Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN
NOMOR 9 TAHUN 2023
TENTANG
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PACITAN,
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa melalui restrukturisasi jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diperlukan pengaturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam satu Peraturan Daerah,
|
|||||||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya dengan mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Timur dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Provinsi Djawa Timur, Djawa Tengah, Djawa Barat dan Daerah Istimewa Jogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730),
|
|||||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856),
|
|||||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757),
|
|||||||
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161),
|
|||||||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5888), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6402),
|
|||||||
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322),
|
|||||||
8.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6628),
|
|||||||
9.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6646),
|
|||||||
10.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6848),
|
|||||||
11.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6681),
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PACITAN
Dan
BUPATI PACITAN
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
||||||||
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||
1.
|
Daerah adalah Kabupaten Pacitan
|
|||||||
2.
|
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
|
|||||||
3.
|
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pacitan
|
|||||||
4.
|
Bupati adalah Bupati Pacitan
|
|||||||
5.
|
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pacitan
|
|||||||
6.
|
Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
|
|||||||
7.
|
Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
|
|||||||
8.
|
Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan
|
|||||||
9.
|
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai Pajak
|
|||||||
10.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
11.
|
Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender
|
|||||||
12.
|
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan barang, Jasa, dan/atau perizinan
|
|||||||
13.
|
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-Undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut retribusi tertentu
|
|||||||
14.
|
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
|
|||||||
15.
|
Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PKB adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor
|
|||||||
16.
|
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat BBNKB adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha
|
|||||||
17.
|
Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jalan darat atau kendaraan yang dioperasikan di air yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan
|
|||||||
18.
|
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah Pajak atas Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan
|
|||||||
19.
|
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
|
|||||||
20.
|
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi
|
|||||||
21.
|
Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dan transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti
|
|||||||
22.
|
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat BPHTB adalah Pajak atas Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
|
|||||||
23.
|
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan
|
|||||||
24.
|
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan Bangunan
|
|||||||
25.
|
Pajak Barang dan Jasa Tertentu yang selanjutnya disingkat PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu
|
|||||||
26.
|
Barang dan Jasa Tertentu adalah barang dan jasa tertentu yang dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir
|
|||||||
27.
|
Makanan dan/atau Minuman adalah makanan dan/atau minuman yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui pesanan oleh restoran
|
|||||||
28.
|
Restoran adalah fasilitas penyediaan layanan makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran
|
|||||||
29.
|
Tenaga Listrik adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik
|
|||||||
30.
|
Jasa Perhotelan adalah Jasa penyediaan akomodasi yang dapat dilengkapi dengan Jasa penyediaan akomodasi Jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan, dan/atau fasilitas lainnya
|
|||||||
31.
|
Jasa Parkir adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan untuk ditempatkan di area parkir, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan Kendaraan Bermotor
|
|||||||
32.
|
Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya
|
|||||||
33.
|
Jasa Kesenian dan Hiburan adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati
|
|||||||
34.
|
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame
|
|||||||
35.
|
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik perhatian umum terhadap sesuatu
|
|||||||
36.
|
Pajak Air Tanah yang selanjutnya disingkat PAT adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
|
|||||||
37.
|
Air Tanah adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah
|
|||||||
38.
|
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya disebut Pajak MBLB adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dan sumber alam di dalam dan/atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan
|
|||||||
39.
|
Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya disingkat MBLB adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara
|
|||||||
40.
|
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet
|
|||||||
41.
|
Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi
|
|||||||
42.
|
Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu
|
|||||||
43.
|
Opsen Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
44.
|
Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen BBNKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
45.
|
Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan
|
|||||||
46.
|
Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah yang dapat bersifat mencari keuntungan karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta
|
|||||||
47.
|
Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan
|
|||||||
48.
|
Rumah Sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
|
|||||||
49.
|
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya
|
|||||||
50.
|
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dan ketentuan pengelolaan keuangan Daerah pada umumnya
|
|||||||
51.
|
Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus
|
|||||||
52.
|
Prasarana dan Sarana Bangunan Gedung adalah fasilitas kelengkapan di dalam dan di luar bangunan gedung yang mendukung pemenuhan terselenggaranya fungsi bangunan gedung
|
|||||||
53.
|
Persetujuan Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung
|
|||||||
54.
|
Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat TKA adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Daerah
|
|||||||
55.
|
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu
|
|||||||
56.
|
Dana Kompensasi Penggunaan TKA yang selanjutnya disingkat DKPTKA adalah kompensasi yang harus dibayar oleh Pemberi Kerja TKA atas setiap TKA yang dipekerjakan sebagai penerimaan negara bukan Pajak atau pendapatan Daerah
|
|||||||
57.
|
Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek Pajak atau Retribusi, penentuan besarnya Pajak atau Retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan Pajak atau Retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya
|
|||||||
58.
|
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan, untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Pajak dan Retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan Retribusi Daerah
|
|||||||
59.
|
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah
|
|||||||
60.
|
Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak yang terutang
|
|||||||
61.
|
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak
|
|||||||
62.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pacitan
|
|||||||
63.
|
Hari adalah hari kalender
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB II
PAJAK
Bagian Kesatu
Jenis Pajak
Pasal 2 |
||||||||
(1)
|
Pemerintah Daerah berwenang melakukan pemungutan pajak
|
|||||||
(2)
|
Jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
|
|||||||
|
a.
|
PBB-P2,
|
||||||
|
b.
|
BPHTB,
|
||||||
|
c.
|
PBJT atas
|
||||||
|
|
1.
|
Makanan dan/atau minuman,
|
|||||
|
|
2.
|
Tenaga listrik,
|
|||||
|
|
3.
|
Jasa perhotelan,
|
|||||
|
|
4.
|
Jasa parkir, dan
|
|||||
|
|
5.
|
Jasa kesenian dan hiburan
|
|||||
|
d.
|
Pajak Reklame,
|
||||||
|
e.
|
PAT,
|
||||||
|
f.
|
Pajak MBLB,
|
||||||
|
g.
|
Pajak Sarang Burung Walet,
|
||||||
|
h.
|
Opsen PKB, dan
|
||||||
|
i.
|
Opsen BBNKB
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||||||
(1)
|
Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang dipungut berdasarkan penetapan Bupati, terdiri atas
|
|||||||
|
a.
|
PBB-P2,
|
||||||
|
b.
|
Pajak Reklame,
|
||||||
|
c.
|
PAT,
|
||||||
|
d.
|
Opsen PKB, dan
|
||||||
|
e.
|
Opsen BBNKB
|
||||||
(2)
|
Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang dipungut berdasarkan perhitungan sendiri oleh Wajib Pajak, terdiri atas
|
|||||||
|
a.
|
BPHTB,
|
||||||
|
b.
|
PBJT atas
|
||||||
|
|
1.
|
Makanan dan/atau minuman,
|
|||||
|
|
2.
|
Tenaga listrik,
|
|||||
|
|
3.
|
Jasa perhotelan,
|
|||||
|
|
4.
|
Jasa parkir,
|
|||||
|
|
5.
|
Jasa kesenian dan hiburan
|
|||||
|
c.
|
Pajak MBLB, dan
|
||||||
|
d.
|
Pajak Sarang Burung Walet
|
||||||
(3)
|
Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain adalah SKPD atau SPPT
|
|||||||
(4)
|
Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain adalah SPTPD
|
|||||||
(5)
|
Dokumen SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib diisi dengan benar dan lengkap serta disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(6)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
PBB-P2
Paragraf 1
Subyek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 4 |
||||||||
(1)
|
Subjek Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan
|
|||||||
(2)
|
Wajib Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan yang diwajibkan melakukan pembayaran PBB-P2
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Pajak
Pasal 5 |
||||||||
(1)
|
Objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan di Daerah yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan
|
|||||||
(2)
|
Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk permukaan bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan
|
|||||||
(3)
|
Yang dikecualikan dan objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas
|
|||||||
|
a.
|
Bumi dan/atau Bangunan Kantor Pemerintah, Kantor Pemerintahan Daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah,
|
||||||
|
b.
|
Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan,
|
||||||
|
c.
|
Bumi dan/atau Bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis,
|
||||||
|
d.
|
Bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak,
|
||||||
|
e.
|
Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik,
|
||||||
|
f.
|
Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara,
|
||||||
|
g.
|
Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis,
|
||||||
|
h.
|
Bumi dan/atau Bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Bupati, dan
|
||||||
|
i.
|
Bumi dan/atau Bangunan yang dipungut Pajak Bumi dan Bangunan oleh Pemerintah Pusat
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 6 |
||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan PBB-P2 merupakan NJOP
|
|||||||
(2)
|
NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2
|
|||||||
(3)
|
NJOP Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak memiliki atau menguasai lebih dan satu objek PBB-P2 di satu wilayah Daerah, NJOP Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap Tahun Pajak
|
|||||||
(5)
|
NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek Pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya
|
|||||||
(6)
|
Besaran NJOP ditetapkan Bupati
|
|||||||
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati yang berpedoman pada Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dan NJOP setelah dikurangi NJOP Tidak Kena Pajak
|
|||||||
(2)
|
Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelompok objek PBB-P2 dilakukan dengan mempertimbangkan
|
|||||||
|
a.
|
kenaikan NJOP hasil penilaian,
|
||||||
|
b.
|
bentuk pemanfaatan objek Pajak, dan/atau
|
||||||
|
c.
|
klasterisasi NJOP dalam satu wilayah Daerah
|
||||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Pajak
Pasal 8 |
||||||||
(1)
|
Tarif PBB-P2 ditetapkan sebagai berikut
|
|||||||
|
a.
|
NJOP kurang dan Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen),
|
||||||
|
b.
|
NJOP Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) sampai dengan kurang dan Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sebesar 0,100% (nol koma seratus persen),
|
||||||
|
c.
|
NJOP Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai dengan kurang dan Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) sebesar 0,125% (nol koma seratus dua puluh lima persen),
|
||||||
|
d.
|
NJOP Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) sampai dengan kurang dan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) sebesar 0,150% (nol koma seratus lima puluh persen),
|
||||||
|
e.
|
NJOP Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan kurang dan Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sebesar 0,175% (nol koma seratus tujuh puluh lima persen), dan
|
||||||
|
f.
|
NJOP lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sebesar 0,200% (nol koma dua ratus persen)
|
||||||
(2)
|
Tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan sebesar 0,050% (nol koma nol lima puluh persen)
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Cara Penghitungan Pajak
Pasal 9 |
||||||||
Besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dengan tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Saat Terutang Pajak
Pasal 10 |
||||||||
(1)
|
Tahun PBB-P2 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender
|
|||||||
(2)
|
Saat terutang PBB-P2 ditetapkan pada saat terjadinya kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan bumi dan/atau bangunan
|
|||||||
(3)
|
Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 terutang adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 7
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 11 |
||||||||
(1)
|
PBB-P2 terutang dipungut di wilayah Daerah yang meliputi letak objek PBB-P2
|
|||||||
(2)
|
Termasuk dalam wilayah pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah Daerah tempat bumi dan/atau bangunan berikut berada di
|
|||||||
|
a.
|
laut pedalaman dan perairan darat serta bangunan diatasnya, dan
|
||||||
|
b.
|
bangunan yang berada di luar laut pedalaman dan perairan darat yang konstruksi tekniknya terhubung dengan bangunan yang berada di daratan, kecuali pipa dan kabel bawah laut
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
BPHTB
Paragraf 1
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 12 |
||||||||
(1)
|
Subjek Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan
|
|||||||
(2)
|
Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Pajak
Pasal 13 |
||||||||
(1)
|
Objek BPHTB adalah Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
|
|||||||
(2)
|
Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
|
|||||||
|
a.
|
pemindahan hak, dan
|
||||||
|
b.
|
pemberian hak baru
|
||||||
(3)
|
Pemindahan hak sebagalmana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diperoleh melalui
|
|||||||
|
a.
|
jual beli,
|
||||||
|
b.
|
tukar-menukar,
|
||||||
|
c.
|
hibah,
|
||||||
|
d.
|
hibah wasiat,
|
||||||
|
e.
|
waris,
|
||||||
|
f.
|
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain,
|
||||||
|
g.
|
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,
|
||||||
|
h.
|
penunjukan pembeli dalam lelang,
|
||||||
|
i.
|
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
|
||||||
|
j.
|
penggabungan usaha,
|
||||||
|
k.
|
peleburan usaha,
|
||||||
|
l.
|
pemekaran usaha, atau
|
||||||
|
m.
|
hadiah
|
||||||
(4)
|
Pemberian hak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diperoleh melalui kelanjutan pelepasan hak atau di luar pelepasan hak
|
|||||||
(5)
|
Hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
|
|||||||
|
a.
|
hak milik,
|
||||||
|
b.
|
hak guna usaha,
|
||||||
|
c.
|
hak guna bangunan,
|
||||||
|
d.
|
hak pakai,
|
||||||
|
e.
|
hak milik atas satuan rumah susun, dan
|
||||||
|
f.
|
hak pengelolaan
|
||||||
(6)
|
Dikecualikan dan objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
|
|||||||
|
a.
|
untuk Kantor Pemerintah, Pemerintahan Daerah, penyelenggara negara dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah,
|
||||||
|
b.
|
oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum,
|
||||||
|
c.
|
untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan lembaga tersebut yang diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara,
|
||||||
|
d.
|
untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik,
|
||||||
|
e.
|
oleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama,
|
||||||
|
f.
|
oleh orang pribadi atau badan karena wakaf,
|
||||||
|
g.
|
oleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah, dan
|
||||||
|
h.
|
untuk masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 14 |
||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan BPHTB merupakan nilai perolehan objek Pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak dan Retribusi
|
|||||||
(2)
|
Nilai perolehan objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut
|
|||||||
|
a.
|
harga transaksi untuk jual beli,
|
||||||
|
b.
|
nilai pasar untuk tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dan pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah, dan
|
||||||
|
c.
|
harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang untuk penunjukan pembeli dalam lelang
|
||||||
(3)
|
Dalam hal nilai perolehan objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang digunakan adalah NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||||||
(1)
|
Dalam menentukan besaran BPHTB terutang, Pemerintah Daerah menetapkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagai pengurang dasar pengenaan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
|
|||||||
(2)
|
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk perolehan hak pertama Wajib Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal perolehan hak karena hibah wasiat atau waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat atau waris, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Pajak
Pasal 16 |
||||||||
Tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Cara Perhitungan Pajak
Pasal 17 |
||||||||
Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) atau ayat (3), dengan tarif BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Saat Terutang Pajak
Pasal 18 |
||||||||
(1)
|
Saat yang menentukan untuk menghitung BPHTB yang terutang ditetapkan pada
|
|||||||
|
a.
|
tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli, untuk jual beli,
|
||||||
|
b.
|
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk
|
||||||
|
|
1.
|
tukar-menukar,
|
|||||
|
|
2.
|
hibah,
|
|||||
|
|
3.
|
hibah wasiat,
|
|||||
|
|
4.
|
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,
|
|||||
|
|
5.
|
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,
|
|||||
|
|
6.
|
penggabungan usaha,
|
|||||
|
|
7.
|
peleburan usaha,
|
|||||
|
|
8.
|
pemekaran usaha, dan/atau
|
|||||
|
|
9.
|
hadiah
|
|||||
|
c.
|
tanggal saat penerima wans atau yang diben kuasa oleh penerima wans mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan, untuk wans,
|
||||||
|
d.
|
tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk putusan hakim,
|
||||||
|
e.
|
tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dan pelepasan hak,
|
||||||
|
f.
|
tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, untuk pemberian hak baru diluar pelepasan hak, atau
|
||||||
|
g.
|
tanggal penunjukan pemenang lelang, untuk lelang
|
||||||
(2)
|
Dalam hal jual beli tanah dan/atau bangunan tidak menggunakan perjanjian pengikatan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, saat terutang BPHTB untuk jual beli adalah pada saat ditandatanganinya akta jual beli
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 7
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 19 |
||||||||
BPHTB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat tanah dan/atau bangunan berada
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
PBJT
Paragraf 1
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 20 |
||||||||
(1)
|
Subjek Pajak PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu
|
|||||||
(2)
|
Wajib Pajak PBJT adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Pajak
Pasal 21 |
||||||||
Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi
|
||||||||
a.
|
makanan dan/atau minuman,
|
|||||||
b.
|
tenaga listrik,
|
|||||||
c.
|
jasa perhotelan,
|
|||||||
d.
|
jasa parkir, dan
|
|||||||
e.
|
jasa kesenian dan hiburan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||||||
(1)
|
Penjualan dan/atau penyerahan makanan dan/atau minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a meliputi makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh
|
|||||||
|
a.
|
restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian makanan dan/atau minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum, dan/atau
|
||||||
|
b.
|
penyedia jasa boga atau katering yang melakukan
|
||||||
|
|
1.
|
proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan,
|
|||||
|
|
2.
|
penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan, dan
|
|||||
|
|
3.
|
penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya
|
|||||
(2)
|
Dikecualikan dan objek PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyerahan makanan dan/atau minuman
|
|||||||
|
a.
|
dengan peredaran usaha/omzet usaha tidak melebihi Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) per tahun,
|
||||||
|
b.
|
dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman,
|
||||||
|
c.
|
dilakukan oleh pabrik makanan dan/atau minuman, atau
|
||||||
|
d.
|
disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||||||
(1)
|
Konsumsi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b adalah penggunaan tenaga listrik oleh pengguna akhir
|
|||||||
(2)
|
Dikecualikan dan konsumsi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
|
|||||||
|
a.
|
konsumsi tenaga listrik oleh instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan penyelenggara negara lainnya,
|
||||||
|
b.
|
konsumsi tenaga listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik,
|
||||||
|
c.
|
konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis, dan
|
||||||
|
d.
|
konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dan instansi teknis terkait
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 24 |
||||||||
(1)
|
Jasa perhotelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c meliputi jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan seperti
|
|||||||
|
a.
|
hotel,
|
||||||
|
b.
|
hostel,
|
||||||
|
c.
|
villa,
|
||||||
|
d.
|
pondok wisata,
|
||||||
|
e.
|
motel,
|
||||||
|
f.
|
losmen,
|
||||||
|
g.
|
wisma pariwisata,
|
||||||
|
h.
|
pesanggrahan,
|
||||||
|
i.
|
rumah penginapan/guest house/bungalow/resort/cottage,
|
||||||
|
j.
|
tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel, dan
|
||||||
|
k.
|
glamping
|
||||||
(2)
|
Dikecualikan dan jasa perhotelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
|
|||||||
|
a.
|
jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah,
|
||||||
|
b.
|
jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis,
|
||||||
|
c.
|
jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan,
|
||||||
|
d.
|
jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata, dan
|
||||||
|
e.
|
jasa persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||||||
(1)
|
Jasa parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d meliputi
|
|||||||
|
a.
|
penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir, dan/atau
|
||||||
|
b.
|
pelayanan memarkirkan kendaraan (parkir valet)
|
||||||
(2)
|
Dikecualikan dan jasa penyediaan tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
|
|||||||
|
a.
|
jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
|
||||||
|
b.
|
jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri, dan
|
||||||
|
c.
|
jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||||||
(1)
|
Jasa kesenian dan hiburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e meliputi
|
|||||||
|
a.
|
tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu,
|
||||||
|
b.
|
pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana,
|
||||||
|
c.
|
kontes kecantikan,
|
||||||
|
d.
|
kontes binaraga,
|
||||||
|
e.
|
pameran,
|
||||||
|
f.
|
pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap,
|
||||||
|
g.
|
pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor,
|
||||||
|
h.
|
permainan ketangkasan,
|
||||||
|
i.
|
olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran,
|
||||||
|
j.
|
rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang,
|
||||||
|
k.
|
panti pijat dan pijat refleksi, dan
|
||||||
|
l.
|
diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa
|
||||||
(2)
|
Dikecualikan dan jasa kesenian dan hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jasa kesenian dan hiburan yang semata-mata untuk
|
|||||||
|
a.
|
promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran, dan/atau
|
||||||
|
b.
|
kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 27 |
||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan PBJT merupakan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu, meliputi
|
|||||||
|
a.
|
jumlah pembayaran yang diterima oleh penyedia makanan dan/atau minuman untuk PBJT atas makanan dan/atau minuman,
|
||||||
|
b.
|
nilai jual tenaga listrik untuk PBJT atas tenaga listrik,
|
||||||
|
c.
|
jumlah pembayaran kepada penyedia jasa perhotelan untuk PBJT atas jasa perhotelan,
|
||||||
|
d.
|
jumlah pembayaran kepada penyedia atau penyelenggara tempat parkir dan/atau penyedia layanan memarkirkan kendaraan untuk PBJT atas jasa parkir, dan
|
||||||
|
e.
|
jumlah pembayaran yang diterima oleh penyelenggara jasa kesenian dan hiburan untuk PBJT atas jasa kesenian dan hiburan
|
||||||
(2)
|
Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan voucher atau bentuk lain yang sejenis yang memuat nilai rupiah atau mata uang lain, dasar pengenaan PBJT ditetapkan sebesar nilai rupiah atau mata uang lainnya tersebut
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal tidak terdapat pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan kendaraan pribadi dan tingkat kemacetan, khususnya untuk PBJT atas jasa parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Pemerintah Daerah dapat menetapkan dasar pengenaan sebesar tarif parkir sebelum dikenakan potongan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 28 |
||||||||
(1)
|
Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b ditetapkan untuk
|
|||||||
|
a.
|
tenaga listrik yang berasal dan sumber lain dengan pembayaran, dan
|
||||||
|
b.
|
tenaga listrik yang dihasilkan sendiri
|
||||||
(2)
|
Nilai jual tenaga listrik yang ditetapkan untuk tenaga listrik yang berasal dan sumber lain dengan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dihitung berdasarkan
|
|||||||
|
a.
|
jumlah tagihan biaya/beban tetap ditambah dengan biaya pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik, untuk pascabayar, dan
|
||||||
|
b.
|
jumlah pembelian tenaga listrik untuk prabayar
|
||||||
(3)
|
Nilai jual tenaga listrik yang ditetapkan untuk tenaga listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan
|
|||||||
|
a.
|
kapasitas tersedia,
|
||||||
|
b.
|
tingkat penggunaan listrik,
|
||||||
|
c.
|
jangka waktu pemakaian listrik, dan
|
||||||
|
d.
|
harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah
|
||||||
(4)
|
Nilai jual tenaga listrik yang ditetapkan untuk tenaga listrik yang berasal dan sumber lain dengan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), penyedia tenaga listrik sebagai Wajib Pajak melakukan penghitungan dan pemungutan PBJT atas tenaga listrik untuk penggunaan tenaga listrik yang dijual atau diserahkan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Pajak
Pasal 29 |
||||||||
(1)
|
Tarif PBJT ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)
|
|||||||
(2)
|
Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan 40% (empat puluh persen)
|
|||||||
(3)
|
Khusus tarif PBJT atas tenaga listrik untuk
|
|||||||
|
a
|
konsumsi tenaga listrik dan sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan sebesar 3% (tiga persen), dan
|
||||||
|
b
|
konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen)
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Cara Perhitungan Pajak
Pasal 30 |
||||||||
Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengailkan dasar pengenaan PBJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dengan tarif PBJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Saat Terutang Pajak
Pasal 31 |
||||||||
Saat terutang PBJT ditetapkan pada saat
|
||||||||
a.
|
pembayaran atau penyerahan atas makanan dan/atau minuman untuk PBJT atas makanan dan/atau minuman,
|
|||||||
b.
|
konsumsi atau pembayaran atas tenaga listrik untuk PBJT atas tenaga listrik,
|
|||||||
c.
|
pembayaran atau penyerahan atas jasa perhotelan untuk PBJT atas jasa perhotelan,
|
|||||||
d.
|
pembayaran atau penyerahan atas jasa penyediaan tempat parkir untuk PBJT atas jasa parkir, dan
|
|||||||
e.
|
pembayaran atau penyerahan atas jasa kesenian dan hiburan untuk PBJT atas jasa kesenian dan hiburan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 7
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 32 |
||||||||
PBJT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pajak Reklame
Paragraf 1
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 33 |
||||||||
(1)
|
Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame
|
|||||||
(2)
|
Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Pajak
Pasal 34 |
||||||||
(1)
|
Objek Pajak Reklame adalah penyelenggaraan reklame
|
|||||||
(2)
|
Objek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
|
|||||||
|
a.
|
reklame papan/billboard/videotron/megatron,
|
||||||
|
b.
|
reklame kain,
|
||||||
|
c.
|
reklame melekat/stiker,
|
||||||
|
d.
|
reklame selebaran,
|
||||||
|
e.
|
reklame berjalan, termasuk pada kendaraan,
|
||||||
|
f.
|
reklame udara,
|
||||||
|
g.
|
reklame apung,
|
||||||
|
h.
|
reklame film/slide, dan
|
||||||
|
i.
|
reklame peragaan
|
||||||
(3)
|
Dikecualikan dan objek Pajak Reklame adalah
|
|||||||
|
a.
|
penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya,
|
||||||
|
b.
|
label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dan produk sejenis lainnya,
|
||||||
|
c.
|
nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan dan/atau di dalam area tempat usaha atau profesi yang jenis, ukuran, bentuk, dan bahan reklamenya diatur dalam Peraturan Bupati dengan berpedoman pada ketentuan yang mengatur tentang nama pengenal usaha atau profesi tersebut,
|
||||||
|
d.
|
Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau
|
||||||
|
e.
|
Reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 35 |
||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame
|
|||||||
(2)
|
Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu penayangan, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, nilai sewa reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
|
|||||||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Pajak
Pasal 36 |
||||||||
Tarif Pajak Reklame ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Cara Perhitungan Pajak
Pasal 37 |
||||||||
Besaran pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dengan tarif Pajak Reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Saat Terutang Pajak
Pasal 38 |
||||||||
Saat terutang Pajak Reklame ditetapkan pada saat terjadinya penyelenggaraan reklame
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 7
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 39 |
||||||||
(1)
|
Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat reklame tersebut diselenggarakan
|
|||||||
(2)
|
Khusus untuk reklame berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf e, Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat usaha penyelenggara reklame terdaftar
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
PAT
Paragraf 1
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 40 |
||||||||
(1)
|
Subjek PAT adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
|
|||||||
(2)
|
Wajib PAT adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Pajak
Pasal 41 |
||||||||
(1)
|
Objek PAT adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
|
|||||||
(2)
|
Yang dikecualikan dan objek PAT adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan untuk
|
|||||||
|
a.
|
keperluan dasar rumah tangga,
|
||||||
|
b.
|
pengairan pertanian rakyat,
|
||||||
|
c.
|
perikanan rakyat,
|
||||||
|
d.
|
peternakan rakyat,
|
||||||
|
e.
|
keperluan keagamaan, dan
|
||||||
|
f.
|
keperluan instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 42 |
||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan PAT merupakan Nilai Perolehan Air Tanah
|
|||||||
(2)
|
Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hasil perkalian antara harga air baku dengan bobot air tanah
|
|||||||
(3)
|
Harga air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian sumber daya air tanah
|
|||||||
(4)
|
Bobot air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dalam koefisien yang didasarkan atas faktor-faktor berikut
|
|||||||
|
a.
|
jenis sumber air,
|
||||||
|
b.
|
lokasi sumber air,
|
||||||
|
c.
|
tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air,
|
||||||
|
d.
|
volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan,
|
||||||
|
e.
|
kualitas air, dan
|
||||||
|
f.
|
tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air
|
||||||
(5)
|
Besarnya Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada Nilai Perolehan Air Tanah yang ditetapkan oleh Gubernur
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Pajak
Pasal 43 |
||||||||
Tarif PAT ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Cara Perhitungan Pajak
Pasal 44 |
||||||||
Besaran pokok PAT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dengan tarif PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Saat Terutang Pajak
Pasal 45 |
||||||||
Saat terutangnya PAT ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 7
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 46 |
||||||||
PAT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pajak MBLB
Paragraf 1
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 47 |
||||||||
(1)
|
Subjek Pajak MBLB adalah orang pribadi atau badan yang mengambil MBLB
|
|||||||
(2)
|
Wajib Pajak MBLB adalah orang pribadi atau badan yang mengambil MBLB
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Pajak
Pasal 48 |
||||||||
(1)
|
Objek Pajak MBLB adalah kegiatan pengambilan MBLB yang meliputi
|
|||||||
|
a.
|
asbes,
|
||||||
|
b.
|
batu tulis,
|
||||||
|
c.
|
batu setengah permata,
|
||||||
|
d.
|
batu kapur,
|
||||||
|
e.
|
batu apung,
|
||||||
|
f.
|
batu permata,
|
||||||
|
g.
|
bentonit,
|
||||||
|
h.
|
dolomit,
|
||||||
|
i.
|
feldspar,
|
||||||
|
j.
|
garam batu (halite),
|
||||||
|
k.
|
grafit,
|
||||||
|
l.
|
granit/andesit,
|
||||||
|
m.
|
gips,
|
||||||
|
n.
|
kalsit,
|
||||||
|
o.
|
kaolin,
|
||||||
|
p.
|
leusit,
|
||||||
|
q.
|
magnesit,
|
||||||
|
r.
|
mika,
|
||||||
|
s.
|
marmer,
|
||||||
|
t.
|
nitrat,
|
||||||
|
u.
|
obsidian,
|
||||||
|
v.
|
oker,
|
||||||
|
w.
|
pasir dan kerikil,
|
||||||
|
x.
|
pasir kuarsa,
|
||||||
|
y.
|
perlit,
|
||||||
|
z.
|
fosfat,
|
||||||
|
aa.
|
talk,
|
||||||
|
bb.
|
tanah serap (fullers earth),
|
||||||
|
cc.
|
tanah diatom,
|
||||||
|
dd.
|
tanah liat,
|
||||||
|
ee.
|
tawas (alum),
|
||||||
|
ff.
|
tras,
|
||||||
|
gg.
|
yarosit,
|
||||||
|
hh.
|
zeolit,
|
||||||
|
ii.
|
basal,
|
||||||
|
jj.
|
trakhit,
|
||||||
|
kk.
|
belerang,
|
||||||
|
ll.
|
MBLB ikutan dalam suatu pertambangan mineral, dan
|
||||||
|
mm.
|
MBLB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
||||||
(2)
|
Yang dikecualikan dan objek Pajak MBLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengambilan MBLB
|
|||||||
|
a.
|
untuk keperluan rumah tangga dan tidak diperjualbelikan/dipindahtangankan, dan
|
||||||
|
b.
|
untuk keperluan pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel, penanaman pipa, dan sejenisnya yang tidak mengubah fungsi permukaan tanah
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 49 |
||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan Pajak MBLB adalah nilai jual hasil pengambilan MBLB
|
|||||||
(2)
|
Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian volume/tonase pengambilan MBLB dengan harga patokan tiap-tiap jenis MBLB
|
|||||||
(3)
|
Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan harga jual rata-rata tiap-tiap jenis MBLB pada mulut tambang yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan
|
|||||||
(4)
|
Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Pajak
Pasal 50 |
||||||||
Tarif Pajak MBLB ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Cara Perhitungan Pajak
Pasal 51 |
||||||||
Besaran pokok Pajak MBLB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan Pajak MBLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dengan tarif Pajak MBLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Saat Terutang Pajak
Pasal 52 |
||||||||
Saat terutangnya Pajak MBLB dihitung sejak pengambilan MBLB di mulut tambang
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 7
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 53 |
||||||||
Pajak MBLB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat pengambilan MBLB
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pajak Sarang Burung Walet
Paragraf 1
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 54 |
||||||||
(1)
|
Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet
|
|||||||
(2)
|
Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Pajak
Pasal 55 |
||||||||
(1)
|
Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet
|
|||||||
(2)
|
Yang dikecualikan dan objek Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 56 |
||||||||
(1)
|
Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet
|
|||||||
(2)
|
Nilai Jual Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku di Daerah yang bersangkutan dengan volume sarang burung walet
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Pajak
Pasal 57 |
||||||||
Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 58 |
||||||||
Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung dengan cara mengailkan dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dengan tarif Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Saat Terutang Pajak
Pasal 59 |
||||||||
Saat terutang Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan pada saat terjadinya pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 7
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 60 |
||||||||
Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Opsen PKB
Paragraf 1
Wajib Pajak
Pasal 61 |
||||||||
(1)
|
Wajib Opsen PKB merupakan Wajib Pajak atas jenis Pajak PKB
|
|||||||
(2)
|
Opsen PKB dipungut secara bersamaan dengan PKB
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 62 |
||||||||
Dasar pengenaan Opsen PKB adalah Pajak terutang pada PKB
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Tarif Pajak
Pasal 63 |
||||||||
Tarif Opsen PKB ditetapkan sebesar 66% (enam puluh enam persen)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Cara Penghitungan Pajak
Pasal 64 |
||||||||
Besaran Opsen PKB yang terutang dihitung dengan cara mengailkan dasar pengenaan Opsen PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dengan tarif Opsen PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Saat Terutang Pajak
Pasal 65 |
||||||||
Saat terutang Opsen PKB ditetapkan pada saat terutangnya PKB
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 66 |
||||||||
Opsen PKB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat kendaraan bermotor terdaftar
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesepuluh
Opsen BBNKB
Paragraf 1
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 67 |
||||||||
(1)
|
Wajib Opsen BBNKB merupakan Wajib Pajak atas jenis Pajak BBNKB
|
|||||||
(2)
|
Pemungutan Opsen BBNKB dilakukan bersamaan dengan pemungutan Pajak terutang dan BBNKB
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Dasar Pengenaan Pajak
Pasal 68 |
||||||||
Dasar pengenaan Opsen BBNKB adalah Pajak terutang pada BBNKB
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Tarif Pajak
Pasal 69 |
||||||||
Tarif Opsen BBNKB ditetapkan sebesar 66% (enam puluh enam persen)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Cara Penghitungan Pajak
Pasal 70 |
||||||||
Besaran Opsen BBNKB yang terutang dihitung dengan cara mengailkan dasar pengenaan Opsen BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dengan tarif Opsen BBNKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Saat Terutang Pajak
Pasal 71 |
||||||||
Saat terutang Opsen BBNKB ditetapkan pada saat terutangnya BBNKB
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 6
Wilayah Pemungutan Pajak
Pasal 72 |
||||||||
Opsen BBNKB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat kendaraan bermotor terdaftar
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesebelas
Bagi Hasil Atas Pajak Provinsi
Pasal 73 |
||||||||
Daerah dapat menerima hasil atas pemungutan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keduabelas
Pengalokasian Atas Penerimaan Jenis Pajak Tertentu
Pasal 74 |
||||||||
(1)
|
Hasil penerimaan atas jenis Pajak yaitu
|
|||||||
|
a.
|
PBJT atas Tenaga Listrik,
|
||||||
|
b.
|
PAT, dan
|
||||||
|
c.
|
Opsen PKB,
|
||||||
|
dapat dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang telah ditentukan penggunaannya
|
|||||||
(2)
|
Besaran persentase tertentu dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselaraskan dengan pelayanan publik yang berkaitan dengan jenis Pajaknya
|
|||||||
(3)
|
Pengalokasian hasil penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan Keuangan Daerah
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Jenis Retribusi
Pasal 75 |
||||||||
(1)
|
Pemerintah Daerah berwenang melakukan pungutan Retribusi
|
|||||||
(2)
|
Jenis Retribusi di Daerah terdiri atas
|
|||||||
|
a
|
Retribusi Jasa Umum,
|
||||||
|
b
|
Retribusi Jasa Usaha, dan
|
||||||
|
c
|
Retribusi Perizinan Tertentu
|
||||||
(3)
|
Objek Retribusi adalah penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa dan pemberian izin tertentu kepada orang pribadi atau badan oleh Pemerintah Daerah
|
|||||||
(4)
|
Wajib Retribusi meliputi orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan barang, jasa, dan/atau perizinan
|
|||||||
(5)
|
Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib membayar atas layanan yang digunakan/dinikmati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Retribusi Jasa Umum
Paragraf 1
Subyek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 76 |
||||||||
(1)
|
Subjek Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan Jasa Umum
|
|||||||
(2)
|
Wajib Retribusi Jasa Umum meliputi orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi Jasa Umum
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Retribusi
Pasal 77 |
||||||||
(1)
|
Jenis pelayanan yang merupakan objek Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf a yang dipungut oleh Pemerintah Daerah meliputi
|
|||||||
|
a.
|
pelayanan kesehatan,
|
||||||
|
b.
|
pelayanan kebersihan,
|
||||||
|
c.
|
pelayanan parkir di tepi jalan umum, dan
|
||||||
|
d.
|
pelayanan pasar
|
||||||
(2)
|
Pelayanan yang merupakan objek Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(3)
|
Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pelayanan yang diberikan oleh BLUD
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal terdapat penyesuaian detail rincian objek atas pelayanan yang diberikan oleh BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyesuaian detail rincian objek diatur dalam Peraturan Bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(5)
|
Detail rincian objek retribusi yang diatur dalam Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan
|
|||||||
|
a.
|
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
|
||||||
|
b.
|
tidak menghambat iklim investasi di Daerah, dan
|
||||||
|
c.
|
tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi
|
||||||
(6)
|
Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri Keuangan, Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Dalam Negeri, dan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
|
|||||||
(7)
|
Dikecualikan dan objek jenis Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan jasa yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pihak swasta
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Tingkat Penggunaan Jasa Retribusi
Pasal 78 |
||||||||
(1)
|
Tingkat penggunaan jasa merupakan jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jenis pelayanan Retribusi Jasa Umum
|
|||||||
(2)
|
Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan jasa umum ditetapkan dengan ketentuan
|
|||||||
|
a.
|
pelayanan kesehatan diukur berdasarkan jenis pelayanan, frekuensi pelayanan, dan/atau jangka waktu pelayanan,
|
||||||
|
b.
|
pelayanan kebersihan diukur berdasarkan jenis pelayanan, frekuensi pelayanan, volume dan/atau jenis sampah atau limbah kakus atau limbah cair,
|
||||||
|
c.
|
pelayanan parkir di tepi jalan umum diukur berdasarkan jenis kendaraan, jenis atau kawasan lokasi parkir, frekuensi pelayanan dan/atau jangka waktu pemakaian tempat parkir, dan
|
||||||
|
d.
|
pelayanan pasar diukur berdasarkan frekuensi pelayanan, jangka waktu pemakaian fasilitas pasar dan/atau jenis pemakaian fasilitas pasar
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Retribusi
Pasal 79 |
||||||||
Besarnya Retribusi Jasa Umum yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dengan tarif retribusi
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 80 |
||||||||
(1)
|
Tarif Retribusi Jasa Umum ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali
|
|||||||
(2)
|
Peninjauan tarif Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian, tanpa melakukan penambahan objek retribusi
|
|||||||
(3)
|
Penetapan tarif Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 81 |
||||||||
(1)
|
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut
|
|||||||
(2)
|
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal penetapan tarif hanya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
|
|||||||
(4)
|
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum yang diberikan oleh BLUD ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai BLUD
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pelayanan Kesehatan
Paragraf 1
Obyek Retribusi
Pasal 82 |
||||||||
(1)
|
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf a adalah pelayanan kesehatan pada
|
|||||||
|
a.
|
puskesmas,
|
||||||
|
b.
|
puskesmas keliling,
|
||||||
|
c.
|
puskesmas pembantu,
|
||||||
|
d.
|
balai pengobatan,
|
||||||
|
e.
|
rumah sakit umum daerah, dan
|
||||||
|
f.
|
tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah
|
||||||
(2)
|
Dikecualikan dan objek Retribusi Jasa Umum atas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelayanan administrasi
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 83 |
||||||||
(1)
|
Tarif Retribusi Jasa Umum atas pelayanan kesehatan merupakan nilai rupiah yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi terutang
|
|||||||
(2)
|
Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan
|
|||||||
(3)
|
Tarif retribusi yang diselenggarakan oleh BLUD ditetapkan dalam Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai BLUD
|
|||||||
(4)
|
Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pelayanan Kebersihan
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 84 |
||||||||
(1)
|
Pelayanan kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf b adalah pelayanan kebersihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, meliputi
|
|||||||
|
a.
|
pengambilan atau pengumpulan sampah dan sumbernya ke lokasi pembuangan sementara,
|
||||||
|
b.
|
pengangkutan sampah dan sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara ke lokasi pembuangan akhir sampah atau pengolahan atau pemusnahan akhir sampah,
|
||||||
|
c.
|
penyediaan lokasi pembuangan atau pengolahan atau pemusnahan akhir sampah,
|
||||||
|
d.
|
penyediaan dan/atau penyedotan kakus, dan
|
||||||
|
e.
|
pengelolaan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri
|
||||||
(2)
|
Dikecualikan dan pelayanan kebersihan adalah pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah, sosial, dan tempat umum lainnya
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 85 |
||||||||
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Jasa Umum atas pelayanan kebersihan tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 86 |
||||||||
Pelayanan parkir di tepi jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf c merupakan penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 87 |
||||||||
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Jasa Umum atas pelayanan parkir di tepi jalan umum tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pelayanan Pasar
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 88 |
||||||||
(1)
|
Pelayanan pasar sebagaimana dimaksud Pasal 77 ayat (1) huruf d merupakan penyediaan fasilitas pasar tradisional atau sederhana berupa pelataran, los dan kios yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
|
|||||||
(2)
|
Pasar tradisional/sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdin dan
|
|||||||
|
a.
|
Pasar Mmulyo,
|
||||||
|
b.
|
Pasar Margomulyo Punung,
|
||||||
|
c.
|
Pasar Gondosan,
|
||||||
|
d.
|
Pasar Donorojo,
|
||||||
|
e.
|
Pasar Ngadirejan Pnngkuku,
|
||||||
|
f.
|
Pasar Nawangan,
|
||||||
|
g.
|
Pasar Ngudirejo Bandar,
|
||||||
|
h.
|
Pasar Tulakan,
|
||||||
|
i.
|
Pasar Lorok Ngadirojo,
|
||||||
|
j.
|
Pasar Aijosan,
|
||||||
|
k.
|
Pasar Bangsn Pacitan,
|
||||||
|
l.
|
Pasar Hewan Pacitan,
|
||||||
|
m.
|
Pasar Aijowmangun, dan
|
||||||
|
n.
|
Pasar Gerdon
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 89 |
||||||||
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Jasa Umum atas Pelayanan Pasar tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Retribusi Jasa Usaha
Paragraf 1
Subyek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 90 |
||||||||
(1)
|
Subjek Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha
|
|||||||
(2)
|
Wajib Retribusi Jasa Usaha meliputi orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi atas pelayanan jasa usaha
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Retribusi
Pasal 91 |
||||||||
(1)
|
Jenis penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa yang merupakan Objek Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf b yang meliputi
|
|||||||
|
a.
|
penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha lainnya,
|
||||||
|
b.
|
penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan,
|
||||||
|
c.
|
penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan,
|
||||||
|
d.
|
penyediaan tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila,
|
||||||
|
e.
|
pelayanan rumah pemotongan hewan ternak,
|
||||||
|
f.
|
pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga,
|
||||||
|
g.
|
penjualan hasil produksi usaha Pemerintah daerah, dan
|
||||||
|
h.
|
pemanfaatan aset Daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi perangkat daerah dan/atau optimalisasi aset daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
||||||
(2)
|
Penyediaan/pelayanan yang merupakan objek Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan jasa/pelayanan yang diberikan dan kewenangan daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(3)
|
Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pelayanan yang diberikan oleh BLUD
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal terdapat penyesuaian detail rincian objek atas pelayanan yang diberikan oleh BLUD, penyesuaian detail rincian objek diatur dalam Peraturan Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(5)
|
Detail rincian objek retribusi yang diatur dalam Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan
|
|||||||
|
a.
|
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
|
||||||
|
b.
|
tidak menghambat iklim investasi di Daerah, dan
|
||||||
|
c.
|
tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi
|
||||||
(6)
|
Peraturan Bupati yang mengatur penambahan detail rincian pelayanan pada BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri yang menyelenggarakan Urusan Keuangan, Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Dalam Negeri, dan DPRD paling lambat 7 (tujuh) han kerja sejak diundangkan
|
|||||||
(7)
|
Dikecualikan dan objek jems Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan jasa yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pihak swasta
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 92 |
||||||||
(1)
|
Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan jasa usaha merupakan jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan
|
|||||||
(2)
|
Tingkat penggunaan jasa atas pelayanan jasa usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan ketentuan
|
|||||||
|
a.
|
penyediaan tempat kegiatan usaha diukur berdasarkan luas tempat usaha, frekuensi pelayanan, dan/atau jangka waktu pemakaian fasilitas pasar grosir, pertokoan, dan/atau tempat usaha lainnya,
|
||||||
|
b.
|
penyediaan tempat pelelangan diukur berdasarkan luas tempat pelelangan, frekuensi pelayanan, dan/atau jangka waktu pemakaian fasilitas tempat pelelangan,
|
||||||
|
c.
|
penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan diukur berdasarkan jenis kendaraan, frekuensi pelayanan, dan/atau jangka waktu pemakaian fasilitas tempat khusus parkir di luar badan jalan,
|
||||||
|
d.
|
penyediaan tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila diukur berdasarkan jenis fasilitas, frekuensi pelayanan, dan/atau jangka waktu pemakaian fasilitas tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila,
|
||||||
|
e.
|
pelayanan rumah pemotongan hewan ternak diukur berdasarkan jenis hewan ternak, jenis pelayanan, frekuensi pelayanan, dan/atau jangka waktu pemakaian fasilitas rumah potong hewan,
|
||||||
|
f.
|
pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga diukur berdasarkan jenis fasilitas, frekuensi pelayanan, dan/atau jangka waktu pemakaian fasilitas tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga,
|
||||||
|
g.
|
penjualan produksi usaha daerah diukur berdasarkan jenis dan/atau volume produksi usaha daerah, dan
|
||||||
|
h.
|
pemanfaatan aset Daerah diukur berdasarkan jenis pemanfaatan aset, jenis pelayanan, frekuensi pelayanan, dan/atau jangka waktu pemanfaatan aset Daerah
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Tarif Retribusi
Pasal 93 |
||||||||
(1)
|
Besarnya Retribusi Jasa Usaha yang terutang dihitung dengan cara mengailkan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dengan tarif retribusi
|
|||||||
(2)
|
Bentuk pemanfaatan barang milik Daerah dan tata cara penghitungan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 91 ayat (1) huruf h dapat ditetapkan dengan Peraturan Bupati untuk pemanfaatan barang milik Daerah berupa
|
|||||||
|
a.
|
sewa yang masa sewanya lebih dan 1 (satu) tahun,
|
||||||
|
b.
|
kerja sama pemanfaatan,
|
||||||
|
c.
|
bangun guna serah atau bangun serah guna, atau
|
||||||
|
d.
|
kerja sama penyediaan infrastruktur,
|
||||||
(3)
|
Pengaturan lebih lanjut mengenai bentuk pemanfaatan barang milik Daerah dan penghitungan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
(4)
|
Penetapan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan untuk setiap pelaksanaan pemanfaatan barang milik Daerah
|
|||||||
(5)
|
Bentuk pemanfaatan barang milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan
|
|||||||
|
a.
|
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
|
||||||
|
b.
|
tidak menghambat iklim investasi di Daerah, dan
|
||||||
|
c.
|
tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi
|
||||||
(6)
|
Pemanfaatan barang milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan barang milik Daerah
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 94 |
||||||||
(1)
|
Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak
|
|||||||
(2)
|
Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar
|
|||||||
(3)
|
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Usaha yang diberikan oleh BLUD ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 95 |
||||||||
(1)
|
Tarif Retribusi Jasa Usaha ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali
|
|||||||
(2)
|
Peninjauan tarif Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian, tanpa melakukan penambahan objek Retribusi
|
|||||||
(3)
|
Penetapan tarif Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Penyediaan Tempat Kegiatan Usaha Berupa Pasar Grosir, Pertokoan, Dan Tempat Kegiatan Usaha Lainnya
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 96 |
||||||||
Penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf a merupakan penyediaan tempat kegiatan usaha berupa fasilitas pasar grosir dan fasilitas pasar atau pertokoan yang dikontrakkan, serta tempat kegiatan usaha lainnya yang disediakan atau diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 97 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha atas penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha lainnya tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah mi
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Penyediaan Tempat Pelelangan Ikan, Ternak, Hasil Bumi, Dan Hasil Hutan Termasuk Fasilitas Lainnya Dalam Lingkungan Tempat Pelelangan
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 98 |
||||||||
(1)
|
Penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf b merupakan penyediaan tempat pelelangan yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan
|
|||||||
(2)
|
Termasuk penyediaan tempat pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat yang disewa oleh Pemerintah Daerah dan pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 99 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha atas penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesepuluh
Penyediaan Tempat Khusus Parkir Di Luar Badan Jalan
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 100 |
||||||||
Penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf c merupakan penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola Pemerintah Daerah
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 101 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha atas penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesebelas
Penyediaan Tempat Penginapan atau Pesanggrahan atau Vila
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 102 |
||||||||
Penyediaan tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf d merupakan penyediaan tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 103 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha atas penyediaan tempat penginapan atau pesanggrahan atau vila tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keduabelas
Pelayanan Rumah Pemotongan Hewan Ternak
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 104 |
||||||||
Pelayanan rumah pemotongan hewan ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf e merupakan pelayanan penyediaan fasilitas pemotongan hewan ternak, termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 105 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha atas pelayanan rumah pemotongan hewan ternak tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketigabelas
Pelayanan Tempat Rekreasi, Pariwisata, dan Olahraga
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 106 |
||||||||
Pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf f merupakan pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola Pemerintah Daerah
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 107 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha atas pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini Bagian Keempatbelas Penjualan Hasil Produksi Usaha Pemerintah Daerah
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 108 |
||||||||
Penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf g merupakan penjualan atas hasil produksi usaha Pemerintah Daerah, antara lain
|
||||||||
a.
|
penjualan hasil produksi peternakan,
|
|||||||
b.
|
penjualan hasil produksi perikanan, dan/atau
|
|||||||
c.
|
penjualan hasil produksi tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 109 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha atas penjualan hasil produksi usaha Pemerintah daerah tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah im
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelimabelas
Pemanfaatan Barang Milik Daerah yang Tidak Mengganggu Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Perangkat Daerah dan/atau Optimalisasi Aset Daerah dengan Tidak Mengubah Status Kepemilikan
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 110 |
||||||||
(1)
|
Pemanfaatan barang milik Daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi Perangkat Daerah dan/atau optimalisasi aset Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf h yaitu pemanfaatan barang milik Daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi Perangkat Daerah dan/atau optimalisasi aset Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(2)
|
Bentuk pemanfaatan barang milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula kegiatan pemanfaatan barang milik Daerah berupa
|
|||||||
|
a.
|
sewa yang masa sewanya lebih dan 1 (satu) tahun,
|
||||||
|
b.
|
kerja sama pemanfaatan,
|
||||||
|
c.
|
bangun guna serah atau bangun serah guna, atau
|
||||||
|
d.
|
kerja sama penyediaan infrastruktur
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 111 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Jasa Usaha atas pemanfaatan barang milik Daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi Perangkat Daerah dan/atau optimalisasi barang milik Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenambelas
Retribusi Perizinan Tertentu
Paragraf 1
Subyek Retribusi dan Wajib Retribusi
Pasal 112 |
||||||||
(1)
|
Subjek Retribusi Perizinan Tertentu merupakan orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pemberian perizinan tertentu
|
|||||||
(2)
|
Wajib Retribusi Perizinan Tertentu merupakan Orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi atas pemberian perizinan tertentu
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Objek Retribusi
Pasal 113 |
||||||||
(1)
|
Jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) huruf c yang merupakan Objek Retribusi Perizinan Tertentu meliputi
|
|||||||
|
a.
|
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan
|
||||||
|
b.
|
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA)
|
||||||
(2)
|
Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(3)
|
Dikecualikan dan objek jenis Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan perizinan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Desa
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Tarif Retribusi
Pasal 114 |
||||||||
(1)
|
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan
|
|||||||
(2)
|
Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penerbitan dokumen izin, pengawasan, penegakan hukum, penatausahaan, dan/atau biaya dampak negatif dan pemberian izin tersebut
|
|||||||
(3)
|
Khusus untuk pelayanan PBG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf a, biaya penyelenggaraan pelayanan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai bangunan gedung
|
|||||||
(4)
|
Khusus untuk pelayanan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf b, biaya penyelenggaraan pemberian izin mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan tenaga kerja asing
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 115 |
||||||||
(1)
|
Besaran Retribusi Perizinan Tertentu yang terutang dihitung dengan cara mengailkan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dengan tarif Retribusi
|
|||||||
(2)
|
Harga satuan Retribusi PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
|
|||||||
|
a.
|
Standar Harga Satuan Tertinggi (SHST) untuk bangunan gedung, atau
|
||||||
|
b.
|
Harga Satuan Prasarana Bangunan Gedung (HSPBG) untuk prasarana bangunan gedung
|
||||||
(3)
|
Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai rupiah yang ditetapkan untuk menghitung besaran retribusi yang terutang
|
|||||||
(4)
|
Dalam hal tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam satuan mata uang selain rupiah, pembayaran retribusi dimaksud tetap harus dilakukan dalam satuan mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk kepentingan perpajakan
|
|||||||
(5)
|
Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali
|
|||||||
(6)
|
Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian, tanpa melakukan penambahan objek Retribusi Perizinan Tertentu
|
|||||||
(7)
|
Peninjauan besaran tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) khusus pelayanan PBG hanya dilakukan terhadap besaran harga atau indeks dalam tabel Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Negara (HSBGN) atau SHST dan Indeks Lokalitas
|
|||||||
(8)
|
Peninjauan besaran tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) khusus pelayanan Penggunaan TKA berdasarkan tarif yang ditetapkan dalam peraturan Pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan
|
|||||||
(9)
|
Tarif Retribusi hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Bupati Bagian Ketujuhbelas PBG
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 1
Objek Retribusi
Pasal 116 |
||||||||
(1)
|
PBG sebagaimana dimaksud pada Pasal 113 ayat (1) huruf a merupakan perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung
|
|||||||
(2)
|
Objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerbitan PBG dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
|
|||||||
(3)
|
PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
|
|||||||
|
a.
|
layanan konsultasi pemenuhan standar teknis,
|
||||||
|
b.
|
penerbitan PBG,
|
||||||
|
c.
|
inspeksi bangunan gedung,
|
||||||
|
d.
|
penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG), dan/atau
|
||||||
|
e.
|
percetakan plakat Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
|
||||||
(4)
|
Penerbitan PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diberikan kepada Wajib Retribusi untuk permohonan persetujuan yang meliputi
|
|||||||
|
a.
|
pembangunan bangunan gedung baru,
|
||||||
|
b.
|
bangunan gedung yang sudah dibangun dan belum memiliki PBG dan/atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan/atau
|
||||||
|
c.
|
PBG perubahan yaitu
|
||||||
|
|
1.
|
perubahan fungsi bangunan gedung,
|
|||||
|
|
2.
|
perubahan lapis bangunan gedung;
|
|||||
|
|
3.
|
perubahan luas bangunan gedung,
|
|||||
|
|
4.
|
perubahan tampak bangunan gedung,
|
|||||
|
|
5.
|
perubahan spesifikasi dan dimensi komponen pada bangunan gedung yang mempengaruhi aspek keselamatan dan/atau kesehatan,
|
|||||
|
|
6.
|
perkuatan bangunan gedung terhadap tingkat kerusakan sedang atau berat,
|
|||||
|
|
7.
|
perlindungan dan/atau pengembangan bangunan gedung cagar budaya, dan/atau
|
|||||
|
|
8.
|
perbaikan bangunan gedung yang terletak di kawasan cagar budaya
|
|||||
(5)
|
Dikecualikan dan objek Retribusi Perizinan Tertentu PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah penerbitan PBG untuk bangunan milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, bangunan yang memiliki fungsi keagamaan atau sosial
|
|||||||
(6)
|
Dikecualikan dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, yaitu perubahan PBG untuk kegiatan pemeliharaan dan perawatan Bangunan Gedung
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 117 |
||||||||
Besaran Retribusi Perizinan Tertentu atas PBG yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa atas penyediaan layanan dengan harga satuan atas pelayanan PBG
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 118 |
||||||||
(1)
|
Tingkat penggunaan jasa atas penyediaan layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 diukur berdasarkan formula yang mencerminkan biaya penyelenggaraan penyediaan layanan
|
|||||||
(2)
|
Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdin atas
|
|||||||
|
a.
|
bangunan gedung, dan
|
||||||
|
b.
|
prasarana bangunan gedung
|
||||||
(3)
|
Formula bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdin atas
|
|||||||
|
a.
|
luas total lantai,
|
||||||
|
b.
|
indeks lokahtas,
|
||||||
|
c.
|
indeks terintegrasi, dan
|
||||||
|
d.
|
indeks bangunan gedung terbangun
|
||||||
(4)
|
Formula prasarana bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas
|
|||||||
|
a.
|
volume,
|
||||||
|
b.
|
indeks prasarana bangunan gedung, dan
|
||||||
|
c.
|
indeks bangunan gedung terbangun
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 119 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Perizinan Tertentu atas PBG ditetapkan berdasarkan kegiatan pemeriksaan pemenuhan standar teknis dan layanan konsultasi untuk
|
||||||||
a.
|
bangunan gedung, dan
|
|||||||
b.
|
prasarana bangunan gedung
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 120 |
||||||||
Struktur dan besaran tarif Retribusi Perizinan Tertentu atas PBG tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Delapanbelas
Penggunaan TKA Paragraf 1 Objek Retribusi
Pasal 121 |
||||||||
(1)
|
Penggunaan TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) huruf b merupakan pembayaran DKPTKA atas pengesahan RPTKA perpanjangan, bagi TKA yang bekerja di lokasi dalam Daerah
|
|||||||
(2)
|
Pengesahan RPTKA perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui sistem elektronik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(3)
|
Dikecualikan dan Objek Retribusi Penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah penggunaan TKA oleh
|
|||||||
|
a.
|
instansi pemerintah,
|
||||||
|
b.
|
perwakilan negara asing,
|
||||||
|
c.
|
badan internasional,
|
||||||
|
d.
|
lembaga sosial,
|
||||||
|
e.
|
lembaga keagamaan, dan
|
||||||
|
f.
|
jabatan tertentu di lembaga pendidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tarif Retribusi
Pasal 122 |
||||||||
(1)
|
Prinsip dan sasaran penetapan struktur dan besaran tarif Retribusi Perizinan Tertentu atas Penggunaan TKA ditujukan untuk menutup seluruh atau sebagian biaya terkait pengesahan RPTKA perpanjangan
|
|||||||
(2)
|
Biaya terkait pengesahan RPTKA perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
|
|||||||
|
a.
|
penerbitan dokumen RPTKA perpanjangan,
|
||||||
|
b.
|
inspeksi/pengawasan,
|
||||||
|
c.
|
penegakan hukum,
|
||||||
|
d.
|
penatausahaan,
|
||||||
|
e.
|
dampak negatif atas pengesahan RPTKA perpanjangan, dan
|
||||||
|
f.
|
kegiatan pengembangan keahlian dan/atau keterampilan tenaga kerja lokal
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 123 |
||||||||
(1)
|
Besaran tarif Retribusi Perizinan Tertentu atas Penggunaan TKA sebesar US$100 (seratus dollar Amerika Serikat) per jabatan, per orang dan per bulan
|
|||||||
(2)
|
Tarif Retribusi Perizinan Tertentu atas Penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibayar seketika dan sekaligus, dengan menghitung masa kerja TKA tersebut, sampai dengan paling lama 1 (satu) tahun kalender
|
|||||||
(3)
|
Tarif Retribusi Perizinan Tertentu atas Penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan dengan mata uang Rupiah dan disesuaikan dengan nilai tukar yang berlaku saat diterbitkannya SKRD atau dokumen sejenis lainnya
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
PEMUNGUTAN PAJAK DAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan Pajak dan Retribusi
Pasal 124 |
||||||||
(1)
|
Pemungutan pajak dan retribusi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan umum dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi
|
|||||||
(2)
|
Ketentuan umum dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan mengenai
|
|||||||
|
a.
|
pendaftaran dan pendataan,
|
||||||
|
b.
|
penetapan besaran pajak dan retribusi terutang,
|
||||||
|
c.
|
pembayaran dan penyetoran,
|
||||||
|
d.
|
pelaporan,
|
||||||
|
e.
|
pengurangan, pembetulan, dan pembatalan ketetapan,
|
||||||
|
f.
|
pemeriksaan pajak,
|
||||||
|
g.
|
penagihan pajak dan retribusi
|
||||||
|
h.
|
keberatan,
|
||||||
|
i.
|
gugatan,
|
||||||
|
j.
|
penghapusan piutang pajak dan retribusi oleh Bupati, dan
|
||||||
|
k.
|
pengaturan lain yang berkaitan dengan tata cara pemungutan pajak dan retribusi
|
||||||
(3)
|
Ketentuan umum dan tata cara pemungutan atas
|
|||||||
|
a.
|
Pajak,
|
||||||
|
b.
|
Retribusi Jasa Umum,
|
||||||
|
c.
|
Retribusi Jasa Usaha, dan
|
||||||
|
d.
|
Retribusi Perizinan Tertentu, masing-masing diatur dengan Peraturan Bupati
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pemberian Keringanan, Pengurangan dan Pembebasan
Pasal 125 |
||||||||
(1)
|
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau sanksi pajak dan/atau retribusi dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau objek Pajak atau objek Retribusi
|
|||||||
(2)
|
Pemberian keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak dan Wajib Retribusi dan/atau objek Pajak dan objek Retribusi
|
|||||||
(3)
|
Kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa kemampuan membayar Wajib Pajak atau Wajib Retribusi atau tingkat likuiditas Wajib Pajak atau Wajib Retribusi
|
|||||||
(4)
|
Kondisi objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa lahan pertanian yang sangat terbatas, tanah dan bangunan yang ditempati Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan golongan tertentu, nilai objek pajak sampai dengan batas tertentu, dan objek pajak yang terdampak bencana alam, kebakaran, huru-hara, dan/atau kerusuhan
|
|||||||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi dan tata cara keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya diatur dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pemanfaatan Penerimaan Retribusi
Pasal 126 |
||||||||
(1)
|
Pemanfaatan dan penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan
|
|||||||
(2)
|
Penerimaan retribusi yang dipungut dan dikelola oleh BLUD dapat langsung digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pelayanan BLUD sesuai dengan peraturan perundang-undangan
|
|||||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB V
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK DAN RETRIBUSI
Pasal 127 |
||||||||
(1)
|
Dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, Bupati dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di Daerah
|
|||||||
(2)
|
Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya
|
|||||||
(3)
|
Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan atas permohonan Wajib Pajak dan Wajib Retribusi atau diberikan secara jabatan oleh Bupati berdasarkan pertimbangan, antara lain
|
|||||||
|
a.
|
kemampuan membayar Wajib Pajak dan Wajib Retribusi,
|
||||||
|
b.
|
kondisi tertentu objek pajak karena
|
||||||
|
|
1)
|
bencana alam,
|
|||||
|
|
2)
|
kebakaran, dan/atau
|
|||||
|
|
3)
|
penyebab lainnya yang terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari pembayaran Pajak
|
|||||
|
c.
|
untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha mikro dan ultra mikro,
|
||||||
|
d.
|
untuk mendukung kebijakan Pemerintah Daerah dalam mencapai program prioritas Daerah, dan/atau
|
||||||
|
e.
|
untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mencapai program prioritas nasional
|
||||||
(4)
|
Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentahukan kepada DPRD dengan melampirkan pertimbangan Bupati dalam memberikan insentif fiskal tersebut
|
|||||||
(5)
|
Pemberian insentif fiskal dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VI
SISTEM INFORMASI DAN ELEKTRONIK PAJAK DAN RETRIBUSI
Pasal 128 |
||||||||
(1)
|
Bupati berwenang dalam membangun, mengembangkan dan mengelola sistem informasi dan elektronik pajak dan retribusi
|
|||||||
(2)
|
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh
|
|||||||
|
a.
|
Perangkat Daerah yang membidangi urusan pendapatan, untuk sistem informasi dan elektronik yang berkaitan dengan ketentuan umum dan tata cara pemungutan pajak, dan
|
||||||
|
b.
|
Perangkat Daerah pemungut retribusi atau Perangkat Daerah yang membidangi urusan penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu, untuk sistem informasi dan elektronik yang berkaitan dengan ketentuan umum dan tata cara pemungutan retribusi
|
||||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi dan elektronik pajak dan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 129 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal telah tersedia, Wajib Pajak dan Wajib Retribusi melaksanakan ketentuan umum dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (2) melalui sistem informasi dan elektronik yang disediakan Pemerintah Daerah
|
|||||||
(2)
|
Dikecualikan dan ketentuan pada ayat (1), untuk retribusi pada jenis tertentu yang telah disediakan sistem informasi dan elektronik oleh Pemerintah
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 130 |
||||||||
Pembiayaan atas pembangunan, pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan elektronik pajak dan retribusi dibebankan pada APBD
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 131 |
||||||||
(1)
|
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan SPTPD setiap masa pajak dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50 000,00 (lima puluh ribu rupiah)
|
|||||||
(2)
|
Ketentuan sanksi administratif selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
|
|||||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Bupati
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VIII
SANKSI PIDANA
Pasal 132 |
||||||||
Ketentuan sanksi pidana diatur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 133 |
||||||||
(1)
|
Perangkat Daerah yang melaksanakan pemungutan pajak dan/atau retribusi dapat diben insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu
|
|||||||
(2)
|
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui APBD
|
|||||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 134 |
||||||||
(1)
|
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait mengenai
|
|||||||
|
a.
|
informasi data Wajib Pajak dan Objek Pajak jenis pajak tertentu,
|
||||||
|
b.
|
pencegahan atau dalam hal terjadi tindak pidana perpajakan dan Retribusi Daerah, dan
|
||||||
|
c.
|
peningkatan kompetensi Aparatur Sipil Negara Pemerintah Daerah dalam perpajakan dan Retribusi Daerah
|
||||||
(2)
|
Pelaksanaan koordinasi oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Perangkat Daerah sesuai dengan bidangnya
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 135 |
||||||||
(1)
|
Penganggaran pajak dan retribusi dalam APBD, mempertimbangkan paling sedikit
|
|||||||
|
a.
|
kebijakan makro ekonomi Daerah, dan
|
||||||
|
b.
|
potensi pajak dan retribusi
|
||||||
(2)
|
Kebijakan makro ekonomi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi
|
|||||||
|
a.
|
struktur ekonomi Daerah,
|
||||||
|
b.
|
proyeksi pertumbuhan ekonomi Daerah,
|
||||||
|
c.
|
ketimpangan pendapatan,
|
||||||
|
d.
|
indeks pembangunan manusia,
|
||||||
|
e.
|
kemandirian fiskal,
|
||||||
|
f.
|
tingkat pengangguran,
|
||||||
|
g.
|
tingkat kemiskinan, dan
|
||||||
|
h.
|
daya saing Daerah
|
||||||
(3)
|
Kebijakan makro ekonomi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diselaraskan dengan kebijakan makro ekonomi regional dan kebijakan makroekonomi yang mendasari penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 136 |
||||||||
Pada saat Peraturan Daerah ini diundangkan, maka
|
||||||||
a.
|
segala hak dan kewajiban dan Wajib Pajak dan Wajib Retribusi yang terutang tetap dapat dipungut, dan
|
|||||||
b.
|
segala hal yang berkaitan dengan ketentuan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang masih dalam proses mempedomani ketentuan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah mi
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 137 |
||||||||
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku Peraturan Bupati yang merupakan peraturan pelaksanaan dan
|
||||||||
a.
|
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 8),
|
|||||||
b.
|
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 9),
|
|||||||
c.
|
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 10) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2018 Nomor 1),
|
|||||||
d.
|
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Reklame (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 11),
|
|||||||
e.
|
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 12),
|
|||||||
f.
|
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 13),
|
|||||||
g.
|
Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 14),
|
|||||||
h.
|
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 15),
|
|||||||
i.
|
Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Sarang Burung Walet (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 16),
|
|||||||
j.
|
Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 17),
|
|||||||
k.
|
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 19) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2022 Nomor 2),
|
|||||||
l.
|
Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Retribusi Tempat Rekreasi, dan Olahraga (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 21) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2020 Nomor 3),
|
|||||||
m.
|
Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 22),
|
|||||||
n.
|
Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Pelelangan Ikan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 18),
|
|||||||
o.
|
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2011 tentang Retribusi Terminal (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 20) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2011 tentang Retribusi Terminal (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2021 Nomor 3),
|
|||||||
p.
|
Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 21) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2021 Nomor 4),
|
|||||||
q.
|
Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 23),
|
|||||||
r.
|
Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 27) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2021 Nomor 6),
|
|||||||
s.
|
Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Pasar (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 28) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Pasar (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2018 Nomor 10),
|
|||||||
t.
|
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2013 Nomor 2) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2019 Nomor 1), dan
|
|||||||
u.
|
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2022 Nomor 4),
|
|||||||
dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Daerah ini
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 138 |
||||||||
Pada saat Peraturan Daerah mi mulai berlaku
|
||||||||
a.
|
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 8),
|
|||||||
b.
|
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Restoran (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 9),
|
|||||||
c.
|
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 10) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2018 Nomor 1),
|
|||||||
d.
|
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Reklame (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 11),
|
|||||||
e.
|
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 12),
|
|||||||
f.
|
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 13),
|
|||||||
g.
|
Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 14),
|
|||||||
h.
|
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 15),
|
|||||||
i.
|
Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Sarang Burung Walet (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 16),
|
|||||||
j.
|
Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 17),
|
|||||||
k.
|
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 19) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2022 Nomor 2),
|
|||||||
l.
|
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 20) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2021 Nomor 5),
|
|||||||
m.
|
Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 21) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2020 Nomor 3),
|
|||||||
n.
|
Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2010 Nomor 22),
|
|||||||
o.
|
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2018 Nomor 2),
|
|||||||
p.
|
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 9),
|
|||||||
q.
|
Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Pelelangan Ikan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 18),
|
|||||||
r.
|
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 19),
|
|||||||
s.
|
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2011 tentang Retribusi Terminal (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 20) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2011 tentang Retribusi Terminal (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2021 Nomor 3),
|
|||||||
t.
|
Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 21) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2021 Nomor 4),
|
|||||||
u.
|
Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Trayek (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 22),
|
|||||||
v.
|
Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 23),
|
|||||||
w.
|
Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 27) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2021 Nomor 6),
|
|||||||
x.
|
Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Pasar (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011 Nomor 28) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Pasar (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2018 Nomor 10),
|
|||||||
y.
|
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2013 Nomor 2) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2019 Nomor 1),
|
|||||||
z.
|
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Pasar (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2018 Nomor 10),
|
|||||||
aa.
|
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2019 Nomor 2), dan
|
|||||||
bb.
|
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2022 Nomor 4),
|
|||||||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 139 |
||||||||
Pemberlakuan Pajak MBLB, Opsen PKB, dan Opsen BBNKB sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah im, disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 140 |
||||||||
Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan dan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 141 |
||||||||
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Pacitan
Pada tanggal 17 November 2023
BUPATI PACITAN
ttd.
INDRATA NUR BAYUAJI
Diundangkan di Pacitan
Pada tanggal 17 November 2023
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN PACITAN
ttd.
HERU WIWOHO SP
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2023 NOMOR 9
|
||||||||
|
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN
NOMOR 9 TAHUN 2023
TENTANG
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
|
|
|
|
|
|
|
|
|
I.
|
UMUM
|
|||||||
|
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah dicabut, sehingga Pemerintah Daerah harus segera menyesuaikan aturan terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022
Pembentukan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus segera dilakukan mengingat bahwa Peraturan Daerah mengenai Pajak dan Retribusi Daerah yang disusun berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berlaku paling lama 2 tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sehingga Kabupaten Pacitan tidak berpotensi terjadi kehilangan Pendapatan Asli Daerah khususnya di sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pajak Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah merupakan suatu perwujudan dan pelaksanaan usaha untuk melaksanakan pembangunan nasional dengan landasan semangat gotong-royong dan kepedulian bersama Begitu juga dengan Retribusi Daerah yang harus dibayarkan oleh masyarakat yang menggunakan, memanfaatkan atau mendapatkan pelayanan baik berbentuk barang/jasa yang telah disediakan oleh Pemerintah Daerah
Dengan penerapan peraturan yang baru, diharapkan pengelolaan dan pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat dilakukan secara lebih tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Diharapkan dengan regulasi yang baru, Daerah dapat mengoptimalkan Pendapatan Daerah dan sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
|||||||
|
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kantor penyelenggara negara lainnya adalah kantor yang dipakai untuk penyelenggaraan pemerintahan antara lain Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Desa
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kantor penyelenggara negara lainnya adalah kantor yang dipakai untuk penyelenggaraan pemerintahan antara lain Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Desa
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
Cukup jelas
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Cukup jelas
Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Cukup jelas
Pasal 115
Cukup jelas
Pasal 116
Cukup jelas
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Cukup jelas
Pasal 122
Cukup jelas
Pasal 123
Cukup jelas
Pasal 124
Cukup jelas
Pasal 125
Cukup jelas
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Cukup jelas
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Cukup jelas
Pasal 136
Cukup jelas
Pasal 137
Cukup jelas
Pasal 138
Cukup jelas
Pasal 139
Cukup jelas
Pasal 140
Cukup jelas
Pasal 141
Cukup jelas
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TAHUN 2023 NOMOR 9
|