Quick Guide
Hide Quick Guide
- MELAWAN
- RINGKASAN POSITA BANDING
- KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
- ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
- PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
- MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
799/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
|
|
|
|
|
|
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
|
|||||
1.
|
Catur Rini Widosari, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
|
||||
2.
|
Budi Christiadi, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
|
||||
3.
|
Heru Marhanto Utomo, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
||||
4.
|
Siti ’Aisiyah, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
|
||||
|
|
|
|
|
|
Keempatnya Pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta 12190, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1937/PJ/2012 tanggal 20 Desember 2012;
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding; |
|||||
|
|
|
|
|
|
MELAWAN |
|||||
|
|
|
|
|
|
PT. CAHAYA PRIMA SENTOSA, beralamat di Kawasan Industri Lippo Cikarang Blok C1-19 Diamond Techno Park, Lemah Abang, Cikarang Selatan, Bekasi 17550, diwakili oleh Wong Kok Horn selaku Direktur Utama;
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding; Mahkamah Agung tersebut; Membaca surat-surat yang bersangkutan; Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-39981/PP/M.V/16/2012, Tanggal 10 September 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut: |
|||||
|
|
|
|
|
|
RINGKASAN POSITA BANDING |
|||||
|
|
|
|
|
|
Bahwa Pemohon Banding mengajukan Banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1104/WPJ.07/2010 tentang keberatan Pemohon Banding atas SKPKB Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2008;
Bahwa alasan banding Pemohon Banding sebagai berikut: |
|||||
|
|
|
|
|
|
Bahwa alasan Pemohon Banding sebagai berikut:
Bahwa Pemohon Banding keberatan dengan hasil keputusan pemeriksa tersebut diatas karena menurut perhitungan Pemohon Banding jumlah perhitungan PPN yang Pemohon Banding lakukan adalah lebih bayar karena Pemohon Banding bertransaksi dengan Customer yang memiliki ketetapan sebagai Perusahaan Kawasan Berikat; Bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang Percetakan, dimana produk yang Pemohon Banding hasilkan adalah Buku Panduan untuk barang-barang Elektronik. Produk tersebut dijual kepada Industri Perakitan Barang-barang Elektronik yang akan di export ke luar negeri, dimana Customer Pemohon Banding telah mendapat penetapan sebagai Kawasan Berikat (PKB) merangkap Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) yang mendapat Fasilitas Bebas BM, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 import sesuai KEP.MEN.KEU No.291/KMK.05/1997. Untuk lebih jelas lagi Pemohon Banding lampirkan Surat Ketetapan dari Menteri Keuangan tentang Penetapan sebagai Kawasan berikat merangkap Pengusaha di Kawasan Berikat untuk tiap-tiap Customer; Bahwa Customer Pemohon Banding adalah Perusahaan Elektronik yang cara pengolahannya dengan merakit dari semua jenis bahan baik bahan baku, bahan jadi, bahan setengah jadi yang diolah bersama di Line Produksi sehingga diperoleh satu unit barang jadi yang utuh dan siap untuk diekspor. Tanpa Manual Instruction tersebut barang hasil rakitan yang dihasilkan oleh customer Pemohon Banding belum dikatakan sebagai barang jadi dan sama sekali tidak dapat dijual sebagai barang komoditi ekspor. sesuai dengan Keputusan Menkeu No. 37/KMK.04/2002 Pasal 1 "Kegiatan Industri Pengolahan adalah kegiatan yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya".; Bahwa untuk memperkuat alasan ini, Pemohon Banding lampirkan contoh proses produksi barang yang dihasilkan oleh salah satu Customer Pemohon Banding dimana barang Pemohon Banding ada dalam proses Produksi; Bahwa Pemohon Banding telah mendapat surat pernyataan dari masing-masing Customer Pemohon Banding yang menjelaskan posisi barang Pemohon Banding terhadap barang yang mereka hasilkan, dimana tatacara dalam menghasilkan barang Elektronik adalah dengan meletakan barang-barang yang berasal dari pihak-pihak lain baik bahan jadi, bahan setengah jadi dan bahan mentah untuk mereka rakit dimana barang yang Pemohon Banding hasilkan ada dalam proses produksi barang mereka, dan jika produk Pemohon Banding ada yang salah maka proses produksi mereka akan terhenti. Customer Pemohon Banding juga memasukan Produk yang Pemohon Banding hasilkan kedalam perhitungan Harga Pokok Produksi; Bahwa setiap Tahun Pemohon Banding melakukan restitusi atas kelebihan bayar yang disebabkan karena Pemohon Banding bertransaksi dengan perusahaan yang berada dalam Kawasan Berikat dan itu tidak menjadi masalah bagi pemeriksa dan masih banyak Perusahaan lain yang posisinya sama seperti Pemohon Banding tapi mereka masih bisa melakukan restitusi; Bahwa Pemohon Banding juga keberatan atas Sanksi Bunga dan Sanksi Kenaikan yang disebabkan atas perhitungan Kurang Bayar tersebut karena menurut Pemohon Banding jumlah perhitungan PPN yang Pemohon Banding lakukan adalah lebih bayar jadi tidak menimbulkan sanksi apapun; Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-39981/PP/M.V/16/2012, Tanggal 10 September 2012, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut: Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1104/WPJ.07/2010 tanggal 02 November 2010 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2008 Nomor: 00166/207/08/052/10 tanggal 13 Januari 2010 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-00121/WPJ.07/KP.0203/2010 tanggal 30 Juni 2010 atas Nama: PT. Cahaya Prima Sentosa, NPWP: 01.786.598.1-052.000, alamat: Kawasan Industri Lippo Cikarang Blok C1 No.19 Diamond Techno, Lemah Abang, Bekasi, 17550, sehingga PPN Masa Pajak Januari 2008 dihitung kembali menjadi sebagai berikut: |
|||||
|
|
|
|
|
|
KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI |
|||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-39981/PP/M.V/16/2012, Tanggal 10 September 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 3 Oktober 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1937/PJ/2012 tanggal 20 Desember 2012, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 28 Desember 2012, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 28 Desember 2012;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 30 Agustus 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 7 Februari 2014; Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima; |
|||||
|
|
|
|
|
|
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI |
|||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
|
|||||
I.
|
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali
|
||||
|
Tentang reklasifikasi penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut menjadi penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
|
||||
|
|
|
|
|
|
II.
|
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
|
||||
|
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.39981/PP/M.V/16/2012 tanggal 10 September 2012 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
Tentang reklasifikasi penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut menjadi penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. |
||||
|
1.
|
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.39981/PP/M.V/16/2012 tanggal 10 September 2012 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena nyata-nyata amar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang berpendapat bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai, Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 tidak dapat dipertahankan oleh Majelis dan kemudian mengabulkan banding Pemohon Banding adalah tidak tepat dan telah keliru, sehingga menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
|
|||
|
|
Halaman 30 alinea ke-2 dan ke-3.
“Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis memutuskan bahwa buku manual/panduan yang diserahkan ke PDKB adalah termasuk kriteria barang untuk diolah lebih lanjut karena menjadi satu kesatuan dengan barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya;” “Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Majelis berpendapat bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai, Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 tidak dapat dipertahankan oleh Majelis dan kemudian mengabulkan banding Pemohon Banding;” |
|||
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Bahwa pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan sebagai berikut:
|
|||
|
|
Pasal 69 ayat (1)
“Alat bukti dapat berupa: |
|||
|
|
a.
|
Surat atau tulisan;
|
||
|
|
b.
|
Keterangan ahli;
|
||
|
|
c.
|
Keterangan para saksi;
|
||
|
|
d.
|
Pengakuan para pihak; dan/atau
|
||
|
|
e.
|
Pengetahuan Hakim
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
Kemudian dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.”
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Bahwa Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).”
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.” |
|||
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.”
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.” |
|||
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Bahwa sengketa Banding terjadi karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan Penerbitan Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Nomor: KEP-1104/WPJ.07/2010 tanggal 02 November 2010 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2008 Nomor: 00166/207/08/052/10 tanggal 13 Januari 2010 yang tetap mempertahankan Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Atas Penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya harus dipungut (dengan tarif 10%) sebesar Rp1.643.217.767,00 karena telah sesuai dengan ketentuan.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Bahwa reklasifikasi menjadi penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 dilakukan karena penyerahan buku manual elektronik kepada perusahaan elektronik di Kawasan Berikat bukan merupakan penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tanggal 19 Oktober 2005, sehingga atas penyerahannya tidak diberikan fasilitas “tidak dipungut PPN”.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Undang-Undang PPN) menyebutkan diantaranya sebagai berikut:
|
|||
|
|
Pasal 4
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: |
|||
|
|
a.
|
Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
|
||
|
|
b.
|
Impor Barang Kena Pajak;
|
||
|
|
c.
|
Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
|
||
|
|
d.
|
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
|
||
|
|
e.
|
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
|
||
|
|
f.
|
Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.”
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16B
|
|||
|
|
“(1)
|
Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk:
|
||
|
|
|
a.
|
Kegiatan. di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
|
|
|
|
|
b.
|
Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
|
|
|
|
|
c.
|
Impor Barang Kena Pajak tertentu;
|
|
|
|
|
d.
|
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari Luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean;
|
|
|
|
|
e.
|
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.”
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat menyebutkan diantaranya sebagai berikut:
|
|||
|
|
Pasal 1 angka 1
“Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan perlakuan khusus di bidang Kepabeanan, Cukai, dan perpajakan yang dapat berbentuk Kawasan Berikat, Pergudangan Berikat, Entrepot untuk Tujuan Pameran, atau Toko Bebas Bea.” Pasal 1 angka 2 “Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.” |
|||
|
|
|
|
|
|
|
10.
|
Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tanggal 19 Oktober 2005 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat (PMK 101 Tahun 2005) menyebutkan diantaranya sebagai berikut:
|
|||
|
|
Pasal 14 huruf d
"Terhadap impor barang, pemasukan Barang Kena Pajak (BKP), pengiriman hasil produksi, pengeluaran barang, penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin, pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) ke dan/atau dari Kawasan Berikat (KB) diberikan fasilitas sebagai berikut: d. atas pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut PPN dan PPnBM;..." |
|||
|
|
|
|
|
|
|
11.
|
Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/2002 tanggal 12 Februari 2002 tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat menyebutkan diantaranya sebagai berikut:
|
|||
|
|
Pasal I
|
|||
|
|
"1a.
|
Kegiatan industri pengolahan adalah kegiatan yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.”
|
||
|
|
|
|
|
|
|
12.
|
Bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.39981/PP/M.V/16/2012 tanggal 10 September 2012, maka dapat diketahui adanya fakta-fakta sebagai berikut:
|
|||
|
|
a.
|
Bahwa koreksi positif penyerahan kepada pihak lain yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 sekaligus koreksi negatif atas penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut sebesar jumlah tersebut untuk masa pajak Januari 2008 atas transaksi penyerahan buku manual elektronik kepada perusahaan elektronik di Kawasan Berikat telah sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN yang menegaskan bahwa PPN dikenakan, antara lain atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
|
||
|
|
b.
|
Bahwa sesuai hasil pemeriksaan dan surat permohonan keberatan serta surat banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) diketahui bahwa kegiatan usaha yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah dalam bidang Percetakan, dimana produk yang dihasilkan adalah Buku Panduan untuk barang-barang Elektronik;
|
||
|
|
c.
|
Bahwa produk tersebut dijual kepada industri perakitan barang-barang elektronik yang akan diekspor ke luar negeri, dimana Customer Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah mendapat penetapan sebagai Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB);
|
||
|
|
d.
|
Bahwa berdasarkan Pasal 14 huruf d PMK 101 Tahun 2005, kata kunci agar pemasukan Barang Kena Pajak dari daerah Pabean Indonesia Lainnya ke Pengusaha di Kawasan Berikat, tidak dipungut PPN adalah "untuk diolah lebih lanjut". Suatu bahan, baik itu bahan mentah, bahan setengah jadi, maupun bahan jadi jika diolah lebih lanjut, maka akan dihasilkan suatu produk baru yang berbeda dari bahan-bahan yang diolah sebelumnya. Sedangkan buku panduan elektronik yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak berubah bentuknya karena di dalam Kawasan Berikat buku tersebut tidak diolah lagi melainkan hanya dimasukkan ke dalam kemasan elektronik yang bersangkutan tanpa mengubah bentuk buku sama sekali;
|
||
|
|
e.
|
Bahwa sesuai dengan pengertian industri pengolahan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/2002 tanggal 12 Februari 2002, bahwa industri pengolahan adalah kegiatan yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Maka sungguh keliru jika Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa buku panduan untuk barang-barang elektronik tersebut akan diolah lebih lanjut, karena buku panduan untuk barang-barang elektronik tersebut tidak mengalami pengolahan lebih lanjut sesuai dengan definisi industri pengolahan;
|
||
|
|
f.
|
Bahwa apabila diilustrasikan dalam suatu skema, pengertian “diolah lebih lanjut” digambarkan sebagai berikut:
|
||
|
|
|
Diolah lebih lanjut
Dimana: |
||
|
|
|
A adalah produk DPIL
B adalah produk PDKB C adalah produk baru sebagai gabungan dari A dan B |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
g.
|
Bahwa sedangkan dalam kasus penyerahan BKP dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) apabila diilustrasikan dalam suatu skema, dapat digambarkan sebagai berikut:
|
||
|
|
|
Dimana:
|
||
|
|
|
A adalah buku manual elektronik (produk Termohon Peninjauan Kembali)
B adalah elektronik (produk PDKB) Dengan demikian dari skema di atas, tidak ada produk baru yang dihasilkan dalam transaksi yang terjadi antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dengan PDKB. |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
h.
|
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis memandang sengketa yuridis fiskal ini adalah pada kata kunci “untuk diolah lebih lanjut” sehingga harus dilihat ketentuan-ketentuan tentang maksud fasilitas terhadap barang yang diolah lebih lanjut yang tidak dipungut PPN;
|
||
|
|
i.
|
Bahwa Majelis berpendapat bahwa buku manual/panduan yang diserahkan ke PDKB adalah termasuk kriteria barang untuk diolah lebih lanjut karena menjadi satu kesatuan dengan barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
13.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) mempunyai dasar pertimbangan dan dasar hukum yang kuat untuk pengenaan PPN 10% atas transaksi penyerahan buku manual elektronik kepada perusahaan elektronik di Kawasan Berikat yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai berikut:
|
|||
|
|
a.
|
Bahwa sesuai legal character PPN yaitu general, maka buku manual elektronik bukan termasuk jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN serta PP 144 Tahun 2000.
|
||
|
|
b.
|
Bahwa atas penyerahan buku manual elektronik yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut dikenakan PPN karena memenuhi syarat sebagai penyerahan barang yang terutang PPN sesuai dengan Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN, yaitu barang yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak (BKP), penyerahan dilakukan di Dalam Daerah Pabean dan penyerahan tersebut dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
|
||
|
|
c.
|
Bahwa dengan demikian, Penyerahan BKP berupa buku manual elektronik telah memenuhi syarat-syarat sebagai penyerahan barang yang terutang PPN, sebagaimana diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN, sehingga sesuai ketentuan tersebut, terbukti secara jelas dan nyata-nyata terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
|
||
|
|
d.
|
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat memang ada fasilitas yang bisa dinikmati oleh Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB), yang diantaranya adalah “tidak dipungut PPN” sebagaimana diatur dalam PMK 101 Tahun 2005 namun harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan;
|
||
|
|
e.
|
Bahwa berdasarkan Pasal 14 huruf d PMK 101 Tahun 2005, kata kunci agar pemasukan Barang Kena Pajak dari daerah Pabean Indonesia Lainnya ke Pengusaha di Kawasan Berikat, tidak dipungut PPN adalah "untuk diolah lebih lanjut". Suatu bahan, baik itu bahan mentah, bahan setengah jadi, maupun bahan jadi jika diolah lebih lanjut, maka akan dihasilkan suatu produk baru yang berbeda dari bahan-bahan yang diolah sebelumnya. Sedangkan buku panduan elektronik yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak berubah bentuknya karena di dalam Kawasan Berikat buku tersebut tidak diolah lagi melainkan hanya dimasukkan ke dalam kemasan elektronik yang bersangkutan tanpa mengubah bentuk buku sama sekali;
|
||
|
|
f.
|
Bahwa karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 huruf d PMK 101 Tahun 2005, maka atas penyerahan atas penyerahan buku manual elektronik yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut tidak berhak untuk mendapat fasilitas “tidak dipungut PPN” sehingga Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tetap harus memungut PPN dengan tarif 10% atas transaksi tersebut.
|
||
|
|
|
|
|
|
|
14.
|
Bahwa dalam pengajuan Peninjauan Kembali ini, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) perlu meluruskan pendapat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam penjelasan tertulis melalui surat Nomor: 041/CPS-ACC/X1I/2011 tanggal 05 Desember 2011 yang diserahkan dalam persidangan, sebagaimana dimuat pada halaman 27 alinea ke-2 putusan a quo yang menyatakan “bahwa merujuk kepada Pasal 10 ayat 7 huruf b.1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 349/KMK.01/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat uraian, yang dimaksud dengan tidak untuk diolah lebih lanjut adalah tidak memerlukan proses lebih lanjut, dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan digunakan oleh konsumen akhir. Jadi untuk dapat memenuhi definisi tidak untuk diolah lebih lanjut, harus memenuhi syarat-syarat: tidak memerlukan proses lebih lanjut, dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya, dan digunakan oleh konsumen akhir.”
|
|||
|
|
a.
|
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah menafsirkan secara keliru Pasal 10 ayat 7 huruf b.1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 349/KMK.01/1999 tersebut karena hanya sekedar untuk mendukung argumennya;
|
||
|
|
b.
|
Bahwa untuk membuktikan bahwa penafsiran Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) jelas-jelas keliru, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) kutipkan secara utuh isi dari Pasal 10 ayat 7 huruf b.1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 349/KMK.01/1999 sebagai berikut:
|
||
|
|
|
“Pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB dengan tujuan ke DPIL, dapat dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang (PIB/BC.2.0) sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
|
|
a.
|
Pengeluaran ke DPIL untuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Bapeksta Keuangan diperlakukan sama dengan pengeluaran untuk ekspor.
|
|
|
|
|
b.
|
Pengeluaran ke DPIL, setelah realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya dalam jumlah:
|
|
|
|
|
|
b.1.
|
untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut, dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan digunakan oleh konsumen akhir sebanyak-banyaknya 50%;”
|
|
|
c.
|
Bahwa setelah mempelajari ketentuan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
|
||
|
|
|
1)
|
Bahwa aturan itu dibuat untuk mengatur/membatasi pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB dengan tujuan ke DPIL;
|
|
|
|
|
2)
|
Bahwa barang yang telah diolah oleh PDKB tersebut bisa berupa:
|
|
|
|
|
|
◾
|
Barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut;
|
|
|
|
|
◾
|
Barang yang dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya;
|
|
|
|
|
◾
|
Barang yang digunakan oleh konsumen akhir.
|
|
|
d.
|
Bahwa jika Pasal tersebut dibaca secara cermat dengan pikiran jernih tidak mungkin ditemukan makna sebagaimana yang dimaknai oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), yaitu terdapat definisi tidak untuk diolah lebih lanjut.
|
||
|
|
e.
|
Bahwa dengan demikian nyata-nyata telah keliru dan tidak benar penafsiran Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terhadap Pasal 10 ayat 7 huruf b.1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 349/KMK.01/1999;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
15.
|
Bahwa telah keliru dan tidak benar pendapat Majelis Hakim pada halaman 30 alinea ke-2 putusan a quo yang menyatakan “bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis memutuskan bahwa buku manual/panduan yang diserahkan ke PDKB adalah termasuk kriteria barang untuk diolah lebih lanjut karena menjadi satu kesatuan dengan barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya;” dengan argumentasi sebagai berikut:
|
|||
|
|
a.
|
Bahwa Majelis telah menafsirkan secara keliru karena tidak didukung dengan dasar hukum, hanya berdasarkan persepsi bahwa barang yang disatukan dengan barang lain walaupun tanpa menghasilkan barang baru yang berbeda dengan barang semula, bisa dikatakan telah diolah; Bahwa apabila diilustrasikan dalam suatu skema, pendapat Majelis dapat digambarkan sebagai berikut:
|
||
|
|
|
Dimana:
|
||
|
|
|
A adalah buku manual elektronik (produk Termohon Peninjauan Kembali)
B adalah elektronik (produk PDKB) dimana dari proses tersebut sama sekali tidak ada proses pengolahan untuk menghasilkan barang baru (output-nya) yang berbeda dengan barang semula (input-nya), karena buku manual elektronik sebagai produk Termohon Peninjauan Kembali baik sebagai input produksi maupun sebagai output produksi tetap sama/tidak berubah. Demikian pula dengan elektronik yang juga sama sekali tidak mengalami perubahan dengan adanya tambahan buku manual elektronik; |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
b.
|
Bahwa kata kunci untuk mendapat fasilitas adalah kata “untuk diolah lebih lanjut” dengan penekanan pada kata “diolah”, namun Majelis dalam pertimbangannya lebih menekankan pada kata “agar barang tersebut mendapat nilai lebih tinggi untuk penggunaannya,..." (halaman 29 alinea ke-5 putusan a quo) sehingga akhirnya berkesimpulan bahwa disatukan menjadi satu kesatuan termasuk dalam pengertian “diolah”.
Untuk membuktikan bahwa penekanan yang diberikan Majelis tidak menyentuh pada makna “diolah”, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menggambarkan skema dari pengertian “Kegiatan industri pengolahan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1a Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/2002 tanggal 12 Februari 2002 tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagai berikut: Kegiatan industri pengolahan |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dengan demikian, penafsiran yang diambil Majelis tidak menyentuh pada makna “diolah”, namun hanya melihat hasil industri pengolahan, sehingga dengan pertimbangan yang keliru telah dihasilkan kesimpulan atas makna “diolah” yang keliru pula;
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
c.
|
Bahwa terdapat beberapa penegasan dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melalui Surat Direktur Jenderal Pajak, yang menjelaskan bahwa meskipun Barang Kena Pajak yang diserahkan oleh Wajib Pajak menjadi satu kesatuan dengan produk akhir (barang jadi) yang dihasilkan oleh Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di Kawasan Berikat (PDKB), tidak berarti Barang Kena Pajak yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut. Beberapa surat penegasan dimaksud Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sarikan sebagai berikut:
Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-706/PJ.322/2003 tanggal 16 Oktober 2003, ditegaskan bahwa karton box, karton sheet (lembaran karton) dan karton penahan kerah kemeja dan pelapis kemeja untuk dapat dilipat secara rapi, tidak termasuk pengertian bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi yang akan diolah menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, maka atas penjualan karton tersebut, yang dilakukan kepada customer di Kawasan Berikat, terutang PPN. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1131/PJ.53/2003 tanggal 3 Desember 2003, ditegaskan bahwa Karton Box yang diserahkan kepada PDKB bukan merupakan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, oleh karena itu atas penyerahan Karton Box di DPIL kepada PDKB, terutang PPN. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1156/PJ.52/2003 tanggal 11 Desember 2003, ditegaskan bahwa karton atau kardus yang Wajib Pajak jual tidak termasuk dalam pengertian bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi yang akan diolah menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, maka atas penjualan karton atau kardus oleh Wajib Pajak kepada perusahaan di Kawasan Berikat tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-244/PJ.52/2004 tanggal 26 April 2004, ditegaskan bahwa karton box yang diserahkan oleh Wajib Pajak kepada PDKB bukan merupakan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, dengan demikian atas penyerahan karton box oleh Wajib Pajak di DPIL kepada PDKB terutang Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-437/PJ.52/2004 tanggal 4 Juni 2004, ditegaskan bahwa karton box yang diserahkan oleh Wajib Pajak kepada PDKB bukan merupakan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, dengan demikian atas penyerahan karton box oleh Wajib Pajak di DPIL kepada PDKB terutang Pajak Pertambahan Nilai, dan Wajib Pajak wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai terutang dari PDKB. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-805/PJ.52/2004 tanggal 10 September 2004, ditegaskan bahwa penyerahan karton box kepada PDKB bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, dengan demikian atas penyerahan karton box kepada PDKB terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-806/PJ.52/2004 tanggal 10 September 2004, ditegaskan bahwa penyerahan karton box kepada PDKB bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, dengan demikian atas penyerahan karton box kepada PDKB terutang Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-954/PJ.52/2004 tanggal 10 November 2004, ditegaskan bahwa mengingat pallet tidak termasuk dalam pengertian bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi yang akan diolah menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, maka atas penyerahan tersebut tetap terutang PPN. Dari beberapa penegasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyerahan karton box, kardus, karton sheet (lembaran karton), karton penahan kerah kemeja, karton pelapis kemeja untuk dapat dilipat secara rapi dan penyerahan pallet, meskipun pada akhirnya menjadi satu kesatuan dengan produk akhir (barang jadi) yang dihasilkan oleh Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di Kawasan Berikat (PDKB), tetapi penyerahan Barang Kena Pajak tersebut bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, sehingga tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai. Perlu dijelaskan juga bahwa sejak 1 Januari 2005, dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 587/PMK.04/2004 Tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 Tentang Kawasan Berikat, diatur ketentuan baru mengenai pemasukan pengemas (packing material) dari DPIL ke KB, dimana atas pemasukan pengemas (packing material) dari DPIL ke KB untuk menjadi satu kesatuan dengan barang hasil olahan PDKB, tidak dipungut PPN dan PPnBM. Bahwa hal ini menunjukkan bahwa pemasukan pengemas (packing material) dari DPIL ke KB, sebelumnya dinyatakan terutang Pajak Pertambahan Nilai, karena bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut. Dan kemudian sejak tanggal 1 Januari 2005, pemasukan pengemas (packing material) dari DPIL ke KB tidak dipungut PPN dan PPnBM, dengan syarat menjadi satu kesatuan dengan barang hasil olahan PDKB. Dengan demikian maka syarat menjadi satu kesatuan dengan barang hasil olahan PDKB, diperuntukkan khusus bagi pemasukan pengemas (packing material). |
||
|
|
|
|
|
|
|
|
d.
|
Bahwa Majelis dalam berpendapat juga mempertimbangkan adanya Peraturan Menteri Perdagangan RI No.19/M-DAG/PER/5/2009 tentang PENDAFTARAN PETUNJUK PENGGUNAAN (MANUAL) DAN KARTU JAMINAN/GARANSI PURNA JUAL DALAM BAHASA INDONESIA BAGI PRODUK TELEMATIKA DAN ELEKTRONIKA Pasal 2 ayat (1):
|
||
|
|
|
“Setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam Bahasa Indonesia” dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 8 ayat (1) huruf j dinyatakan: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.”
Bahwa atas pertimbangan tersebut, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat keharusan suatu produk untuk dilengkapi dengan informasi/petunjuk penggunaan barang tidak serta merta menjadikan status informasi/petunjuk penggunaan barang/buku manual elektronik merupakan barang untuk diolah lebih lanjut; |
||
|
|
|
|
|
|
|
16.
|
Bahwa dengan demikian telah terbukti secara jelas dan nyata-nyata bahwa terhadap Penyerahan BKP berupa buku manual elektronik yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah terbukti secara nyata-nyata merupakan Penyerahan Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang PPN;
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
17.
|
Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berkesimpulan bahwa atas penyerahan BKP berupa buku manual elektronik yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut terutang PPN sebesar 10% (tidak mendapat fasilitas tidak dipungut) sehingga langkah yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan me-reclass penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut menjadi penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 adalah telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
18.
|
Bahwa telah keliru dan tidak tepat pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa buku manual/panduan yang diserahkan ke PDKB adalah termasuk kriteria barang untuk diolah lebih lanjut karena menjadi satu kesatuan dengan barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
19.
|
Bahwa dengan demikian seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak mempertahankan penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut menjadi penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 karena telah terbukti secara jelas dan nyata-nyata reklasifikasi penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut menjadi penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 sudah tepat dan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
|
|||
|
|
|
|
|
|
III.
|
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: PUT.39981/PP/M.V/16/2012 tanggal 10 September 2012 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1104/WPJ.07/2010 tanggal 02 November 2010 tentang Keberatan Pemohon Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2008 Nomor: 00166/207/08/052/10 tanggal 13 Januari 2010 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-00121/WPJ.07/KP.0203/2012 tanggal 30 Juni 2010 atas Nama: PT. Cahaya Prima Sentosa, NPWP: 01.786.598.1-052.000, alamat: Kawasan Industri Lippo Cikarang Blok C1 No.19 Diamond Techno, Lemah Abang, Bekasi 17550, sehingga PPN Masa Pajak Januari 2008 dihitung kembali menjadi sebagaimana tersebut di atas; adalah tidak benar sama sekali serta telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; |
||||
|
|
|
|
|
|
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG |
|||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1104/WPJ.07/2010 tanggal 02 November 2010 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2008 Nomor: 00166/207/08/052/10 tanggal 13 Januari 2010 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-00121/WPJ.07/KP.0203/2010 tanggal 30 Juni 2010 atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.786.598.1-052.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan: |
|||||
a.
|
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu reklasifikasi penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut menjadi penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp1.643.217.767,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo setiap produk elektronik yang akan diolah lebih lanjut, diedarkan oleh Pengusaha Di Daerah Kawasan Berikat (PDKB) di Dalam Negeri maupun akan diekspor ke Luar Negeri wajib dilengkapi dengan buku petunjuk penggunaan (manual book) yang menjadi kesatuan dengan barang jadi, sehingga alat (bantu) pengemas adalah bahan yang dipakai untuk pengemasan (karton, kotak, kain keras) merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, sedangkan Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali mendapatkan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM mulai tanggal 20 Desember 2004 dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
|
||||
b.
|
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
|
||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait; |
|||||
|
|
|
|
|
|
MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 24 Mei 2017, oleh Dr. H.M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Yosran, S.H., M.Hum. dan Is Sudaryono, S.H., M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Joko A. Sugianto, S.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 24 Mei 2017, oleh Dr. H.M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Yosran, S.H., M.Hum. dan Is Sudaryono, S.H., M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Joko A. Sugianto, S.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis
ttd. Dr. Yosran, S.H., M.Hum. ttd. Is Sudaryono, S.H., M.H. |
Ketua Majelis
ttd. Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. |
||||
|
|
||||
|
Panitera Pengganti
ttd. Joko A. Sugianto, S.H. |
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum