Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
||
|
||
Menimbang |
||
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-hal Tertentu;
|
||
|
|
|
Mengingat |
||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU.
|
||
|
||
Pasal 1 |
||
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
|
||
a.
|
Angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan setiap bulan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
|
|
b.
|
Hal-hal tertentu adalah:
|
|
|
1)
|
Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
|
|
2)
|
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
|
|
3)
|
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
|
|
4)
|
Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
|
|
5)
|
Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
|
|
6)
|
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
|
c.
|
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
|
|
d.
|
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||
(1)
|
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
|
|
(2)
|
Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522 tanggal 14 Desember 2000 setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian.
|
|
(3)
|
Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya seperti tersebut dalam ayat (2) menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah nihil.
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||
(1)
|
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
|
|
(2)
|
Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut.
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||
(1)
|
Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
|
|
(2)
|
Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
|
(3)
|
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
|
|
(4)
|
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) lebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan.
|
|
(2)
|
Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
|
(3)
|
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
|
|
(4)
|
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) lebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
|
(2)
|
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
|
|
(3)
|
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan.
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||
(1)
|
Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
|
|
(2)
|
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
|
|
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
|
|
(4)
|
Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||
Pada saat Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-03/PJ./1995 tanggal 9 Januari 1995 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-89/PJ./1999 tanggal 22 April 1999, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-03/PJ.4/1995 tanggal 8 Februari 1995 sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-17/PJ.41/1999 tanggal 22 April 1999, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-24/PJ.42/1998 tanggal 8 Agustus 1998, dinyatakan tidak berlaku, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
|
||
|
||
Pasal 9 |
||
Bagi Wajib Pajak yang tahun pajak/tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim, ketentuan lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 tetap berlaku untuk penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari:
|
||
1.
|
bagian tahun pajak/tahun buku 2000 periode masa pajak setelah 1 Januari 2001;
|
|
2.
|
bagian tahun pajak/tahun buku 2001 periode masa pajak sebelum 1 Januari 2001.
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
|
||
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||
|
|
|
Ditetapkan di: Jakarta
pada tanggal: 29 Desember 2000 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd.
MACHFUD SIDIK |