Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||
Menimbang |
||
bahwa dipandang perlu menetapkan pengaturan secara khusus tentang pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam dan pulau-pulau di sekitarnya yang dinyatakan sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone) dengan Keputusan Menteri Keuangan;
|
||
Mengingat |
||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264);
|
|
3.
|
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3287);
|
|
4.
|
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone) (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3334);
|
|
5.
|
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1978 tentang Tata cara pemasukan dan pengeluaran serta pemindahan barang ke dalam dan keluar wilayah Bonded Warehouse;
|
|
6.
|
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1978 tentang Tata cara pemasukan dan pengeluaran serta pemindahan barang ke dalam dan keluar wilayah usaha Bonded Warehouse di daerah industri Pulau Batam;
|
|
7.
|
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1978 tentang Penetapan seluruh daerah industri Pulau Batam sebagai wilayah usaha Bonded Warehouse;
|
|
8.
|
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1984 tentang Penambahan Wilayah Kerja daerah industri Pulau Batam dan penetapan sebagai wilayah usaha Bonded Warehouse;
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENGELUARAN/PEMASUKAN/PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DARI/KE/DI KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE) DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM DAN PULAU-PULAU DI SEKITARNYA YANG DINYATAKAN SEBAGAI KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE).
|
||
|
|
|
Pasal 1 |
||
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
|
||
a.
|
Kawasan Berikat (Bonded Zone) adalah daerah industri Pulau Batam dan pulau-pulau di sekitarnya yang dinyatakan sebagai Kawasan Berikat sesuai dengan peraturan yang berlaku;
|
|
b.
|
Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1983.
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||
(1)
|
Pemasukan Barang Kena Pajak dari luar daerah pabean Indonesia ke dalam Kawasan Berikat belum dianggap sebagai impor.
|
|
(2)
|
Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terutang pajak.
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||
(1)
|
Pengeluaran Barang Kena Pajak dari Kawasan Berikat keluar daerah pabean merupakan ekspor.
|
|
(2)
|
Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
|
|
(3)
|
Pajak yang telah dibayar atas pembelian dan impor Barang Kena Pajak dapat dikreditkan atau diminta kembali sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||
(1)
|
Pemasukan Barang Kena Pajak dari daerah pabean Indonesia ke dalam Kawasan Berikat adalah penyerahan dalam negeri dan bukan merupakan ekspor.
|
|
(2)
|
Atas pemasukan atau penyerahan Barang kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terutang pajak sesuai pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
|
|
(3)
|
Pengusaha di dalam Kawasan Berikat yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dapat diberikan penangguhan pembayaran pajak atas pemasukan atau penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
|
|
(4)
|
Tata cara penangguhan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||
(1)
|
Pengeluaran Barang Kena Pajak yang berasal dari luar negeri dari Kawasan Berikat ke dalam pabean Indonesia dianggap sebagai impor.
|
|
(2)
|
Atas pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas impor.
|
|
(3)
|
Pajak Pertambahan Nilai atas impor yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
|
|
(4)
|
Disamping dipungut pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga atas pengeluaran Barang Kena Pajak yang telah mengalami proses pengolahan di Kawasan Berikat ke dalam Daerah Pabean Indonesia, Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib mengenakan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan b serta Pasal 5 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
|
|
(5)
|
Pajak yang dipungut atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) merupakan Pajak Keluaran bagi Pengusaha di Kawasan Berikat.
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||
(1)
|
Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di Kawasan Berikat tidak terutang pajak.
|
|
(2)
|
Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak di Kawasan Berikat, Pengusaha dapat memilih dikenakan Pajak.
|
|
(3)
|
Pajak Masukan yang telah dibayar atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dikreditkan, sedangkan Pajak Masukan yang telah dibayar oleh pengusaha atas penyerahan kepada Pengusaha Kena Pajak sebagai mana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikreditkan.
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||
Pengusaha Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai wajib melaksanakan kewajiban perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||
|
|
|
Pasal 8 |
||
(1)
|
Atas impor atau penyerahan, yang dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 1987 dan yang merupakan:
|
|
|
a.
|
Pemasukan atau penyerahan Barang Kena Pajak dari dalam daerah pabean Indonesia ke dalam Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak terutang pajak;
|
|
b.
|
Penyerahan Barang Kena Pajak dari Kawasan Berikat ke dalam daerah pabean Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) tidak terutang pajak.
|
(2)
|
Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat memilih dikenakan pajak.
|
|
(3)
|
Pajak Masukan yang telah dibayar atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh dikreditkan, sedangkan Pajak Masukan yang telah dibayar atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikreditkan.
|
|
(4)
|
Kekurangan/kelebihan pajak sebagai akibat pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2) dan (3) dapat dibetulkan dengan cara memasukkan/mengoreksi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
(5)
|
Kekurangan pajak sebagai akibat pelaksanaan ketentuan ayat (4) harus dibayar tanpa dikenakan sanksi perpajakan.
|
|
|
||
Pasal 9 |
||
Pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
||
|
||
Pasal 10 |
||
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 1987.
|
||
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||
|
||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Januari 1987 MENTERI KEUANGAN, ttd.
RADIUS PRAWIRO |