Quick Guide
Hide Quick Guide
- MELAWAN
- RINGKASAN POSITA BANDING
- KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
- ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
- PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
- MENGADILI
- MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
|
||||||||
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
|
||||||||
MAHKAMAH AGUNG | ||||||||
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
|
||||||||
1. |
Catur Rini Widosari, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
|
|||||||
2. | Budi Christiadi, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding; | |||||||
3. | Farchan Ilyas, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding; | |||||||
4. | Ayu Endah Damastuti, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding. | |||||||
Keempatnya Pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak, berkantor di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 40-42 Jakarta,
|
||||||||
berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. SKU-3012/PJ./2013 tanggal 30 Desember 2013;
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
|
||||||||
MELAWAN |
||||||||
PT. ING INTERNATIONAL, beralamat di Jalan Raya Rancaekek, Majalaya Nomor 389, Bandung, Jawa Barat 40382, alamat korespondensi Gedung Global Nokia, Wisma Perkasa, Jalan Buncit Raya Nomor 38-B Jakarta; | ||||||||
untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-47654/PP/M.II/12/2013, Tanggal 03 Oktober 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
|
||||||||
RINGKASAN POSITA BANDING |
||||||||
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut: Undang-Undang KUP) bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Terbanding No. KEP-2442/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 28 Oktober 2011 tentang Keberatan Pemohon Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Pasal 23 yang menolak permohonan keberatan yang Pemohon Banding ajukan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) – PPh Pasal 23 Nomor: 00058/203/08/444/10, tanggal 20 Agustus 2010 untuk masa pajak Mei 2008, maka Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas diterbitkannya Surat Keputusan Terbanding No. KEP-2442/WPJ.09/BD.06/2011, Tanggal 28 Oktober 2011 sebagaimana dimaksud diatas;
Duduk Perkara:
Bahwa adapun duduk perkara dalam pengajuan banding ini adalah sebagai berikut:
Bahwa di dalam Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-2442/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 28 Oktober 2011 sebagaimana dimaksud di dalam Surat Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan disebutkan bahwa pihak penelaah keberatan dari Kanwil DJP Jawa Barat I masih tetap mempertahankan Koreksi atas objek Pajak Penghasilan Pasal 23 berupa biaya trucking exim dan handling charge, agency, THC dan FCR yang dilakukan oleh pihak Jasa Freight Forwarding yang dilakukan oleh Pemeriksa. Sehingga berdasarkan hal tersebut besarnya PPh Pasal 23 yang masih harus dibayar adalah sebagai berikut:
|
||||||||
Pendapat/Tanggapan:
Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding (Tim Pemeriksa dari KPP Pratama Majalaya) yang disetujui oleh Terbanding (Penelaah Keberatan dari Kanwil DJP Jawa Barat I) dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-70/PJ./2007 tanggal 9 April 2007 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000, diatur bahwa:
|
||||||||
- | Lampiran II romawi III angka 12: Perkiraan Penghasilan neto atas imbalan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultasi dan Jasa Lain. Jenis Jasa: Jasa Perantara | |||||||
Bahwa Surat Dirjen S-09/PJ.032/2008 tanggal 7 Januari 2008 tentang Permohonan Penegasan terhadap Pelaksanaan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-70/PJ/2007 angka 3 huruf b butir 2 menegaskan bahwa:
Bahwa sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-70/PJ/2007 Jasa Internet, Jasa Freight Forwarding, Tour Travel Agency, agen Pelayaran dan Agen Advertensi tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23, oleh karena itu atas pembayaran yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau penggunaan harta;
Bahwa Surat Dirjen S-59/PJ.43/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Permohonan Penegasan Pemotongan PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding angka 4 dan 5 menegaskan bahwa “Berdasarkan Kep. Dirjen Pajak No. KEP-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto diatur bahwa:
|
||||||||
- | 4 (a) Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa perantara | |||||||
- | 5 (a) Jasa freight forwarding termasuk dalam pengertian jasa perantara yang terutang PPh Pasal 23; | |||||||
Bahwa merujuk pada penjelasan di atas maka menurut Pemohon Banding bahwa: | ||||||||
- | Atas Biaya handling charge, agency, THC FCR yang dilakukan selama tahun pajak 2008 oleh pihak jasa freight forwarding tidak dipotong PPh Pasal 23, | |||||||
- | Bahwa S-59/PJ.43/2006 tanggal 29 Maret 2006 sudah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi; | |||||||
Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dengan ini Pemohon Banding mengharapkan agar Bapak/Ibu Hakim Pengadilan Pajak yang terhormat dapat memberikan keputusan yang adil atas permohonan banding yang Pemohon Banding ajukan sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sebagai lembaga peradilan murni di bidang perpajakan, Pemohon Banding selaku Wajib Pajak menggantungkan harapan yang besar kepada Bapak/Ibu Hakim Pengadilan Pajak untuk dapat memberikan keputusan yang terbaik bagi Pemohon Banding selaku Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-47654/PP/M.II/12/2013, Tanggal 03 Oktober 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-2442/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 28 Oktober 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Mei 2008 Nomor: 00058/203/08/444/10 tanggal 20 Agustus 2010, atas nama: PT. Ing International, NPWP 02.192.997.1-444.000, beralamat di Jalan Raya Rancaekek, Majalaya Nomor 389, Bandung, Jawa Barat 40382, alamat korespondensi Gedung Global Nokia, Wisma Perkasa, Jalan Buncit Raya Nomor 38-B, Jakarta, sehingga jumlah pajak yang masih harus (lebih) dibayar menjadi sebagai berikut:
|
||||||||
KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI |
||||||||
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-47654/PP/M.II/12/2013, Tanggal 03 Oktober 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 29 Oktober 2013, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-3012/PJ./2013, tanggal 30 Desember 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 20 Januari 2014, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 20 Januari 2014;
telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 08 Mei 2014, akan tetapi Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Jawaban Memori Peninjauan Kembali berdasarkan Surat Keterangan Wakil Panitera Nomor TKM-3053/PAN.Wk/2016 tanggal 25 Agustus 2016;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
|
||||||||
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI |
||||||||
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut: | ||||||||
I. | Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali | |||||||
Tentang Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Mei 2008 sebesar Rp155.856.141,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. | ||||||||
II. | Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali | |||||||
1. |
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 38 Alinea ke-4 dan 5:
“Bahwa berdasarkan uraian tersebut, pemeriksaan bukti-bukti dan keterangan para pihak dalam persidangan serta hasil Uji Bukti, Majelis berpendapat Koreksi Terbanding atas Biaya Trucking Exim Dan Biaya Handling Charge, Agency, THC, FCR sebagai Obyek PPh Pasal 23 atas pembayaran Jasa Perantara yang tidak dapat dipertahankan adalah berjumlah Rp.155.856.141,- (Rp505.770.080 - Rp331.643.370 + Rp18.270.569));”
“Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, pemeriksaan bukti-bukti dan keterangan para pihak dalam persidangan serta hasil Uji Bukti, Majelis berpendapat bahwa koreksi Terbanding DPP PPh Pasal 23 Masa Pajak Mei 2008 berupa koreksi Biaya Trucking Exim Dan Biaya Handling Charge, Agency, THC, FCR, dengan jumlah total sebesar Rp505.770.080,- yang tidak dapat dipertahankan sejumlah Rp155.856.141,- sedangkan sisanya sejumlah Rp349.913.939,- (Rp331.643.370 + Rp18.270.569) tetap dipertahankan”
|
|||||||
2. |
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 76, dan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 76
”Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1). Kemudian dalam memori penjelasan pasal 76 alinea 1 dan 2 menyebutkan bahwa “Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan.
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak.”
Pasal 78
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.”
Kemudian dalam memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan bahwa “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan..”.
|
|||||||
3. |
Bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-undang PPh) menyatakan:
Pasal 23 ayat (1)
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
|
|||||||
a. | sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: | |||||||
1) | dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; | |||||||
2) | bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; | |||||||
3) | royalti; | |||||||
4) | hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e; | |||||||
b. | sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi; | |||||||
c. | sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas: | |||||||
1) | sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; | |||||||
2) | imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.” | |||||||
Penjelasan Pasal 23 ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, pemberian jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
|
||||||||
4. |
Bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER- 70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, menyatakan: Pasal 1 ayat (1) “Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta serta imbalan jasa yang dibayarkan oleh badan pemerintah, Subyek Pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya atau oleh orang pribadi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15 % (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar;”
Pasal 1 ayat (2)
“Imbalan jasa yang atas pembayarannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultansi dan jasa-jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, kecuali jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21”
Pasal 5 ayat (1)
“Perkiraan Penghasilan Neto adalah sebesar persentase sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 atau lampiran II kolom (3) PER-70/PJ/2007 dikalikan dengan nilai sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta atau nilai imbalan jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN);”
Lampiran I
Perkiraan Penghasilan Neto atas Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar 30% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
|
|||||||
5. |
Bahwa berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-70/PJ./2007 tanggal 9 April 2007 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, diatur bahwa:
Pasal 1 ayat (1)
Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta serta imbalan jasa yang dibayarkan oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya atau oleh orang pribadi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar;
Pasal 1 ayat (2)
Imbalan jasa yang atas pembayarannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultansi dan jasa- jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, kecuali jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;
Pasal 3
Besarnya Perkiraan Penghasilan Neto atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 4
Besarnya Perkiraan Penghasilan Neto atas imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Lampiran II romawi III aneka 12:
Perkiraan Penghasilan Neto atas Imbalan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultasi dan Jasa Lain Jenis Jasa: Jasa Perantara
|
|||||||
6. | Bahwa dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-09/PJ.032/2008 tentang Permohonan Penegasan terhadap Pelaksanaan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 tanggal 7 Januari 2008, disampaikan hal-hal sebagai berikut: | |||||||
a. |
Sehubungan dengan telah terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 70/PJ/2007, dalam pelaksanaannya telah terjadi multitafsir sebagai berikut:
Definisi “Jasa Perantara”
Karena tidak ada definisi jasa perantara yang jelas, maka banyak jenis jasa yang ditafsirkan sebagai jasa perantara, antara lain: jasa Freight Forwarding, tour and travel agency, agen pelayaran dan agen advertensi;b.
|
|||||||
b. |
Agar terdapat kepastian hukum dan pemungutan pajak yang sesuai dengan situasi usaha, agar diberikan penegasan sebagai berikut:
Definisi “Jasa Perantara”
Jasa Perantara adalah jasa yang diberikan oleh orang pribadi yang bertindak sebagai perantara dalam perikatan perjanjian di bidang tertentu, dengan mendapat imbalan balas jasa atau pembagian keuntungan dan bertindak atas perintah atau atas nama orang-orang yang tidak ada ikatan kerja tetap dengan dirinya, selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21
|
|||||||
7. |
Bahwa jenis kegiatan usaha yang dilakukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak adalah jasa penjahitan (jasa maklon).
|
|||||||
8. |
Bahwa sengketa banding yang diajukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) karena tidak setuju dengan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas DPP PPh Pasal 23 yang terdiri atas biaya trucking exim, handling charge, agency THC, FCR sebesar Rp.389.334.950,00 yang dapat dirinci sebagai berikut:
|
|||||||
9. | Bahwa dalam persidangan banding, karena koreksi tersebut terkait dengan pembuktian, maka oleh Majelis Hakim diperintahkan untuk dilakukan uji bukti, dan pada saat uji bukti Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyampaikan Jurnal voucher, Payment slip, Invoice, Kwitansi, dan Rekap atas biaya trucking ex handling, agency fee, THC dan FCR;10. | |||||||
10. |
Bahwa berdasarkan data/dokumen rekap biaya Freight Forwarding bulan Mei 2008 menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah:
|
|||||||
11. |
Bahwa atas hasil uji bukti Majelis Hakim berpendapat berdasarkan Uji Bukti terhadap dokumen asli dari Perusahaan Jasa Freight Forwarding sesuai dengan rekap dan GL yang diserahkan, diketahui bahwa Jumlah biaya berdasarkan hasil uji bukti untuk Masa Mei 2008 adalah:
|
|||||||
- | Biaya Trucking sesuai cfm. Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah Rp397.384.270,00 tetapi Biaya Trucking Exim sesuai dengan uji bukti rekap & dokumen adalah Rp388.929.370,00 | |||||||
- |
Biaya Handling, Agency Fee, THC, FCR sesuai cfm Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah Rp108.385.810,00 tetapi Biaya Handling, Agency Fee, THC, FCR sesuai dengan uji bukti
rekap & dokumen adalah Rp98.570.141,00.
|
|||||||
12. |
Bahwa menurut Majelis Hakim, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan Bukti Pendukung yang memadai atas Koreksi DPP PPh Pasal 23 Masa Pajak Mei 2008 sebesar Rp.155.856.141,00 sehingga koreksi sebesar Rp349.913.939,00 tetap dipertahankan.
|
|||||||
13. | Sesuai pasal 76 dan 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, Majelis Hakim telah benar sesuai dengan pasal tersebut dimana tetap mempertahankan koreksi Rp.221.721.171,00 dengan alasan hakekatnya Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk membuktikan argumentasinya/pendapatnya namun pendapat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tersebut tidak disertai bukti pendukungnya, dan pernyataan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebatas pernyataan tanpa ada bukti pendukung lainnya, sehingga tidak dapat dibuktikan kebenarannya; | |||||||
14. | Bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) DPP PPh Pasal 23 Masa Pajak Mei 2008 berupa koreksi Biaya Trucking Exim Dan Biaya Handling Charge, Agency, THC, FCR, dengan jumlah total sebesar Rp.505.770.080,- yang tidak dapat dipertahankan sejumlah Rp.155.856.141,00 sedangkan sisanya sejumlah Rp.349.913.939,00 tetap dipertahankan; | |||||||
15. | Bahwa salah satu pertimbangan Majelis Hakim yang membatalkan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) yaitu menurut Majelis Hakim dalil Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berdasarkan Surat Dirjen Nomor: S-59/PJ.43/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Permohonan Penegasan Pemotongan PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding angka 4 dan 5 menegaskan bahwa Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak No. Kep-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sudah tidak berlaku lagi dalam sengketa banding ini, dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007 dan ditegaskan dalam surat Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Nomor: S-09/PJ.032/2008 tanggal 7 Januari 2008. | |||||||
16. | Bahwa dasar Majelis Hakim mengambil keputusan adalah sebagai berikut: | |||||||
- |
Bahwa Majelis berpendapat berkenaan dengan Jasa Freight Forwarding ini, Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tidak mencantumkannya secara jelas dan tersurat, namun pada ayat (1) huruf c disebut adanya Jasa Lain yang sangat luas cakupannya.
|
|||||||
- | Bahwa sebagai tindak lanjutnya untuk pelaksanaannya telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007 yang menjelaskan lebih lanjut pengertian “Jasa Lainnya”. Namun demikian di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 a quo juga terdapat penyebutan jenis jasa lain yang bisa ditafsirkan mencakup juga Jasa Freight Forwarding, yaitu dengan pencantuman “Jasa Perantara”. Di dalam Peraturan Dirjen a quo tidak dijelaskan lebih lanjut pengertian atau definisi dari “Jasa Perantara”. | |||||||
- | Bahwa selanjutnya mengingat di dalam pelaksanaannya terjadinya multitafsir atas pengertian “Jasa Perantara”, maka Direktur Jenderal Pajak dengan Surat No S-09/PJ.032/2008 tanggal 7 Januari 2008 memberikan penegasan mengenai definisi ’’Jasa Perantara” yaitu: jasa yang diberikan oleh orang pribadi yang bertindak sebagai perantara dalam perikatan perjanjian di bidang tertentu, dengan mendapat imbalan balas jasa atau pembagian keuntungan dan bertindak atas perintah atau atas nama orang-orang yang tidak ada ikatan kerja tetap dengan dirinya, selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. | |||||||
- | Bahwa dari definisi ini sebenarnya masih muncul ketidak tegasan apakah Jasa Freight Forwarding termasuk atau tidak termasuk di dalam pengertian “Jasa Perantara”, namun mengingat Surat Direktur Jenderal a quo menegaskan bahwa “sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007, Jasa internet, Jasa Freight Forwarding, Tour Travel Agency, Agen Pelayaran dan Agen Advertensi tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23. Oleh karena itu atas pembayaran yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau penggunaan harta sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b angka 3) atau jasa sebagaimana dalam butir 2 huruf b angka 4)” maka Majelis berpendapat Jasa Freight Forwarding tidak termasuk di dalam jasa yang terkena PPh Pasal 23 dan bukan termasuk Jasa Perantara atau Jasa Lain sebagaimana dimaksud di dalam PER-70/PJ/2007 maupun Surat Nomor: S-09/PJ.032/2008. | |||||||
17. | Bahwa pada dasarnya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) setuju dengan pendapat Majelis Hakim bahwa dalam Peraturan Dirjen a quo tidak dijelaskan lebih lanjut pengertian atau definisi dari “Jasa Perantara” karena memang di PER-70/PJ/2007 tidak ada penjelasan mengenai jasa perantara. | |||||||
18. | Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tidak setuju dan mempertanyakan pernyataan Majelis Hakim yang menyatakan “bahwa selanjutnya mengingat di dalam pelaksanaannya terjadinya multitafsir atas pengertian “Jasa Perantara”, maka Direktur Jenderal Pajak dengan Surat No S-09/PJ.032/2008 tanggal 7 Januari 2008 memberikan penegasan mengenai definisi ’’Jasa Perantara” yaitu: jasa yang diberikan oleh orang pribadi yang bertindak sebagai perantara dalam perikatan perjanjian di bidang tertentu, dengan mendapat imbalan balas jasa atau pembagian keuntungan dan bertindak atas perintah atau atas nama orang-orang yang tidak ada ikatan kerja tetap dengan dirinya, selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21”; | |||||||
19. | Bahwa atas Surat No S-09/PJ.032/2008 tanggal 7 Januari 2008 (S-09) pada umumnya merupakan surat yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) kepada pihak luar yang tertentu. Atas hal tersebut, Majelis Hakim tidak memberikan pernyataan tentang kebenaran ada tidaknya surat tersebut sebagai alat bukti bahwa surat S-09 tersebut dapat dijadikan pembuktian; | |||||||
20. | Bahwa selanjutnya Majelis Hakim menyatakan dalam putusan a quo “bahwa dari definisi ini sebenarnya masih muncul ketidak tegasan apakah Jasa Freight Forwarding termasuk atau tidak termasuk di dalam pengertian “Jasa Perantara”, namun mengingat Surat Direktur Jenderal a quo menegaskan bahwa “sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007, Jasa internet, Jasa Freight Forwarding, Tour Travel Agency, Agen Pelayaran dan Agen Advertensi tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23. Oleh karena itu atas pembayaran yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau penggunaan harta sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b angka 3) atau jasa sebagaimana dalam butir 2 huruf b angka 4)” maka Majelis berpendapat Jasa Freight Forwarding tidak termasuk di dalam jasa yang terkena PPh Pasal 23 dan bukan termasuk Jasa Perantara atau Jasa Lain sebagaimana dimaksud di dalam PER-70/PJ/2007 maupun Surat Nomor: S-09/PJ.032/2008”; | |||||||
21. |
Membaca dan mempelajari pendapat Majelis Hakim maka konstruksi hukum yang dibangun oleh Majelis Hakim yaitu sesuai Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh tidak mencantumkannya secara jelas dan tersurat, namun pada ayat (1) huruf c disebut adanya Jasa Lain yang sangat luas cakupannya yang dijabarkan/atribusikan ke PER-70/PJ/2007. PER-70/PJ/2007 a quo juga terdapat penyebutan jenis jasa lain yang bisa ditafsirkan mencakup juga Jasa Freight Forwarding, yaitu dengan pencantuman “Jasa Perantara”. Peraturan Dirjen a quo tidak dijelaskan lebih lanjut pengertian atau definisi dari “Jasa Perantara”.
Bahwa terjadi multitafsir atas pengertian “Jasa Perantara”, maka Direktur Jenderal Pajak dengan Surat No S-09/PJ.032/2008 tanggal 7 Januari 2008 memberikan penegasan mengenai definisi ’’Jasa Perantara”. Menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) Majelis Hakim dalam memperoleh keyakinan atas pengertian jasa perantara dari adanya surat penegasan tersebut;
|
|||||||
22. | Setelah berdasarkan Surat Nomor: S-09/PJ.032/2008 dapat disampaikan keterangan bahwa yang mengemukakan terjadinya multitafsir jasa perantara dan yang memberikan definisi jasa perantara adalah seseorang yang berkirim surat kepada DJP (point 1 surat S-09/PJ.032/2008). Dengan demikian Majelis Hakim dalam memutus sengketa tidak berdasarkan tafsir otentik, dimana yang menjabarkan/menafsirkan bukan pejabat yang berwenang. | |||||||
23. | Bahwa sesuai Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007, dalam Lampiran I menyatakan: | |||||||
a. | Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis. | |||||||
b. | Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. | |||||||
Penjelasan dalam lampiran tersebut:
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat adalah:
|
||||||||
a. | Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum dengan Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23; | |||||||
b. | Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus wisata yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23; | |||||||
v. | Sewa kendaraan berupa milik perusahaan yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23; | |||||||
Perjanjian tertulis maupun tidak tertulis adalah kesepakatan untuk mengikatkan diri pada satu atau lebih pihak lain yang dituangkan secara tertulis maupun lisan. | ||||||||
24. | Bahwa sesuai dalam isi surat penegasan S-09/PJ.032/2008 dinyatakan “dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007, jasa Internet, jasa Freight Forwarding, Tour Travel Agency, agen Pelayaran dan Agen Advertensi tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23. Oleh karena itu atas pembayaran yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau penggunaan harta sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b angka 3) atau jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b angka 4). Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat bahwa dengan surat penegasan tersebut dapat diambil kesimpulan sepanjang tercantum dalam peraturan Pasal 23 Undang-Undang PPh jo. PER-70/PJ/2007 maka terutang PPh Pasal 23 dan apabila tidak terdapat/termasuk dalam daftar jenis jasa yang dikenakan maka tidak terutang PPh Pasal 23; | |||||||
25. | Bahwa di dalam sidang sengketa yang sama dengan masa pajak yang berbeda, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menjelaskan bahwa pengertian dari: | |||||||
- |
FCR (Forwarder Cargo Receipt) adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan dokumen pengiriman barang via laut yang diterbitkan oleh perusahaan Freight Forwarder yang bertindak selaku agen dari consignee (penerima barang);
|
|||||||
- | THC (Terminal Handling Charges) adalah biaya pelayanan bongkar muat peti kemas di pelabuhan; | |||||||
- | Agency Fee adalah biaya proses pengurusan dokumen impor yang timbul apabila pengurusan barang impor dilakukan melalui freight forwarder; | |||||||
26. | Berdasarkan hasil uji bukti Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan: | |||||||
- | untuk Trucking Exim, tidak ada bukti pendukung lain yang ditunjukkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), hanya jumlah biaya trucking dalam invoice, tanpa ada kontrak/perjanjian, surat jalan dan lain-lain yang dapat membuktikan bahwa barang dikirim dengan kendaraan tertentu dan klausul tertentu; | |||||||
- | untuk THC, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menunjukkan bukti berupa invoice dan kwitansi pembayaran; | |||||||
- | untuk Agency fee, selain invoice juga terdapat invoice dari pihak ketiga (invoice reimbursement) antara lain invoice untuk sewa kontainer. Menurut keterangan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), Agency fee ini timbul karena lawan transaksi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menggunakan jasa dari pihak lain dalam mengurus dokumen dan barang di pelabuhan; | |||||||
- | untuk Handling Charges, tidak ada bukti pendukung lain yang ditunjukkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), hanya jumlah biaya handling dalam invoice, tanpa ada kontrak dan lain- lain yang dapat membuktikan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pemberi jasa; | |||||||
- | untuk FCR, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menunjukkan bukti berupa invoice dan official receipt, menurut keterangan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), FCR ini merupakan biaya pengurusan dokumen pengiriman barang via laut oleh freight forwarder selaku agen; | |||||||
27. | Bahwa berdasarkan hasil uji bukti, keterangan/penjelasan pengertian dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan Pasal 23 Undang- Undang PPh jo. PER-70/PJ/2007 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: | |||||||
- | Agency fee sebesar Rp5.391.060,00 merupakan biaya proses pengurusan dokumen impor yang timbul apabila pengurusan barang impor dilakukan melalui freight forwarder, keterangan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bahwa biaya ini timbul karena lawan transaksi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menggunakan jasa dari pihak lain dalam mengurus dokumen dan barang di pelabuhan, tidak termasuk dalam daftar (positif list) PER-70/PJ/2007 sehingga tidak terutang PPh Pasal 23. | |||||||
- | Handling sebesar Rp10.720.183,00 tidak diberikan keterangan pengertian oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) namun dalam uji bukti dinyatakan tidak ada bukti pendukung lain yang ditunjukkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya jumlah biaya handling dalam invoice tanpa ada kontrak dan lain- lain yang dapat membuktikan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pemberi jasa. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan bahwa biaya handling charge adalah biaya pengurusan dokumen-dokumen ekspor. Bahwa jasa handling tidak termasuk dalam daftar (positif list) PER-70/PJ/2007 sehingga tidak terutang PPh Pasal 23. | |||||||
- |
DO Fee & Adm Fee sebesar Rp12.444.965,00 tidak diberikan keterangan pengertian oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), melihat jasa yang diberikan tidak termasuk dalam daftar (positif list) PER-70/PJ/2007 sehingga tidak terutang PPh Pasal 23.
|
|||||||
- | FCR sebesar Rp2.339.648,00 menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan dokumen pengiriman barang via laut yang diterbitkan oleh perusahaan Freight Forwarder yang bertindak selaku agen dari consignee (penerima barang), tidak termasuk dalam daftar (positif list) PER-70/PJ/2007 sehingga tidak terutang PPh Pasal 23. | |||||||
- | THC sebesar Rp55.203.729,00 menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) adalah biaya pelayanan bongkar muat peti kemas di pelabuhan dan menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) bahwa biaya THC adalah biaya pengurusan dokumen pengiriman barang via laut yang diterbitkan oleh perusahaan freight forwarder yang bertindak sebagai agen dari penerima barang, tidak termasuk dalam daftar (positif list) PER-70/PJ/2007 sehingga tidak terutang PPh Pasal 23. | |||||||
- | Trucking sebesar Rp388.929.370,00 termasuk dalam PER-70/PJ/2007 Lampiran I dimana terdapat Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu. Dalam uji bukti Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan bahwa tidak ada bukti pendukung lain yang ditunjukkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), hanya jumlah biaya trucking dalam invoice, tanpa ada kontrak/perjanjian, surat jalan dan lain-lain yang dapat membuktikan bahwa barang dikirim dengan kendaraan tertentu dan klausul tertentu. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga mengakui bahwa telah menyewa truck. Bahwa sesuai pasal 76 Undang- Undang Pengadilan Pajak Majelis Hakim telah memerintahkan uji bukti dan merupakan kesempatan untuk Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) membuktikan kebenaran pendapatnya, namun Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) gagal membuktikan bahwa biaya sewa trucking seharusnya tidak dikenakan PPh Pasal 23. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak dapat menunjukkan bahwa biaya truck a quo bukan sewa, dengan demikian biaya trucking sesuai Lampiran I PER-70/PJ/2007 terutang PPh Pasal 23. Untuk diketahui bahwa juga terdapat koreksi biaya truck lokal dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak mengajukan banding. | |||||||
- | Lift on & lift off (Lolo) sebesar Rp7.565.900,00 merupakan penggunaan alat/aktiva yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan container, sesuai Lampiran I PER-70/PJ/2007 dimana dinyatakan Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain kendaraan angkutan darat. Bahwa biaya Lolo berkenaan dengan penggunaan harta maka menjadi terutang PPh Pasal 23. | |||||||
- | Warehouse sebesar Rp4.904.656,00 merupakan penggunaan tempat/ruangan. Bahwa seharusnya jika yang disewa adalah tanah dan atau bangunan maka dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2, akan tetapi sesuai pasal 76 Undang-Undang Pengadilan Pajak seperti halnya biaya trucking Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) gagal membuktikan sesungguhnya biaya warehouse seperti apa. Dengan demikian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) merumuskan sesuai Lampiran I KEP-70/PJ/2007 yang menyatakan bahwa “sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta, selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final”, maka dikenakan PPh Pasal 23 sesuai dengan asas keadilan dan sesungguhnya penghasilan tersebut belum dipotong PPh yang bersifat final. | |||||||
28. | Bahwa pada dasarnya Majelis Hakim mengabulkan seluruhnya secara yuridis permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) namun karena berdasarkan bukti yang disampaikan terdapat beberapa transaksi yang tiada bukti sehingga Majelis Hakim tetap mempertahankan koreksi sebesar Rp.155.856.141,00. Dengan demikian diusulkan untuk biaya Lolo sebesar Rp7.565.900,00 dan trucking Rp148.290.241,00 diajukan permohonan Peninjauan Kembali. | |||||||
29. | Bahwa dengan demikian telah terbukti secara jelas dan nyata-nyata bahwa atas koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 atas bunga sebesar Rp155.856.141,00 yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah benar dan tepat dan telah sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang PPh, dan Majelis Hakim nyata-nyata mengabaikan ketentuan yuridis formal terkait penyelesaian pokok sengketa berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian Putusan Majelis dalam sengketa a quo tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 78. | |||||||
30. | Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan dasar-dasar hukum perpajakan yang berlaku dalam amar pertimbangan dan amar putusannya tersebut, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. | |||||||
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor: PUT.47654/PP/M.II/12/2013 Tanggal 3 Oktober 2013 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-2442/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 28 Oktober 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Mei 2008 Nomor: 00058/203/08/444/10 tanggal 20 Agustus 2010, atas nama PT. Ing International, NPWP 02.192.997.1-444.000, beralamat di Jalan Raya Rancaekek, Majalaya Nomor 389, Bandung, Jawa Barat 40382, alamat korespondensi Gedung Global Nokia, Wisma Perkasa, Jalan Buncit Raya Nomor 38-B, Jakarta dan pajak yang masih harus dibayar dengan perhitungan sebagaimana tersebut di atas; adalah tidak benar sama sekali dan nyata-nyata telah bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
|
||||||||
PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG |
||||||||
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-2442/WPJ.09/BD.06/2011 tanggal 28 Oktober 2011, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Mei 2008 Nomor: 00058/203/08/444/10 tanggal 20 Agustus 2010, atas nama Pemohon Banding, NPWP 02.192.997.1444.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp69.952.196 adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
|
||||||||
a. | Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 Masa Pajak Mei 2008 sebesar Rp155.856.141,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo telah dilakukan Uji Bukti oleh para pihak di hadapan Majelis Pengadilan Pajak dan bukti pendukung yang memadai berupa dokumen asli dari Perusahaan Jasa Freight Forwarding dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan; | |||||||
b. | Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak; | |||||||
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;
|
||||||||
MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 21 Februari 2017, oleh Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Is Sudaryono, S.H., M.H., dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Joko A. Sugianto, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis:
ttd.
Is Sudaryono, S.H., M.H. ttd. Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
|
Ketua Majelis:
ttd. Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
|
|
|
|
Panitera Pengganti:
ttd.
Joko A. Sugianto, S.H.
|
MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 21 Februari 2017, oleh Dr. H.M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Is Sudaryono, S.H., M.H., dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Joko A. Sugianto, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota Majelis:
ttd.
Is Sudaryono, S.H., M.H. ttd. Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
|
Ketua Majelis:
ttd. Dr. H.M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
|
|
|
|
Panitera Pengganti:
ttd.
Joko A. Sugianto, S.H.
|
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum