Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 16 TAHUN 2024
TENTANG
PEMBERIAN KERINGANAN, PENGURANGAN, DAN PEMBEBASAN SERTA KEMUDAHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2024
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
|
|
|
|
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 99 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok dan/atau sanksi pajak serta memberikan kemudahan perpajakan daerah kepada wajib pajak berupa pemberian fasilitas angsuran pembayaran pajak terutang;
|
||
b.
|
bahwa dalam rangka mengurangi beban wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan untuk tahun 2024, perlu adanya kebijakan berupa pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok pajak dan/atau sanksi pajak serta fasilitas angsuran pembayaran pajak terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang diatur dengan Peraturan Gubernur;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pemberian Keringanan, Pengurangan, dan Pembebasan serta Kemudahan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2024;
|
||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
|
||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6881);
|
||
5.
|
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2024 Nomor 201, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2041);
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMBERIAN KERINGANAN, PENGURANGAN, DAN PEMBEBASAN SERTA KEMUDAHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2024.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
2.
|
Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta.
|
||
3.
|
Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta yang selanjutnya disebut Bapenda adalah badan pendapatan daerah yang menyelenggarakan fungsi penunjang urusan pemerintahan bidang keuangan pada subbidang pendapatan.
|
||
4.
|
Kepala Badan Pendapatan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Bapenda adalah Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.
|
||
5.
|
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.
|
||
6.
|
Objek PBB-P2 adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
|
||
7.
|
Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
|
||
8.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
9.
|
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
|
||
10.
|
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak.
|
||
11.
|
Hunian adalah bangunan yang tipe konstruksi dan peruntukan/penggunaannya sebagai tempat tinggal, berupa rumah tapak atau rumah susun, yang tidak bersifat komersial atau kurang dari 50% (lima puluh persen) luas bangunannya diperuntukkan untuk kegiatan komersial, yang didasarkan pada data perpajakan daerah yang dikelola oleh Bapenda.
|
||
12.
|
Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
|
||
13.
|
Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
14.
|
Tunggakan Pajak Daerah adalah jumlah utang seluruh pajak daerah yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak.
|
||
15.
|
Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, atau tanah longsor.
|
||
16.
|
Bencana Nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
|
||
|
|
|
|
Pasal 2 |
|||
Ruang lingkup pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan serta kemudahan pembayaran PBB-P2 Tahun 2024 meliputi:
|
|||
a.
|
pembebasan pokok;
|
||
b.
|
pengurangan pokok;
|
||
c.
|
angsuran pembayaran pokok;
|
||
d.
|
keringanan pokok; dan
|
||
e.
|
pembebasan sanksi administratif.
|
||
|
|
|
|
BAB II
PEMBEBASAN POKOK
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Gubernur memberikan pembebasan pokok sebesar 100% (seratus persen) dari PBB-P2 yang terutang tahun pajak 2024.
|
||
(2)
|
Pembebasan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Objek PBB-P2 dengan kriteria sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
berupa Hunian dengan NJOP sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); dan
|
|
|
b.
|
dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang datanya telah dilengkapi dengan NIK pada sistem informasi manajemen pajak daerah.
|
|
(3)
|
Pembebasan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak untuk 1 (satu) Objek PBB-P2.
|
||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) Objek PBB-P2, pembebasan pokok diberikan untuk Objek PBB-P2 dengan NJOP terbesar sesuai kondisi data pada sistem perpajakan daerah per 1 Januari 2024.
|
||
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak diberikan pembebasan pokok sebesar 100% (seratus persen) karena belum memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, dapat diberikan pembebasan pokok sebesar 100% (seratus persen) dengan mengajukan permohonan pemutakhiran data NIK sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
|
||
(2)
|
Dalam hal pemutakhiran data NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan Objek PBB-P2 kepada Wajib Pajak yang berbeda, pemutakhiran data NIK dilakukan dengan mengajukan permohonan mutasi Wajib Pajak.
|
||
(3)
|
Permohonan pemutakhiran data NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan tanpa mensyaratkan adanya bebas Tunggakan Pajak Daerah.
|
||
(4)
|
Permohonan mutasi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai perpajakan daerah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Gubernur memberikan pembebasan pokok sebesar 50% (lima puluh persen) dari PBB-P2 yang terutang tahun pajak 2024.
|
||
(2)
|
Pembebasan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Objek PBB-P2 dengan kriteria sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 sebesar Rp0,00 (nol rupiah); dan
|
|
|
b.
|
tidak memenuhi ketentuan untuk diberikan pembebasan pokok sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
|
(3)
|
Pemberian pembebasan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Objek PBB-P2 yang baru ditetapkan PBB-P2 tahun pajak 2024.
|
||
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Dalam rangka membatasi kenaikan PBB-P2 yang harus dibayar pada tahun pajak 2024 tidak melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari PBB-P2 yang harus dibayar pada tahun pajak 2023, Gubernur memberikan pembebasan pokok sebesar nilai tertentu.
|
||
(2)
|
Nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara PBB-P2 yang seharusnya terutang tahun pajak 2024 dengan PBB-P2 yang harus dibayar tahun pajak 2023 setelah ditambah kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen).
|
||
(3)
|
Pembebasan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Objek PBB-P2 dengan kriteria sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 lebih dari Rp0,00 (nol rupiah);
|
|
|
b.
|
kenaikan PBB-P2 tahun pajak 2024 lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari PBB-P2 yang harus dibayar tahun pajak 2023; dan
|
|
|
c.
|
tidak memenuhi ketentuan untuk diberikan pembebasan pokok sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
|
(4)
|
Pemberian pembebasan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk:
|
||
|
a.
|
Objek PBB-P2 yang mengalami penambahan luas bumi dan/atau bangunan; dan/atau
|
|
|
b.
|
Objek PBB-P2 yang telah dilakukan perekaman data hasil penilaian individual yang baru ditetapkan untuk ketetapan tahun pajak 2024.
|
|
|
|
|
|
BAB III
PENGURANGAN POKOK
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Gubernur dapat memberikan pengurangan pokok paling tinggi 100% (seratus persen) dari PBB-P2 yang harus dibayar yang tercantum dalam SPPT.
|
||
(2)
|
Pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak orang pribadi yang dikecualikan dari pemberian pembebasan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (4);
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-P2 sulit dipenuhi;
|
|
|
c.
|
Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian atau penurunan aktiva bersih pada tahun pajak sebelumnya; atau
|
|
|
d.
|
Wajib Pajak yang objek pajaknya terdampak Bencana Alam, kebakaran, huru-hara, kerusuhan, dan/atau Bencana Nonalam.
|
|
(3)
|
Pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk:
|
||
|
a.
|
tahun pajak berjalan; dan/atau
|
|
|
b.
|
tahun pajak yang memiliki tunggakan untuk paling lama tahun pajak 2020.
|
|
(4)
|
Khusus untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk tahun pajak berjalan.
|
||
(5)
|
Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan rugi komersial yang tersaji pada laporan laba rugi yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan.
|
||
(6)
|
Penurunan aktiva bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan penurunan nilai aktiva bersih yang tersaji pada laporan aktivitas untuk yayasan yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
|
||
(2)
|
Permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak belum melakukan pembayaran atas SPPT yang dimohonkan pengurangan pokok;
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan keringanan pokok, pembebasan pokok, dan/atau pembayaran pokok secara angsuran atas SPPT yang dimohonkan pengurangan pokok; dan
|
|
|
c.
|
Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas SPPT yang dimohonkan pengurangan pokok.
|
|
(3)
|
Permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan tanpa mempersyaratkan adanya bebas Tunggakan Pajak Daerah.
|
||
(4)
|
Permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT;
|
|
|
b.
|
diajukan secara elektronik melalui laman pajakonline.jakarta.go.id.;
|
|
|
c.
|
diajukan oleh Wajib Pajak yang namanya tercantum dalam SPPT; dan
|
|
|
d.
|
dalam hal Wajib Pajak berupa Badan, diajukan oleh pengurus yang namanya tercantum dalam akta pendirian dan/atau perubahan Badan.
|
|
(5)
|
Dalam hal permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh bukan Wajib Pajak, maka harus dilampiri dengan surat kuasa.
|
||
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, harus dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
KTP pemohon untuk Wajib Pajak orang pribadi;
|
|
|
b.
|
kartu nomor pokok wajib pajak Badan, KTP pengurus, dan akta pendirian dan/atau perubahan Badan, untuk Wajib Pajak Badan; dan/atau
|
|
|
c.
|
KTP penerima kuasa dan surat kuasa jika dikuasakan.
|
|
(2)
|
Dalam hal pengurangan pokok karena kondisi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 juga harus dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan Wajib Pajak berpenghasilan rendah; dan
|
|
|
b.
|
tagihan listrik, air, telepon atau dokumen yang sejenis.
|
|
(3)
|
Dalam hal pengurangan pokok karena kondisi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c, permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 juga harus dilampiri dengan laporan keuangan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan untuk tahun sebelum tahun pengajuan permohonan pengurangan PBB-P2.
|
||
(4)
|
Dalam hal pengurangan pokok karena kondisi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 juga harus dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa Objek PBB-P2 terkena Bencana Alam, kebakaran, huru-hara, kerusuhan, dan/atau Bencana Nonalam; dan/atau
|
|
|
b.
|
surat keterangan dari instansi terkait atau dokumen yang sejenis sebagai bukti pendukung yang menyatakan bahwa Objek PBB-P2 terkena Bencana Alam, kebakaran, huru-hara, kerusuhan, dan/atau Bencana Nonalam.
|
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, harus mengunggah dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dalam bentuk hasil pindai atau foto.
|
||
(2)
|
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak perlu menyampaikan berkas fisik, kecuali diminta oleh petugas dalam rangka proses penelitian.
|
||
(3)
|
Tanggal yang diakui sebagai tanggal penerimaan permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggal Wajib Pajak mengisi data dan mengunggah dokumen persyaratan secara lengkap dan mendapatkan notifikasi dari sistem bahwa permohonan sudah diterima.
|
||
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Permohonan pengurangan pokok yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian formal permohonan pengurangan terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
|
||
(2)
|
Permohonan pengurangan pokok yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian material permohonan pengurangan dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian lapangan.
|
||
(3)
|
Dalam hal permohonan pengurangan pokok tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan ditolak dan ditindaklanjuti dengan menyampaikan notifikasi secara elektronik yang berisi alasan penolakan permohonan pengurangan pokok.
|
||
(4)
|
Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali.
|
||
(5)
|
Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dan/atau Pasal 9, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali.
|
||
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), harus diberikan keputusan atas permohonan pengurangan pokok yang telah ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
|
||
(2)
|
Keputusan atas permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
||
|
a.
|
mengabulkan seluruhnya;
|
|
|
b.
|
mengabulkan sebagian; atau
|
|
|
c.
|
menolak.
|
|
(3)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan tidak diterbitkan keputusan pengurangan, permohonan pengurangan pokok dianggap dikabulkan seluruhnya dan harus diterbitkan keputusan pengurangan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
|
||
(4)
|
Keputusan atas permohonan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara elektronik serta dapat diunduh dan dicetak secara mandiri oleh Wajib Pajak.
|
||
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi dan tata cara pengurangan pokok sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini ditetapkan oleh Kepala Bapenda.
|
|||
|
|
|
|
BAB IV
ANGSURAN PEMBAYARAN POKOK
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembayaran pokok secara angsuran terhadap:
|
||
|
a.
|
PBB-P2 yang harus dibayar tahun pajak 2024; dan
|
|
|
b.
|
Tunggakan PBB-P2 tahun pajak 2013 sampai dengan tahun pajak 2023.
|
|
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui laman pajakonline.jakarta.go.id paling lambat tanggal 31 Juli 2024.
|
||
(3)
|
Pembayaran pokok secara angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pengurangan, keringanan, dan/atau pembebasan pokok atas SPPT yang dimohonkan pembayaran pokok secara angsuran;
|
|
|
b.
|
PBB-P2 yang harus dibayar paling sedikit sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
|
|
|
c.
|
dapat diberikan paling banyak 10 (sepuluh) kali angsuran secara berturut-turut dalam jangka waktu sebelum berakhirnya tahun 2024.
|
|
(4)
|
Permohonan pembayaran pokok secara angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan tanpa mempersyaratkan adanya bebas Tunggakan Pajak Daerah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Permohonan pembayaran pokok secara angsuran yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), ditindaklanjuti dengan menerbitkan keputusan pembayaran pokok secara angsuran.
|
||
(2)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara elektronik serta dapat diunduh dan dicetak secara mandiri oleh Wajib Pajak.
|
||
(3)
|
Dalam hal permohonan pembayaran pokok secara angsuran tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), permohonan ditolak dan ditindaklanjuti dengan menyampaikan notifikasi secara elektronik yang berisi alasan penolakan permohonan pembayaran pokok secara angsuran.
|
||
|
|
|
|
BAB V
KERINGANAN POKOK
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Gubernur memberikan keringanan pokok sebesar 10% (sepuluh persen) kepada Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PBB-P2 tahun pajak 2013 sampai dengan tahun pajak 2024 pada tanggal berlakunya Peraturan Gubernur ini sampai dengan tanggal 31 Agustus 2024.
|
||
(2)
|
Gubernur memberikan keringanan pokok sebesar 5% (lima persen) kepada Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PBB-P2 tahun pajak 2013 sampai dengan tahun pajak 2024 pada tanggal 1 September 2024 sampai dengan tanggal 30 November 2024.
|
||
(3)
|
Keringanan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan atas PBB-P2 yang masih harus dibayar.
|
||
|
|
|
|
BAB VI
PEMBEBASAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Wajib Pajak yang telah diberikan keputusan pembayaran pokok secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), diberikan pembebasan sanksi administratif.
|
||
(2)
|
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sanksi administratif berupa bunga angsuran.
|
||
(3)
|
Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PBB-P2 tahun pajak 2013 sampai dengan tahun pajak 2023 pada tanggal berlakunya Peraturan Gubernur ini sampai dengan tanggal 30 November 2024, diberikan pembebasan sanksi administratif.
|
||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah melunasi pokok PBB-P2 sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini tetapi masih dikenakan sanksi administratif, baik yang sudah maupun yang belum diterbitkan surat tagihan pajak daerah, diberikan pembebasan sanksi administratif.
|
||
(5)
|
Wajib Pajak yang telah diberikan keputusan pembayaran pokok secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan belum melakukan pembayaran setelah jatuh tempo jadwal pembayaran angsuran, diberikan pembebasan sanksi administratif apabila melakukan pembayaran sebelum jatuh tempo jadwal pembayaran angsuran terakhir.
|
||
(6)
|
Apabila jatuh tempo jadwal pembayaran pokok secara angsuran terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah terlampaui dan Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran, Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah.
|
||
(7)
|
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (6) yaitu sanksi administratif berupa bunga terlambat bayar.
|
||
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||
Pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan sebesar 100% (seratus persen).
|
|||
|
|
|
|
BAB VII
PROSEDUR
Pasal 19 |
|||
Pemberian pembebasan pokok, keringanan pokok, dan pembebasan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini, dilakukan dengan cara penyesuaian pada sistem informasi manajemen pajak daerah.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||
Pemberian pembebasan pokok, keringanan pokok, dan pembebasan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini tanpa mempersyaratkan adanya bebas Tunggakan Pajak Daerah.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||
Wajib Pajak yang telah diberikan keputusan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), tidak dapat mengajukan permohonan pembayaran pokok secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 atau sebaliknya, untuk Objek PBB-P2 yang sama pada tahun pajak yang sama.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||
Wajib Pajak yang telah diberikan keputusan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengurangan, keringanan, dan/atau pembebasan pokok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah, untuk Objek PBB-P2 yang sama pada tahun pajak yang sama.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 23 |
|||
Wajib Pajak yang telah diberikan pembebasan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 6, keputusan pengurangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dan/atau keputusan pembayaran pokok secara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15, dapat diberikan keringanan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan pembebasan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18.
|
|||
|
|
|
|
BAB VIII
PELAPORAN
Pasal 24 |
|||
Kepala Bapenda melaporkan pelaksanaan kebijakan PBB-P2 sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
|
|||
|
|
|
|
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25 |
|||
Terhadap PBB-P2 yang masih harus dibayar yang tercantum dalam keputusan pengurangan, keringanan, pembebasan, dan/atau pembayaran secara angsuran atas pokok PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan daerah, yang belum dibayarkan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini, dapat diberikan keringanan pokok dan pembebasan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 26 |
|||
Proses permohonan pengurangan pokok PBB-P2 yang diajukan pada tahun 2024, dilaksanakan dengan mengacu kepada ketentuan administrasi dan tata cara pengurangan pokok PBB-P2 yang diatur dalam Peraturan Gubernur ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27 |
|||
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
|
|||
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2024
Pj. GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
ttd.
HERU BUDI HARTONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2024
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
ttd.
JOKO AGUS SETYONO
BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2024 NOMOR 62007
|