Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
658/B/PK/PJK/2017

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1.
Dadang Suwarna, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2.
Dayat Pratikno, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
3.
Farchan Ilyas, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4.
Budi Rahardjo, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Keempatnya berkedudukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, No. 40-42, Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1957/PJ/2015 tanggal 28 Mei 2015;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PT. SARI LEMBAH SUBUR, beralamat di Jalan Puloayang Raya Blok OR-1, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur 13930;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
 
Mahkamah Agung tersebut;
 
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
 
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.59802/PP/MXB/12/2015, Tanggal 25 Februari 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding dalam Surat Bandingnya, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
 
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Pajak Nomor KEP-1276/WPJ.19/2013 tanggal 25 September 2013 dengan keputusan menolak Permohonan Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 PT Sari Lembah Subur Tahun 2007 Nomor 00002/203/07/092/12 tanggal 2 Oktober 2012;
 
URAIAN FORMAL
Tanggal 2 Oktober 2012 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor 00002/203/07/092/12 sebesar Rp1.795.810.253,00,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tanggal 21 Desember 2012 diajukan surat permohonan keberatan Nomor: TAX/305/A/SLS/EXT/XII/2012 ke KPP Wajib Pajak Besar Dua,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pemohon Banding menerima Keputusan Terbanding Nomor KEP-1276/WPJ.19/2013 tanggal 25 September 2013 melalui Pos Indonesia tanggal 27 September 2013 yang Menolak Permohonan Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 PT Sari Lembah Subur Tahun 2007 Namor 00002/203/07/092/12 tanggal 2 Oktober 2012,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 27 ayat (1) dan (3) dinyatakan,
 
(1)
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,
 
(3)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tanggal 12 April 2002 Tentang Pengadilan Pajak Pasal 35 dan Pasal 36,
 
Pasal 35 dinyatakan,
 
(1)
Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak,
 
(2)
Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perUndang-Undangan perpajakan,
 
(3)
Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengikat apabila Jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaan pemohon banding,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 36 dinyatakan,
 
(1)
Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding,
 
(2)
Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding,
 
(3)
Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding,
 
(4)
Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35; dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen). Wajib Pajak telah melakukan pembayaran atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor: 00002/203/07/092/12 sebesar Rp1.795.810.253,00 pada tanggal 25 Oktober 2012 dengan NTPN nomor 041204030305912,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka jatuh tempo pengajuan banding adalah tanggal 26 Desember 2013, maka permohonan banding Pemohon Banding memenuhi syarat formal untuk diproses lebih lanjut;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
URAIAN MATERIAL
 
Menurut Terbanding
 
Bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor 00002/203/07/092/12 tanggal 02 Oktober 2012 sebesar Rp1.795.810.253,00 diterbitkan oleh KPP Wajib Pajak Besar Dua atas hasil pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa KPP Wajib Pajak Besar Dua dengan rincian sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemeriksa melakukan koreksi sebesar Rp8.089.235.374,00 terhadap pemberian insentif kepada para KUD peserta KPPA dalam hal para KUD telah memenuhi kriteria TBS sebagaimana dipersyaratkan oleh Pemohon Banding;
 
Bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut di atas, pada tanggal 21 Desember 2012 diajukan Surat Permohonan Keberatan Nomor TAX/305/A/SLS/EXT/XII/2012 ke KPP Wajib Pajak Besar Dua;
 
Bahwa Pemohon Banding menerima Keputusan Terbanding Nomor KEP-1276/WPJ.19/2013 tanggal 25 September 2013 melalui Pos Indonesia tanggal 27 September 2013 yang menolak Permohonan Keberatan Pemohon Banding dengan rincian sebagai berikut,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menurut Pemohon Banding
 
Koreksi atas pemberian insentif kepada para KUD peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374,00,
 
Bahwa koreksi pemeriksa atas pemberian insentif atas pembelian TBS sebesar Rp8.089.235.374,00 tidak dapat Pemohon Banding terima, dengan penjelasan sebagai berikut:
 
Latar Belakang Pemberian Insentif TBS,
 
Bahwa Pemohon Banding memiliki pabrik dengan total kapasitas 60 Ton TBS per jam, dalam memenuhi kebutuhan TBS selain dari kebun sendiri maka untuk memenuhi kebutuhannya, Pemohon Banding membeli TBS dari Pihak ketiga; Bahwa pihak-pihak yang menjual TBS kepada Pemohon Banding sebagai berikut:
Petani Eks Plasma dalam bentuk Koperasi,
Petani Program KKPA,
Petani luar non Plasma/KKPA,
Pedagang Pengumpul,
Perusahaan Perkebunan Affiliasi,
Perusahaan Perkebunan Pihak III;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Mekanisme Penentuan Harga Beli TBS Petani Plasma,
 
Bahwa dalam penentuan Harga beli TBS Plasma didasarkan dari harga yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Riau;
 
Bahwa setelah mendapatkan penetapan harga oleh Dinas perkebunan, beberapa faktor yang mempengaruhi harga TBS,
Usia Tanaman (usia produktif maka harga semakin tinggi),
Mutu TBS itu sendiri (terkait dengan kandungan buah mentah, busuk dan tungkai panjang dalam satu pengiriman);
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding memberikan insentif harga atas TBS Petani Plasma dengan kriteria,
Kualitas TBS, apabila kandungan buah mentah, busuk dan tangkai panjang tidak melebihi 4 janjang dari sekali pengiriman,
TBS berasal dari areal tanam yang terawat, minimal areal tersebut telah diberi pupuk yang sesuai;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa besar insentif yang ditetapkan sebesar 4% dari harga Disbun Pekanbaru (Dinas Perkebunan);
 
Bahwa dalam setiap penerimaan TBS baik non Plasma maupun TBS eks Petani Plasma dilakukan Grading (penilaian mutu TBS), hasil dari grading tersebut digunakan sebagai penentu kelayakan mendapatkan insentif atau tidak, selanjutnya Bagian Pembelian menerbitkan Purchase Order (PO) sesuai dengan kuantitas yang diterima dan harga yang telah ditentukan oleh Disbun setelah memperhitungkan besarnya insentif;
 
Mekanisme Pembayaran TBS,
 
Bahwa berdasarkan dari total TBS yang diterima oleh pabrik selanjutnya dibuatkan Berita Acara (BA) Penerimaan TBS, dasar BA Penerimaan TBS menjadi dokumen pendukung untuk proses pembayaran;
 
Bahwa bagian pembelian meneruskan dokumen BA penerimaan TBS yang dilampirkan BA hasil Grading, ke bagian pembayaran, selanjutnya pembayaran diproses dan dibuatkan Giro/Cek Bank BNI;
 
Bahwa harga yang telah disepakati oleh penjual maupun pembeli, selanjutnya dibuatkan Purchases Order, dengan mencantumkan kuantitas dan harga dan nilai pembelian;
 
Bahwa dalam hal pembayaran kepada Eks Petani Plasma yang berada dalam bentuk koperasi, dibayarkan ke rekening atas nama Koperasi, kemudian pihak BNI akan membawakan dana tersebut ke masing-masing Koperasi, selanjutnya Pengurus Koperasi meneruskan pembayaran ke masing-masing ketua kelompok Tani, Ketua Kelompok Tani akan membagikan pembayaran kepada masing-masing anggotanya, sesuai dengan rekapitulasi hasil panen petani, sehingga pembayaran yang diterima oleh masing-masing petani sesuai dengan jumlah TBS panen;

 
Perlakuan Akuntansi,
 
Bahwa perlakuan akuntansi atas pembelian TBS dari petani plasma merupakan suatu bentuk transaksi pembelian bahan penunjang yang penggunaannya akan dibebankan pada biaya pengolahan, jurnal atas transaksi pembelian TBS sebagai berikut:
 
Jurnal atas penerimaan TBS,
Persediaan Bahan Penunjang
XXX
 
Hutang Usaha
 
XXX
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Jurnal atas pemakaian TBS,
Biaya Pengolahan
XXX
 
Persediaan Bahan Penunjang
 
XXX
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Jurnal atas Pembayaran kepada Pemasok (Koperasi),
Hutang Usaha
XXX
 
Kas/Bank
 
XXX
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Perlakuan Perpajakan,
 
Bahwa tidak terdapat perlakuan perpajakan (Pajak Pertambahan Nilai) atas transaksi pembelian Tandan Buah Segar (TBS), karena dibebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
 
Bahwa pembelian TBS yang berasal dari pedagang pengumpul dipotong Pajak Penghasilan PPh Pasal 22;
 
Bahwa dari penjelasan tersebut di atas, Pemberian insentif atas pembelian TBS sebesar Rp8.089.235.374,00 merupakan bagian dari harga beli;
 
Kesimpulan
 
Bahwa berdasarkan penjelasan Pemohon Banding tersebut di atas Pemohon Banding berkesimpulan bahwa koreksi pemeriksa tidak benar, untuk itu Pemohon Banding mohon Permohonan Banding Pemohon Banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-1276/WPJ.19/2013 tanggal 25 September 2013 yang Menolak Keberatan Pemohon Banding dapat diterima;
 
Bahwa dengan demikian menurut perhitungan Pemohon Banding Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2010 atas PT Sari Lembah Subur adalah sebagai berikut,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.59802/PP/MXB/12/2015, Tanggal 25 Februari 2015, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Penerbitan Keputusan Terbanding Nomor KEP-1276/WPJ.19/2013 tanggal 25 September 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor 00002/203/07/092/12 tanggal 2 Oktober 2012, atas nama, PT. Sari Lembah Subur, NPWP 01.387.784.0-092.000, beralamat di Jalan Puloayang Raya Blok OR-1, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur 13930, sehingga penghitungan jumlah PPN yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut,
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.59802/PP/MXB/12/2015, Tanggal 25 Februari 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada Tanggal 18 Maret 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1957/PJ/2015 tanggal 28 Mei 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada Tanggal 10 Juni 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada Tanggal 10 Juni 2015;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada Tanggal 29 April 2016, akan tetapi oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban sebagaimana yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
 
Sengketa tentang Koreksi DPP atas Pemberian insentif kepada para KUD Peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374,00 yang Tidak Dapat Dipertahankan Oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
II.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.59802/PP/M.XB/12/2015 tanggal 25 Februari 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 
1.
Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 27 yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
 
Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis berpendapat sebagai berikut,
 
Bahwa harga pembelian TBS kelapa sawit oleh perusahaan diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005 tanggal 1 November 2005 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Buah (TBS) Kelapa Sawit Produksi Pekebun;
 
Bahwa menurut Majelis, pemberian sanksi atau insentif atas pembelian TBS oleh Perusahaan adalah terkait dengan mutu/kualitas TBS sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 395/Kpts/OT.140/11/2005 a quo, bukan karena pekerjaan atau jasa;
 
Bahwa insentif yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada Petani tersebut terkait dengan mutu/kualitas TBS yang dibeli sehingga merupakan tambahan harga beli TBS, oleh karenanya bukan merupakan bentuk penghargaan yang menjadi obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan a quo;
 
Bahwa selanjutnya Majelis berkesimpulan, koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan PPh Pasal 23 terkait pemberian insentif kepada KUD/petani plasma peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374,00, tidak dapat dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
 
 
2.1.
Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), antara lain menyebutkan:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
 
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.
 
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan hakim.
 
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.2.
Bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 (UU PPh), antara lain mengatur sebagai berikut:
       
 
 
 
Pasal 4 ayat (1) huruf b:
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
 
 
 
 
 
 
b.
hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf b:
Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya.
Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala.
 
Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4):
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan: sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.3.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 Tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah Dan Penghargaan (KEP-395), antara lain mengatur sebagai berikut,
       
 
 
 
Pasal 1 huruf d:
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
 
 
 
d.
penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 2 ayat (2):
Atas hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan Pajak Penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut:
 
 
 
a.
Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dari jumlah penghasilan bruto;
 
 
 
b.
Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku;
 
 
 
c.
Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.4.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005 tanggal 1 November 2005 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Pekebun (Permentan-395), mengatur antara lain,
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 1:
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan,
 
 
 
1.
Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan sebagai peserta pengembangan perkebunan pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) atau yang melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra.
 
 
 
2.
Kemitraan usaha perkebunan adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra (bertindak sebagai inti) dengan kelompok mitra (baik sebagai plasma maupun sebagai pekebun binaan kebun inti) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 
 
 
3.
Perusahaan Perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum, yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan s kate tertentu yang melakukan kemitraan dengan pekebun/kelembagaan pekebun.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 3:
Ruang lingkup peraturan ini meliputi rumus harga pembelian TBS, pembinaan dan sanksi.
 
Pasal 5:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
(1)
Harga pembelian TBS oleh Perusahaan didasarkan pada rumus harga pembelian TBS.
 
 
 
(2)
Rumus harga pembelian TBS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
 
 
 
 
H TBS = K (Hms x Rms + His x Ris).
       
Dengan pengertian:
H TBS
:
Harga TBS yang diterima oleh pekebun di tingkat pabrik, dinyatakan dalam Rp/Kg;
K
:
Indeks proporsi yang menunjukan bagian yang diterima oleh pekebun, dinyatakan dalam persentase (%);
Hms
:
Harga rata-rata minyak sawit kasar (CPO) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing perusahaan pada periode sebelumnya, dinyatakan dalam Rp/Kg;
Rms
:
Rendemen minyak sawit kasar (CPO), dinyatakan dalam persentase (%);
His
:
Harga rata-rata inti sawit (PK) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing perusahaan pada periode sebelumnya, dinyatakan dalam Rp/Kg;
Ris
:
Rendemen inti sawit (PK), dinyatakan dalam persentase (%).
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Lampiran Permentan-395:
 
 
 
VI.
Sanksi:
 
 
 
 
3.
Pengaturan lebih lanjut dari pelaksanaan sanksi dan/atau insentif tersebut diserahkan kepada perusahaan dan pekebun/kelembagaan pekebun;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.5.
Peraturan Gubernur Riau Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Perkebunan Riau sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Gubernur Riau Nomor 43 Tahun 2014 tanggal 17 Juli 2014 Pasal 3 (Pergub-22), antara lain mengatur sebagai berikut:
 
Peraturan tentang Pelaksanaan Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Perkebunan di Provinsi Riau ini dituangkan dalam bentuk dokumen yang disusun dengan sistematika sebagai berikut:
 
Angka III angka 2
 
 
 
 
 
 
 
 
 
III.
Tata Niaga dan Mekanisme Penetapan Harga TBS
 
 
 
 
2.
Mekanisme Penetapan Harga TBS
 
 
 
 
 
a.
Harga TBS yang ditetapkan oleh TIM adalah didasarkan atas perhitungan-perhitungan melalui formulasi rumus yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian, yaitu:
 
 
 
 
 
 
H-TBS = K {(Hms x Rms) + (Hs x R is)}
 
 
 
 
 
 
Dengan pengertian:
HTBS
:
Harga yang diterima oleh pekebun di tingkat pabrik, dinyatakan dalam Rp/Kg;
Hms
:
Harga minyak sawit kasar (CPO), dihitung rata-rata tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan penjualan lokal masing-masing perusahaan pada periode tertentu sebagaimana yang telah ditentukan dalam angka 1 huruf (f) petunjuk pelaksanaan ini dinyatakan dalam Rp/Kg;
Rms
:
Rendemen minyak sawit kasar (CPO) dinyatakan dalam persentase (%);
His
:
Harga inti sawit, dihitung rata-rata tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) maupun lokal masing-masing perusahaan pada periode penjualan tertentu sebagaimana yang telah ditentukan dalam angka 1 huruf (f) petunjuk pelaksanaan ini, dinyatakan dalam Rp/Kg;
Ris
:
Rendemen inti sawit (PK), dinyatakan dalam persentase (%).
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
n.
Besarnya Indeks “K” yang digunakan untuk penghitungan harga TBS ditetapkan pada saat dilaksanakan rapat penetapan harga TBS dan batas minimum nilai Indeks yang diperbolehkan adalah 80% atas dasar perhitungan nilai rendemen rata-rata 5 (lima) tahun terakhir di Provinsi Riau dan penetapan Indeks “K” minimum ini akan dievaluasi setiap 6 (enam) bulan sekali;
 
Angka VI Tata Cara Panen, Sortasi, Pengangkutan TBS, Penetapan Berat TBS, Sanksi, Insentif, Pembelian dan Pembayaran, Perhitungan Besarnya Indeks “K” Serta Besarnya Rendemen Minyak Sawit Kasar (CPO) dan Inti Sawit (PK). Segala ketentuan yang diatur dengan jelas dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor. 14/Permentan/OT.140/2/2013 tahun 2013, tidak perlu dijabarkan lagi dalam Dokumen Lampiran ini, yaitu mengenai tata cara panen, sortasi, pengangkutan TBS, penetapan berat TBS, sanksi, insentif, pembelian dan pembayaran, perhitungan besarnya indeks “K”, kecuali untuk rendemen minyak sawit kasar (MS) dan inti Sawit (IS)....;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi terhadap Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d. Desember 2007 sebesar Rp8.089.235.374,00 karena terdapat pemberian insentif yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada KUD Peserta KKPA (Petani Luar Non Plasma) yang merupakan Objek PPh Pasal 23 sesuai dengan UU PPh jo. Pasal 2 angka 2 huruf c KEP-395.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan koreksi tersebut karena insentif tersebut merupakan bagian dari harga beli TBS dan ini telah diatur dalam Permentan-395, artinya bukan keinginan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) karena dalam Peraturan Menteri Pertanian tersebut, telah diatur apabila kuantitas dan kualitas tertentu bisa dipenuhi oleh petani maka perusahaan berkewajiban memberikan insentif.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa dengan demikian pokok sengketa adalah koreksi DPP atas pemberian insentif kepada para KUD peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374,00, yang merupakan sengketa yuridis dan Uji Bukti (Uji Kebenaran Materi) apakah termasuk dalam pengertian objek PPh Pasal 23 atau bukan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa sesuai Permentan-395 dan Pergub-22, telah diatur sebagai berikut:
 
 
6.1.
Bahwa penetapan harga pembelian TBS yang berlaku pada periode tertentu di Provinsi Riau yang diterbitkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau berdasarkan hasil rapat Tim Penetapan Harga TBS yang dibentuk oleh Gubernur Riau.
 
 
6.2.
Bahwa pemberian Insentif yang diberikan kepada para KUD peserta KKPA yang memenuhi persyaratan yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud dalam Point III buti 5 Lampiran VII Permentan-395.
 
 
6.3.
Bahwa pelaksanaan sanksi dan/atau insentif pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada perusahaan dan pekebun/kelembagaan dalam.
 
 
6.4.
Bahwa dengan demikian sangat jelas bahwa penetapan harga pembelian TBS dan pemberian insentif memiliki dasar perhitungan tersendiri (pemberian insentif terpisah dengan perhitungan harga pembelian), sehingga harga insentif bukan merupakan harga pembelian.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa berdasarkan data-data dan fakta-fakta di persidangan diketahui hal-hal sebagai berikut:
 
 
7.1.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bergerak dalam bidang industri CPO secara integrated mulai dari pembibitan, penanaman, dan memetik TBS lalu mengolahnya menjadi CPO.
 
Bahwa selain itu Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga membeli TBS dari para KUD peserta KKPA.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.2.
Bahwa harga pembelian TBS oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) ditetapkan sesuai dengan Permentan-395 dan Pergub-22 dalam hal ini ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.3.
Bahwa berdasarkan lampiran VII Permentan-395 menyebutkan bahwa Jika buah yang dikirim memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam point III butir 5 di atas, maka kepada yang bersangkutan diberi insentif sebesar 4% dari TBS yang diterima pabrik, Point III butir 5 adalah sebagai berikut:
 
 
 
Brondolan harus dikirim ke pabrik dan jumlah brondolan minimal 12,5% dari berat TBS keseluruhan yang diterima pabrik;
 
 
 
Tandan terdiri dari buah mentah (0%) buah matang (minimal 95%) dan buah lewat matang (maksimal 5%);
 
 
 
Tandan tidak boleh bergagang panjang;
 
 
 
Tidak terdapat tandan kosong;
 
 
 
Tandan maupun brondolan segar dalam karung, harus bebas dari sampah, tanah, pasir atau benda lainnya;
 
 
 
Tidak terdapat TBS yang dikirim ke pabrik beratnya kurang dari 3 Kg per tandan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.4.
Bahwa terdapat koreksi PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) terhadap pembayaran insentif yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada para KUD peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374,00.
 
Bahwa adapun sumber data yang menjadi menjadi dasar koreksi tersebut adalah buku Kas HO, Jas HO (USD), buku Kas Site dan Rekapitulasi pembayaran TBS ke petani plasma.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.5.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju atas hasil koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) karena insentif tersebut bukan objek PPh Pasal 23 tetapi merupakan bagian dari harga beli.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
7.6.
Bahwa berdasarkan penelitian atas general ledger, laporan keuangan yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat diketahui apakah insentif tersebut masuk sebagai harga beli atau tidak.
 
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak menyampaikan dokumen pendukung terkait pembayaran insentif antara lain:
 
 
 
 
 
 
Perjanjian Pembelian TBS dengan pihak ketiga;
 
 
 
Dokumen dasar pembukuan pemberian insentif (purchase order, invoice);
 
 
 
Jurnal transaksi pembelian TBS Tahun 2008;
 
 
 
Rincian para KUD peserta KKPA yang diberikan insentif dan jumlah insentif yang sehingga tidak dapat diketahui apakah pembayaran insentif tersebut berkaitan dengan harga beli TBS.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa dalam persidangan dilakukan Uji Bukti (Uji Kebenaran Materi) dan bukti-bukti yang diserahkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) yaitu:
 
 
8.1.
Fotokopi Permentan-395;
 
 
8.2.
Sampling Bukti Pembayaran pembelian TBS dengan insentif (beserta lampirannya), yaitu BPK Nomor 1166 tanggal 28-02-2007, BPK Nomor 2253 tanggal 27-04-2007, BPK Nomor 2963 tanggal 30-05-2007, BPK Nomor 5354 tanggal 27-09-2007;
 
 
8.3.
Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.54124/PP/M.XB/12/2014 tgl 16 Juli 2014.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa adapun hasil Uji Bukti (Uji Kebenaran Materi) sebagai berikut:
9.1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagaimana yang telah diatur dalam Permentan-395 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Buah (TBS) dimana antara penentuan harga beli dan pemberian insentif masing-masing diatur tersendiri:
 
Untuk penentuan harga beli diatur dalam BAB Il tentang Rumus Harga Pembelian TBS;
 
Sedangkan insentif diatur dalam Lampiran, yaitu diterangkan dalam angka VII tentang Insentif.
 
 
 
 
 
 
 
 
9.2.
Bahwa dengan demikian jelas bahwa insentif diberikan dengan dasar penghitungan tersendiri (dilakukan terpisah dari penghitungan harga beli).
 
 
 
 
 
 
 
 
9.3.
Bahwa insentif yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada para KUD peserta KKPA merupakan suatu bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh karena terdapat usaha/jasa yang dilakukan oleh para KUD peserta KKPA sebagai berikut:
 
Terdapat pencapaian kualitas TBS yang telah ditentukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
 
Terdapat pencapaian target oleh para KUD peserta KKPA.
 
Para KUD peserta KKPA telah melakukan pemupukan dan perawatan terhadap kebunnya sesuai dengan arahan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
 
 
 
 
 
 
 
 
9.4.
Bahwa pada saat TBS diserahkan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), para KUD peserta KKPA hanya mengetahui besarnya harga patokan pembelian TBS, yaitu harga patokan yang diterbitkan oleh Dinas terkait, kemudian pada saat pembayaran para KUD peserta KKPA baru mengetahui besarnya insentif yang diterima dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding). Bahwa dengan demikian dapat dikatakan bahwa insentif diberikan di luar harga patokan pembelian TBS, yaitu dalam hal para KUD peserta KKPA telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Point III butir 5 lampiran VII Permentan-395.
 
 
 
 
 
 
 
 
9.5.
Bahwa selain itu tidak terdapat bukti bahwa pemberian insentif tersebut merupakan bagian dari harga beli, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan bukti pendukung terkait dengan pernyataan tersebut.
 
 
 
 
 
 
 
 
9.6.
Bahwa dengan demikian insentif yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait dengan adanya suatu kewajiban para KUD peserta KKPA untuk melakukan hal-hal tertentu atau untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
 
 
 
 
 
 
 
 
9.7.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berpendapat pemberian insentif atas pembelian TBS para KUD peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374,00 merupakan bagian dari harga beli sehingga bukan merupakan bentuk penghargaan (bukan obyek PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto).
 
 
               
 
10.
Bahwa berdasarkan data-data, bukti-bukti, fakta-fakta dan keterangan di persidangan dihubungkan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang terkait, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut:
10.1.
Bahwa dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh mengatur bahwa hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dipotong pajak sebesar 15% dari jumlah bruto oleh pihak yang membayarkan.
 
Bahwa penghargaan yang dimaksud adalah penghargaan selain yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 UU PPh.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
10.2.
Bahwa salah satu definisi penghargaan dimaksud adalah definisi penghargaan menurut Prof. Dr. FX. Suwarto, M.S. 2011 Perilaku Keorganisasian: Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang menyebutkan bahwa
"Penghargaan adalah jumlah pembayaran yang diterima dan tingkat kesesuaian antara pembayaran tersebut dengan pekerjaan yang dilakukan."
 
Bahwa penghargaan dimaksud dapat diberikan secara kontinyu, berdasarkan peraturan tertentu dan tidak bergantung pada penyelenggaraan suatu event saja.
 
Bahwa intinya bahwa penghargaan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah terkait dengan adanya suatu event artinya penghargaan ini diberikan sekali saja atas event tersebut, tidak berkelanjutan, sedangkan penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 adalah penghargaan yang diberikan secara berkelanjutan untuk kegiatan yang berkelanjutan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
10.3.
Bahwa insentif yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada para KUD peserta KKPA merupakan suatu bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh karena terdapat usaha/jasa yang dilakukan oleh para KUD peserta KKPA sebagai berikut:
 
Terdapat pencapaian kualitas TBS yang telah ditentukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
 
Terdapat pencapaian target oleh para KUD peserta KKPA;
 
Para KUD peserta KKPA memberikan arahan kepada anggota/petani plasma untuk melakukan perawatan, pemeliharaan pemupukan kelapa sawit sesuai arahan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sehingga diharapkan akan diperoleh hasil yang sesuai kriteria.
 
 
 
 
 
 
 
 
10.4. 
Bahwa pada saat TBS diserahkan kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), para KUD peserta KKPA hanya mengetahui besarnya harga pembelian TBS, yaitu harga ditetapkan yang diterbitkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau, kemudian apabila penyerahan yang dilakukan oleh para KUD peserta KKPA memenuhi syarat-syarat sebagaimana sebagaimana yang dimaksud dalam Point III buti 5 Lampiran VII Permentan-395 maka pada saat pembayaran para KUD peserta KKPA baru mengetahui besarnya insentif yang diterima dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding).
 
Bahwa dengan demikian dapat dikatakan bahwa insentif diberikan di luar harga ditetapkan pembelian TBS.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
10.5.
Bahwa selain itu berdasarkan Uji Bukti (Uji Kebenaran Materi) tidak terdapat bukti bahwa pemberian insentif tersebut merupakan bagian dari harga beli, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat memberikan bukti pendukung terkait dengan pernyataannya tersebut.
 
 
 
 
 
 
 
 
10.6.
Bahwa dengan demikian insentif yang diberikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait dengan adanya suatu kewajiban para KUD peserta KKPA untuk melakukan hal-hal tertentu atau untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
 
 
               
 
11.
Bahwa dengan demikian koreksi DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sebesar Rp8.089.235.374,00 adalah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
12.
Bahwa atas pendapat Majelis Hakim sebagaimana yang tertuang pada halaman 27 alinea ke-4 Putusan Pengadilan Pajak a quo yang menyebutkan:
 
Bahwa pemberian sanksi atau insentif atas pembelian TBS oleh Perusahaan adalah terkait dengan mutu/kualitas TBS, sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 395/Kpts/OT.140/11/2005 a quo, bukan karena pekerjaan atau jasa, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menanggapi sebagai berikut:
 
 
12.1.
Bahwa tujuan dibuatnya Permentan-395 adalah untuk memberikan perlindungan dalam perolehan harga wajar dari TBS kelapa sawit produksi petani dan untuk menghindari adanya persaingan tidak sehat di antara Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
12.2.
Bahwa oleh sebab itu ditetapkan harga pembelian TBS diterbitkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau berdasarkan hasil rapat Tim Penetapan Harga TBS yang dibentuk oleh Gubernur Riau sesuai dengan Permentan-395 dan Pergub-22.
12.3.
Bahwa pada lampiran VII Permentan-395 menyebutkan bahwa petani plasma akan mendapatkan tambahan insentif sebesar 4% dari TBS yang diterima pabrik apabila para KUD peserta KKPA dapat mengirim TBS sesuai dengan kriteria pada Point III butir 5 Permentan-395.
12.4.
Bahwa untuk mendapatkan insentif sebesar 4% terdapat effort/usaha yang dilakukan oleh para KUD peserta KKPA arahan kepada anggota/petani plasma berupa pemupukan, penyiraman, perawatan, dan pemeliharaan kebunnya agar kualitas TBS yang dihasilkan dapat sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam point III butir 5 Permentan-395.
12.5.
Bahwa kualitas/mutu TBS sebagaimana disyaratkan dalam Point III butir 5 Permentan-395 tidak akan dapat dicapai oleh para KUD peserta KKPA tanpa adanya effort/usaha dari para KUD peserta KKPA.
12.6.
Bahwa dengan demikian kualitas/mutu dari TBS berkaitan dengan usaha/jasa yang dilakukan oleh para KUD peserta KKPA. Sehingga insentif yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada para KUD peserta KKPA merupakan bentuk penghargaan atas upaya yang dicapai oleh para KUD peserta KKPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
13.
Bahwa atas pendapat Majelis Hakim sebagaimana yang tertuang pada halaman 27 alinea ke-5 Putusan Pengadilan Pajak a quo yang menyebutkan:
 
Bahwa insentif yang diberikan oleh Pemohon Banding kepada Petani tersebut terkait dengan mutu/kualitas TBS yang dibeli sehingga merupakan tambahan harga beli TBS, oleh karenanya bukan merupakan bentuk penghargaan yang menjadi obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan a quo,
 
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menanggapi sebagai berikut:
 
 
13.1.
Bahwa penetapan harga pembelian TBS yang berlaku pada periode tertentu di Provinsi Riau yang diterbitkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau berdasarkan hasil rapat Tim Penetapan Harga TBS yang dibentuk oleh Gubernur Riau sesuai Permentan-395 dan Pergub-22.
13.2.
Bahwa pemberian insentif yang diberikan kepada para KUD peserta KKPA memiliki dasar perhitungan tersendiri (pemberian insentif terpisah dengan perhitungan harga pembelian), sehingga harga insentif bukan merupakan tambahan harga pembelian.
13.3.
Bahwa dengan demikian pendapat Majelis Hakim yang menyatakan insentif merupakan tambahan harga beli TBS tidak benar dan tidak berdasar.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa oleh karena itu insentif yang diterima para KUD peserta KKPA merupakan bentuk merupakan bentuk penghargaan yang menjadi obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
14.
Bahwa dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak sependapat dengan pendapat Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi terbanding atas DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp8.089.235.374,00 karena nyata-nyata diputus tidak sesuai Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, yaitu diputus tidak sesuai bukti-bukti persidangan dan diputus tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4 UU PPh dan KEP-395 dan oleh karenanya diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
15.
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.59802/PP/M.XB/12/2015 tanggal 25 Februari 2015 harus dibatalkan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
III.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.59802/PP/M.XB/12/2015 tanggal 25 Februari 2015 yang menyatakan: Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan Banding Pemohon Banding terhadap Penerbitan Keputusan Terbanding Nomor KEP-1276/WPJ.19/2013 tanggal 25 September 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor 00002/203/07/092/12 tanggal 2 Oktober 2012, atas nama, PT Sari Lembah Subur, NPWP 01.387.784.0-092.000, beralamat di Jalan Puloayang Raya Blok OR-1, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur 13930, sehingga penghitungan jumlah PPN yang masih harus dibayar menjadi sebagaimana tersebut di atas adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-1276/WPJ.19/2013 tanggal 25 September 2013, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor: 00002/203/07/092/12 tanggal 2 Oktober 2012, atas nama Pemohon Banding, NPWP: 01.387.784.0-092.000, sehingga pajak yang lebih dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a.
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas Pemberian insentif kepada para KUD Peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374,00; yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo pemberian insentif sebesar 4% atas harga pembelian TBS yang diterima para KUD peserta KKPA terkait mutu dan kualitas TBS yang diatur dalam Permentan Nomor 305/Kpts/OT.140/11/2005, yaitu pada dasarnya merupakan suatu perangsang atas bagian dari harga beli yang didukung dokumen Purchase Order, Invoice, Jurnal Transaksi, General Ledger, Laporan Keuangan yang merupakan dasar pembukuan pemberian insentif tidak terutang pajaknya dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 25 April 2017, oleh Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. Yosran, S.H., M.Hum. dan Is Sudaryono, S.H., M.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
 
Anggota Majelis
ttd.
Dr. Yosran, S.H., M.Hum.
ttd.
Is Sudaryono, S.H., M.H.
Ketua Majelis
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
 
 
 
Panitera Pengganti
ttd.
Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

658/B/PK/PJK/2017