Quick Guide
Hide Quick Guide
  • MELAWAN
  • RINGKASAN POSITA BANDING
  • KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI
  • ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
  • PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG
  • MENGADILI
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Status : Tidak Diketahui

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
557/B/PK/PJK/2017

 
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
 
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
 
 
 
 
 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42 Jakarta, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:
1.
CATUR RINI WIDOSARI, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2.
BUDI CHRISTIADI, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
3.
HERU MARHANTO UTOMO, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4.
PUJI RAHAYU, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan Banding;
 
 
 
 
 
 
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-303/PJ./2013, tanggal 20 Februari 2013;
 
untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
 
 
 
 
 
 

MELAWAN

 
 
 
 
 
 
PT SUPRA BUSANA YASA, tempat kedudukan di Jalan Dipati Unus Nomor 48, Cibodas, Tangerang;

untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
 
Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 41236/PP/M.III/12/2012, tanggal 8 November 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 

RINGKASAN POSITA BANDING

 
 
 
 
 
 
Bahwa Pemohon Banding mengajukan banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-550/WPJ.08/BD.06/2009 tanggal 28 Desember 2009 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang mempertahankan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Tahun Pajak 2007 Nomor 00027/203/07/415/09 tanggal 30 Maret 2009 yang menyatakan jumlah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi, sebesar Rp10.283.100,00;
 
Bahwa Keputusan Keberatan tersebut Pemohon Banding terima pada tanggal 18 Januari 2010;
 
Bahwa berikut Pemohon Banding uraikan mengenai koreksi Terbanding, alasan Pemohon Banding dan perhitungan pajak menurut Pemohon Banding, serta dokumen-dokumen terkait;
 
Koreksi Terbanding:
 
Bahwa Terbanding melakukan koreksi sebesar Rp156.077.334,00 yang dianggap sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 23 yang belum dilaporkan Pemohon Banding. Koreksi tersebut berdasarkan ekualisasi objek Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dilakukan Terbanding sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
Alasan Pemohon Banding:
 
bahwa Pemohon Banding tidak setuju koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 di atas karena koreksi objek sebesar Rp1.139.264.670,00 bukanlah merupakan objek pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 karena atas selisih tersebut merupakan pembelian bahan dan spare part yang bukan merupakan objek pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 dengan perincian sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
Bahwa atas koreksi sebesar (Rp983.187.336,00) biaya sewa dan lainnya yang telah Pemohon Banding potong dan setorkan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas biaya-biaya tersebut. Dengan demikian, Pemohon Banding sesungguhnya telah melakukan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana mestinya; Bahwa memperhatikan hal-hal di atas, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim demi memberikan keadilan bagi Pemohon Banding yang telah melaksanakan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 23 selama Tahun 2007 sebagaimana semestinya, untuk menerima dan mengabulkan permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan Terbanding Nomor KEP-550/WPJ.08/BD.06/2009 tanggal 28 Desember 2009 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor 00027/203/07/415/09 tanggal 30 Maret 2009;
 
Penghitungan Pajak Menurut Pemohon Banding:
 
Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang seharusnya adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 41236/PP/M.III/12/2012, tanggal 8 November 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
 
Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-550/WPJ.08/BD.06/2009 tanggal 28 Desember 2009, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor 00027/203/07/415/09 tanggal 30 Maret 2009, atas nama: PT Supra Busana Yasa, NPWP: 01.335.761.1-415.000, Alamat: Jalan Dipati Unus Nomor 48, Cibodas, Tangerang, dengan Perhitungan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 menjadi sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 

KETENTUAN FORMAL PENINJAUAN KEMBALI

 
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 41236/PP/M.III/12/2012, tanggal 8 November 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 5 Desember 2012, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-303/PJ./2013, tanggal 20 Februari 2013, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 21 Februari 2013 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-455/SP.52/AB/II/2013 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 21 Februari 2013;
 
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 10 Januari 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan Jawaban;
 
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
 
 
 
 
 
 

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I.
Tentang Alasan Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali
 
1.
Bahwa Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak) menyatakan “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”;
 
2.
Bahwa ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut: “Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
 
3.
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam putusan Nomor PUT.41236/PP/M.III/12/2012 tanggal 08 November 2012, tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal terkait proses pemeriksaan dan keberatan dan mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding), sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia;
 
 
 
 
 
 
II.
Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali:
 
1.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan bahwa “Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”;
 
2.
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.41236/PP/M.III/12/2012 tanggal 08 November 2012, atas nama: PT. Supra Busana Yasa (Termohon Peninjauan Kembali / semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan diterima Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 10 Desember 2012 sesuai surat Tanda Terima Dokumen Direktorat Jenderal Pajak Nomor 2012121000480002;
 
3.
Bahwa karena didasarkan pada Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak, maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.41236/PP/M.III/12/2012 tanggal 08 November 2012 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnya-lah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
 
 
 
 
 
 
III.
Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali:
 
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:
 
Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 sebesar Rp156.077.334,00;
 
 
 
 
 
 
IV.
Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali:
 
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.41236/PP/M.III/12/2012 tanggal 08 November 2012, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
Bahwa pokok sengketa pada pemeriksaan banding adalah sebagai berikut:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
1.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
 
Halaman 19 alinea ke-2 dan 3:
 
“Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas fakta-fakta, bukti-bukti, penjelasan Pemohon Banding dan Terbanding yang terungkap dalam persidangan, penelitian terhadap berkas banding dan hasil penelitian data yang dilakukan Majelis serta uraian tersebut di atas maka Majelis berkesimpulan objek PPh Pasal 23 adalah:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
2.
Bahwa Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan), menyatakan:
 
Pasal 23 ayat (1)
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
 
 
 
 
 
 
a.
Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
 
 
 
1)
Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
 
 
 
2)
Bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
 
 
 
3)
Royalti;
 
 
 
4)
hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
 
 
b.
Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi;
 
 
c.
Sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
 
 
 
1)
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
 
 
 
2)
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21”;
 
 
 
 
 
 
 
 
Pasal 23 ayat (2):
“Besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak”;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Bahwa Pasal 26A ayat (4) dan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP 2007), menyatakan:
 
Pasal 26A ayat (4):
“Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya”;
 
Pasal 29 ayat (3):
“Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
a.
Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
 
 
b.
Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;dan/atau
 
 
c.
Memberikan keterangan lain yang diperlukan”;
 
 
 
 
 
 
 
4.
Bahwa Pasal 64 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (selanjutnya disebut PP Nomor 74 Tahun 2011), menyatakan:
“Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan:
 
 
 
 
f.
proses penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang dan Pasal 26A Undang-Undang untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007; berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini”;
 
 
 
 
 
 
 
5.
Bahwa Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan (selanjutnya disebut PMK Nomor 194/PMK.03/2007), menyatakan:
“Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan”;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
6.
Bahwa Pasal 22 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, (selanjutnya disebut PMK-199/PMK.03/2007), menyatakan:
 
“Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan berhak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan paling lama:
 
 
 
 
a.
3 (tiga) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak untuk Pemeriksaan Kantor;
 
 
b.
7 (tujuh) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak untuk Pemeriksaan Lapangan”;
 
 
 
 
 
 
 
7.
Bahwa Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, menyatakan:
 
Pasal 76:
“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;
 
Pasal 78;
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
8.
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.41236/PP/M.III/12/2012 tanggal 08 November 2012 dapat diketahui:
 
 
8.1.
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dengan pengujian ekualisasi antara biaya-biaya dalam laporan Laba/Rugi dengan objek PPh Pasal 23 dalam SPT WP, diketahui terdapat objek PPh Pasal 23 yang belum dilaporkan sebesar Rp156.077.344,00;
 
 
8.2.
Bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar a quo, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengajukan keberatan dan keberatan tersebut ditolak oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan alasan sebagai berikut:
 
 
 
a.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) keberatan atas koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan mengemukakan alasan keberatan bahwa atas biaya-biaya yang dikoreksi bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23 tetapi alasan tersebut tidak disertai dengan bukti pendukung yang kuat (bukti-bukti pengeluaran uang atas pembelian bahan untuk produksi, bahan bangunan maupun spare part dari intern maupun pihak ketiga dan bukti-bukti pengangkutan) yang dapat mendukung keberatannya, sehingga tidak ada alasan yang cukup untuk membatalkan koreksi, dan diyakini atas kegiatan tersebut dilakukan oleh pihak lain, sehingga atas jasa pemeliharaan, perbaikan, pengangkutan maupun jasa lainnya merupakan objek yang harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23;
 
 
 
b.
Bahwa berdasarkan ketentuan yang berlaku atas kegiatan/jasa yang dilakukan selain yang terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23;
 
 
 
c.
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Nomor 00027/203/07/415/09 tanggal 30 Maret 2009 adalah sudah tepat;
 
 
8.3.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp156.077.334,00 karena biaya-biaya yang dikoreksi bukanlah merupakan objek pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 melainkan merupakan pembelian bahan dan spare part yang bukan merupakan objek pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23;
 
 
8.4.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
 
 
 
a.
Bahwa pada saat proses pemeriksaan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) hanya menggunakan pendekatan ekualisasi dari nama akun-akun ledger yang dianggap sebagai objek PPh Pasal 21 tanpa melakukan pemeriksaan terhadap dokumen transaksi. Sedangkan pendokumentasian bukti-bukti transaksi yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagaimana lazimnya berdasarkan bukti penerimaan/pengeluaran kas/bank, bukan berdasarkan nama akun sehingga tidak memungkinkan bagi Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) untuk memisahkan bukti transaksi tersebut berdasarkan akun dalam waktu 7 hari sebagaimana diminta oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dalam SPHP;
 
 
 
b.
Bahwa ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP 2007 berlaku untuk tahun pajak 2008 dan seterusnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal II ayat (1) yang mengatur bahwa terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000;
 
 
 
c.
Sedangkan yang disengketakan adalah tahun pajak 2007;
 
 
 
 
 
 
 
9.
Bahwa terhadap uraian serta bukti yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam persidangan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) berpendapat sebagai berikut:
 
 
9.1.
Atas dokumen yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) pada saat persidangan banding, belum pernah diterima Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada saat pemeriksaan sampai dengan pembahasan akhir;
 
 
 
 
 
 
 
 
9.2.
Bahwa pada saat proses keberatan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak memberikan argumentasi terkait alasan keberatannya;
 
 
 
 
 
 
 
 
9.3.
Bahwa pada saat proses sidang banding, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) baru memberikan data pendukung biaya sewa tersebut;
 
 
 
 
 
 
 
 
9.4.
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP 2007, data yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan dalam proses keberatan;
 
 
 
 
 
 
 
 
9.5.
Bahwa sesuai dengan Bab XI Ketentuan Penutup Pasal 48 Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan:
“Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-Undang ini, diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah”;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
9.6.
Bahwa sesuai Bab XI Ketentuan Peralihan Pasal 36 ayat (2) huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 menyatakan sebagai berikut:
 
Pasal 64 huruf f PP Nomor 74 Tahun 2011, menyatakan:
“Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban yang belum diselesaikan yang berkaitan dengan: proses penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang dan Pasal 26A Undang-Undang untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007, berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini”;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
9.7.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan bahwa penerapan Pasal 26A (4) Undang-Undang KUP 2007 telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga koreksi tetap dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
10.
Bahwa Majelis tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dengan alasan antara lain sebagai berikut:
“Bahwa Terbanding tidak dapat menunjukkan surat peminjaman dokumen kepada Pemohon Banding dan dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan data dan bukti pendukung;
 
Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding dalam persidangan, Majelis menyimpulkan bahwa koreksi Terbanding sebesar Rp120.874.099,00 terbukti bukan merupakan objek PPh Pasal 23 sehingga koreksi dibatalkan;
 
Sedangkan atas koreksi sebesar Rp35.203.235,00 tetap dipertahankan karena merupakan objek PPh Pasal 23”;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
11.
Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor
11.1.
Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor LAP-73/WPJ.08/KP.0705/2009 tanggal 30 Maret 2009, diketahui daftar buku dan dokumen yang dipinjamkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sebagai berikut:
 
a.
SPT PPh Badan dan PPh Pasal 21 beserta lampirannya, SPT PPh Masa Pasal 21, 23/26, 4 (2) dan Pajak Pertambahan Nilai beserta SSP-nya,
 
b.
Bukti Pemotongan pajak,
 
c.
Akta Pendirian dan akta perubahan yang terakhir,
 
d.
Laporan Keuangan dan perinciannya,
 
e.
General Ledger,
 
f.
Lippo Bank Acc. No.551-30-88678-0 Tangerang Nyi Mas Melati USD,
 
g.
Lippo Bank Acc. No.315-30-00999-2 Tangerang Nyi Mas Melati IDR,
 
h.
Panin Bank Acc. No.15002512 KCP Green Garden Jakarta IDR,
 
i.
BCA Acc. No.0353095266 KCU Sudirman Jakarta IDR;
   
11.2.
Bahwa dari Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) serta halaman 3 Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak Tahun 2007, diketahui bahwa hasil pemeriksaan didasarkan pada pengujian ekualisasi antara biaya-biaya dalam laporan Laba/Rugi dengan objek PPh Pasal 23 menurut SPT Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga ditemukan koreksi positif objek PPh Pasal 23 sebesar Rp156.077.344,00;
 
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah memberikan tanggapan atas hasil pemeriksaan dengan menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan koreksi objek PPh Pasal 23 karena objek pajak tersebut sudah dilunasi dan dilaporkan pada awal tahun 2008;
 
   
11.3.
Bahwa dalam surat Nomor S-07/SBY/VI/2009 tanggal 9 Juni 2009 Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menyatakan tidak setuju koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar Rp156.077.334,00 00 karena biaya-biaya yang dikoreksi bukanlah merupakan objek pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23, melainkan merupakan pembelian bahan dan spare part yang bukan merupakan objek pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23;
   
11.4.
Bahwa dalam proses keberatan, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah meminta data kepada Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melalui surat Permintaan Penjelasan dan Pembuktian Tertulis Nomor S-732/WPJ.08/BD.0603/2009 tanggal 10 Juli 2009 dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) merespon dengan memberikan sebagian data yang diminta, sehingga Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan Permintaan dan Pembuktian Tertulis Kedua melalui surat Nomor S-825/WPJ.08/BD.0603/2009 tanggal 5 Agustus 2009;
   
11.5.
Bahwa data/dokumen yang disampaikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses keberatan adalah sebagai berikut:
 
a.
SPT Tahunan PPh 2007,
 
b.
SPM PPN 2007,
 
c.
SPT Tahunan PPh Pasal 21 Tahun 2007,
 
d.
SPM PPh Pasal 21 Tahun 2007,
 
e.
SPM PPh Pasal 23 Tahun 2007,
 
f.
SPM PPh Pasal 25 Tahun 2007,
 
g.
Rekening Koran BCA,
 
h.
Rekening Koran Lippo IDR/USA,
 
i.
Rekening Koran Bank Panin,
 
j.
Softcopy GL,
 
k.
SPM PPh Pasal 4 ayat (2) Tahun 2007;
   
11.6.
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tetap mempertahankan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp156.077.344,00 dengan alasan bahwa:
 
a.
Bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) keberatan atas koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) dan mengemukakan alasan keberatan bahwa atas biaya-biaya yang dikoreksi bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23 tetapi alasan tersebut tidak disertai dengan bukti pendukung yang kuat (bukti-bukti pengeluaran uang atas pembelian bahan untuk produksi, bahan bangunan maupun spare part dari intern maupun pihak ketiga dan bukti-bukti pengangkutan) yang dapat mendukung keberatannya, sehingga tidak ada alasan yang cukup untuk membatalkan koreksi, dan diyakini atas kegiatan tersebut dilakukan oleh pihak lain, sehingga atas jasa pemeliharaan, perbaikan, pengangkutan maupun jasa lainnya merupakan objek yang harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23;
 
b.
Bahwa berdasarkan ketentuan yang berlaku atas kegiatan/jasa yang dilakukan selain yang terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23;
   
11.7.
Bahwa berdasarkan keterangan dalam Berita Acara Pengujian Bukti diketahui bahwa data-data yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam uji bukti persidangan, belum pernah diberikan pada saat pemeriksaan sampai dengan pembahasan akhir;
   
11.8.
Bahwa karena data/dokumen tersebut belum pernah diterima pada saat pemeriksaan sampai dengan pembahasan akhir dan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) juga tidak memberikan argumentasi dalam proses keberatan, maka berdasarkan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang KUP 2007, koreksi tersebut tetap dipertahankan;
       
 
12.
Bahwa sebagai bahan pertimbangan dalam memutus sengketa, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sampaikan aspek yuridis dalam sistem hukum di Indonesia, yang seharusnya menjadi basis atau dasar dalam penegakan hukum, sebagai berikut:
12.1.
Logemann dalam Buku Pengantar dalam Hukum Indonesia Edisi 3 oleh Ernst Utrecht, Balai Buku Indonesia, 1956, pada halaman 1414 menyatakan bahwa “men mag de norm waaraan men gebonden is niet willekeurig uitleggen, doch alleen de juiste uitleg mag gelden”, dimana dapat diartikan bahwa orang tidak boleh menafsirkan secara sewenang-wenang kaidah yang mengikat, hanya penafsiran yang sesuai dengan maksud pembuat undang-Undang menjadi tafsiran yang tepat;
 
Maka dalam memeriksa dan mengadili dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada hakim, seorang hakim terikat kepada ketentuan yang tertuang dalam hukum acara (formele recht) dari pengadilan. Sebagai hukum dan hak asasi, hakim dibatasi menafsirkan atau melakukan konstruksi terhadap hukum acara. Hal demikian dikarenakan fungsi dari hukum acara (formele recht, adjective law) adalah untuk mempertahankan hukum materiil (materiele recht, substantive law);
 
 
 
 
 
12.2.
Bahwa dalam sistem perpajakan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 merupakan hukum formal atau hukum acara (formele recht, adjective law) yang mengatur tata cara pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak;
 
Bahwa secara formal, aturan mengenai tidak dapat digunakannya data pada proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan telah jelas aturannya dalam Pasal 26A Ayat (4) Undang-Undang KUP 2007, aturan ini mengikat fiskus dalam melaksanakan tugasnya namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut dengan alasan azas material;
 
Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan;
 
 
       
 
13.
Bahwa dari data yang ada terkait penyelesaian keberatan:
13.1.
Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) mengajukan keberatan pada tanggal 9 Juni 2009 melalui Surat Nomor S-07/SBY/VI/2009;
 
 
 
 
13.2.
Bahwa terhadap pengajuan keberatan yang dilakukan sesudah tanggal 31 Desember 2007, sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat (2) huruf f PP Nomor 80 Tahun 2007 s.t.d.d. Pasal 64 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, maka penyelesaiannya adalah menggunakan ketentuan Undang-Undang KUP 2007. Dengan demikian penerapan Pasal 26A ayat
 
(4)
Undang-Undang KUP 2007 adalah benar dan tepat;
 
 
 
 
13.3.
Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP 2007 Juncto Pasal 36 ayat (2) huruf f PP Nomor 80 Tahun 2007 s.t.d.d. Pasal 64 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Juncto Pasal 10 PMK Nomor 194/PMK.03/2007, maka terhadap data yang tidak diberikan pada proses pemeriksaan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), maka pada proses keberatan tidak dapat dipertimbangkan;
 
 
 
 
13.4.
Bahwa dalam sengketa ini, pada saat keberatan pun Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak memberikan data pendukung atas alasan keberatannya sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat itikad kurang baik dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas penyelesaian sengketa banding ini. Berdasarkan hal tersebut maka keputusan menolak keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah tepat;
       
 
14.
Bahwa Majelis tidak cermat dalam memutus sengketa karena tidak mempertimbangkan alasan-alasan Pemohon Peninjauan kembali (semula Terbanding) yang melandasi pengambilan keputusan keberatan;
 
 
 
 
 
 
 
15.
Bahwa berdasarkan Pasal 22 ayat (4) PMK Nomor 199/PMK.03/2007, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah diberikan waktu 7 (tujuh) hari untuk menanggapi hasil pemeriksaan dan dinyatakan pula dalam surat pemberitahuan hasil pemeriksaan bahwa tanggapan tertulis disertai data, bukti dan dokumen pendukung;
 
Bahwa berdasarkan tanggapan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dalam proses pemeriksaan yang menyatakan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak setuju dengan koreksi objek PPh Pasal 23 dengan alasan bahwa biaya-biaya yang dikoreksi bukanlah merupakan objek pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23 melainkan merupakan pembelian bahan dan spare part yang bukan merupakan objek pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23;
 
Dari pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa antara Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) telah sama-sama mengetahui dengan jelas biaya-biaya yang mana saja yang menjadi pokok sengketa, sehingga dalam rentang waktu 7 (tujuh) hari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dianggap dapat menyampaikan bukti pendukung atas tanggapannya;
 
Bahwa faktanya, tanggapan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak didukung dengan data/dokumen yang meyakinkan;
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
16.
Bahwa dengan tidak adanya dokumen pembuktian yang dibutuhkan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang PPh, atas biaya-biaya tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 23, sehingga koreksi positif objek PPh Pasal 23 sebesar Rp156.077.334,00 harus dipertahankan;
 
 
 
 
 
 
 
17.
Bahwa putusan Majelis yang hanya mempertahankan sebagian koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP 2007 Juncto Pasal 36 ayat (2) huruf f PP Nomor 80 Tahun 2007 s.t.d.d. Pasal 64 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Juncto Pasal 10 PMK Nomor 194/PMK.03/2007, karena jelas alasan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menolak keberatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) adalah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
 
 
 
 
 
 
 
18.
Bahwa meskipun Majelis Hakim memiliki kewenangan untuk menentukan kekuatan pembuktian dan alat bukti yang digunakan, akan tetapi dalam sengketa ini Majelis Hakim nyata-nyata mengabaikan ketentuan yuridis formal terkait penyelesaian keberatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian Putusan Majelis yang hanya mempertahankan sebagian koreksi atas sengketa a quo tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 76 dan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
 
 
 
 
 
 
 
19.
Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas objek PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 sebesar Rp156.077.334 telah dibuat tanpa pertimbangan yang cukup, pembuktian di persidangan serta peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan Juncto Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP 2007 Juncto Pasal 36 ayat (2) huruf f PP Nomor 80 Tahun 2007 s.t.d.d. Pasal 64 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Juncto Pasal 10 PMK Nomor 194/PMK.03/2007, sehingga melanggar ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT. 41236/PP/M.III/12/2012 tanggal 08 November 2012 tersebut harus dibatalkan;
 
 
 
 
 
 
V.
Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor PUT.41236/PP/M.III/12/2012 tanggal 08 November 2012 yang menyatakan: Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-550/WPJ.08/BD.06/2009 tanggal 28 Desember 2009, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor 00027/203/07/415/09 tanggal 30 Maret 2009, atas nama: PT Supra Busana Yasa, NPWP: 01.335.761.1-415.000, Alamat: Jalan Dipati Unus Nomor 48, Cibodas, Tangerang, dengan Perhitungan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 menjadi seperti perhitungan di atas,
 
Adalah tidak benar dan telah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
 
 
 
 
 
 
 

PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG

 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
 
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-550/WPJ.08/BD.06/2009 tanggal 28 Desember 2009 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2007 Nomor 00027/203/07/415/09 tanggal 30 Maret 2009, atas nama Pemohon Banding NPWP 01.335.761.1-415.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp2.059.388,00; adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
a.
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 23 sebesar Rp156.077.334,00; tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa substansi telah dilakukan pemeriksaan atas fakta-fakta dan bukti oleh Majelis Pengadilan Pajak dengan benar dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Juncto Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b.
Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
 
 
 
 
 
 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
 
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;
 
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait;
 
 
 
 
 
 

MENGADILI

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
 
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
 
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 17 Mei 2017 oleh Dr. H. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. dan Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
 
Anggota Majelis:
ttd.
Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.
ttd.
Dr. Irfan Fachruddin, S.H., C.N.
Ketua Majelis,
ttd.
Dr. H. Yulius, S.H., M.H.
 
 
 
Panitera Pengganti,
ttd.
M. Usahawan, S.H.
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum

557/B/PK/PJK/2017