Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
973/B/PK/PJK/2017

 
 
 
 
 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
 
 
 
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1.
Dadang Suwarna, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Dayat Pratikno, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3.
Farchan Ilyas, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4.
Devri Oskandar, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
 
 
 
 
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3783/PJ./2015 tanggal 18 November 2015;

untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
PT SANDIKA NATAPALMA, diwakili oleh Y. Lambang Setyo Putro, Jabatan Direktur, tempat kedudukan di Jalan Untung Suropati Nomor 2, Parit Tokaya, Pontianak Selatan, Pontianak, Kalimantan Barat 78121, alamat korespondensi di Plaza Office Tower 36th Floor, Jalan M.H. Thamrin Kav 28-30, Jakarta 10350;

untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-63136/PP/M.IVB/10/2015 tanggal 13 Agustus 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Banding Nomor 087/SNP-HO/TAX/V/2013 tanggal 31 Mei 2013, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Koreksi atas Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 sebesar Rp3.386.303.283,00
 
 
 
 
 
 
Alasan banding Pemohon Banding:
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi pemeriksaan karena pemeriksa memasukkan seluruh biaya gaji dan tunjangan sebagai objek PPh Pasal 21 sementara seharusnya yang merupakan objek PPh Pasal 21 hanya sebagian. Objek PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima karyawan dalam bentuk uang (cash). Untuk mendukung alasan tersebut selain SPT PPh Pasal 21 Pemohon Banding sudah memberikan dokumen pendukung berupa rincian biaya gaji dan tunjangan pada saat pemeriksaan berlangsung;
 
Kesimpulan dan Permohonan Banding:
Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas Pemohon Banding mohon Pengadilan Pajak membatalkan Keputusan DJP KEP-90/WPJ.13/2013 tanggal 8 Maret 2013 sehingga perhitungan PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari-Desember 2007 adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-63136/PP/M.IVB/10/2015 tanggal 13 Agustus 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-90/WPJ.13/2013 tanggal 8 Maret 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 Nomor 00021/201/07/701/12 tanggal 28 Maret 2012, atas nama PT Sandika Natapalma, NPWP 01.570.365.5-701.001, alamat Jalan Untung Suropati Nomor 2, Parit Tokaya, Pontianak Selatan, Pontianak, Kalimantan Barat 78121, alamat korespondensi: Plaza Office Tower 36th Floor, Jalan M.H. Thamrin Kav 28-30, Jakarta 10350, sehingga Pajak dihitung kembali menjadi sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-63136/PP/M.IVB/10/2015 tanggal 13 Agustus 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 4 September 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3783/PJ./2015 tanggal 18 November 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 30 November 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 30 November 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 31 Mei 2016, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 27 Juni 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali:
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
 
1.
Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21 Tahun 2007 Sebesar Rp6.633.112.134,00;
Yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
II.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali:
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 63136/PP/M.IVB/10/2015 tanggal 13 Agustus 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan penjelasan sebagai berikut:
 
1.
Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa peninjauan kembali ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo halaman 12-13, berbunyi sebagai berikut:

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor LHP-055/WPJ.07/KP.0600/2012 tanggal 13 Maret 2012 diketahui alasan Terbanding melakukan koreksi atas obyek PPh Pasal 21 sebesar Rp3.386.303.283,00 karena berdasarkan ekualisasi antara beban pokok penjualan, operational expenses dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21 Tahun Pajak 2007;

Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas bukti KKP B3 diketahui Bahwa menurut Terbanding objek PPh Pasal 21 Tahun 2007 (Juli 2007-Juni 2008) adalah sebesar Rp6.633.112.134,00;

Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas bukti Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 Nomor 00021/201/07/701/12 tanggal 28 Maret 2012 diketahui bahwa menurut Terbanding objek PPh Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 adalah sebesar Rp6.633.112.134,00;

Bahwa berdasarkan bukti tersebut di atas menurut Majelis Terbanding seharusnya menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk Masa Juli 2007-Juni 2008 bukan Masa Januari-Desember 2007;

Bahwa sehingga tidak terdapat bukti yang dapat menyakinkan Majelis bahwa objek PPh Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Nomor 00021/201/07/701/12 tanggal 28 Maret 2012 adalah sebesar Rp6.633.112.134,00 karena dalam KKP B3 obyek PPh Pasal 21 sebesar Rp6.633.112.134,00 adalah untuk Masa Pajak Juli 2007-Juni 2008;
 
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berkesimpulan untuk membatalkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 Nomor 00021/201/07/701/12 tanggal 28 Maret 2012;
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo adalah sebagai berikut:
 
 
2.1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, antara lain mengatur:
 
Pasal 31 ayat (2):
Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 
Penjelasan Pasal 31 ayat (2):
Sengketa Pajak yang menjadi objek pemeriksaan adalah sengketa yang dikemukakan pemohon Banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan;
 
Pasal 69 ayat (1):
Alat bukti dapat berupa:
 
 
 
a.
Surat atau tulisan;
 
 
 
b.
Keterangan ahli;
 
 
 
c.
Keterangan para saksi;
 
 
 
d.
Pengakuan para pihak; dan/atau
 
 
 
e.
Pengetahuan Hakim;
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
 
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim:
 
 
 
 
 
 
2.2.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh):

Pasal 21 ayat (1) huruf a:
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.63136/PP/M.IVB/10/2015 tanggal 13 Agustus 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan fakta-fakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimana diuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
 
 
3.1.
Yang menjadi pokok sengketa adalah adanya koreksi positif Pemohon Peninjauan Kembali atas DPP PPh Pasal 21 yaitu atas beban pokok penjualan dan operational expenses yang belum diperhitungkan Termohon Peninjauan Kembali sebagai objek PPh Pasal 21;

Termohon Peninjauan Kembali menyanggah koreksi positif tersebut, dengan alasan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (Tim Pemeriksa) telah memasukkan seluruh biaya salary dan employee benefit expenses sebagai DPP PPh Pasal 21, padahal yang seharusnya menjadi objek PPh Pasal 21 hanya sebagiannya saja, yaitu penghasilan yang diterima karyawan dalam bentuk uang;
 
 
 
 
 
 
 
3.2.
Termohon Peninjauan Kembali menganut tahun buku 1 Juli sampai dengan 30 Juni, sedangkan jenis pemeriksaan terkait SKP ini adalah pemeriksaan rutin PSL (restitusi), yaitu pemeriksaan all taxes yang dipicu oleh penyampaian SPT PPh Badan Tahun Pajak 2007 (periode 1 Juli 2007 sampai dengan 30 Juni 2008) yang menyatakan lebih bayar. Dengan demikian, produk hukum yang dihasilkan dari pemeriksaan ini adalah SKP/STP atas kewajiban perpajakan Termohon Peninjauan Kembali untuk periode 1 Juli 2007 sampai dengan 30 Juni 2008. Oleh karena itu, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa pada SKPKB PPh Pasal 21 terdapat kesalahan tulis pada bagian Masa/Tahun Pajak, yaitu sebagai berikut:
Tertulis
:
Januari Desember 2007
Seharusnya
:
Juli 2007 sampai dengan Juni 2008
 
 
 
 
 
 
 
 
Namun demikian, Tim Pemeriksa/Pemohon Peninjauan Kembali sudah mengambil angka DPP PPh Pasal 21 dari laporan keuangan Termohon Peninjauan Kembali periode 1 Juli 2007 sampai dengan 30 Juni 2008, yaitu sebesar Rp6.633.112.134,00, sehingga secara substansi/isi/materi DPP PPh Pasal 21 cfm. Tim Pemeriksa/Pemohon Peninjauan Kembali pada SKP tersebut sudah benar;
 
Terkait nilai DPP PPh Pasal 21 yang sudah dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali, memang Tim Pemeriksa mengambil angka berdasarkan SPT PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007, namun hal tersebut sudah dikoreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali dalam SK Keberatan dengan mengambil angka berdasarkan SPT PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli 2007 sampai dengan Juni 2008, sehingga nilai DPP PPh Pasal 21 yang sudah dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali berubah dari Rp3.246.808.851,00 menjadi Rp3.450.159.601,00. Demikian juga dengan nilai PPh Pasal 21 yang sudah dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali sudah dikoreksi oleh Pemohon Peninjauan Kembali dalam SK Keberatan dengan mengambil angka berdasarkan SPT PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli 2007 sampai dengan Juni 2008, sehingga nilai PPh Pasal 21 yang sudah dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali berubah dari Rp505.082.478,00 menjadi Rp527.176.705,00;

Berdasarkan uraian di atas, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa secara substansi/isi/materi, SKPKB PPh Pasal 21 tersebut adalah untuk Tahun Pajak 2007 yaitu meliputi Masa Pajak Juli 2007 sampai dengan Juni 2008 (sesuai dengan tahun buku yang dianut Termohon Peninjauan Kembali);
 
 
 
 
 
 
 
3.3.
Dalam proses pemeriksaan, keberatan, bahkan surat banding, Termohon Peninjauan Kembali tidak pernah mempermasalahkan kesalahan tulis SKP pada bagian Masa/Tahun Pajak tersebut, dan Termohon Peninjauan Kembali hanya menyanggah koreksi positif atas DPP PPh Pasal 21 tersebut, dengan alasan yang pada intinya bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (Tim Pemeriksa) telah memasukkan seluruh biaya salary dan employee benefit expenses sebagai DPP PPh Pasal 21, padahal yang seharusnya menjadi objek PPh Pasal 21 hanya sebagiannya saja, yaitu penghasilan yang diterima karyawan dalam bentuk uang;

Namun, atas alasan materiil tersebut, Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikannya, baik pada saat pemeriksaan, keberatan, maupun sidang banding;
 
 
 
 
 
 
 
3.4.
Dalam proses sidang banding, Majelis Hakim telah meminta Termohon Peninjauan Kembali untuk membuktikan alasan bandingnya, yaitu dengan membuktikan mana yang bukan objek dan dasar hukum alasannya. Namun hingga proses persidangan terakhir (sidang dicukupkan tanggal 28 Agustus 2014), Termohon Peninjauan Kembali tidak pernah membuktikan hal tersebut. Adapun persidangan dilakukan sebanyak 9 (sembilan) kali. Sedangkan Majelis Hakim meminta Termohon Peninjauan Kembali untuk membuktikan hal tersebut, sejak persidangan ke-3 (27 Maret 2014);

Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa waktu yang diberikan oleh Majelis Hakim kepada Termohon Peninjauan Kembali tersebut (5 bulan penuh) sudah sangat lebih dari cukup;

Adapun kronologis sidang banding tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Sidang ke-1
:
pemeriksaan formal pengajuan banding;
b.
Sidang ke-2
:
Termohon Peninjauan Kembali meminta sidang ditunda;
c.
Sidang ke-3
:
Majelis Hakim menyatakan pada persidangan selanjutnya Termohon Peninjauan Kembali membawa matrik sengketa dan juga detail koreksi apa saja, mana yang bukan objek, dan dasar hukum alasannya;
d.
Sidang ke-4
:
Termohon Peninjauan Kembali menyatakan belum dapat memenuhi permintaan Majelis Hakim;
e.
Sidang ke-5
:
Majelis Hakim memerintahkan uji bukti;
f.
Sidang ke-6
:
Majelis Hakim menanyakan hasil uji bukti;
g.
Sidang ke-7
:
Majelis Hakim menanyakan hasil uji bukti;
h.
Sidang ke-8
:
Majelis Hakim menanyakan hasil uji bukti;
i.
Sidang ke-9
:
Tidak ada data dan dokumen yang disampaikan;
 
 
 
Sidang dinyatakan cukup;
 
 
 
 
 
 
 
 
Adapun kronologis uji bukti tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Uji bukti ke-1
:
Termohon Peninjauan Kembali belum bisa menyediakan data;
b.
Uji bukti ke-2
:
Termohon Peninjauan Kembali belum bisa menyediakan data;
c.
Uji bukti ke-3
:
Termohon Peninjauan Kembali tetap tidak dapat memberikan data dan dokumen;
 
 
 
 
 
 
 
Berdasarkan kronologis sidang banding dan uji bukti di atas, dapat disimpulkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali terkesan mencoba mengulur-ulur waktu, yang pada akhirnya tetap saja tanpa hasil sama sekali (tanpa penyampaian data dan/atau dokumen sama sekali). Hal tersebut juga mengesankan bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak beritikad baik untuk memenuhi beban pembuktian yang telah dibebankan oleh Majelis Hakim kepada Termohon Peninjauan Kembali;

Dengan demikian, Termohon Peninjauan Kembali tidak mengindahkan amanat ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan penjelasannya, serta Pasal 76 dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
3.5.
Setelah sidang dinyatakan cukup oleh Majelis Hakim, dengan hasil tanpa pembuktian sama sekali dari Termohon Peninjauan Kembali padahal Majelis Hakim telah membebankan pembuktian tersebut kepada Termohon Peninjauan Kembali, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutus perkara a quo dengan putusan mengabulkan seluruhnya banding Termohon Peninjauan Kembali dengan dalih “tidak terdapat bukti yang dapat meyakinkan Majelis bahwa objek PPh Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Nomor 00021/201/07/701/12 tanggal 28 Maret 2012 adalah sebesar Rp6.633.112.134,- karena dalam KKP B3 Objek PPh Pasal 21 sebesar Rp6.633.112.134,00 adalah untuk Masa Pajak Juli 2007-Juni 2008”;
 
 
 
 
 
 
 
3.6.
Terkait uraian pada butir 1 sampai dengan 5 di atas, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat sebagai berikut:
 
 
 
a.
Pada intinya yang menjadi pokok sengketa ini adalah pembuktian atas alasan Termohon Peninjauan Kembali yang menyatakan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (Tim Pemeriksa) telah memasukkan seluruh biaya salary dan employee benefit expenses sebagai DPP PPh Pasal 21, padahal yang seharusnya menjadi objek PPh Pasal 21 hanya sebagiannya saja, yaitu penghasilan yang diterima karyawan dalam bentuk uang;
 
 
 
 
 
 
 
 
b.
Keputusan Majelis Hakim yang telah menunjuk Termohon Peninjauan Kembali untuk membuktikan mana yang bukan objek, dan dasar hukum alasannya, sudah sangat adil, karena atas hal tersebut Termohon Peninjauan Kembali berada pada posisi yang lebih mudah untuk membuktikan dibandingkan dengan posisi Pemohon Peninjauan Kembali, karena jika benar terdapat yang bukan objek PPh Pasal 21 tersebut maka data dan dokumen transaksi tersebut tentunya ada pada Termohon Peninjauan Kembali. Hal ini sesuai dengan teori keadilan yaitu: “Beban pembuktian diletakkan pada pihak yang paling sedikit menanggung beban pembuktian atau yang paling mudah untuk membuktikan jika disuruh membuktikan” (Buku: Peradilan Pajak Sebagai Sistem Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia, penulis Dr. Hadi Buana, S.E., M.Si., halaman 198);

Keputusan Majelis Hakim tersebut juga sesuai dengan asas pembuktian bebas (vrij bewijs), yaitu asas yang menentukan bahwa Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian, sebagaimana dianut oleh Pengadilan Pajak sesuai dengan ketentuan penjelasan Pasal 69 ayat (1) serta Pasal 76 dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
 
c.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa sudah selayaknya Termohon Peninjauan Kembali menanggung risiko pembuktian, yaitu:
“Barang siapa diberi beban untuk membuktikan sesuatu tidak melakukannya akan menanggung suatu risiko, bahwa beberapa fakta yang mendukung positanya akan dikesampingkan dan dianggap tidak terbukti, jadi beban pembuktian itu menanggung risiko pembuktian” (Buku: Peradilan Pajak Sebagai Sistem Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia, penulis Dr. Hadi Buana, S.E., M.Si., halaman 195);
 
 
 
 
 
 
 
 
d.
Dengan demikian, keputusan Majelis Hakim yang memutus perkara a quo dengan putusan mengabulkan seluruhnya banding Termohon Peninjauan Kembali, bertentangan dengan hasil pembuktian atau persidangan itu sendiri. Oleh karena itu, putusan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 78 dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yaitu:

Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;

Penjelasan Pasal 78:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
 
 
 
 
 
 
 
 
e.
Oleh karena itu juga, Pemohon Peninjauan Kembali mempertanyakan apa yang menjadi dasar bagi Majelis Hakim untuk mengabulkan seluruhnya banding Termohon Peninjauan Kembali, sedangkan Termohon Peninjauan Kembali itu sendiri tidak memenuhi sama sekali permintaan Majelis Hakim untuk membuktikan alasan bandingnya dengan bukti-bukti;
 
 
 
 
 
 
 
 
f.
Terkait kesalahan tulis SKPKB PPh Pasal 21 pada bagian Masa/Tahun Pajak, yaitu sebagai berikut:
Tertulis
:
Januari Desember 2007;
Seharusnya
:
Juli 2007 sampai dengan Juni 2008
 
 
 
 
 
 
 
 
 
seharusnya, Majelis Hakim dapat mengabaikan kesalahan yang sifatnya formal tersebut dan tidak mengabaikan kebenaran materiil sesuai dengan prinsip substance over form yang dianut Undang-Undang perpajakan;

Oleh karena itu, berdasarkan prinsip substance over form, Pemohon Peninjauan Kembali tidak sependapat dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menganggap bahwa SKPKB PPh Pasal 21 tersebut adalah untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007, yang semata-mata didasarkan pada apa yang tertulis di SKP tersebut, sehingga Majelis Hakim membatalkan SKP tersebut dengan dalih “tidak terdapat bukti yang dapat meyakinkan Majelis bahwa objek PPh Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Nomor 00021/201/07/701/12 tanggal 28 Maret 2012 adalah sebesar Rp6.633.112.134,00 karena dalam KKP B3 Objek PPh Pasal 21 sebesar Rp6.633.112.134,00 adalah untuk Masa Pajak Juli 2007-Juni 2008”;

Sekali lagi ditegaskan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat bahwa kesalahan tulis tersebut tidak serta merta dapat dijadikan alasan ataupun celah untuk membatalkan SKP, tanpa melalui pembuktian kebenaran materiil yaitu sengketa DPP PPh Pasal 21 Tahun Pajak 2007 yaitu meliputi Masa Pajak Juli 2007 sampai dengan Juni 2008;

Selain itu, berdasarkan penjelasan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, diatur sebagai berikut:

Sengketa Pajak yang menjadi objek pemeriksaan adalah sengketa yang dikemukakan Termohon Peninjauan Kembali dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan;

Oleh sebab itu, karena dalam permohonan keberatan Termohon Peninjauan Kembali tidak mempermasalahkan kesalahan tulis SKP pada bagian Masa/Tahun Pajak tersebut, maka kesalahan tulis tersebut bukan merupakan sengketa keberatan maupun sengketa banding, sehingga semestinya tidak menjadi objek pemeriksaan dalam sidang banding, apalagi dijadikan dasar bagi putusan banding untuk membatalkan SKP. Dengan demikian, pembatalan SKP oleh Majelis Hakim tersebut, bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 31 ayat (2) dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
3.7.
Berdasarkan uraian di atas, maka atas Putusan Pengadilan Pajak ini diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk menentukan beban pembuktian dan alat bukti yang digunakan (bersifat aktif), sehingga sudah seharusnya Majelis hakim Pengadilan Pajak meneliti dan memberikan pertimbangan terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang ada, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga harus mempertimbangkan pendapat kedua belah pihak (Asas Audi Et Alteram Partem) namun dalam sengketa a quo Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah bersikap tidak berimbang dalam pembuktian di persidangan, karena tanpa adanya pembuktian yang kuat (adanya bukti eksternal) atas dalil yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), akan tetapi dalam putusannya Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.63136/PP/M.IVB/10/2015 tanggal 13 Agustus 2015 harus dibatalkan;
 
 
 
 
 
III.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.63136/PP/M.IVB/10/2015 tanggal 13 Agustus 2015 yang menyatakan:
 
1.
Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-90/WPJ.13/2013 tanggal 8 Maret 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 Nomor: 00021/201/07/701/12 tanggal 28 Maret 2012, atas nama PT Sandika Natapalma, NPWP: 01.570.365.5-701.001, alamat Jalan Untung Suropati No.2, Parit Tokaya, Pontianak Selatan, Pontianak, Kalimantan Barat 78121, alamat korespondensi: Plaza Office Tower 36th Floor, Jalan M.H. Thamrin Kav 28-30, Jakarta 10350, sehingga Pajak dihitung kembali menjadi sebagaimana perhitungan tersebut di atas (pada halaman 2) adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-90/WPJ.13/2013 tanggal 8 Maret 2013 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Januari-Desember 2007 Nomor 00021/201/07/701/12 tanggal 28 Maret 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP 01. 570.365.5-701.001, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a.
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21 Tahun 2007 Sebesar Rp6.633.112.134,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali telah menunjukkan bukti bahwa Terbanding melakukan ekualisasi dengan akun biaya yang oleh Majelis Pengadilan Pajak dinyatakan tidak terdapat bukti adalah sudah tepat dan benar dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;
 
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 14 Juni 2017, oleh Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Republik Indonesia Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Dewi Eliza Kusumaningrum, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.

ttd.
Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
Ketua Majelis
ttd.
Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Dewi Eliza Kusumaningrum, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

973/B/PK/PJK/2017