimana saja di luar Daerah Pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor;
|
|
|
yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh importir kepada eksportir dengan syarat barang dan jasa tersebut:
|
|
|
|
i.
|
Dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga diturunkan;
|
|
|
ii.
|
Untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang dibelinya; dan
|
|
|
iii.
|
Harganya belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.
|
|
c.
|
Royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh importir secara langsung atau tidak langsung, sebagai persyaratan jual-beli barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.
|
|
|
d.
|
Bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh importir atas penjualan, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang kemudian disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada eksportir.
|
|
|
e.
|
Biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean.
|
|
|
f.
|
Biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean.
|
|
|
g.
|
Biaya asuransi.
|
|
(2)
|
Biaya-biaya yang ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan data yang obyektif dan terukur.
|
||
|
|
||
Pasal 4 |
|||
Nilai Transaksi tidak dapat digunakan sebagai nilai pabean dalam hal:
|
|||
a. |
Terdapat persyaratan atau pertimbangan yang diberlakukan terhadap jual-beli atau harga barang impor yang mempengaruhi harga barang yang bersangkutan;
|
||
b. |
Terdapat bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh importir atas penjualan, pemanfaatan atau pemakaian barang impor, kemudian disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada eksportir yang tidak ditambahkan pada harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar;
|
||
c. |
Terdapat hubungan antara importir dan eksportir yang mempengaruhi harga; dan/atau
|
||
d. |
Terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor, selain pembatasan yang:
|
||
|
i. |
Diberlakukan atau diharuskan oleh Undang-Undang atau pihak-pihak yang berwenang di Daerah Pabean;
|
|
|
ii.
|
Membatasi wilayah geografis untuk penjualan kembali barang tersebut; dan/atau.
|
|
|
iii.
|
Tidak mempengaruhi nilai barang secara substansial.
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Dalam hal nilai pabean barang impor tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan, maka nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang identik yang diekspor untuk diimpor ke Daerah Pabean dengan tanggal pengeksporan yang sama atau sekitar tanggal pengeksporan dari barang yang sedang ditetapkan nilai pabeannya.
|
||
(2)
|
Nilai transaksi barang identik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah yang tercantum dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang telah ditetapkan sebagai nilai pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
|
||
(3)
|
Dalam melaksanakan ayat (1), nilai transaksi barang identik yang berasal dari tingkat perdagangan yang sama dan dalam jumlah yang sama dengan barang yang sedang ditetapkan nilai pabeannya wajib digunakan untuk menetapkan nilai pabean.
|
||
(4)
|
Dalam hal tidak terdapat nilai transaksi dengan kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), nilai transaksi barang identik dari tingkat perdagangan dan atau dengan jumlah yang berbeda dapat digunakan untuk menetapkan nilai pabean, sepanjang telah dilakukan penyesuaian berdasarkan bukti nyata atas perbedaan tingkat perdagangan dan atau jumlah barang.
|
||
(5)
|
Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan juga terhadap biaya transportasi dalam hal terdapat perbedaan pelabuhan muat barang yang sedang ditetapkan nilai pabeannya dengan pelabuhan muat barang identik.
|
||
(6)
|
Apabila pada pelaksanaan Pasal ini terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang identik, nilai yang digunakan untuk menetapkan nilai pabean barang impor adalah nilai transaksi barang identik yang paling rendah.
|
||
|
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Dalam hal nilai pabean barang impor tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan atau nilai transaksi barang identik, maka nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang serupa yang diekspor untuk diimpor ke Daerah Pabean dengan tanggal pengeksporan yang sama atau sekitar tanggal pengeksporan barang yang sedang ditetapkan nilai pabeannya.
|
||
(2)
|
Nilai transaksi barang serupa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah yang tercantum dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang telah ditetapkan sebagai nilai pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
|
||
(3)
|
Dalam melaksanakan ketentuan ayat (1), nilai transaksi suatu barang serupa yang berasal dari tingkat perdagangan yang sama dan dalam jumlah yang sama dengan barang yang sedang ditetapkan nilai pabeannya wajib digunakan untuk menetapkan nilai pabean.
|
||
(4)
|
Dalam hal tidak terdapat nilai transaksi dengan kondisi seperti tersebut ayat (3), nilai transaksi barang serupa dari tingkat perdagangan dan atau dengan jumlah berbeda dapat digunakan untuk menetapkan nilai pabean, sepanjang telah dilakukan penyesuaian berdasarkan bukti nyata atas perbedaan tingkat perdagangan dan atau jumlah barang.
|
||
(5)
|
Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan juga terhadap biaya transportasi dalam hal terdapat perbedaan pelabuhan muat barang yang sedang ditetapkan nilai pabeannya dengan pelabuhan muat barang serupa.
|
||
(6)
|
Apabila dalam pelaksanaan Pasal ini terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang serupa, maka yang digunakan untuk menetapkan nilai pabean barang impor adalah nilai transaksi barang serupa yang paling rendah.
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Dalam hal nilai pabean barang impor tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan, nilai transaksi barang identik atau nilai transaksi barang serupa, maka nilai pabean ditetapkan berdasarkan metode deduksi.
|
||
(2)
|
Metode deduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penetapan nilai pabean barang impor berdasarkan harga satuan yang terjadi dari penjualan di pasaran dalam Daerah Pabean dari barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa dengan kondisi sebagaimana saat diimpor.
|
||
(3)
|
Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah penjualan yang dilakukan oleh penjual dan pembeli yang tidak saling berhubungan.
|
||
(4)
|
Harga satuan yang digunakan untuk menetapkan nilai pabean berdasarkan metode deduksi adalah harga satuan dari barang impor yang bersangkutan, barang identik atau barang serupa yang laku terjual dalam jumlah terbanyak yang terjadi pada tanggal atau sekitar tanggal pendaftaran PIB yang sedang ditetapkan nilai pabeannya.
|
||
(5)
|
Dalam hal tidak terdapat penjualan barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa dipasaran dalam Daerah Pabean yang terjadi pada tanggal atau sekitar tanggal pendaftaran PIB yang sedang ditetapkan nilai pabeannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan nilai pabean berdasarkan metode deduksi menggunakan harga satuan dari penjualan barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa yang terjadi paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal pendaftaran PIB yang sedang ditetapkan nilai pabeannya.
|
||
(6)
|
Untuk menghitung nilai pabean, harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dikurangi dengan unsur biaya sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Komisi atau keuntungan dan pengeluaran umum atas penjualan barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa dipasaran dalam Daerah Pabean.
|
|
|
b.
|
Biaya angkutan dan asuransi serta biaya lainnya yang ditanggung oleh importir setelah barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa tiba di pelabuhan tujuan atau tempat impor di Daerah Pabean; dan
|
|
|
c.
|
Bea masuk dan pajak dalam rangka impor dari barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa.
|
|
(7)
|
Dalam hal tidak terdapat penjualan barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa di pasaran dalam Daerah Pabean dengan kondisi sebagaimana saat diimpor, atas penerimaan importir, penetapan nilai pabean berdasarkan metode deduksi dapat digunakan barang impor yang dijual di pasaran dalam Daerah Pabean dengan kondisi yang berbeda, sepanjang dilakukan penyesuaian atas perbedaan kondisi tersebut.
|
||
|
|
||
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Dalam hal nilai pabean barang impor tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan, nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa atau metode deduksi, nilai Pabean ditetapkan berdasarkan metode komputasi.
|
||
(2)
|
Metode komputasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penetapan nilai pabean dengan cara menjumlahkan sejumlah unsur biaya sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Biaya atau harga bahan baku dan proses pembuatan yang dilakukan dalam memproduksi barang impor;
|
|
|
b.
|
Keuntungan dan pengeluaran umum yang besarnya sama atau mendekati dengan keuntungan dan pengeluaran umum penjualan barang sejenis;.
|
|
|
c.
|
Biaya transportasi dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan di Daerah Pabean, termasuk biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan tujuan di Daerah Pabean; dan
|
|
|
d.
|
Biaya asuransi.
|
|
(3)
|
Biaya atau harga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk biaya sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b.
|
||
(4)
|
Penetapan nilai pabean berdasarkan metode komputasi menggunakan informasi yang diberikan produsen barang yang sedang ditetapkan nilai pabeannya dan data yang ada dalam pembukuan produsen yang disusun berdasarkan prinsip umum akuntansi yang berlaku di negara produsen barang tersebut.
|
||
|
|
||
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Dalam hal nilai pabean barang impor tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi dari barang yang bersangkutan, nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa, metode deduksi atau metode komputasi, nilai pabean ditetapkan berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean yang digunakan sesuai dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 secara fleksibel.
|
||
(2)
|
Penetapan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas tidak diijinkan berdasarkan:
|
||
|
a.
|
Harga jual di Daerah Pabean bagi barang yang diproduksi di Daerah Pabean;
|
|
|
b.
|
Sistem yang menetapkan nilai yang lebih tinggi apabila terdapat dua alternatif nilai;
|
|
|
c.
|
Harga pasar dalam negeri negara pengekspor;
|
|
|
d.
|
Biaya produksi, selain dari nilai yang dihitung dengan metode komputasi yang telah ditentukan untuk barang identik atau barang serupa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
|
|
|
e.
|
Harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke dalam Daerah Pabean;
|
|
|
f.
|
Nilai pabean minimal; atau
|
|
|
g.
|
Nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif.
|
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
|||
Direktur Jenderal Bea dan Cukai diinstruksikan untuk melaksanakan Keputusan ini dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization, khususnya Agreement on Implementation of Article VII of The GATT 1994.
|
|||
|
|||
Pasal 11 |
|||
Keputusan ini berlaku pada tanggal 1April 1997.
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Desember 1996 MENTERI KEUANGAN, ttd.
MAR'IE MUHAMMAD |